Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Oktober 2016
Baca: Mazmur 56:1-14
"Sengsaraku Engkaulah yang menghitung-hitung, air mataku Kautaruh ke dalam kirbat-Mu. Bukankah semuanya telah Kaudaftarkan?" Mazmur 56:9
Menjalani hidup di dunia ini tak seorang pun dapat menghindarkan diri dari kesengsaraan. Arti kata sengsara adalah kesulitan dan kesusahan hidup, penderitaan; menderita kesusahan, kesukaran dan sebagainya. Memang itulah kebanggaan hidup manusia (baca Mazmur 90:10), tak terkecuali bagi orang percaya. "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20). Ada contoh kesengsaraan yang dialami umat Israel. Walaupun raja Mesir telah mati bukan berarti berakhir pula kesengsaraan mereka. "...orang Israel masih mengeluh karena perbudakan, dan mereka berseru-seru,
sehingga teriak mereka minta tolong karena perbudakan itu sampai kepada
Allah." (Keluaran 2:23-24). Ketika umat Israel mengerang dan berteriak kepada Tuhan, Tuhan tidak hanya sekedar mendengar tetapi melihat dan memerhatikan kesengsaraan mereka (Keluaran 2:25), Ia mengutus Musa untuk memimpin mereka keluar dari negeri perbudakan.
Mungkin saat ini kita sedang menderita sengsara karena beraneka ragam masalah yang menimpa dan berputus asa, hilang pengharapan. Mari kita tetap bersyukur karena kita punya Tuhan yang sangat peduli dan berlimpah dengan kasih. Apabila kita mengerang dan berteriak kepada Tuhan dalam doa niscaya Ia akan mendengar seruan kita dan bertindak untuk melepaskan kita dari kesengsaraan dengan berjuta-juta cara, sebab "Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita
doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di
dalam kita," (Efesus 3:20). Dalam kesengsaraan yang kita alami Tuhan Yesus juga turut merasakan, "Sebab Imam Besar (Yesus Kristus) yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat
turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita,
Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa." (Ibrani 4:15). Dalam yesaya 63:9 dikatakan, "dalam segala kesesakan mereka. Bukan seorang duta atau utusan, melainkan
Ia sendirilah yang menyelamatkan mereka; Dialah yang menebus mereka
dalam kasih-Nya dan belas kasihan-Nya. Ia mengangkat dan menggendong
mereka selama zaman dahulu kala."
Tuhan selalu punya jalan keajaiban untuk melepaskan kita dari kesengsaraan!
Sunday, October 2, 2016
Saturday, October 1, 2016
RELA DIPENJARA KARENA INJIL
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Oktober 2016
Baca: Filipi 1:12-26
"Aku menghendaki, saudara-saudara, supaya kamu tahu, bahwa apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan kemajuan Injil," Filipi 1:12
Ketika menulis surat untuk jemaat di Filipi ini, secara manusia rasul Paulus sedang berada dalam keadaan yang tidak baik, sebab ia sedang dipenjara. Namun kokohnya tembok penjara tidak mampu menghalanginya untuk tetap on fire dalam melayani Tuhan; kokohnya tembok penjara tak mampu menyurutkan semangatnya untuk menjangkau jiwa-jiwa; kokohnya tembok penjara tak mampu merampas sukacitanya, karena di dalam penjara sekalipun ia senantiasa bersukacita dan sanggup menguatkan jemaat Tuhan melalui surat-surat yang ia tulis.
Semua orang tahu bahwa penjara adalah tempat bagi para pesakitan, mereka yang telah melanggar hukum atau melakukan tindak kejahatan. Berbeda dengan rasul Paulus yang dijebloskan ke penjara bukan karena kasus kriminalitas, tapi karena keyakinannya terhadap Yesus Kristus serta pembelaannya terhadap Injil. Di balik pemenjaraan Paulus ini ada dampak rohani yang luar biasa: umat Tuhan bukan semakin lemah dalam melayani pekerjaan Tuhan, namun mereka semakin berani memberitakan Injil, "...bertambah berani berkata-kata tentang firman Allah dengan tidak takut." (ayat 14). Orang-orang bisa saja membelenggu para hamba Tuhan seperti penjahat, "...tetapi firman Allah tidak terbelenggu." (2 Timotius 2:9).
Mengapa rasul Paulus rela dipenjara karena Injil? Sebab Kristus telah mati untuk menebus dosa-dosanya, dan penderitaan yang dialami oleh Paulus itu tidak sebanding dengan penderitaan dan pengorbanan Kristus saat tergantung di kayu salib. Kesadaran inilah yang menyebabkan rasul Paulus rela melakukan apa saja untuk Injil, dipenjara pun ia tidak takut, bahkan mampu membuatnya tetap bersukacita. Bagi rasul Paulus memberitakan Injil itu bersifat wajib dan sangat mendesak, bahkan ia merasa sangat berhutang bila tidak menjalankan tugas pemberitaan Injil (baca Roma 1:14-15).
Tugas pemberitaan Injil sepatutnya dilaksanakan dengan penuh sukacita sebagai tanggung jawab terhadap Amanat Agung Tuhan Yesus kepada orang percaya!
Baca: Filipi 1:12-26
"Aku menghendaki, saudara-saudara, supaya kamu tahu, bahwa apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan kemajuan Injil," Filipi 1:12
Ketika menulis surat untuk jemaat di Filipi ini, secara manusia rasul Paulus sedang berada dalam keadaan yang tidak baik, sebab ia sedang dipenjara. Namun kokohnya tembok penjara tidak mampu menghalanginya untuk tetap on fire dalam melayani Tuhan; kokohnya tembok penjara tak mampu menyurutkan semangatnya untuk menjangkau jiwa-jiwa; kokohnya tembok penjara tak mampu merampas sukacitanya, karena di dalam penjara sekalipun ia senantiasa bersukacita dan sanggup menguatkan jemaat Tuhan melalui surat-surat yang ia tulis.
Semua orang tahu bahwa penjara adalah tempat bagi para pesakitan, mereka yang telah melanggar hukum atau melakukan tindak kejahatan. Berbeda dengan rasul Paulus yang dijebloskan ke penjara bukan karena kasus kriminalitas, tapi karena keyakinannya terhadap Yesus Kristus serta pembelaannya terhadap Injil. Di balik pemenjaraan Paulus ini ada dampak rohani yang luar biasa: umat Tuhan bukan semakin lemah dalam melayani pekerjaan Tuhan, namun mereka semakin berani memberitakan Injil, "...bertambah berani berkata-kata tentang firman Allah dengan tidak takut." (ayat 14). Orang-orang bisa saja membelenggu para hamba Tuhan seperti penjahat, "...tetapi firman Allah tidak terbelenggu." (2 Timotius 2:9).
Mengapa rasul Paulus rela dipenjara karena Injil? Sebab Kristus telah mati untuk menebus dosa-dosanya, dan penderitaan yang dialami oleh Paulus itu tidak sebanding dengan penderitaan dan pengorbanan Kristus saat tergantung di kayu salib. Kesadaran inilah yang menyebabkan rasul Paulus rela melakukan apa saja untuk Injil, dipenjara pun ia tidak takut, bahkan mampu membuatnya tetap bersukacita. Bagi rasul Paulus memberitakan Injil itu bersifat wajib dan sangat mendesak, bahkan ia merasa sangat berhutang bila tidak menjalankan tugas pemberitaan Injil (baca Roma 1:14-15).
Tugas pemberitaan Injil sepatutnya dilaksanakan dengan penuh sukacita sebagai tanggung jawab terhadap Amanat Agung Tuhan Yesus kepada orang percaya!
Subscribe to:
Posts (Atom)