Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Mei 2016
Baca: Markus 11:20-26
"Tetapi jika kamu tidak mengampuni, maka Bapamu yang di sorga juga tidak akan mengampuni kesalahan-kesalahanmu." Markus 11:26
Pernahkah Saudara mengalami sakit hati karena disakiti? Entah disakiti oleh teman kerja, teman sekolah, teman sepelayanan, pacar atau mungkin disakiti oleh orang yang sangat kita kasihi: suami atau isteri. Bagaimana rasanya? Sakitnya tuh disini (dengan menepuk dada). Kalau tubuh jasmani yang sakit kita masih bisa memeriksakan diri ke dokter, beli obat di apotek atau menjalani rawat inap di rumah sakit. Tetapi kalau hati kita yang sakit, siapa yang bisa menyembuhkan? Dan kita semakin dibuat terkejut dengan perintah Tuhan Yesus ini: "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:44), bahkan kita diperintahkan untuk mengampuni orang yang bersalah kepada kita, "...sampai tujuh puluh kali tujuh kali." (Matius 18:22). Apa nggak salah? Kita yang telah disakiti dan dilukai justru diperintahkan untuk mengasihi dan mengampuni mereka?
Banyak orang beranggapan bahwa mengasihi dan mengampuni kesalahan orang lain adalah sebuah pilihan: kita bisa memilih untuk mengasihi dan mengampuni, atau tidak mengasihi dan tidak mengampuni. Tidak sedikit pula yang menganggap sepele arti sebuah pengampunan, padahal mengampuni adalah perintah Tuhan yang tidak boleh dilanggar. Sebagai orang percaya, mengampuni kesalahan orang lain seharusnya menjadi hal yang mudah untuk dilakukan. Mengapa? Karena kita sudah menerima pengampunan dari Tuhan lebih dahulu. Mengampuni berarti membebaskan, tidak lagi menuntut balas, menghapuskan, dan tidak mengingat-ingat lagi kesalahan (baca Matius 18:24-27); mengampuni berarti pula membuang jauh-jauh, tidak menyimpan kesalahan orang lain. "sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita." (Mazmur 103:12). Berkat terbesar ketika kita mau mengampuni orang lain adalah Tuhan akan mengampuni dosa kita (baca Matius 6:14), namun jika kita tidak mau mengampuni, Tuhan pun tidak akan mengampuni kita (baca Matius 6:15).
Adapun dampak lain pengampunan ialah mendatangkan kuasa kesembuhan (baca Yakobus 5:16), doa-doanya akan didengar dan dijawab oleh Tuhan (baca Markus 11:24-25), serta korban persembahan kita akan diterima oleh Tuhan (baca Matius 5:23-24).
Jangan tunda-tunda waktu untuk melepaskan pengampunan bagi orang lain!
Saturday, May 14, 2016
Friday, May 13, 2016
BERHATI HAMBA SEPERTI KRISTUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Mei 2016
Baca: Markus 10:42-45
"Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." Markus 10:45
Dalam kehidupan sehari-hari ada banyak orang menyebut diri orang Kristen tapi karakter hidupnya sama sekali tidak menyerminkan Kristus. Salah satu karakter yang sangat menyolok dalam diri Tuhan Yesus adalah berhati hamba yaitu mau melayani, bukan dilayani. Dia datang ke dunia bukan untuk menjadi terkenal, di elu-elukan, disanjung dan disambut dengan sorak-sorai, melainkan hadir sebagai pribadi yang sangat sederhana, jauh dari kemegahan dan semarak, dengan memosisikan diri-Nya sebagai hamba. "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (Filipi 2:6-7). Tugas utama seorang hamba adalah melayani, karena itu Yesus datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani, bahkan Ia rela memberikan hidup-Nya mati di kayu salib untuk menebus dosa seluruh umat manusia.
Menjadi pengikut Kristus berarti harus memiliki hati hamba seperti Kristus. Berhati hamba berarti siap untuk tidak dikenal, tidak dianggap dan tidak diperhitungkan oleh orang lain. Ada banyak orang Kristen yang melayani dengan harapan beroleh pujian dan hormat dari manusia. Berbanding terbalik dengan Tuhan Yesus yang rela menanggalkan segala atribut kebesaran-Nya, kemuliaan-Nya, dan ke-Ilahian-Nya menjadi seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia, sehingga keberadaan-Nya sama sekali tidak diperhitungkan dan bahkan dipandang sebelah mata. Berhati hamba berarti juga melayani dengan penuh kerelaan, pengabdian dan kerendahan hati. Ini berbicara tentang sikap hati dalam melayani! "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b).
Pelayanan meliputi dua arah: pelayanan kepada Tuhan (vertikal) dan pelayanan kepada sesama (horisontal). Dalam melayani Tuhan kita harus memiliki roh yang menyala-nyala (baca Roma 12:11), dan dalam melayani sesama dibutuhkan hati yang rela dan penuh kasih (baca Galatia 5:13).
Tanpa memiliki hati hamba, kita tidak layak melayani Tuhan dan sesama!
Baca: Markus 10:42-45
"Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." Markus 10:45
Dalam kehidupan sehari-hari ada banyak orang menyebut diri orang Kristen tapi karakter hidupnya sama sekali tidak menyerminkan Kristus. Salah satu karakter yang sangat menyolok dalam diri Tuhan Yesus adalah berhati hamba yaitu mau melayani, bukan dilayani. Dia datang ke dunia bukan untuk menjadi terkenal, di elu-elukan, disanjung dan disambut dengan sorak-sorai, melainkan hadir sebagai pribadi yang sangat sederhana, jauh dari kemegahan dan semarak, dengan memosisikan diri-Nya sebagai hamba. "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (Filipi 2:6-7). Tugas utama seorang hamba adalah melayani, karena itu Yesus datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani, bahkan Ia rela memberikan hidup-Nya mati di kayu salib untuk menebus dosa seluruh umat manusia.
Menjadi pengikut Kristus berarti harus memiliki hati hamba seperti Kristus. Berhati hamba berarti siap untuk tidak dikenal, tidak dianggap dan tidak diperhitungkan oleh orang lain. Ada banyak orang Kristen yang melayani dengan harapan beroleh pujian dan hormat dari manusia. Berbanding terbalik dengan Tuhan Yesus yang rela menanggalkan segala atribut kebesaran-Nya, kemuliaan-Nya, dan ke-Ilahian-Nya menjadi seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia, sehingga keberadaan-Nya sama sekali tidak diperhitungkan dan bahkan dipandang sebelah mata. Berhati hamba berarti juga melayani dengan penuh kerelaan, pengabdian dan kerendahan hati. Ini berbicara tentang sikap hati dalam melayani! "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b).
Pelayanan meliputi dua arah: pelayanan kepada Tuhan (vertikal) dan pelayanan kepada sesama (horisontal). Dalam melayani Tuhan kita harus memiliki roh yang menyala-nyala (baca Roma 12:11), dan dalam melayani sesama dibutuhkan hati yang rela dan penuh kasih (baca Galatia 5:13).
Tanpa memiliki hati hamba, kita tidak layak melayani Tuhan dan sesama!
Subscribe to:
Posts (Atom)