Sunday, August 16, 2015

MENGALAMI SUKACITA ILAHI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Agustus 2015

Baca:  Mazmur 16:1-11

"di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa."  Mazmur 16:11

Sukacita adalah salah satu dari sembilan buah Roh  (baca  Galatia 5:22-23)  atau bagian paket buah Roh yang harus dimiliki orang percaya.  Sukacita, dalam bahasa Yunani khara, memiliki makna:  kegembiraan yang meluap-luap, sukacita yang timbul sebagai akibat hubungan karib dengan Tuhan.  Sukacita ini adalah sukacita yang dianugerahkan Tuhan kepada orang percaya melalui keterlibatan Roh Kudus di dalam diri orang percaya.  Seperti semua buah Roh lain, sukacita ini bukan sesuatu yang dapat kita hasilkan sendiri, melainkan sebagai hasil ketika kita melekat kepada Tuhan selaku Pokok Anggur.  Dan sukacita yang diberikan Tuhan ini jelas berbeda dari sukacita yang ditawarkan oleh dunia.

     Umumnya orang akan bersukacita apabila mengalami hal-hal menyenangkan:  memperoleh hadiah, naik pangkat, lulus ujian, punya rumah baru dan mobil baru, uang banyak dan sebagainya.  Namun sukacita yang demikian tidak dapat bertahan lama alias bersifat sementara.  Ketika situasi berubah menjadi tidak menyenangkan karena terbentur suatu masalah, sukacita itu pun luntur dalam seketika.  Secara manusia sulit bagi seseorang untuk tetap bersukacita dalam keadaan yang demikian.  Sebaliknya mereka akan dengan mudahnya bermuram durja, sedih, kecewa, stres, putus asa dan bersungut-sungut.  Sukacita mereka  'terampas'  oleh situasi atau keadaan yang ada.  Sebagai orang percaya, haruskah kita merasakan sukacita yang sifatnya hanya musiman, yang sangat bergantung pada situasi dan keadaan?  Rasul Paulus menasihati,  "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!"  (Filipi 4:4).  Rasul Paulus tidak asal bicara, sebab saat menulis surat kepada jemaat di Filipi ini ia tidak dalam keadaan yang baik, sebab saat itu ia berada di balik terali besi  (penjara).  Namun situasi sulit itu tidak membuatnya kehilangan sukacita.

     Apa pun keadaannya janganlah menjadi alasan bagi orang percaya untuk tidak bersukacita, karena sukacita orang percaya tidak bergantung kepada apa pun yang bersumber dari dunia ini.

"Orang benar akan bersukacita karena TUHAN dan berlindung pada-Nya;"  Mazmur 64:11

Saturday, August 15, 2015

KECEWA MEMPERHATIKAN YANG KELIHATAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Agustus 2015

Baca:  2 Korintus 4:16-182 Korintus 5:1-10

"Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara,"  2 Korintus 4:18

Sebagai manusia, punya rasa kecewa adalah hal yang sangat wajar.  Namun kita tidak boleh membiarkan hal itu berlarut-larut menguasai hati dan pikiran kita, karena kehidupan yang dikendalikan oleh kekecewaan akan melahirkan hal-hal negatif, salah satunya adalah tawar hati.  Situasi ini pun akan dimanfaatkan oleh Iblis, karena Iblis paling suka melihat orang Kristen kecewa dan tawar hati.  Tertulis:  "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu."  (Amsal 24:10), sehingga Iblis akan semakin mudah menghasut dan mempengaruhi kita dengan tipu muslihatnya yang licik.  "Lihat itu...orang yang tidak beribadah kepada Tuhan dan tidak setia melayani, hidupnya berkelimpahan!  Sementara kamu yang sudah rajin beribadah, berdoa dan mengikut Tuhan dengan setia cuma bisa gigit jari.  Rugi kamu!"  Daud mengingatkan,  "Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang;"  (Mazmur 37:1-2).

     Di masa-masa sulit seperti sekarang ini Iblis ingin sekali membuat kita hanya mengutamakan dan meperhatikan hal-hal yang lahiriah atau tampak secara kasat mata, padahal kita sendiri tahu bahwa yang kelihatan itu sifatnya hanya sementara, dan selalu berakhir dengan kekecewaan.  Tetapi kita tetap saja termakan dan terprovokasi oleh hasutan si Iblis.  Berbicara tentang kekecewaan, seharusnya Tuhan Yesus yang layak kecewa.  Coba bayangkan!  Orang yang mengkhianati dan menyerahkan Dia bukanlah orang asing, bukan orang jauh dan juga bukanlah musuh;  justru yang mengkhianati dan menyerahkan Dia adalah Yudas Iskariot, salah seorang murid-Nya sendiri.

     Sungguh, apa yang tampak mata seringkali membuat kita kecewa dan tawar hati.  Supaya kita tidak mudah kecewa jangan sekali-kali berharap dan mengandalkan manusia.  Sebaliknya andalkan Tuhan dalam segala perkara dan tetap nanti-nantikan Dia, sebab  "...semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu;"  (Mazmur 25:3).

Kita tidak akan mudah kecewa bila kita hidup karena percaya, bukan karena melihat!