Sunday, January 11, 2015

MENGUCAP SYUKUR: Pintu Gerbang Mujizat (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Januari 2015

Baca:  Mazmur 118:1-29

"Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya."  Mazmur 118:1

Bila kita renungkan, sesungguhnya perjalanan hidup kita adalah rangkaian dari mujizat.  Namun umumnya orang beranggapan bahwa yang disebut dengan mujizat adalah suatu perkara yang luar biasa, mengherankan dan tampak spektakuler seperti yang terjadi di acara-acara KKR  (Kebaktian Kebangunan Rohani):  orang lumpuh bisa berjalan, orang tuli bisa mendengar, orang buta dicelikkan matanya dan sebagainya.  Sementara hal-hal yang kita alami sehari-hari:  kita bisa bernafas, memiliki tubuh yang sehat, bisa bangun pagi dengan kekuatan yang baru, bisa beraktivitas atau bekerja, anak-anak tumbuh cerdas dan berhasil dalam studi kita nilai sebagai hal yang biasa dan sepele.  Kita berpikir itu semua karena kuat dan gagah kita, padahal semua itu karena campur tangan Tuhan.  Oleh karena itu kita patut bersyukur kepada Tuhan untuk semua itu.

     Mengucap syukur adalah sikap yang mendatangkan mujizat.  Dengan bersyukur kita mempersiapkan diri untuk menerima mujizat dari Tuhan.  Pemazmur berkata,  "Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke dalam pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah nama-Nya!"  (Mazmur 100:4).  Jadi pintu gerbang memasuki kehidupan yang berkemenangan dan berkelimpahan adalah melalui ucapan syukur.  Artinya ketika kita mengucap syukur pintu kesempatan, pintu kesembuhan, pintu pemulihan, pintu mujizat, pintu pertolongan, pintu berkat akan semakin terbuka bagi kita, sebab orang yang selalu bersyukur mampu melihat sisi positif di balik masalah, mampu melihat kebaikan di balik hal-hal buruk sekalipun, mampu melihat keajaiban di balik kemustahilan karena tahu bahwa  "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia,"  (Roma 8:28).  Sebaliknya orang yang suka bersungut-sungut hanya melihat hal-hal negatif di balik masalah, karena pikiran dipenuhi dengan keraguan, ketakutan dan kekuatiran sebagai tanda ketidakpercayaan akan kuasa Tuhan.

     Ketika kita bersyukur kita sedang menyerahkan segala pergumulan hidup ini kepada Tuhan dan mengijinkan Dia bekerja sepenuhnya di dalam kita.

"TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja."  Keluaran 14:14

Saturday, January 10, 2015

MENGUCAP SYUKUR: Tanda Kedewasaan Rohani

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Januari 2015

Baca:  1 Tesalonika 5:12-22

"Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu."  1 Tesalonika 5:18

Mengalami masa-masa sulit adalah perkara yang tidak mudah diterima oleh banyak anak Tuhan.  Kita maunya hanya menerima yang baik-baik saja, menerima berkat Tuhan tanpa ada embel-embel masalah di belakangnya.  Ayub pun berkata kepada isterinya,  "Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?"  (Ayub 2:10).  Orang lebih mudah mengucap syukur tatkala dalam keadaan baik dan diberkati saja.  Jika keadaan sedang tidak baik rasanya sulit sekali untuk mengucap syukur.  Tuhan menghendaki kita untuk mengucap syukur dalam segala hal.  Kata dalam segala hal berarti di segala situasi:  baik atau tidak baik keadaannya, sedang krisis atau berkelimpahan, untung atau rugi, saat sehat atau sakit, berhasil atau pun gagal.  Jadi mengucap syukur bukanlah sekedar saran atau himbauan, melainkan suatu perintah atau kehendak Tuhan.  Perintah berarti harus ditaatai.

     Mengucap syukur adalah tanda kedewasaan rohani.  Seorang anak biasanya memiliki sifat manja, labil, cengeng, dan kurang sabar.  Menghadapi masalah sedikit saja atau ketika kemauannya tidak dituruti akan langsung ngambek, marah dan tidak mau makan.  Sifat kekanak-kanakan pada dasarnya adalah usaha meminta dan memaksa Tuhan untuk menuruti keinginannya.  Apakah kita mau menjadi kanak-kanak terus?  Tentunya tidak.  Kita pasti ingin mengalami pertumbuhan dari hari ke sehari hingga mencapai kedewasaan penuh.  "Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu."  (1 Korintus 13:11).

     Orang dewasa rohani pasti memahami apa yang menjadi kehendak Tuhan.  "Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat."  (Ibrani 5:14), sehingga sesulit apa pun keadaannya kita bisa berkata,  "Bukan kehendakku, melainkan kehendak-Mu."

Dalam segala perkara Tuhan turut bekerja, karena itu tetaplah mengucap syukur dalam segala hal!