Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Desember 2014
Baca: Ulangan 10:12-22
"...beribadah kepada TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu," Ulangan 10:12
Ibadah merupakan bagian penting dalam kehidupan orang percaya, namun banyak orang memaknai ibadah secara berbeda-beda. Ada yang beranggapan bahwa ibadah adalah sesuatu yang sifatnya ritual, cukup dilakukan pada hari Minggu dengan cara masuk ke dalam gereja lalu mengikuti semua kegiatan agamawi mulai dari berdoa, memuji-muji Tuhan dan mendengarkan firman Tuhan. Mereka menjadikan ibadah sebagai aktivitas rutin semata. "Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya." (2 Timotius 3:5). Ibadah yang dilakukan sebatas lahiriah pasti tidak akan menghasilkan kuasa. Padahal, kuasa ibadahlah yang sanggup memulihkan dan mengubahkan hidup seseorang.
Ibadah yang benar bukan sekadar menjalankan ritual keagamaan melainkan bagaimana mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan, tinggal di hadirat-Nya, bersekutu dan bergaul karib denganNya. Inilah esensi ibadah! Maka, karena kita telah menerima kerajaan yang tak tergoncangkan, "...marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut." (Ibrani 12:28). Banyak gereja kehilangan esensi ibadah karena tidak lagi memiliki rasa hormat dan takut akan Tuhan; asal dihadiri banyak jemaat, musik ingar-bingar, pengkhotbahnya handal dan terkenal, pasti Tuhan hadir dan melawat ibadah tersebut. Benarkah? "Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepada-Ku korban-korban bakaran
dan korban-korban sajianmu, Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu
berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang. Jauhkanlah dari pada-Ku keramaian nyanyian-nyanyianmu, lagu gambusmu tidak mau Aku dengar." (Amos 5:22-23).
Ibadah yang benar dan berkenan dimulai dari sikap hati yang hormat dan takut akan Tuhan. Oleh karena itu, "Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah!" (Pengkotbah 4:17). Hormat dan takut akan Tuhan adalah jalan menuju kepada keintiman dengan Tuhan.
"Beribadahlah kepada TUHAN dengan takut dan ciumlah kaki-Nya dengan gemetar," Mazmur 2:11
Saturday, December 13, 2014
Friday, December 12, 2014
HAJARAN TUHAN: Mendewasan Kita
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Desember 2014
Baca: Amsal 3:11-26
"Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan TUHAN, dan janganlah engkau bosan akan peringatan-Nya." Amsal 3:11
Alasan lain mengapa Tuhan perlu menghajar anak-anak-Nya adalah: 2. Bagian dari proses pendewasaan. Tuhan menghendaki setiap kita mengalami pertumbuhan rohani. Tidak mungkin kita sudah mengikut Tuhan selama bertahun-tahun tapi tetap saja menjadi bayi rohani, kanak-kanak rohani, atau kerdil rohani, melainkan harus mengalami pertumbuhan dari hari ke sehari, "...sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus," (Efesus 4:13). Menjadi dewasa rohani adalah target Tuhan!
Ketika kita masih bayi rohani kita membutuhkan 'susu yang murni', tapi ketika kita beranjak remaja bahkan dewasa di dalam Tuhan kita harus menerima makanan-makanan keras yang memang cocok bagi kita, "Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa," (Ibrani 5:13-14). Karena itu Tuhan perlu menegur kita dengan keras, dan jika perlu ia akan menghajar kita melalui masalah dan penderitaan supaya kita tidak cengeng, tapi semakin kuat. "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya." (Amsal 13:24). Inilah fakta yang sering dilupakan oleh anak-anak Tuhan, sehingga ketika diperhadapkan dengan masalah, penderitaan atau kesesakan seringkali kita mudah kecewa, mengeluh, bersungut-sungut dan berputus asa. Lalu dengan secepat kilat kita marah kepada Tuhan dan berpikir bahwa Tuhan itu jahat, kejam dan tidak mengasihi kita, padahal 'hajaran' Tuhan adalah untuk kebaikan kita juga. "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10).
Kedewasaan rohani secara otomatis akan disertai perubahan karakter, "Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu." (1 Korintus 13:11b), sehingga kita akan menyikapi hajaran Tuhan dengan sikap hati yang benar.
Seperti tanah liat di tangan di tukang periuk, jika ingin di pakai menjadi perabot yang mulia kita harus mau dibentuk, walau sakit sekalipun!
Baca: Amsal 3:11-26
"Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan TUHAN, dan janganlah engkau bosan akan peringatan-Nya." Amsal 3:11
Alasan lain mengapa Tuhan perlu menghajar anak-anak-Nya adalah: 2. Bagian dari proses pendewasaan. Tuhan menghendaki setiap kita mengalami pertumbuhan rohani. Tidak mungkin kita sudah mengikut Tuhan selama bertahun-tahun tapi tetap saja menjadi bayi rohani, kanak-kanak rohani, atau kerdil rohani, melainkan harus mengalami pertumbuhan dari hari ke sehari, "...sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus," (Efesus 4:13). Menjadi dewasa rohani adalah target Tuhan!
Ketika kita masih bayi rohani kita membutuhkan 'susu yang murni', tapi ketika kita beranjak remaja bahkan dewasa di dalam Tuhan kita harus menerima makanan-makanan keras yang memang cocok bagi kita, "Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa," (Ibrani 5:13-14). Karena itu Tuhan perlu menegur kita dengan keras, dan jika perlu ia akan menghajar kita melalui masalah dan penderitaan supaya kita tidak cengeng, tapi semakin kuat. "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya." (Amsal 13:24). Inilah fakta yang sering dilupakan oleh anak-anak Tuhan, sehingga ketika diperhadapkan dengan masalah, penderitaan atau kesesakan seringkali kita mudah kecewa, mengeluh, bersungut-sungut dan berputus asa. Lalu dengan secepat kilat kita marah kepada Tuhan dan berpikir bahwa Tuhan itu jahat, kejam dan tidak mengasihi kita, padahal 'hajaran' Tuhan adalah untuk kebaikan kita juga. "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10).
Kedewasaan rohani secara otomatis akan disertai perubahan karakter, "Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu." (1 Korintus 13:11b), sehingga kita akan menyikapi hajaran Tuhan dengan sikap hati yang benar.
Seperti tanah liat di tangan di tukang periuk, jika ingin di pakai menjadi perabot yang mulia kita harus mau dibentuk, walau sakit sekalipun!
Subscribe to:
Posts (Atom)