Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 November 2014
Baca: Markus 10:17-27
"Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah." Markus 10:23
Judul perikop hari ini orang kaya yang sukar masuk sorga. Adakah yang salah dengan orang kaya? Ataukah kita harus menjadi miskin dahulu supaya layak masuk sorga?
Perhatikan kebenaran firman Tuhan ini. Markus menceritakan, ketika mendengar Yesus sedang lewat dalam rangka tour pelayanan-Nya, segerlah seorang kaya menyongsong Yesus, ia "...berlari-lari mendapatkan Dia dan sambil bertelut di hadapan-Nya" (ayat 17). Dari tindakannya, orang kaya ini menunjukkan kesungguhannya untuk bertemu Yesus dan memiliki kerendahan hati. Umumnya orang kaya memiliki sifat sombong/tinggi hati, ia pasti tidak akan mau berlari menyambut Tuhan Yesus, apalagi sampai berlutut di bawah kakinya, semata-mata demi menjaga gengsi atau pamornya.
Mari kita bandingkan dalam Matius 19:16-28 yang menyebutkan bahwa orang kaya itu masih berusia muda. Bukan hanya itu, ia juga orang yang sangat rohani, terbukti dari ketaatannya melakukan hukum Taurat. "Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?" (Matius 19:20). Sedangkan di dalam Lukas 18:18-27 dicatat bahwa selain kaya, ia adalah seorang pemimpin rohani atau dengan kata lain orang yang sudah melayani pekerjaan Tuhan. Perihal melakukan hukum Taurat sudah tidak perlu diragukan lagi. "Semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku." (Lukas 18:21). Orang yang demikian sepertinya sudah jarang ditemukan di zaman sekarang ini. Itulah sebabnya ia sangat percaya diri bahwa kelak ia pasti masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Mengapa? Karena orang-orang Yahudi di zaman Tuhan Yesus memiliki alasan kuat yaitu mereka memiliki garis keturunan secara langsung dari bapa leluhurnya, Abraham. Mereka juga taat melakukan hukum Taurat sebagai tradisi turun-temurun.
Itulah sebabnya ketika bertemu dengan Tuhan Yesus orang muda ini memanfaatkan momen secara tepat untuk mengajukan pertanyaan kepada-Nya: "Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" (Markus 10:17; Matius 19:16; Lukas 18:18). Di balik pertanyaan tersebut sesungguhnya orang kaya tersebut hendak mencari konfirmasi bahwa apa yang sudah diperbuatnya itu pasti berkenan kepada Tuhan dan menjaminnya masuk Kerajaan Sorga. Benarkah demikian?
Sunday, November 23, 2014
Saturday, November 22, 2014
HARTA KEKAYAAN: Bersumber dari Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 November 2014
Baca: Ulangan 8:11-20
"Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini." Ulangan 8:18
Penting sekali kita sadari bahwa Tuhan adalah pemilik dan pemberi segala kekayaan. "Sebab kekayaan dan kemuliaan berasal dari pada-Mu dan Engkaulah yang berkuasa atas segala-galanya; dalam tangan-Mulah kekuatan dan kejayaan; dalam tangan-Mulah kuasa membesarkan dan mengokohkan segala-galanya." (1 Tawarikh 29:12).
Tuhan memberikan kita segala sesuatu dengan tujuan untuk kebaikan kita, sebab pemberian yang baik dan sempurna pasti datangnya dari Tuhan. Tuhan tidak pernah memberikan sesuatu yang jahat kepada anak-anak-Nya. Namun penggunaan dan pemanfaatan harta kekayaan dengan cara yang salahlah yang dapat merusak hidup kita dan sesama, bukan harta kekayaan itu sendiri. Sering terjadi ketika seseorang diberkati Tuhan secara melimpah ia tidak semakin dekat kepada Tuhan dan mengasihi-Nya, malah makin menjauh dan meninggalkan Tuhan. Acapkali harta kekayaan juga membuat kita kurang berserah kepada Tuhan. Harta kekayaan begitu memikat hati dan teramat penting, dan akhirnya menjadi 'tuan' yang baru, melebihi Tuhan yang adalah pemberi berkat. "Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." (Matius 6:24). Inilah yang membawa seseorang kepada kehancuran dan kebinasaan kekal.
Kalau kita menyadari kesia-siaan harta kekayaan, kita tidak akan menjadikannya sebagai tujuan hidup, sandaran hidup dan tuan dalam hidup ini. Sebaliknya kita akan menempatkan Tuhan sebagai segala-galanya bagi kita, karena Dialah harta yang sesungguhnya. "Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi." (Mazmur 73:25). Mari berkomitmen menggunakan berkat Tuhan tersebut bukan untuk diri sendiri, melainkan untuk memberkati orang lain dan melayani Tuhan.
"Muliakanlah TUHAN dengan hartamu..." Amsal 3:9
Baca: Ulangan 8:11-20
"Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini." Ulangan 8:18
Penting sekali kita sadari bahwa Tuhan adalah pemilik dan pemberi segala kekayaan. "Sebab kekayaan dan kemuliaan berasal dari pada-Mu dan Engkaulah yang berkuasa atas segala-galanya; dalam tangan-Mulah kekuatan dan kejayaan; dalam tangan-Mulah kuasa membesarkan dan mengokohkan segala-galanya." (1 Tawarikh 29:12).
Tuhan memberikan kita segala sesuatu dengan tujuan untuk kebaikan kita, sebab pemberian yang baik dan sempurna pasti datangnya dari Tuhan. Tuhan tidak pernah memberikan sesuatu yang jahat kepada anak-anak-Nya. Namun penggunaan dan pemanfaatan harta kekayaan dengan cara yang salahlah yang dapat merusak hidup kita dan sesama, bukan harta kekayaan itu sendiri. Sering terjadi ketika seseorang diberkati Tuhan secara melimpah ia tidak semakin dekat kepada Tuhan dan mengasihi-Nya, malah makin menjauh dan meninggalkan Tuhan. Acapkali harta kekayaan juga membuat kita kurang berserah kepada Tuhan. Harta kekayaan begitu memikat hati dan teramat penting, dan akhirnya menjadi 'tuan' yang baru, melebihi Tuhan yang adalah pemberi berkat. "Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." (Matius 6:24). Inilah yang membawa seseorang kepada kehancuran dan kebinasaan kekal.
Kalau kita menyadari kesia-siaan harta kekayaan, kita tidak akan menjadikannya sebagai tujuan hidup, sandaran hidup dan tuan dalam hidup ini. Sebaliknya kita akan menempatkan Tuhan sebagai segala-galanya bagi kita, karena Dialah harta yang sesungguhnya. "Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi." (Mazmur 73:25). Mari berkomitmen menggunakan berkat Tuhan tersebut bukan untuk diri sendiri, melainkan untuk memberkati orang lain dan melayani Tuhan.
"Muliakanlah TUHAN dengan hartamu..." Amsal 3:9
Subscribe to:
Posts (Atom)