Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 November 2014
Baca: Ulangan 8:11-20
"Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang
memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud
meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek
moyangmu, seperti sekarang ini." Ulangan 8:18
Penting sekali kita sadari bahwa Tuhan adalah pemilik dan pemberi segala kekayaan. "Sebab kekayaan dan kemuliaan berasal dari pada-Mu dan Engkaulah yang
berkuasa atas segala-galanya; dalam tangan-Mulah kekuatan dan kejayaan;
dalam tangan-Mulah kuasa membesarkan dan mengokohkan segala-galanya." (1 Tawarikh 29:12).
Tuhan memberikan kita segala sesuatu dengan tujuan untuk kebaikan kita, sebab pemberian yang baik dan sempurna pasti datangnya dari Tuhan. Tuhan tidak pernah memberikan sesuatu yang jahat kepada anak-anak-Nya. Namun penggunaan dan pemanfaatan harta kekayaan dengan cara yang salahlah yang dapat merusak hidup kita dan sesama, bukan harta kekayaan itu sendiri. Sering terjadi ketika seseorang diberkati Tuhan secara melimpah ia tidak semakin dekat kepada Tuhan dan mengasihi-Nya, malah makin menjauh dan meninggalkan Tuhan. Acapkali harta kekayaan juga membuat kita kurang berserah kepada Tuhan. Harta kekayaan begitu memikat hati dan teramat penting, dan akhirnya menjadi 'tuan' yang baru, melebihi Tuhan yang adalah pemberi berkat. "Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia
akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia
kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat
mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." (Matius 6:24). Inilah yang membawa seseorang kepada kehancuran dan kebinasaan kekal.
Kalau kita menyadari kesia-siaan harta kekayaan, kita tidak akan menjadikannya sebagai tujuan hidup, sandaran hidup dan tuan dalam hidup ini. Sebaliknya kita akan menempatkan Tuhan sebagai segala-galanya bagi kita, karena Dialah harta yang sesungguhnya. "Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi." (Mazmur 73:25). Mari berkomitmen menggunakan berkat Tuhan tersebut bukan untuk diri sendiri, melainkan untuk memberkati orang lain dan melayani Tuhan.
"Muliakanlah TUHAN dengan hartamu..." Amsal 3:9
Saturday, November 22, 2014
Friday, November 21, 2014
HARTA KEKAYAAN: Bukanlah Sandaran Hidup
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 November 2014
Baca: 1 Timotius 6:17-21
"Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati." 1 Timotius 6:17
Kerinduan Tuhan adalah memberkati umat-Nya sebagaimana yang Ia katakan, "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10b). Dengan berkat yang Ia curahkan Tuhan menghendaki anak-anakNya hidup dalam kebahagiaan, dipenuhi ucapan syukur dan tidak melupakan kebaikan-Nya. "Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu!" (Mazmur 34:9a). Kata kecaplah (Ibrani, ta'am) artinya merasakan. Sedangkan kata lihatlah (Ibrani, ra'ah) artinya memperhatikan atau memeriksa. Daud mengingatkan agar setiap kita senantiasa mengingat dan memperhatikan kebaikan-kebaikan yang telah kita terima dan rasakan.
Adapun kebaikan Tuhan itu tidak pernah habis dan tak berkesudahan, bahkan "...selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23). Jadi berkat Tuhan adalah untuk dinikmati sehingga kita merasakan bahagia dan sukacita. "Setiap orang yang dikaruniai Allah kekayaan dan harta benda dan kuasa untuk menikmatinya, untuk menerima bahagiannya, dan untuk bersukacita dalam jerih payahnya--juga itupun karunia Allah." (Pengkotbah 5:18). Namun seringkali harta kekayaan yang melimpah justru menjadi bumerang bagi banyak orang. Mengapa? Karena mereka memiliki sikap yang salah dalam 'memperlakukan' harta kekayaan tersebut. Mereka telah menempatkan harta atau kekayaan sebagai sandaran hidup, mereka "...percaya akan harta bendanya, dan memegahkan diri dengan banyaknya kekayaan mereka..." (Mazmur 49:7). Harta kekayaan yang telah mereka jadikan ilah baru menggantikan posisi Tuhan, yang sesungguhnya adalah Sang pemberi berkat.
Alkitab menegaskan bahwa harta kekayaan adalah sesuatu yang tidak pasti dan sewaktu-waktu bisa lenyap. "Kalau engkau mengamat-amatinya, lenyaplah ia, karena tiba-tiba ia bersayap, lalu terbang ke angkasa seperti rajawali." (Amsal 23:5).
Adalah sia-sia jika seseorang menyandarkan hidupnya kepada harta kekayaan, "Karena harta benda tidaklah abadi." (Amsal 27:24a) dan tidak dapat menyelamatkan!
Baca: 1 Timotius 6:17-21
"Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati." 1 Timotius 6:17
Kerinduan Tuhan adalah memberkati umat-Nya sebagaimana yang Ia katakan, "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10b). Dengan berkat yang Ia curahkan Tuhan menghendaki anak-anakNya hidup dalam kebahagiaan, dipenuhi ucapan syukur dan tidak melupakan kebaikan-Nya. "Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu!" (Mazmur 34:9a). Kata kecaplah (Ibrani, ta'am) artinya merasakan. Sedangkan kata lihatlah (Ibrani, ra'ah) artinya memperhatikan atau memeriksa. Daud mengingatkan agar setiap kita senantiasa mengingat dan memperhatikan kebaikan-kebaikan yang telah kita terima dan rasakan.
Adapun kebaikan Tuhan itu tidak pernah habis dan tak berkesudahan, bahkan "...selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23). Jadi berkat Tuhan adalah untuk dinikmati sehingga kita merasakan bahagia dan sukacita. "Setiap orang yang dikaruniai Allah kekayaan dan harta benda dan kuasa untuk menikmatinya, untuk menerima bahagiannya, dan untuk bersukacita dalam jerih payahnya--juga itupun karunia Allah." (Pengkotbah 5:18). Namun seringkali harta kekayaan yang melimpah justru menjadi bumerang bagi banyak orang. Mengapa? Karena mereka memiliki sikap yang salah dalam 'memperlakukan' harta kekayaan tersebut. Mereka telah menempatkan harta atau kekayaan sebagai sandaran hidup, mereka "...percaya akan harta bendanya, dan memegahkan diri dengan banyaknya kekayaan mereka..." (Mazmur 49:7). Harta kekayaan yang telah mereka jadikan ilah baru menggantikan posisi Tuhan, yang sesungguhnya adalah Sang pemberi berkat.
Alkitab menegaskan bahwa harta kekayaan adalah sesuatu yang tidak pasti dan sewaktu-waktu bisa lenyap. "Kalau engkau mengamat-amatinya, lenyaplah ia, karena tiba-tiba ia bersayap, lalu terbang ke angkasa seperti rajawali." (Amsal 23:5).
Adalah sia-sia jika seseorang menyandarkan hidupnya kepada harta kekayaan, "Karena harta benda tidaklah abadi." (Amsal 27:24a) dan tidak dapat menyelamatkan!
Subscribe to:
Posts (Atom)