Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Februari 2014
Baca: Yesaya 50:4-11
"Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan
perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu." Yesaya 50:4a
Yakobus dalam suratnya mengatakan, "Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang
lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya." (1:26). Sia-sialah melayani jika kita tidak bisa mengekang lidah atau menjaga ucapan. Orang lain akan menertawakan pelayanan kita jika kita tidak bisa menguasai diri dalam bertutur kata: bergosip, berkata jorok, mengumpat, dan lain-lain.
Menjadi pelayan Tuhan bukanlah pekerjaan mudah, karena selain perbuatan, ucapannya pun harus benar-benar bisa dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan dan juga manusia. Lidah pelayan Tuhan seharusnya lidah yang sudah dikendalikan sehingga perkataan yang keluar tidak sembarangan. "Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga
kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang." (Kolose 4:6). Maka dari itu "Janganlah terburu-buru dengan mulutmu, dan janganlah hatimu lekas-lekas
mengeluarkan perkataan di hadapan Allah, karena Allah ada di sorga dan
engkau di bumi; oleh sebab itu, biarlah perkataanmu sedikit." (Pengkotbah 5:1). Hati-hatilah dengan ucapan kita, sebab "Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum." (Matius 12:36-37). Jangan sampai karena ucapan kita orang lain kecewa, sakit hati, terluka, patah semangat, apalagi sampai mundur meninggalkan Tuhan.
Supaya lidah atau mulut berfungsi seperti yang Tuhan kehendaki kita harus senantiasa mempertajam pendengaran kita terhadap firman Tuhan, membaca dan merenungkan firmanNya setiap hari dan bergaul karib dengan Roh Kudus melalui jam-jam doa. Dengan demikian pikiran kita dipenuhi perkara-perkara positif, dan secara otomatis yang keluar dari mulut kita juga positif. Inilah yang harus dilakukan oleh orang yang melayani: mengekang lidah!
"Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah;" 1 Petrus 4:11
Wednesday, February 12, 2014
Tuesday, February 11, 2014
MELAYANI TUHAN: Punya Kasih dan Empati
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Februari 2014
Baca: Yakobus 1:19-27
"setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah;" Yakobus 1:19
Kehidupan orang yang berkomitmen melayani Tuhan adalah kehidupan yang harus memancarkan terang bagi sekelilingnya, seperti sebuah pelita yang diletakkan "...di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu." (Matius 5:15). Jika tidak, ia hanya akan menjadi batu sandungan bagi orang lain.
Ada banyak orang yang mengeluh dan kecewa ketika melihat pelayan Tuhan yang dalam kehidupan sehari-harinya tidak menunjukkan sifat atau karakter kristus. Bukankah hal ini sangat menyedihkan? Padahal Alkitab menegaskan, "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Di lingkup gereja mereka tampak begitu rohani dan berhati seperti Yesus, tapi begitu berada di tengah-tengah dunia ia sama sekali tidak peduli dengan orang lain dan sangat egois. Kasih mereka menjadi sangat dingin. Jika demikian, apa bedanya kita dengan orang-orang yang belum percaya? Padahal Tuhan Yesus telah memberikan teladan hidup yang luar biasa, Ia datang "...bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Markus 10:45).
Bagaimana kita bisa memenangkan jiwa bagi kerajaan Allah jika kita sendiri tidak mengasihi jiwa-jiwa? Namanya pelayan Tuhan, berarti tugas kita adalah melayani seperti Tuhan Yesus melayani karena hati Yesus selalu dipenuhi belas kasihan dan empati terhadap orang lain. Namun kita seringkali dengan sengaja menghindar dan menjauhi orang lain karena kita tidak mau berkorban dan direpotkan. Mengasihi orang lain atau memiliki kepedulian terhadap orang lain tidak harus berkorban secara materi. Salah satu wujud kasih kepada orang lain adalah kerelaan kita mendengar ungkapan hati mereka, belajar menjadi good listener (pendengar yang baik) untuk setiap keluh kesah mereka. Jadi permulaan kasih kepada sesama dimulai dari belajar mendengarkan; dan kemauan untuk mendengar adalah syarat utama yang dibutuhkan dengan muatan belas kasihan dan kesabaran. Dengan belajar mendengar ungkapan hati orang lain kita sedang mendisiplinkan diri untuk mendengarkan suara Tuhan.
Bisakah kita disebut melayani jika kita tidak punya kasih dan empati?
Baca: Yakobus 1:19-27
"setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah;" Yakobus 1:19
Kehidupan orang yang berkomitmen melayani Tuhan adalah kehidupan yang harus memancarkan terang bagi sekelilingnya, seperti sebuah pelita yang diletakkan "...di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu." (Matius 5:15). Jika tidak, ia hanya akan menjadi batu sandungan bagi orang lain.
Ada banyak orang yang mengeluh dan kecewa ketika melihat pelayan Tuhan yang dalam kehidupan sehari-harinya tidak menunjukkan sifat atau karakter kristus. Bukankah hal ini sangat menyedihkan? Padahal Alkitab menegaskan, "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Di lingkup gereja mereka tampak begitu rohani dan berhati seperti Yesus, tapi begitu berada di tengah-tengah dunia ia sama sekali tidak peduli dengan orang lain dan sangat egois. Kasih mereka menjadi sangat dingin. Jika demikian, apa bedanya kita dengan orang-orang yang belum percaya? Padahal Tuhan Yesus telah memberikan teladan hidup yang luar biasa, Ia datang "...bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Markus 10:45).
Bagaimana kita bisa memenangkan jiwa bagi kerajaan Allah jika kita sendiri tidak mengasihi jiwa-jiwa? Namanya pelayan Tuhan, berarti tugas kita adalah melayani seperti Tuhan Yesus melayani karena hati Yesus selalu dipenuhi belas kasihan dan empati terhadap orang lain. Namun kita seringkali dengan sengaja menghindar dan menjauhi orang lain karena kita tidak mau berkorban dan direpotkan. Mengasihi orang lain atau memiliki kepedulian terhadap orang lain tidak harus berkorban secara materi. Salah satu wujud kasih kepada orang lain adalah kerelaan kita mendengar ungkapan hati mereka, belajar menjadi good listener (pendengar yang baik) untuk setiap keluh kesah mereka. Jadi permulaan kasih kepada sesama dimulai dari belajar mendengarkan; dan kemauan untuk mendengar adalah syarat utama yang dibutuhkan dengan muatan belas kasihan dan kesabaran. Dengan belajar mendengar ungkapan hati orang lain kita sedang mendisiplinkan diri untuk mendengarkan suara Tuhan.
Bisakah kita disebut melayani jika kita tidak punya kasih dan empati?
Subscribe to:
Posts (Atom)