Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Oktober 2013 -
Baca: Matius 25:14-30
"Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau
telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung
jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan
tuanmu." Matius 25:21
Kita sudah sering mendengar dan membaca tentang perumpamaan yang disampaikan Tuhan Yesus ini, perumpamaan tentang talenta yang menggambarkan betapa pentingnya sebuah kesetiaan dan ketekunan yang harus dimiliki oleh setiap orang percaya.
Sebagai anak-anak Tuhan kita masing-masing mendapatkan karunia dari Tuhan sebagai modal melayaniNya. Karunia-karunia yang kita dapatkan dari Tuhan ini digambarkan sebagai talenta. Talenta berbicara tentang kecakapan, kemampuan, kemahiran, waktu dan juga kesempatan yang Tuhan berikan bagi kita. Setiap talenta yang dipercayakan Tuhan telah disesuaikanNya dengan kemampuan masing-masing. Jadi besarnya talenta masing-masing orang berbeda-beda. "Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang
seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya," (Matius 25:15). Meski besarnya talenta tersebut berbeda-beda, setiap kita memiliki hak yang sama untuk menjadi hamba yang baik dan setia, tergantung kepada kesetiaan dan ketekunan kita sendiri. Setiap talenta adalah kepercayaan; berapa pun talenta yang diberikan kepada kita, apakah itu lima, dua atau satu sekalipun adalah kepercayaan. Dengan demikian "...tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik." (2 Timotius 3:17), dan "...untuk melakukan kehendak-Nya, dan mengerjakan di dalam kita apa yang
berkenan kepada-Nya, oleh Yesus Kristus. Bagi Dialah kemuliaan sampai
selama-lamanya! Amin." (Ibrani 13:21).
Jadi setiap talenta yang telah kita terima dari Tuhan harus kita kembangkan. Apabila kita tidak mau mengembangkan talenta yang telah kita terima, atau dengan sengaja mengabaikannya seperti yang dilakukan oleh hamba yang mendapatkan satu talenta, di mana ia "...pergi dan menggali lobang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya." (Matius 25:18), ada konsekuensi yang harus kita tanggung. Terhadap orang yang mendapatkan satu talenta tapi tidak mau mengembangkannya, si tuan menyebut dia sebagai hamba yang jahat dan malas. Maukah kita disebut sebagai anak-anak Tuhan yang jahat dan malas? (Bersambung)
Thursday, October 24, 2013
Wednesday, October 23, 2013
MENOLAK UNDANGAN TUHAN (3)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Oktober 2013 -
Baca: Matius 10:34-42
"Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku." Matius 10:38
Alasan yang ke-2 adalah: pekerjaan. Perhatikan ini: "Aku telah membeli lima pasang lembu kebiri dan aku harus pergi mencobanya;" (Lukas 14:19). Ini berbicara tentang pekerjaan, karir atau bisnis. Seringkali karena kesibukan kita dalam bekerja, berkarir dan berbisnis kita tidak punya waktu berdoa dan merenungkan firman Tuhan, jam-jam ibadah kita abaikan. Kita juga menolak melayani Tuhan dengan alasan sibuk dan tidak ada waktu luang sedikit pun. Kita lebih mementingkan pekerjaan daripada bersekutu dengan Tuhan.
Pekerjaan, karir atau bisnis adalah salah satu cara Tuhan memberkati hidup kita. Tetapi apabila itu kita anggap lebih penting daripada beribadah kepada Tuhan, maka akan menjadi berhala bagi kita. Itu akan membuat seseorang makin jauh dari panggilan Tuhan. Padahal, "Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah-sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur." (Mazmur 127:1-2). Ketaatan kita kepada Tuhan harus menjadi prioritas utama dalam hidup. "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33).
Alasan selanjutnya adalah: karena keluarga. "Aku baru kawin dan karena itu aku tidak dapat datang." (Lukas 14:20). Keluarga adalah orang-orang yang sangat kita kasihi, suami, isteri dan anak-anak adalah bagian hidup kita. Bersama mereka kita menjalani hari-hari suka maupun duka. Mereka sungguh sangat berarti! Tanpa support mereka kita tidak takkan mampu meraih semua harapan dan keinginan. Meski demikian kita harus tetap menempatkan Tuhan sebagai segala-galanya bagi kita. Seringkali keinginan menyenangkan suami, isteri atau anak-anak melebihi ketaatan dan kasih kita kepada Tuhan. "Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku." (Matius 10:37-38).
Utamakan Dia lebih dari apa pun di dunia ini agar kehidupan kita berkenan kepada Tuhan!
Baca: Matius 10:34-42
"Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku." Matius 10:38
Alasan yang ke-2 adalah: pekerjaan. Perhatikan ini: "Aku telah membeli lima pasang lembu kebiri dan aku harus pergi mencobanya;" (Lukas 14:19). Ini berbicara tentang pekerjaan, karir atau bisnis. Seringkali karena kesibukan kita dalam bekerja, berkarir dan berbisnis kita tidak punya waktu berdoa dan merenungkan firman Tuhan, jam-jam ibadah kita abaikan. Kita juga menolak melayani Tuhan dengan alasan sibuk dan tidak ada waktu luang sedikit pun. Kita lebih mementingkan pekerjaan daripada bersekutu dengan Tuhan.
Pekerjaan, karir atau bisnis adalah salah satu cara Tuhan memberkati hidup kita. Tetapi apabila itu kita anggap lebih penting daripada beribadah kepada Tuhan, maka akan menjadi berhala bagi kita. Itu akan membuat seseorang makin jauh dari panggilan Tuhan. Padahal, "Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah-sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur." (Mazmur 127:1-2). Ketaatan kita kepada Tuhan harus menjadi prioritas utama dalam hidup. "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33).
Alasan selanjutnya adalah: karena keluarga. "Aku baru kawin dan karena itu aku tidak dapat datang." (Lukas 14:20). Keluarga adalah orang-orang yang sangat kita kasihi, suami, isteri dan anak-anak adalah bagian hidup kita. Bersama mereka kita menjalani hari-hari suka maupun duka. Mereka sungguh sangat berarti! Tanpa support mereka kita tidak takkan mampu meraih semua harapan dan keinginan. Meski demikian kita harus tetap menempatkan Tuhan sebagai segala-galanya bagi kita. Seringkali keinginan menyenangkan suami, isteri atau anak-anak melebihi ketaatan dan kasih kita kepada Tuhan. "Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku." (Matius 10:37-38).
Utamakan Dia lebih dari apa pun di dunia ini agar kehidupan kita berkenan kepada Tuhan!
Subscribe to:
Posts (Atom)