Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Januari 2013 -
Baca: Wahyu 3:7-13
"Aku datang segera. Peganglah apa yang ada padamu, supaya tidak seorangpun mengambil mahkotamu." Wahyu 3:11
Tak seorang pun atlet yang menginginkan sebuah kemenangan. Karena itu mereka berlatih dengan keras setiap hari tanpa kenal lelah demi satu tujuan yaitu menjadi juara. Mereka tidak ingin hanya menjadi atlet yang biasa-biasa saja atau mediocre. Meraih medali atau piala adalah sasaran utamanya!
Begitu juga dalam perjalanan kekristenan ini, setiap kita adalah atlet-atlet yang sedang berjuang dalam sebuah 'kejuaraan iman'. Berjuang berarti berusaha dengan penuh semangat dan tekad yang tinggi, karena dalam "kamus" atlet tidak ada istilah bermalas-malasan atau ogah-ogahan saat berlatih atau bertanding. Sebagai 'atlet rohani', rasul Paulus pun bertekad, "...ku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah
memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:26-27). Mengapa demikian? Karena ia percaya ada mahkota yang disediakan Tuhan bagi setiap orang yang mampu menyelesaikan perlombaan dengan baik sampai garis akhir.
Setiap kemenangan pasti menghasilkan medali, piala atau mahkota. Alkitab dengan jelas menyatakan ada mahkota-mahkota yang disediakan Tuhan bagi orang percaya, di antaranya: mahkota abadi (baca 1 Korintus 9:25), mahkota kemegahan (baca 1 Tesalonika 2:19), mahkota kehidupan (baca Yakobus 1:12), mahkota kebenaran (baca 2 Timotius 4:8), dan juga mahkota kemuliaan (baca 1 Petrus 5:4). Ini adalah bukti betapa Tuhan sangat menghargai dan memperhatikan setiap orang percaya yang bekerja bagi Kerajaan Allah. Oleh karena itu "...berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan
Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih
payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58). Ayat nas di atas menasihatkan agar kita terus berjuang untuk mempertahankan iman dan keselamatan yang telah kita terima. Jangan sampai kita menyerah di tengah jalan, melainkan berlarilah sedemikian rupa sampai menuju finis (garis akhir). Ingat, mempertahankan lebih berat daripada meraih!
Jadi, "...tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar," (Filipi 2:12) dan layanilah Tuhan sampai akhir hidup kita!
Saturday, January 26, 2013
Friday, January 25, 2013
KASIH: Tanda Manusia Baru (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Januari 2013 -
Baca: Lukas 6:27-36
"Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka." Lukas 6:32
Seringkali kita pilih-pilih dalam mengasihi orang lain. Kita mengasihi dengan perhitungan untung-rugi. Kita mengasihi orang yang mengasihi kita. Kita mengasihi orang dengan melihat derajat atau kedudukan, latar belakang, kaya-miskin, asal usul. Jika tidak, kita pun masih pikir-pikir untuk mengasihinya, namun "...jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian." (Lukas 6:33). Kasih yang demikian adalah kasih yang memandang muka (baca Yakobus 2:1-4). Alkitab menyatakan, "...jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran." (Yakobus 2:9).
Sebagai orang Kristen kita harus mempraktekkan kasih ini secara sempurna. Kasih yang sempurna tidak mudah berubah dan tidak bergantung pada situasi yang ada. "Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap." (1 Korintus 13:8). Ini menunjukkan bahwa kasih itu kekal. Kenyataaannya hati kita begitu gampang kecewa, marah, tersinggung, sakit hati ketika orang yang kita kasihi tidak membalas kita. Namun kasih yang sempurna seharusnya disertai ketulusan (tanpa pamrih), yaitu tidak mengharapkan imbalan apa pun dari orang yang kita kasihi. Kasih juga selalu memberi, bukan menerima; kasih itu mengalir keluar, bukan ke dalam. Tertulis, "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah 20:35b).
Mari kita mempraktekkan kasih itu di segala keadaan dan di mana pun kita berada sehingga kehidupan kita bisa menjadi dampak dan kesaksian yang baik bagi banyak orang, agar nama Tuhan dipermuliakan melalui hidup kita. Kita bisa belajar dari kisah orang Samaria yang baik hati (baca Lukas 10:25-37). Jadikan kasih sebagai gaya hidup kita setiap hari, sebab jika kita tidak punya kasih, kita tidak layak disebut sebagai pengikut Kristus (baca Yohanes 13:35).
"...selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman." Galatia 6:10
Baca: Lukas 6:27-36
"Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka." Lukas 6:32
Seringkali kita pilih-pilih dalam mengasihi orang lain. Kita mengasihi dengan perhitungan untung-rugi. Kita mengasihi orang yang mengasihi kita. Kita mengasihi orang dengan melihat derajat atau kedudukan, latar belakang, kaya-miskin, asal usul. Jika tidak, kita pun masih pikir-pikir untuk mengasihinya, namun "...jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian." (Lukas 6:33). Kasih yang demikian adalah kasih yang memandang muka (baca Yakobus 2:1-4). Alkitab menyatakan, "...jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran." (Yakobus 2:9).
Sebagai orang Kristen kita harus mempraktekkan kasih ini secara sempurna. Kasih yang sempurna tidak mudah berubah dan tidak bergantung pada situasi yang ada. "Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap." (1 Korintus 13:8). Ini menunjukkan bahwa kasih itu kekal. Kenyataaannya hati kita begitu gampang kecewa, marah, tersinggung, sakit hati ketika orang yang kita kasihi tidak membalas kita. Namun kasih yang sempurna seharusnya disertai ketulusan (tanpa pamrih), yaitu tidak mengharapkan imbalan apa pun dari orang yang kita kasihi. Kasih juga selalu memberi, bukan menerima; kasih itu mengalir keluar, bukan ke dalam. Tertulis, "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah 20:35b).
Mari kita mempraktekkan kasih itu di segala keadaan dan di mana pun kita berada sehingga kehidupan kita bisa menjadi dampak dan kesaksian yang baik bagi banyak orang, agar nama Tuhan dipermuliakan melalui hidup kita. Kita bisa belajar dari kisah orang Samaria yang baik hati (baca Lukas 10:25-37). Jadikan kasih sebagai gaya hidup kita setiap hari, sebab jika kita tidak punya kasih, kita tidak layak disebut sebagai pengikut Kristus (baca Yohanes 13:35).
"...selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman." Galatia 6:10
Subscribe to:
Posts (Atom)