Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Oktober 2011 -
Baca: Ayub 7
"Bukankah manusia harus bergumul di bumi, dan hari-harinya seperti hari-hari orang upahan?" Ayub 7:1
Sejak jatuh dalam dosa manusia harus menanggung akibatnya: terusir dari taman Eden dan harus mengalami penderitaan serta kesulitan. Namun di balik penderitaan yang harus dialami oleh manusia akibat dosa tercipta kesempatan bagi Allah untuk menyatakan kasih dan karyaNya yang agung melalui Yesus Kristus. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Yesus Kristus rela menderita di atas kayu salib demi menebus dosa umat manusia. Dan karena ketaatannya melakukan kehendak Bapa sampai mati di kayu salib itu Yesus beroleh peninggian. Dikatakan, "Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama," (Filipi 2:9). Di balik penderitaan ada kemuliaan!
Kita harus memahami bahwa setiap masalah atau penderitaan yang terjadi dalam hidup ini pada dasarnya mendatangkan kebaikan bagi diri kita. Begitu pula karakter yang ada dalam diri seseorang (ketaatan, ketekunan, kesetiaan, iman dan sebagainya) dikembangkan melalui proses ujian dan penderitaan. Selama kita hidup tak henti-hentinya kita akan diuji dan diproses seperti tanah liat di tangan Penjunan. "Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya." (Yeremia 18:4). Jadi sadarilah bahwa setiap saat kita berada dalam perhatian dan pengawasanNya.
Mengapa Tuhan tidak pernah berhenti menguji kita? Tuhan hendak mengetahui sejauh mana kesetiaan dan ketekunan kita mengiring Dia. Banyak orang tidak tahan saat berada dalam ujian dan akhirnya berubah sikap terhadap Tuhan: tidak lagi setia beribadah, tidak lagi tekun berdoa dan tidak lagi menempatkan Tuhan sebagai yang utama dalam hidupnya.
Untuk mengetahui kesetiaan kita melakukan perkara-perkara yang dipercayakanNya pada kita, untuk mengetahui kemurnian hati kita melayaniNya, dan untuk membuat kehidupan kita semakin berkenan dan indah di hadapanNya, kita terus diujiNya!
Tuesday, October 4, 2011
Monday, October 3, 2011
KETAATAN ELIA DI TENGAH KRISIS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Oktober 2011 -
Baca: 1 Raja-Raja 17
"Tetapi sesudah beberapa waktu, sungai itu menjadi kering, sebab hujan tiada turun di negeri itu." 1 Raja-Raja 17:7
Tahun 1998 lalu adalah awal masa-masa sulit bagi bangsa Indonesia karena pada waktu itu terjadi krisis moneter. Tentunya hal ini berdampak buruk di segala aspek kehidupan; tidak hanya dialami oleh orang-orang di luar Tuhan, tetapi orang percaya pun juga mengalami akibat dari krisis tersebut. Meski demikian ada berita baiknya: walaupun semua orang mengalami masalah yang sama, anak-anak Tuhan tetap berada dalam pemeliharaan Tuhan. Pemazmur berkata, "Kemalangan orang benar banyak, tetapi Tuhan melepaskan dia dari semua itu;" (Mazmur 34:20).
Ketika seluruh negeri mengalami masa-masa sukar karena dilanda bencana kekeringan, Tuhan tetap memperhatikan dan memelihara Elia dengan caraNya yang ajaib. Tuhan membawa Elia ke sungai Kerit, di "...sebelah timur sungai Yordan." (1 Raja-Raja 17:6). Dan ketika sungai itu mulai mengering dan sepertinya sudah tidak ada harapan lagi, Tuhan terus melanjutkan karyaNya atas Elia. Ia diperintahkan Tuhan untuk pergi ke Sarfat karena Tuhan telah memerintahkan seorang janda, untuk memberinya makan.
Untuk bisa mengalami perkara-perkara dahsyat seperti Elia kita harus: 1. Taat terhadap perintah Tuhan. Ketika 'sungai Kerit' menjadi kering, banyak orang percaya yang akhirnya putus asa dan menyerah pada keadaan. Sungai Kerit adalah zona nyaman bagi Elia, di situ segala kebutuhannya dicukupi Tuhan. Namun ketika Tuhan memerintahkan Elia untuk meninggalkan zona itu, Elia tetap taat. Selama kita tidak mau bayar harga dan tetap menikmati 'zona nyaman' yang selama ini meninabobokan kita, kita tidak akan mengalami perubahan. 2. Jangan takut dan kuatir. Sesungguhnya Elia punya alasan untuk takut dan kuatir karena ia diperintahkan pergi ke Sarfat, padahal Sarfat berada di wilayah Sidon. Raja Sidon adalah orangtua Izebel, isteri Ahab yang pernah mengancam hidup Elia. Meski demikian Elia tetap mengikuti cara Tuhan karena ia tahu bahwa Tuhan menyertainya. Dan ketika Elia mengikuti cara Tuhan, melalui janda Sarfat yang sederhana, ternyata Tuhan sanggup melakukan perkara yang ajaib!
Tidak hanya diberkati, Elia juga menjadi saluran berkat bagi orang lain.
Baca: 1 Raja-Raja 17
"Tetapi sesudah beberapa waktu, sungai itu menjadi kering, sebab hujan tiada turun di negeri itu." 1 Raja-Raja 17:7
Tahun 1998 lalu adalah awal masa-masa sulit bagi bangsa Indonesia karena pada waktu itu terjadi krisis moneter. Tentunya hal ini berdampak buruk di segala aspek kehidupan; tidak hanya dialami oleh orang-orang di luar Tuhan, tetapi orang percaya pun juga mengalami akibat dari krisis tersebut. Meski demikian ada berita baiknya: walaupun semua orang mengalami masalah yang sama, anak-anak Tuhan tetap berada dalam pemeliharaan Tuhan. Pemazmur berkata, "Kemalangan orang benar banyak, tetapi Tuhan melepaskan dia dari semua itu;" (Mazmur 34:20).
Ketika seluruh negeri mengalami masa-masa sukar karena dilanda bencana kekeringan, Tuhan tetap memperhatikan dan memelihara Elia dengan caraNya yang ajaib. Tuhan membawa Elia ke sungai Kerit, di "...sebelah timur sungai Yordan." (1 Raja-Raja 17:6). Dan ketika sungai itu mulai mengering dan sepertinya sudah tidak ada harapan lagi, Tuhan terus melanjutkan karyaNya atas Elia. Ia diperintahkan Tuhan untuk pergi ke Sarfat karena Tuhan telah memerintahkan seorang janda, untuk memberinya makan.
Untuk bisa mengalami perkara-perkara dahsyat seperti Elia kita harus: 1. Taat terhadap perintah Tuhan. Ketika 'sungai Kerit' menjadi kering, banyak orang percaya yang akhirnya putus asa dan menyerah pada keadaan. Sungai Kerit adalah zona nyaman bagi Elia, di situ segala kebutuhannya dicukupi Tuhan. Namun ketika Tuhan memerintahkan Elia untuk meninggalkan zona itu, Elia tetap taat. Selama kita tidak mau bayar harga dan tetap menikmati 'zona nyaman' yang selama ini meninabobokan kita, kita tidak akan mengalami perubahan. 2. Jangan takut dan kuatir. Sesungguhnya Elia punya alasan untuk takut dan kuatir karena ia diperintahkan pergi ke Sarfat, padahal Sarfat berada di wilayah Sidon. Raja Sidon adalah orangtua Izebel, isteri Ahab yang pernah mengancam hidup Elia. Meski demikian Elia tetap mengikuti cara Tuhan karena ia tahu bahwa Tuhan menyertainya. Dan ketika Elia mengikuti cara Tuhan, melalui janda Sarfat yang sederhana, ternyata Tuhan sanggup melakukan perkara yang ajaib!
Tidak hanya diberkati, Elia juga menjadi saluran berkat bagi orang lain.
Subscribe to:
Posts (Atom)