Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 September 2011 -
Baca: Amsal 31:10-31
"Ia (seorang isteri) bangun kalau masih malam, lalu menyediakan untuk seisi rumahnya, dan membagi-bagikan tugas kepada pelayan-pelayannya perempuan." Amsal 31:15
Di era emansipasi sekarang ini, wanita (isteri) yang berperan ganda sebagai ibu rumah tangga dan juga bekerja di kantor adalah pemandangan yang sudah lumrah, apalagi bagi mereka yang tinggal di kota-kota besar.
Manakah yang lebih penting: mejadi ibu rumah tangga atau bekerja di luar rumah? Perhatikan ayat nas hari ini, di mana seorang wanita (isteri) "...bangun kalau masih malam, lalu menyediakan makanan untuk seisi rumahnya, dan membagi-bagikan tugas kepada pelayan-pelayannya perempuan. Ia mengawasi segala perbuatan rumah tangganya, makanan kemalasan tidak dimakannya. Anak-anaknya bangun, dan menyebutnya berbahagia, pula suaminya memuji dia:" (ayat 15, 27, 28). Hal ini menunjukkan betapa seorang isteri seharusnya tidak mengabaikan tugasnya dalam kehidupan berumah tangga, memberikan perhatian kepada anak-anak dan juga para pelayan. Mengawasi segala perbuatan rumah tangga berarti isteri bertanggung jawab untuk memastikan bahwa rumah tangganya berjalan dengan lancar. Tidak hanya itu, Salomo menulis: "Ia membeli sebuah ladang yang diingininya, dan dari hasil tangannya kebun anggur ditanaminya." (ayat 16). Seorang isteri membeli ladang anggur dengan uangnya sendiri supaya bisa menyediakan makanan terbaik bagi keluarganya. Mungkin saat ini tugas memasak, membersihkan rumah dan sebagainya dapat diserahkan kepada pegawainya karena merasa tidak ada waktu, tetapi tugas menjadi ibu bagi anak-anak tidak bisa diwakilkan kepada siapa pun.
Bagaimana pun juga tugas dan tanggungjawab utama wanita (isteri) adalah mengurus rumah tangga, terutama sekali setelah memiliki anak. Itulah sebabnya Alkitab menasihatkan supaya "...perempuan-perempuan yang tua, hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah, ...cakap mengajarkan hal-hal yang baik dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya, hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya, agar Firman Allah jangan dihujat orang." (Titus 2:3-5). Jadi, wanita harus benar-benar bijak menentukan sikap atau pilihan: menyediakan waktu terbaik mengurus keluarga, atau banyak berada di luar rumah demi uang?
Jadilah isteri bijak, dapat menjalankan peran dengan baik sesuai dengan firman Tuhan!
Friday, September 23, 2011
ISTERI BIJAK DAN KELUARGA
Thursday, September 22, 2011
ISTERI BIJAK DAN PRIORITASNYA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 September 2011 -
Baca: Amsal 31:10-31
"Ia berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat jahat sepanjang umurnya." Amsal 31:12
Di zaman sekarang ini banyak wanita Kristen (isteri) yang tidak hanya menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga murni (mengurus suami, anak dan rumah tangga), tetapi mampu berperan juga dalam pekerjaan (karir). Akibatnya tidak sedikit para isteri yang mengeluh karena lelah fisik dan emosi. Inilah saatnya bagi wanita untuk mengoreksi kembali komitmen dan tanggung jawabnya sesuai dengan firman Tuhan, yaitu melaksanakan perannya sebagai wanita sesuai yang direncanakan Tuhan. Di dalam Amsal 31:10-31 terangkum hal-hal yang harus dipahami oleh para wanita berkenaan dengan tugas dan tanggung jawabnya: mengurus suami, anak, rumah tangga dan juga karir di luar rumah.
Seorang wanita (isteri) yang bijak adalah wanita yang dapat menyeimbangkan segala sesuatu yang menjadi tanggung jawab utamanya, yaitu antara suami, anak, rumah tangga dan juga diri sendiri. Sementara komitmen lainnya, seperti berkarir di luar rumah, adalah hal kedua yang memang penting, tapi hanya sebagai pelengkap saja. Ada pun tugas utamanya terangkum dalam ayat ini: "Ia berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat jahat sepanjang umurnya." Artinya hidupnya harus dicurahkan untuk berbuat baik kepada suaminya; ia harus memahami tujuan utama Tuhan menciptakan dia yaitu sebagai penolong bagi laki-laki. Tertulis: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." (Kejadian 2:18).
Menjadi penolong bagi laki-laki tidak membuat wanita berada di posisi lebih rendah; justru seorang wanita yang bisa menjadi penolong bagi laki-laki disebut Alkitab sebagai seorang isteri yang cakap, kemuliaan laki-laki dan juga mahkota bagi suaminya. Menjadi penolong bagi suami artinya senantiasa membantu, mendukung dan menguatkan suami dalam semua aspek kehidupannya (jasmani dan rohani). Memang hal itu tidak mudah, apalagi bila para wanita sudah mengenal suami dengan segala kelemahannya. Salah satu langkah terbaik untuk mendukung suami dan berbuat baik kepadanya adalah dengan cara menghormatinya dan senantiasa berdoa untuk dia.
Berdoa untuk suami adalah sangat penting, supaya melalui kuasa Roh KudusNya Tuhan membentuk dan menjadikan suami kita sebagai sosok pribadi yang berkenan kepada Tuhan.