Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juni 2011 -
Baca: Lukas 12:13-21
"Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?" Lukas 12:20
Siapa yang tidak ingin menjadi orang kaya? Semua orang pasti menginginkannya. Kaya berarti memiliki uang banyak dan harta yang melimpah. Wow! Tapi sayang, banyak orang telah menempuh jalan yang salah guna mewujudkan keinginan menjadi orang kaya. Lihatlah di negara kita, banyak sekali orang yang berlomba-lomba menimbun kekayaan dan memperkaya diri meski dengan cara tidak halal atau melanggar hukum: korupsi, memanipulasi pajak, sampai membobol bank, mulai dari cara yang kasar (merampok), sampai dengan cara yang sangat halus yaitu mencairkan deposito dan menarik tabungan nasabah dengan memalsukan tanda tangan dan sebagainya.
Berapa lama kita hidup di dunia ini? Sadarkah kita bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara? Lalu bagaimana dengan harta kita? Ayub berkata, "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya." (Ayub 1:21a). Perhatikan kisah orang yang sangat kaya dalam bacaan di atas. Mengapa orang kaya itu disebut orang kaya yang bodoh? Karena ia beranggapan bahwa segala sesuatu yang ada padanya itu adalah miliknya. Ingat, kita ini hanyalah pengelola, bukan pemilik, "Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar." (1 Timotius 6:7). Semua yang kita miliki di dunia ini adalah milik Tuhan, sebagaimana tertulis: "Punya-Mulah langit, punya-Mulah juga bumi, dunia serta isinya Engkaulah yang mendasarkannya." (Mazmur 89:12). Sewaktu-waktu bisa saja Tuhan mengambilnya dan kita pun tidak bisa berbuat apa-apa. Bagi orang kaya tersebut kesenangan jasmani (kepuasan tubuh) adalah segala-galanya; kepentingan tubuh jasmaninya lebih utama daripada jiwanya.
Mari simak pernyataan orang kaya itu: "Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!" (Lukas 12:19). Orang kaya ini lupa bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara. Kekayaan yang ia miliki telah menutup mata rohaninya. Dan ketika Tuhan mengambil nyawanya, untuk siapakah kekayaannya itu?
Adalah sia-sia belaka memiliki kekayaan melimpah, jika pada akhirnya harus mengalami kebinasaan kekal.
Wednesday, June 22, 2011
Tuesday, June 21, 2011
MELAYANI TUHAN: Tulus, Tidak Mencari Keuntungan Sendiri!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juni 2011 -
Baca: Titus 1:5-16
"Orang-orang semacam itu harus ditutup mulutnya, karena mereka mengacau banyak keluarga dengan mengajarkan yang tidak-tidak untuk mendapat untung yang memalukan." Titus1:11
Memiliki motivasi yang benar adalah dasar melayani Tuhan. Alkitab melarang kita untuk mencari penghargaan atau keuntungan bagi diri sendiri. Tertulis: "Masakan engkau mencari hal-hal yang besar bagimu sendiri? Janganlah mencarinya!" (Yeremia 45:5a, b).
Peninggian dan berkat bagi seseorang adalah hasil karya Tuhan dan bukan karena usaha kita sendiri. Oleh sebab itu saat melayani Tuhan kita harus memiliki hati yang benar. Kita melayani Dia karena kita ini berhutang budi kepada Tuhan. Dia terlebih dahulu mengasihi kita dan telah mengorbankan nyawaNya bagi kita. Karena pengorbananNya di atas kayu salib kita menerima keselamatan dan diangkat menjadi anak-anak Allah, sehingga kita pun beroleh berkat dan anugerah (Baca Efesus 1:3-8). Jadi melayani Tuhan adalah tindakan membalas kasih Tuhan, bukan untuk mencari hormat dan keuntungan diri sendiri. Simak pernyataan Paulus: "Kalau demikian apakah upahku? Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil." (1 Korintus 9:18).
Paulus pun berpesan kepada Titus agar ia berhati-hati dalam memilih penatua atau pelayan Tuhan. Hendaknya mereka adalah orang-orang yang memiliki hati yang tulus, bukan tipe orang yang suka mencari keuntungan pribadi. Sekarang ini masih saja ada pelayan Tuhan yang pilih-pilih tempat dalam melayani. Jika diundang berkotbah, ada yang bertanya: "Persembahannya berapa?" Ada pula yang bersemangat melayani ketika yang dilayani adalah orang-orang yang berkantung tebal dan berkedudukan tinggi. Tapi jika diminta untuk melayani orang-orang pinggiran, gereja kecil di pelosok, di mana jemaatnya adalah orang-orang miskin, tidak banyak hamba Tuhan yang tergerak.
Mari kita belajar dari Paulus, yang melayani Tuhan karena merasa berhutang kepada Kristus: "...adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus." (Galatia 1:10).
Layanilah Tuhan dengan tulus dan murni, jangan sekali-kali mencari hormat, apalagi keuntungan untuk diri sendiri!
Baca: Titus 1:5-16
"Orang-orang semacam itu harus ditutup mulutnya, karena mereka mengacau banyak keluarga dengan mengajarkan yang tidak-tidak untuk mendapat untung yang memalukan." Titus1:11
Memiliki motivasi yang benar adalah dasar melayani Tuhan. Alkitab melarang kita untuk mencari penghargaan atau keuntungan bagi diri sendiri. Tertulis: "Masakan engkau mencari hal-hal yang besar bagimu sendiri? Janganlah mencarinya!" (Yeremia 45:5a, b).
Peninggian dan berkat bagi seseorang adalah hasil karya Tuhan dan bukan karena usaha kita sendiri. Oleh sebab itu saat melayani Tuhan kita harus memiliki hati yang benar. Kita melayani Dia karena kita ini berhutang budi kepada Tuhan. Dia terlebih dahulu mengasihi kita dan telah mengorbankan nyawaNya bagi kita. Karena pengorbananNya di atas kayu salib kita menerima keselamatan dan diangkat menjadi anak-anak Allah, sehingga kita pun beroleh berkat dan anugerah (Baca Efesus 1:3-8). Jadi melayani Tuhan adalah tindakan membalas kasih Tuhan, bukan untuk mencari hormat dan keuntungan diri sendiri. Simak pernyataan Paulus: "Kalau demikian apakah upahku? Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil." (1 Korintus 9:18).
Paulus pun berpesan kepada Titus agar ia berhati-hati dalam memilih penatua atau pelayan Tuhan. Hendaknya mereka adalah orang-orang yang memiliki hati yang tulus, bukan tipe orang yang suka mencari keuntungan pribadi. Sekarang ini masih saja ada pelayan Tuhan yang pilih-pilih tempat dalam melayani. Jika diundang berkotbah, ada yang bertanya: "Persembahannya berapa?" Ada pula yang bersemangat melayani ketika yang dilayani adalah orang-orang yang berkantung tebal dan berkedudukan tinggi. Tapi jika diminta untuk melayani orang-orang pinggiran, gereja kecil di pelosok, di mana jemaatnya adalah orang-orang miskin, tidak banyak hamba Tuhan yang tergerak.
Mari kita belajar dari Paulus, yang melayani Tuhan karena merasa berhutang kepada Kristus: "...adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus." (Galatia 1:10).
Layanilah Tuhan dengan tulus dan murni, jangan sekali-kali mencari hormat, apalagi keuntungan untuk diri sendiri!
Subscribe to:
Posts (Atom)