Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juni 2011 -
Baca: Titus 1:5-16
"Orang-orang semacam itu harus ditutup mulutnya, karena mereka mengacau banyak keluarga dengan mengajarkan yang tidak-tidak untuk mendapat untung yang memalukan." Titus1:11
Memiliki motivasi yang benar adalah dasar melayani Tuhan. Alkitab melarang kita untuk mencari penghargaan atau keuntungan bagi diri sendiri. Tertulis: "Masakan engkau mencari hal-hal yang besar bagimu sendiri? Janganlah mencarinya!" (Yeremia 45:5a, b).
Peninggian dan berkat bagi seseorang adalah hasil karya Tuhan dan bukan karena usaha kita sendiri. Oleh sebab itu saat melayani Tuhan kita harus memiliki hati yang benar. Kita melayani Dia karena kita ini berhutang budi kepada Tuhan. Dia terlebih dahulu mengasihi kita dan telah mengorbankan nyawaNya bagi kita. Karena pengorbananNya di atas kayu salib kita menerima keselamatan dan diangkat menjadi anak-anak Allah, sehingga kita pun beroleh berkat dan anugerah (Baca Efesus 1:3-8). Jadi melayani Tuhan adalah tindakan membalas kasih Tuhan, bukan untuk mencari hormat dan keuntungan diri sendiri. Simak pernyataan Paulus: "Kalau demikian apakah upahku? Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil." (1 Korintus 9:18).
Paulus pun berpesan kepada Titus agar ia berhati-hati dalam memilih penatua atau pelayan Tuhan. Hendaknya mereka adalah orang-orang yang memiliki hati yang tulus, bukan tipe orang yang suka mencari keuntungan pribadi. Sekarang ini masih saja ada pelayan Tuhan yang pilih-pilih tempat dalam melayani. Jika diundang berkotbah, ada yang bertanya: "Persembahannya berapa?" Ada pula yang bersemangat melayani ketika yang dilayani adalah orang-orang yang berkantung tebal dan berkedudukan tinggi. Tapi jika diminta untuk melayani orang-orang pinggiran, gereja kecil di pelosok, di mana jemaatnya adalah orang-orang miskin, tidak banyak hamba Tuhan yang tergerak.
Mari kita belajar dari Paulus, yang melayani Tuhan karena merasa berhutang kepada Kristus: "...adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus." (Galatia 1:10).
Layanilah Tuhan dengan tulus dan murni, jangan sekali-kali mencari hormat, apalagi keuntungan untuk diri sendiri!
Tuesday, June 21, 2011
Monday, June 20, 2011
IMAM-IMAM YANG GAGAL
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Juni 2011 -
Baca: 1 Samuel 2:11-26
"Dengan demikian sangat besarlah dosa kedua orang muda itu di hadapan Tuhan, sebab mereka mamandang rendah korban untuk Tuhan." 1 Samuel 2:17
Hofni dan Pinehas adalah anak imam Eli. Pastilah mereka bukan seperti anak-anak muda pada umumnya karena keduanya juga memegang jabatan sebagai imam Tuhan (baca 1 Samuel 1:3b), seperti tidak memiliki kehidupan yang berkenan kepada Tuhan; hidup mereka jauh dari yang diharapkan, padahal status mereka adalah 'imam' nya Tuhan. Anak-anak imam Eli berlaku sangat jahat di hadapan Tuhan. Alkitab menyatakan, "Adapun anak-anak lelaki Eli adalah anak-anak dursila; mereka tidak mengindahkan Tuhan," (1 Samuel 2:12). Dalam hal ini, siapa yang salah? Pasti imam Eli selaku orangtua memiliki andil besar mengapa anak-anaknya seperti itu. Seandainya imam Eli bersikap tegas dan mendidik mereka dengan benar pastilah mereka tidak akan melakukan hal-hal yang jahat, sebaliknya akan menghargai panggilan Tuhan atas hidup mereka sebagai imam.
Hofni dan Pinehas memang berjubahkan imam tetapi hati mereka menjauh dari Tuhan. Tak beda jauh dari kehidupan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi! Alkitab menyatakan, "hai kamu orang-orang munafik,...cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan. ...kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran." (Matius 23:25, 27). Tugas seorang imam seharusnya sebagai pengantara, membawa orang lain kepada Tuhan dan menjadi berkat bagi mereka. Tetapi itu tidak dilakukan oleh anak-anak imam Eli, mereka malah mengambil keuntungan dari orang lain demi kepuasan diri sendiri.
Kita adalah imam-imamnya Tuhan (baca Wahyu 1:5b-6); kita dipanggil untuk melayani jiwa-jiwa dan membawanya kepada Kristus. Oleh karena itu kehidupan kita harus menjadi berkat bagi mereka, bukan menjadi batu sandungan.
Kita harus tegas terhadap dosa, jangan menjadi orang-orang yang munafik seperti anak-anak imam Eli yang gagal mengerjakan panggilan Tuhan!
Baca: 1 Samuel 2:11-26
"Dengan demikian sangat besarlah dosa kedua orang muda itu di hadapan Tuhan, sebab mereka mamandang rendah korban untuk Tuhan." 1 Samuel 2:17
Hofni dan Pinehas adalah anak imam Eli. Pastilah mereka bukan seperti anak-anak muda pada umumnya karena keduanya juga memegang jabatan sebagai imam Tuhan (baca 1 Samuel 1:3b), seperti tidak memiliki kehidupan yang berkenan kepada Tuhan; hidup mereka jauh dari yang diharapkan, padahal status mereka adalah 'imam' nya Tuhan. Anak-anak imam Eli berlaku sangat jahat di hadapan Tuhan. Alkitab menyatakan, "Adapun anak-anak lelaki Eli adalah anak-anak dursila; mereka tidak mengindahkan Tuhan," (1 Samuel 2:12). Dalam hal ini, siapa yang salah? Pasti imam Eli selaku orangtua memiliki andil besar mengapa anak-anaknya seperti itu. Seandainya imam Eli bersikap tegas dan mendidik mereka dengan benar pastilah mereka tidak akan melakukan hal-hal yang jahat, sebaliknya akan menghargai panggilan Tuhan atas hidup mereka sebagai imam.
Hofni dan Pinehas memang berjubahkan imam tetapi hati mereka menjauh dari Tuhan. Tak beda jauh dari kehidupan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi! Alkitab menyatakan, "hai kamu orang-orang munafik,...cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan. ...kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran." (Matius 23:25, 27). Tugas seorang imam seharusnya sebagai pengantara, membawa orang lain kepada Tuhan dan menjadi berkat bagi mereka. Tetapi itu tidak dilakukan oleh anak-anak imam Eli, mereka malah mengambil keuntungan dari orang lain demi kepuasan diri sendiri.
Kita adalah imam-imamnya Tuhan (baca Wahyu 1:5b-6); kita dipanggil untuk melayani jiwa-jiwa dan membawanya kepada Kristus. Oleh karena itu kehidupan kita harus menjadi berkat bagi mereka, bukan menjadi batu sandungan.
Kita harus tegas terhadap dosa, jangan menjadi orang-orang yang munafik seperti anak-anak imam Eli yang gagal mengerjakan panggilan Tuhan!
Subscribe to:
Posts (Atom)