Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 April 2011 -
Baca: Mazmur 95
"Sebab itu Aku bersumpah dalam murka-Ku: 'Mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Ku.' " Mazmur 95:11
Sebagaimana dibahas dalam renungan beberapa hari lalu, kita tahu bahwa setiap orang percaya pasti mengalami proses pembentukan dari Tuhan. Kita pun yakin bahwa pembentukan Tuhan itu selalu mendatangkan kebaikan bagi kita. Namun yang sering membuat kita bertanya tanya: mengapa Tuhan begitu lama membentuk kita? Kita merasa sudah tidak kuat lagi.
Sesungguhnya lama tidaknya proses itu sangat bergantung dari respons kita sendiri atau kesediaan kita dibentuk oleh Tuhan. Contoh: bangsa Israel harus mengalmai pembentukan dari Tuhan dalam waktu yang sangat lama yaitu 40 tahun. Bagaimana mungkin? Apakah Tuhan tidak sanggup membentuk mreka dengan cepat? Bangsa Israel harus mengalami proses pembentukan yang lama oleh karena kesalahan mereka sendiri: tidak taat dan memberontak kepada Tuhan. Jadi akar masalahnya ada pada mereka sendiri. Alkitab mencatat: "Pada hari ini, sekiranya kamu mendengar suara-Nya! Janganlah keraskan hatimu seperti di Meriba, seperti pada hari di Masa di padang gurun, pada waktu nenek moyangmu mencobai Aku, menguji Aku, padahal mereka melihat perbuatan-Ku. Empat puluh tahun Aku jemu kepada angkatan itu, maka kata-ku: 'Mereka suatu bangsa yang sesat hati, dan mereka itu tidak mengenal jalan-Ku.' " (Mazmur 95:7b-10). Bangsa Israel adalah bangsa yang keras hati (tegar tengkuk) padahal mereka telah melihat dan mengalami perbuatan-perbuatan ajaib Tuhan. Tidak hanya itu, mereka juga suka bersungut-sungut dan mengeluh. Dari mulut mereka tidak pernah keluar ucapan syukur. Itulah sebabnya rasul Paulus memberi nasihat, "...janganlah bersungut-sungut, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka dibinasakan oleh malaikat maut." (1 Korintus 10:10).
Berhentilah bersungut-sungut! Semakin kita sering bersungut-sungut kita pun akan semakin dalam dibentuk oleh Tuhan, dan pastilah pembentukan itu sakit. Apa pun yang saat ini terjadi belajarlah mengucap syukur, sebab apa yang dikerjakan Tuhan bagi kita itulah yang terbaik buat kita. Sadarilah bahwa pembentukan itu membutuhkan waktu, dan ketika kita sabar menantikan waktu Tuhan kita pun akan menerima berkat dan mujizatNya.
Jangan mengeraskan hati dan bersungut-sungut ketika dibentuk Tuhan!
Saturday, April 30, 2011
Friday, April 29, 2011
BERJUANG DEMI KESETIAAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 April 2011 -
Baca: Amsal 3:1-26
"Janganlah kiranya kasih dan setia meninggalkan engkau! Kalungkanlah itu pada lehermu, tuliskanlah itu pada loh hatimu." Amsal 3:3
Kesetiaan selalu didasari dengan kasih, contoh: seseorang setia pada tuannya karena mencintai pekerjaan yang dilakukannya; seorang isteri setia pada suaminya karena dasar kasih yang mengikat hatinya, begitu pula sebaliknya. Kesetiaan tidak datang dengan sendirinya namun perlu dilatih setiap saat, karena kesetiaan tidak dapat dibatasi oleh waktu maupun keadaan apa pun. Orang bisa dikatakan setia apabila kasih orang tersebut tidak mudah pudar meskipun dalam keadaan susah atau senang, baik atau tidak baik keadaannya. Maka dari itu perlu adanya hubungan dekat untuk saling mengenal, memahami, dan mengerti kepribadian seseorang yang kita kasihi agar terwujud satu kesetiaan yang kokoh. Bagaimana dengan kesetiaan kita pada Tuhan? Di kala hidup kita tidak ada masalah dan baik-baik saja kita bisa berkata, "Tuhan itu baik bagiku.", namun saat kita mengalami suatu proses yang mengharuskan kita untuk menderita bagi Tuhan, apakah kita tetap setia melayaniNya?
Kesetiaan adalah suatu perjuangan dan perjuangan itu sendiri membutuhkan pengorbanan. Seperti halnya seorang sahabat akan dikatakan setia apabila ia dalam keadaan susah, sedih, menderita selalu ada untuk menghibur, menguatkan dan menolong kita, sebab seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu dan rela berkorban untuk sahabatnya, bahkan dikatakan, "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15:13). Yesus adalah teladan pribadi yang setia; Ia setia sampai mati di atas kayu salib demi menebus dosa-dosa kita. Daud pun memiliki pengalaman betapa kesetiaan Tuhan itu tidak pernah berubah. Dikatakannya demikian, "Sebab Tuhan itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-selamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun." (Mazmur 100:5).
Mari kita wujudkan kesetiaan itu melalui perbuatan, bukan hanya perkataan semata. Dalam keadaan apa pun tetaplah setia melayani Tuhan dan lakukan kehendakNya, karena pada saatnya kelak kesetiaan tersebut akan mendatangkan upah.
Tuhan berfirman, "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." Wahyu 2:10b
Baca: Amsal 3:1-26
"Janganlah kiranya kasih dan setia meninggalkan engkau! Kalungkanlah itu pada lehermu, tuliskanlah itu pada loh hatimu." Amsal 3:3
Kesetiaan selalu didasari dengan kasih, contoh: seseorang setia pada tuannya karena mencintai pekerjaan yang dilakukannya; seorang isteri setia pada suaminya karena dasar kasih yang mengikat hatinya, begitu pula sebaliknya. Kesetiaan tidak datang dengan sendirinya namun perlu dilatih setiap saat, karena kesetiaan tidak dapat dibatasi oleh waktu maupun keadaan apa pun. Orang bisa dikatakan setia apabila kasih orang tersebut tidak mudah pudar meskipun dalam keadaan susah atau senang, baik atau tidak baik keadaannya. Maka dari itu perlu adanya hubungan dekat untuk saling mengenal, memahami, dan mengerti kepribadian seseorang yang kita kasihi agar terwujud satu kesetiaan yang kokoh. Bagaimana dengan kesetiaan kita pada Tuhan? Di kala hidup kita tidak ada masalah dan baik-baik saja kita bisa berkata, "Tuhan itu baik bagiku.", namun saat kita mengalami suatu proses yang mengharuskan kita untuk menderita bagi Tuhan, apakah kita tetap setia melayaniNya?
Kesetiaan adalah suatu perjuangan dan perjuangan itu sendiri membutuhkan pengorbanan. Seperti halnya seorang sahabat akan dikatakan setia apabila ia dalam keadaan susah, sedih, menderita selalu ada untuk menghibur, menguatkan dan menolong kita, sebab seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu dan rela berkorban untuk sahabatnya, bahkan dikatakan, "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15:13). Yesus adalah teladan pribadi yang setia; Ia setia sampai mati di atas kayu salib demi menebus dosa-dosa kita. Daud pun memiliki pengalaman betapa kesetiaan Tuhan itu tidak pernah berubah. Dikatakannya demikian, "Sebab Tuhan itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-selamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun." (Mazmur 100:5).
Mari kita wujudkan kesetiaan itu melalui perbuatan, bukan hanya perkataan semata. Dalam keadaan apa pun tetaplah setia melayani Tuhan dan lakukan kehendakNya, karena pada saatnya kelak kesetiaan tersebut akan mendatangkan upah.
Tuhan berfirman, "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." Wahyu 2:10b
Subscribe to:
Posts (Atom)