Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Juli 2010 -
Baca: Galatia 2:15-21
"Sebab aku (Paulus - red.) telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku hidup untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan Kristus; " Galatia 2:19
Kehidupan Paulus telah diubahkan! Ia tidak lagi sama seperti dulu ketika masih bernama Saulus, Paulus berkata bahwa hidup yang ia jalani sekarang, "...bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diriNya untuk aku." (ayat 20).
Hidup Paulus telah disalibkan bersama Kristus! Apakah ini berarti Paulus benar-benar disalibkan secara jasmani bersamaNya. Bukan tubuh jasmani yang disalibkan, tetapi manusia lamanya yang telah disalib. Akan lebih jelas lagi jika kita membaca dalam Roma 6:6-8: "Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa. Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa. Jadi jika kita telah mati dengan Kristus, kita percaya, bahwa kita akan hidup juga dengan Dia."
Sebagai umat yang telah diselamatkan kita telah disalibkan dengan Kristus, dan tidak boleh lagi berhubungan dengan dosa. Pembebasan dari dosa dan segala konsekuensinya dalah fakta yang telah digenapi. Manusia tidak dituntut melakukan sesuatu agar mendapatkan pembebasan dosa, karena memang manusia tidak dapat melakukannya. Kita hanya dituntut menerima dengan iman kegenapan pekerjaan Kristus di kayu salib. Ia berkata, "...setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut aku." (Lukas 9:23). Penyangkalan diri inilah yang harus kita lakukan terus menerus. Mengapa? Allah berurusan dengan dosa-dosa dan diri kita melalui 2 cara yang sangat berbeda. Menaklukkan dosa memerlukan beberapa saat saja, namun menyangkal diri membutuhkan waktu sepanjang hidup kita. Sekali saja di atas kayu salib Yesus menanggung dosa-dosa kita, sedangkan sepanjang hidupNya Dia harus menyangkal diriNya. Kita harus meneladani dan mengikuti jejakNya sebab penyangkalan diri adalah pengalaman bersama Kristus.
"Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." Galatia 5:24
Tuesday, July 20, 2010
Monday, July 19, 2010
SANDARAN HATI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Juli 2010 -
Baca: Mazmur 84:1-13
"Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau, yang berhasrat mengadakan ziarah!" Mazmur 84:6
Manusia hidup tak pernah luput dari masalah. Tetapi pemazmur menyatakan berbahagia manusia yang saat dalam masalah menyandarkan kekuatannya hanya kepada Tuhan.
Jadi bukan seberapa besar masalah yang kita alami, namun bagaimana tanggapan dan reaksi kita di kala sedang dalam masalah itu. Dalam keadaan terjepit apakah kita mengandalkan kepandaian dan kekuatan sendiri? Ataukah kita mencari sesama lalu bersandar kepadanya? Adakah bijak bila dalam kesesakan kita bertindak seperti pemazmur berdoa: "Perlihatkanlah kepada kami kasih setiaMu, ya Tuhan, dan berikanlah kepada kami keselamatan dari padaMu!" (Mazmur 85:8). Pada saat-saat yang gawat, kritis, detik-detik saat kita akan tenggelam dan binasa dalam bencana kesulitan apa pun kita harus berseru dan lari kepada Tuhan, mohon keselamatan dariNya. Jangan sekali-kali menaruh pengharapan pada manusia karena pertolongan mereka sangat terbatas. Kita akan kecewa karena mereka tak dapat menolong kita. Bahkan sebaliknya ada kemungkinan mereka akan mencela dan mencemooh kita dengan ejekan atau macam-macam perkataan negatif.
Kita harus belajar seperti Daud. Dalam keadaan apa pun ia senantiasa mempersembahkan korban syukur dan bersekutu dengan Tuhan. Daud berkata, "Betapa disenangi tempat kediamanMu, ya Tuhan semesta alam! Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran Tuhan; hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup." (Mazmur 84:2-3). Itulah kunci kemenangan hidup Daud! Mengapa banyak orang Kristen hidup sebagai pecundang? Karena mereka tidak karib dengan Tuhan. Mereka menjadikanNya sebagai 'tambal butuh' atau lampu Aladin saja, mendekat kepadaNya saat perlu saja. Akibatnya saat dalam pergumulan berat langsung stres, mengomel dan mengasihani diri sendiri. Berbeda dengan orang yang senantiasa karib dengan Tuhan, "...yang terus-menerus memuji-muji Engkau. Mereka berjalan makin lama makin kuat," (Mazmur 84:5b, 8a).
Seberapa besar kerinduan kita mencari Tuhan dan seberapa besar bersandar padaNya menentukan besarnya kekuatan kita
Baca: Mazmur 84:1-13
"Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau, yang berhasrat mengadakan ziarah!" Mazmur 84:6
Manusia hidup tak pernah luput dari masalah. Tetapi pemazmur menyatakan berbahagia manusia yang saat dalam masalah menyandarkan kekuatannya hanya kepada Tuhan.
Jadi bukan seberapa besar masalah yang kita alami, namun bagaimana tanggapan dan reaksi kita di kala sedang dalam masalah itu. Dalam keadaan terjepit apakah kita mengandalkan kepandaian dan kekuatan sendiri? Ataukah kita mencari sesama lalu bersandar kepadanya? Adakah bijak bila dalam kesesakan kita bertindak seperti pemazmur berdoa: "Perlihatkanlah kepada kami kasih setiaMu, ya Tuhan, dan berikanlah kepada kami keselamatan dari padaMu!" (Mazmur 85:8). Pada saat-saat yang gawat, kritis, detik-detik saat kita akan tenggelam dan binasa dalam bencana kesulitan apa pun kita harus berseru dan lari kepada Tuhan, mohon keselamatan dariNya. Jangan sekali-kali menaruh pengharapan pada manusia karena pertolongan mereka sangat terbatas. Kita akan kecewa karena mereka tak dapat menolong kita. Bahkan sebaliknya ada kemungkinan mereka akan mencela dan mencemooh kita dengan ejekan atau macam-macam perkataan negatif.
Kita harus belajar seperti Daud. Dalam keadaan apa pun ia senantiasa mempersembahkan korban syukur dan bersekutu dengan Tuhan. Daud berkata, "Betapa disenangi tempat kediamanMu, ya Tuhan semesta alam! Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran Tuhan; hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup." (Mazmur 84:2-3). Itulah kunci kemenangan hidup Daud! Mengapa banyak orang Kristen hidup sebagai pecundang? Karena mereka tidak karib dengan Tuhan. Mereka menjadikanNya sebagai 'tambal butuh' atau lampu Aladin saja, mendekat kepadaNya saat perlu saja. Akibatnya saat dalam pergumulan berat langsung stres, mengomel dan mengasihani diri sendiri. Berbeda dengan orang yang senantiasa karib dengan Tuhan, "...yang terus-menerus memuji-muji Engkau. Mereka berjalan makin lama makin kuat," (Mazmur 84:5b, 8a).
Seberapa besar kerinduan kita mencari Tuhan dan seberapa besar bersandar padaNya menentukan besarnya kekuatan kita
Subscribe to:
Posts (Atom)