Saturday, April 30, 2016

SUKACITA TUHAN ADALAH KEKUATAN KITA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 April 2016 

Baca:  Filipi 4:1-9

"Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!"  Filipi 4:4

Banyak orang berpendapat bahwa sumber sukacita dalam diri seseorang berasal dari materi dan situasi yang mendukung.  Tetapi jika kita mendasari sukacita pada kondisi dan situasi maka sukacita yang kita rasakan tidak akan bertahan lama, alias hanya sementara.

     Berbeda sekali jika kita menjadikan Tuhan sebagai sumber sukacita, di mana sukacita yang kita rasakan akan bersifat permanen karena sukacita dari Tuhan adalah sukacita di segala situasi, tidak dipengaruhi keadaan, tapi dikerjakan oleh Roh Kudus yang bekerja di dalam kita.  Sukacita inilah yang dirasakan nabi Habakuk:  "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku."  (Habakuk 3:17-18).  Bila melihat fakta atau situasi yang terjadi habakuk punya alasan bersedih, meratap dan putus asa, tapi ia tetap mampu bersukacita  "...sebab sukacita karena TUHAN itulah perlindunganmu!"  (Nehemia 8:11b).

     Kehendak Tuhan bagi orang percaya adalah bersukacita senantiasa.  Bukan saja dalam waktu enak dan senang saja, tetapi juga dalam waktu yang sulit dan susah sekalipun.  Berada dalam penjara dengan kaki terpasung bukan alasan bagi Paulus dan Silas untuk tidak bersukacita, bahkan di tengah malam keduanya menyanyikan pujian bagi Tuhan  (baca  Kisah 16:25).  Bagi orang percaya tidaklah sulit bersukacita di tengah masalah dan penderitaan karena Roh Kudus ada di dalam diri kita.  Sukacita dari Tuhan itulah kekuatan kita.  Jika Saudara mengalami masalah berat jangan tawar hati.  "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu."  (Amsal 24:10).  Bagaimana agar dapat bersukacita di segala situasi?  Milikilah persekutuan karib dengan Tuhan senantiasa,  "Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus."  (Roma 14:17).

Ketika kita mampu bersukacita di segala situasi, kita akan menjadi kesaksian yang baik bagi orang lain.

Friday, April 29, 2016

TELADAN TUHAN YESUS: Mati Bagi Umat Manusia

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 April 2016 

Baca:  Filipi 2:1-11

"Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,"  Filipi 2:5

Rasul Yohanes tak pernah lelah mengingatkan,  "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup."  (1 Yohanes 2:6).  Artinya kita orang Kristen atau pengikut Kristus adalah wajib hidup dengan meneladani Kristus.

     Satu teladan yang telah Kristus tunjukkan adalah kerelaan-Nya berkorban bagi umat manusia.  "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib."  (Filipi 2:8).  Kristus rela mati untuk semua orang.  Ini adalah kejadian yang bukan hanya langka, tapi hanya Dia yang bisa melakukannya, yaitu mati untuk seluruh umat manusia di muka bumi.  Pada saat Kristus mau mati Ia tidak menunggu kita dan bertanya apakah kita mau bertobat dan diselamatkan, tapi Yesus langsung melakukannya karena kasih.  "...Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa."  (Roma 5:8).  Saat berada di taman Getsemani, ketika waktu kematian-Nya sudah sangat dekat, dari sisi manusia Yesus mengalami ketakutan yang luar biasa hingga menyebabkan  "Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah."  (Lukas 22:44b), namun Ia tidak memaksakan kehendak-Nya untuk melalukan cawan murka itu melainkan tetap taat kepada kehendak Bapa.  Ketika Yesus berada di kayu salib  "Orang-orang yang lewat di sana menghujat Dia, dan sambil menggelengkan kepala mereka berkata: 'Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari, turunlah dari salib itu dan selamatkan diri-Mu!' Demikian juga imam-imam kepala bersama-sama ahli Taurat mengolok-olokkan Dia di antara mereka sendiri dan mereka berkata: 'Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Baiklah Mesias, Raja Israel itu, turun dari salib itu, supaya kita lihat dan percaya.' Bahkan kedua orang yang disalibkan bersama-sama dengan Dia mencela Dia juga."  (Markus 15:29-32).

     Meski diolok-olok, dihujat dan direndahkan Yesus tidak pernah menyerah di tengah jalan, lalu turun dari salib.  Tidak!  Yesus tetap bertahan di atas salib itu walaupun sesungguhnya Dia itu Mahakuasa, tapi tidak memakai kuasa-Nya itu.

Yesus rela mati untuk menggenapi rencana Bapa demi keselamatan umat manusia!

Thursday, April 28, 2016

TELADAN TUHAN YESUS: Mengasihi Musuh (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 April 2016 

Baca:  Lukas 6:27-36

"Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu."  Lukas 6:27-28

Secara nalar, apa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus yaitu mengasihi musuh, mendoakan mereka dan berbuat baik kepada orang yang membenci adalah sungguh tidak masuk akal.  Tetapi karena ini perintah Tuhan, mau tidak mau, suka tidak suka, sebagai pengikut-Nya kita harus taat melakukan apa yang diperintahkan.

     Hal senada juga disampaikan oleh rasul Paulus kepada jemaat di Roma yaitu agar mereka hidup dalam kasih, dan  "Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!"  (Roma 12:18).  Kata perdamaian yang dimaksudkan dalam hal ini bukan menunjuk kepada situasi yang tenang, aman, tidak ada konflik atau perang, tetapi mengacu kepada suasana hati yang harus diupayakan untuk tetap menjadi tenteram dan damai, sekalipun berada di antara musuh atau orang-orang yang berlaku jahat dan membenci kita sekalipun.  Mampukah kita?  Ketahuilah, bila Tuhan memerintahkan kita untuk mengasihi musuh dan selalu hidup dalam perdamaian, pastilah Tuhan mengetahui bahwa kita sanggup melaksanakan perintah-Nya.  Kasih berasal dari Tuhan yang adalah kasih, maka kekuatan dan kemampuan untuk mengasihi pun datang dari-Nya, bagian kita adalah mengobarkan dan mengalirkan kasih Tuhan itu kepada orang lain, termasuk kepada musuh sekali pun.  Masalahnya bukan mampu atau tidak tidak, tetapi mau atau tidak kita mengasihi musuh dan hidup dalam perdamaian dengan semua orang.

     Yusuf, walaupun memiliki kesempatan untuk membalas kejahatan dari saudara-saudaranya, tetapi ia memilih untuk mengasihi, mengampuni dan membalasnya dengan kebaikan.  Daud, meskipun beroleh kesempatan untuk membalaskan dendamnya kepada Saul yang jahat, yang selalu berusaha untuk menyingkirkan dan membunuhnya, tapi ia memilih untuk tidak melakukan tindakan balas dendam, bukan karena takut kepada Saul, tetapi ia lebih takut terhadap Tuhan.  Bahkan Daud bisa berkata,  "...aku tidak mau menjamah orang yang diurapi TUHAN."  (1 Samuel 26:23).

Kekristenan seseorang akan teruji kualitasnya ketika ia mampu mengasihi dan mengampuni musuh seperti Tuhan Yesus!

Wednesday, April 27, 2016

TELADAN TUHAN YESUS: Mengasihi Musuh (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 April 2016 

Baca:  1 Petrus 2:18-25

"Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil."  1 Petrus 2:23

Hidup orang percaya adalah suatu proses pembelajaran untuk menjadi serupa dengan Kristus.  Salah satu sikap Tuhan Yesus yang harus diteladani oleh pengikut-Nya adalah sikap-Nya dalam memperlakukan musuh atau orang yang berbuat jahat kepada-Nya.  Kejahatan dan orang-orang yang berbuat jahat akan selalu ada di tengah-tengah dunia ini, karena dunia sedang dikuasai oleh Iblis yang adalah biang dan pemrakarsa kejahatan.  Di hari-hari mendekati kedatangan Tuhan kali yang kedua Alkitab menyatakan bahwa kejahatan semakin meningkat di mana-mana.  "...banyak orang akan murtad dan mereka akan saling menyerahkan dan saling membenci....makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin."  (Matius 24:10, 12).

     Pola hidup dunia mengajarkan jika kita disakiti oleh orang lain kita harus membalasnya dengan menyakiti;  jika orang lain berbuat jahat kepada kita, kita harus membalasnya dengan kejahatan, dan pembalasan lebih kejam dari perbuatan;  jika kita dimusuhi oleh orang lain kita harus menjadikan mereka sebagai musuh.  Menurut kamus, musuh berarti lawan tanding, berseberangan posisi atau oposisi.  Sampai kapan pun selagi hidup di dunia ini setiap kita pasti berhadapan dengan orang-orang yang akan menjadi oposisi.  Terlebih keberadaan orang percaya di tengah-tengah dunia ini seringkali dibenci, dimusuhi, dijahati dan diperlakukan tidak adil.

     Jangan pernah bertanya mengapa dunia selalu memusuhi dan membenci para pengikut Kristus!  Hal yang perlu kita pertanyakan adalah bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap orang-orang itu.  Apa yang diajarkan oleh dunia ini sangat bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus.  Dia justru mengajarkan kita untuk mengasihi musuh dan tidak membalas kejahatan dengan kejahatan.  Dalam hal ini Tuhan Yesus tidak sekedar berteori, tetapi Ia adalah suri tauladan dalam prinsip ini.  Ketika di caci maki, didera, diolok dan disiksa, Tuhan Yesus justru berdoa dan mengampuni musuh-musuh-Nya walaupun Ia mempunyai kuasa dan hak untuk melakukan pembalasan!  Karena itu setiap orang percaya wajib meneladani Dia.  (Bersambung)

Tuesday, April 26, 2016

JANGAN PERNAH MENDUAKAN TUHAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 April 2016 

Baca:  Mazmur 135:1-21

"Sesungguhnya aku tahu, bahwa TUHAN itu maha besar dan Tuhan kita itu melebihi segala allah."  Mazmur 135:5

Berhala-berhala itu tidak selalu identik dengan patung, benda-benda kuno, kuburan-kuburan nenek moyang, pohon tua dan sebagainya, tetapi sesuatu yang kita cintai lebih daripada Tuhan adalah berhala.  Kadangkala kita bisa memberhalakan mobil, uang dan semua kekayaan yang kita miliki.  Kita mencintai hal-hal itu lebih dari Tuhan.  "...di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada."  (Matius 6:21).

     Ketika diperintahkan Tuhan untuk menjual seluruh hartanya dan memberikannya kepada orang miskin, lalu mengikut Tuhan, seorang muda yang kaya lebih memilih untuk pergi meninggalkan Tuhan.  "Ketika orang muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya."  (Matius 19:22).  Hal itu membuktikan bahwa orang muda itu lebih mencintai harta daripada Tuhan;  harta sudah menjadi berhala dalam hidupnya.  Alkitab menegaskan,  "Pada hari kemurkaan harta tidak berguna, tetapi kebenaran melepaskan orang dari maut."  (Amsal 11:4).

     Berhala berarti pula sesuatu yang kepadanya kita berikan waktu lebih daripada hal-hal rohani.  Banyak orang Kristen yang hari-harinya disibukkan oleh pekerjaan, bisnis atau hobi sampai-sampai melupakan dan meninggalkan jam-jam ibadah.  Yang ada di pikiran mereka hanyalah bagaimana cara mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya.  Perhatikan!  "...akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka."  (1 Timotius 6:10).  Tidak salah kita melakukan pekerjaan, bisnis dan semua hal yang menjadi aktivitas keseharian kita, atau mengisi waktu untuk menyalurkan hobi dan kesenangan, tapi kita harus ingat bahwa perkara-perkara rohani harus tetap menjadi prioritas utama.  Jangan sampai kita memberikan waktu lebih untuk segala hal yang duniawi, dibanding hal-hal yang rohani.  "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu."  (Matius 6:33).  Prioritaskan Tuhan dan perkara-perkara rohani lebih dari apa pun yang ada di dunia ini.

Sebagai umat tebusan-Nya kita harus menghambakan diri hanya kepada Tuhan, dan berusaha untuk menyenangkan hati Tuhan saja, bukan yang lain.

Monday, April 25, 2016

JANGAN PERNAH MENDUAKAN TUHAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 April 2016 

Baca:  Mazmur 31:1-9

"Engkau benci kepada orang-orang yang memuja berhala yang sia-sia, tetapi aku percaya kepada TUHAN."  Mazmur 31:7

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata berhala memiliki arti:  patung dewa atau sesuatu yang didewakan yang disembah dan dipuja.  Setiap mendengar istilah  'berhala'  pikiran kita pasti tertuju kepada patung-patung, benda-benda kuno, kuburan-kuburan kuno, pohon tua yang usianya ratusan tahun, di mana ada banyak orang datang untuk menyembah.  Akhirnya kita pun menganggap bahwa berhala selalu berhubungan dengan kuasa-kuasa kegelapan.  Itu tidak salah!  Pemazmur juga menulis:  "Berhala-berhala mereka adalah perak dan emas, buatan tangan manusia, mempunyai mulut, tetapi tidak dapat berkata-kata, mempunyai mata, tetapi tidak dapat melihat, mempunyai telinga, tetapi tidak dapat mendengar, mempunyai hidung, tetapi tidak dapat mencium, mempunyai tangan, tetapi tidak dapat meraba-raba, mempunyai kaki, tetapi tidak dapat berjalan, dan tidak dapat memberi suara dengan kerongkongannya."  (Mazmur 115:4-7).  Tuhan tidak menghendaki kita menyembah ilah lain selain Dia, sebab berhala adalah kebencian di mata Tuhan!

     Hukum pertama dan kedua dari 10 hukum Allah mengatakan:  "Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku. Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi."  (Keluaran 20:3-4)  Dengan tegas dikatakan bahwa orang percaya tidak boleh menyembah berhala!  Karena Tuhan kita adalah Tuhan yang cemburu, kita tidak bisa menduakan Dia.  Jangan menyebut Yesus Kristus Tuhan jika kita masih mencari pertolongan kepada dukun, datang ke peramal, percaya kepada feng shui, tarot atau ramalan-ramalan bintang, semua itu berhala-berhala yang dibenci Tuhan.

     Namun ada pula berhala-berhala  'modern'  yang seringkali tidak kita sadari telah menggusur posisi Tuhan sebagai yang terutama dalam hidup ini.  Pekerjaan, bisnis, hobi popularitas, rumah, mobil, uang dan semua yang kita miliki bisa saja menjadi berhala dalam kehidupan kita, bahkan surat kabar  (koran)  dan gadget kita!

"Sebab janganlah engkau sujud menyembah kepada allah lain, karena TUHAN, yang nama-Nya Cemburuan, adalah Allah yang cemburu."  Keluaran 34:14

Sunday, April 24, 2016

HENOKH: Karib Dengan Tuhan (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 April 2016 

Baca:  Yudas 1:3-16

"Juga tentang mereka Henokh, keturunan ketujuh dari Adam, telah bernubuat, katanya: 'Sesungguhnya Tuhan datang dengan beribu-ribu orang kudus-Nya, hendak menghakimi semua orang dan menjatuhkan hukuman atas orang-orang fasik karena semua perbuatan fasik, yang mereka lakukan...'"  Yudas 1:14-15

Melalui kelahiran Metusalah Tuhan memperingatkan Henokh tentang adanya peristiwa besar yang akan membinasakan seluruh bumi.  Ketika menerima nubuatan dari Tuhan tentang rencana-Nya untuk menghukum dunia Henokh meresponsnya dengan hati yang takut akan Tuhan, sehingga ia pun membuat keputusan hidup yang benar dan bergaul karib dengan Tuhan.  "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka."  (Mazmur 25:14).  Berbagai hal Tuhan singkapkan kepada orang yang mau bergaul karib dengan-Nya sehingga kehendak-Nya, rencana-Nya, perjanjian-Nya diberitahukan kepada orang itu.

     Nubuatan ini tergenapi melalui cucu Metusalah atau cicit Henokh yaitu Nuh, di mana Tuhan mendatangkan air bah yang menenggelamkan seluruh bumi.  "Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya. Berfirmanlah TUHAN: 'Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka.'"  (Kejadian 6:5-7).

     Hidup bergaul karib dengan Tuhan berarti hidup menyenangkan hati Tuhan, hidup seturut kehendak Tuhan, hidup seirama dengan hati Tuhan, hidup seperti yang Tuhan mau.  Hidup bergaul karib dengan Tuhan berarti berjalan dengan Tuhan setiap hari.  Selama kita masih menuruti keinginan daging dan hidup menurut kehendak sendiri kita belum berjalan bersama Tuhan.  "Berjalankah dua orang bersama-sama, jika mereka belum berjanji?"  (Amos 3:3).  Bila ingin mencapai taraf menyenangkan hati Tuhan tidak ada jalan lain selain kita berkomitmen untuk bersekutu dan bergaul karib dengan Dia secara terus-menerus dan konsisten.

Iman dan penundukan diri adalah langkah untuk bergaul karib dengan Tuhan!

Saturday, April 23, 2016

HENOKH: Karib Dengan Tuhan (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 April 2016 

Baca:  Kejadian 5:1-32

"Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah."  Kejadian 5:24

Jika kita baca secara teliti Kejadian pasal 5 ini yang perikopnya tentang keturunan Adam, ada suatu pola hidup manusia yang terjadi berulang-ulang yaitu manusia lahir, beranak cucu, kemudian mati.  Dari garis keturunan Adam semuanya selalu diakhiri dengan satu kata yang sama yaitu kematian.  Namun hal ini tidak terjadi pada diri Henokh, yang adalah keturunan ke-7 dari Adam:  ia tidak mengalami kematian, tetapi mengalami rapture, diangkat hidup-hidup oleh Tuhan.  Ia pun menjadi manusia pertama yang tidak pernah mati,  "...sebab ia telah diangkat oleh Allah."  (Kejadian 5:24).

     Henokh mempunyai banyak anak laki-laki dan perempuan, salah satunya adalah Metusalah.  Artinya kehidupan Henokh tidak jauh berbeda dengan manusia lainnya yaitu mempunyai keluarga dan juga kesibukan.  Meski demikian ada karakter yang mencolok dari diri Henokh, yang tidak dimiliki oleh banyak orang, yang membuatnya begitu istimewa dan spesial yaitu kekaribannya dengan Tuhan.  Ketika orang-orang sejamannya memilih hidup menjauh dari Tuhan, memuaskan hawa nafsu dan mengesampingkan perkara-perkara rohani, Henokh justru membuat pilihan hidup yang berbeda yaitu hidup dalam persekutuan yang karib dengan Tuhan, bukti bahwa ia tidak terbawa oleh arus dunia dan berani tampil beda.  Bahkan Alkitab menulis 2 kali untuk menyatakan bahwa Henokh hidup bergaul dengan Tuhan  (baca  Kejadian 5:22, 24).  Henokh bergaul karib dengan Tuhan bukan dalam waktu yang singkat atau sesaat, melainkan dalam kurun waktu yang sangat lama yaitu selama 300 tahun, yang berakhir dengan pengangkatan  (usia 365).

     Nama Henokh memiliki arti dedicated  (dipersembahkan).  Sesuai dengan namanya, Henokh mempersembahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan sehingga ia pun termasuk salah satu di antara saksi-saksi iman yang mampu memelihara imannya sampai akhir.  Henokh membuat keputusan bergaul karib dengan Tuhan setelah anaknya yang bernama Metusalah lahir ketika ia berumur 65 tahun.  Sedangkan nama Metusalah memiliki pengertian bahwa Tuhan hendak mendatangkan penghukuman bagi dunia oleh karena kejahatan manusia.  Peringatan Tuhan inilah yang menjadi titik balik dalam kehidupan Henokh!  (Bersambung)

Friday, April 22, 2016

HIDUP TIDAK BERCELA: Berpegang Pada Peringatan Tuhan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 April 2016 

Baca:  Mazmur 119:97-112

"Peringatan-peringatan-Mu adalah milik pusakaku untuk selama-lamanya, sebab semuanya itu kegirangan hatiku."  Mazmur 119:111

Setiap orang percaya harus berjuang memiliki kehidupan yang memenuhi standar Tuhan yaitu hidup tak bercela.  Mengapa?  Karena selama kita masih hidup dalam dosa, noda dan cela, dan terus berkutat dalam perbuatan-perbuatan gelap, Iblis akan terus mendakwa kita siang dan malam  (baca  Wahyu 12:10), dan menjadikan kita sebagai mainannya.

     Hidup tidak bercela adalah juga hidup yang berpegang pada peringatan-peringatan Tuhan.  Namun bukan berarti selama hidup orang tidak pernah gagal atau jatuh, tetapi ia terus mau berproses untuk hidup seturut dengan firman Tuhan.  Kalaupun gagal ia akan cepat bangkit lagi, dan kemudian menjadikan kegagalan tersebut sebagai pengalaman berharga dan guru yang terbaik.  Jangan sekali-kali kita ngambek, marah atau tersinggung ketika menerima firman Tuhan yang keras,  "Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat."  (Ibrani 5:13-14).  Bagaimana kita bisa memiliki kepekaan rohani jika kita tidak mau dilatih, dibersihkan dan dimurnikan oleh firman Tuhan setiap hari?  "Bukankah firman-Ku seperti api, demikianlah firman TUHAN dan seperti palu yang menghancurkan bukit batu?"  (Yeremia 23:29).  Ini adalah langkah menuju kehidupan tak bercela, sebab  "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran."  (2 Timotius 3:16).

     Jadi, semakin kita berpegang kepada peringatan-peringatan Tuhan semakin kita memiliki pengenalan yang benar tentang Tuhan dan kehendak-Nya, dan semakin kita disadarkan akan janji-janji-Nya yang besar bagi orang-orang yang hidup tidak bercela.  Ini akan mendorong kita untuk bersungguh-sungguh lagi menjaga kualitas hidup kita.  "...aku berlaku tidak bercela di hadapan-Nya, dan menjaga diri terhadap kesalahan."  (Mazmur 18:24).

"Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela."  Mazmur 84:12.  Inilah janji Tuhan.

Thursday, April 21, 2016

HIDUP TIDAK BERCELA: Mau Dikoreksi

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 April 2016 

Baca:  Mazmur 119:1-8

"Berbahagialah orang-orang yang hidupnya tidak bercela, yang hidup menurut Taurat TUHAN."  Mazmur 119:1

Hidup dalam kesalehan adalah kehendak Tuhan bagi setiap orang percaya.  Hidup dalam kesalehan bisa disebut pula hidup yang tidak bercela.  Inilah salah satu tanggung jawab orang Kristen yang dianggap paling berat, bahkan sebagian besar orang menganggapnya sebagai sesuatu yang mustahil untuk dijalani, karena mereka berpikir bahwa hidup yang tak bercela berarti hidup yang tidak pernah membuat satu pun kesalahan.  Adakah orang yang tidak pernah membuat kesalahan dalam hidupnya?  Hidup tidak bercela bukan berarti tidak pernah membuat kesalahan, tetapi hidup yang senantiasa mau dikoreksi oleh Tuhan.

     Daud, seorang raja besar Israel dan juga penulis sebagian besar kitab Mazmur, bukanlah orang yang tidak pernah melakukan kesalahan.  Salah satu kesalahan fatal yang pernah diperbuatnya adalah melakukan perzinahan dan Batsyeba  (baca  2 Samuel 11:1-27).  Namun setelah ditegur dan diperingatkan oleh nabi Natan Daud pun segera menyesali perbuatannya dan kemudian bertobat.  Inilah pengakuan Daud,  "Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku. Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat, supaya ternyata Engkau adil dalam putusan-Mu, bersih dalam penghukuman-Mu...Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh! Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku!"  (Mazmur 51:5, 6, 12, 13).

     Daud merelakan diri untuk dikoreksi dan dibersihkan oleh Tuhan seperti ranting yang harus mengalami proses pemangkasan supaya dapat berbuah lebat.  Berbeda sekali dengan Saul, sekalipun melakukan banyak kesalahan tidak pernah mau mengakui kesalahannya dan bertobat, tetapi selalu mencari-cari alasan atau dalih.  Itulah sebabnya  "Setelah Saul disingkirkan, Allah mengangkat Daud menjadi raja mereka. Tentang Daud Allah telah menyatakan: Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku."  (Kisah 13:22).

Kerelaan untuk dikoreksi dan dibersihkan adalah awal menuju hidup yang tak bercela!

Wednesday, April 20, 2016

BERUSAHA HIDUP SALEH (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 April 2016 

Baca:  Mazmur 37:18-20

"TUHAN mengetahui hari-hari orang yang saleh, dan milik pusaka mereka akan tetap selama-lamanya;"  Mazmur 37:18

Untuk memiliki kehidupan saleh ada hal yang harus kita kembangkan.  Kita harus meng-upgrade diri setiap hari, sebab hidup saleh tidak terbentuk otomatis;  setelah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pun kita tidak langsung menjadi orang saleh.

     Kesalehan terbentuk melalui suatu proses day by day.  Kita harus mau dibentuk dan diproses, seperti tanah liat di tangan tukang periuk.  "Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya."  (Yeremia 18:4).  Apa saja yang harus kita kembangkan?  Rasul Petrus mengatakan,  "...kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang."  (2 Petrus 1:5-7).

     Namun semua faktor yang menunjang kehidupan saleh tersebut tidak akan bertumbuh jika kita sendiri tidak mau terlibat secara aktif mengembangkannya.  Ingat!  Hidup dalam kesalehan adalah hal yang sangat serius di hadapan Tuhan, karena itu kita pun harus merespons dengan tindakan yang serius pula.  Tidak ada istilah main-main!  Ayub, meskipun mengalami penderitaan yang teramat berat:  harta bendanya ludes dan semua anaknya mati, ia tetap berjuang untuk menjaga kesalehan hidupnya.  Bahkan isterinya sampai berkata,  "'Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!' Tetapi jawab Ayub kepadanya: 'Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?' Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya."  (Ayub 2:9-10).  Ketika sedang dihadapkan pada masalah, kesesakan, kesukaran dan penderitaan, saat itulah kesalehan seseorang sedang diuji.

Terhadap orang yang tetap kokoh dalam kesalehannya di segala situasi Tuhan pasti akan menyatakan pembelaan-Nya!

Tuesday, April 19, 2016

BERUSAHA HIDUP SALEH (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 April 2016 

Baca:  2 Petrus 1:3-5

"Karena kuasa ilahi-Nya telah menganugerahkan kepada kita segala sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh oleh pengenalan kita akan Dia, yang telah memanggil kita oleh kuasa-Nya yang mulia dan ajaib."  2 Petrus 1:3

Kebanyakan orang beranggapan bahwa hidup saleh di masa sekarang ini ibarat menegakkan benang basah, sesuatu yang mustahil dilakukan.  Mengapa demikian?  Karena dunia sudah begitu rusak dan penuh kejahatan di segala bidang kehidupan.

     Apa itu hidup saleh?  Kata saleh memiliki pengertian:  taat, sungguh-sungguh menjalankan ibadah, suci dan beriman.  Bagi orang-orang dunia menjalani hidup saleh mungkin hal yang mustahil, tetapi bagi orang percaya adalah sangat mungkin, karena Tuhan telah memberikan Roh kudus-Nya kepada kita dan menganugerahkan segala sesuatu yang berguna untuk hidup saleh  (ayat nas).  Alkitab menyatakan bahwa Roh Kudus, disebut pula Roh Kebenaran,  "...akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran;"  (Yohanes 16:13).  Oleh karena itu rasul Paulus menasihati,  "Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging.  Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging--karena keduanya bertentangan--sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki."  (Galatia 5:16-17).  Asal kita mau dipimpin oleh Roh Kudus setiap hari maka hidup saleh bukan sekedar impian, tapi bisa terwujud.  Hidup saleh adalah sebuah perintah, bukan sekedar saran atau himbauan, karena itu kita harus berusaha dan berjuang sedemikian rupa.  "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus."  (1 Petrus 1:15-16).

     Jadi hidup saleh adalah kehidupan yang mencerminkan karakter Kristus secara nyata.  Terhadap orang-orang yang hidup dalam kesalehan Tuhan menganugerahkan janji-janji yang berharga dan besar.  Sungguh, Tuhan kita adalah Tuhan yang sangat baik dan teramat baik, sebab ia bukan hanya memberikan perintah untuk hidup dalam kesalehan, namun Ia juga tahu persis sampai di mana batas kekuatan kita, karena itu Roh Kudus-Nya diutus untuk menyertai, menolong dan menuntun kita kepada segala kebenaran.  (Bersambung)

Monday, April 18, 2016

TUHAN TETAP SANG PENYEMBUH

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 April 2016 

Baca:  Mazmur 30:1-13

"TUHAN, Allahku, kepada-Mu aku berteriak minta tolong, dan Engkau telah menyembuhkan aku."  Mazmur 30:3

Setiap orang pasti memiliki banyak pergumulan dalam hidupnya, dan pergumulan tiap-tiap orang pasti berbeda.  Salah satu pergumulan yang kita hadapi dalam hidup ini adalah berkenaan dengan sakit-penyakit.  Ada banyak orang yang mungkin merasa lelah dan putus asa karena harus bergumul dengan sakit-penyakitnya yang tak kunjung sembuh.  Ketika menghadapi pergumulan seperti itu pemazmur berteriak minta tolong, dan  "...Engkau telah menyembuhkan aku."  (ayat nas).

     Perhatikan apa yang Tuhan janjikan kepada umat Israel ketika membawa mereka keluar dari Mesir:  "Jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan apa yang benar di mata-Nya, dan memasang telingamu kepada perintah-perintah-Nya dan tetap mengikuti segala ketetapan-Nya, maka Aku tidak akan menimpakan kepadamu penyakit manapun, yang telah Kutimpakan kepada orang Mesir; sebab Aku Tuhanlah yang menyembuhkan engkau."  (Keluaran 15:26).  Artinya, sejak dari semula sifat Tuhan adalah menyembuhkan dan selalu merancangkan hal yang baik.  Terbukti selama menempuh perjalanan 40 tahun di padang gurun kaki mereka tidak menjadi bengkak  (baca  Ulangan 8:4), alias sehat.  Dengan kata lain Tuhan bukan hanya menyembuhkan, Ia juga memberikan jaminan kesehatan untuk tubuh mereka asalkan taat.

     Semasa pelayanan-Nya di bumi Yesus juga melakukan pelayanan kesembuhan, Ia  "...menyembuhkan banyak orang yang menderita bermacam-macam penyakit dan mengusir banyak setan;"  (Matius 1:34).  Tak diragukan lagi bahwa Ia berkuasa menyembuhkan siapa pun sesuai dengan kehendak-Nya.  Tidak satu penyakit pun yang tidak dapat disembuhkan oleh Tuhan.  Mungkin ada yang bertanya mengapa Tuhan belum menjawab doanya dan menyembuhkan sakitnya.  Menyembuhkan sakit kita atau tidak, bukan berarti Tuhan tidak punya kuasa, atau Dia ingkar janji.  Dari dahulu, sekarang dan sampai selama-lamanya Tuhan tetaplah Sang Penyembuh, Jehovah Rapha.  Selalu ada maksud dan rencana-Nya di balik masalah kita.

Kesembuhan hanya diberikan berdasarkan waktu dan kehendak Tuhan, tetaplah mengucap syukur dan jangan berubah sikap!

Sunday, April 17, 2016

KEUTUHAN DALAM KELUARGA (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 April 2016 

Baca:  Titus 3:1-8

"pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus,"  Titus 3:5

Keutuhan keluarga akan semakin terancam apabila masing-masing anggota keluarga tidak mampu menguasai diri atau mengendalikan emosinya.  "Janganlah mereka memfitnah, janganlah mereka bertengkar, hendaklah mereka selalu ramah dan bersikap lemah lembut terhadap semua orang."  (Titus 3:2).

     Sering dijumpai ada suami-suami yang mudah sekali naik pitam dan terpancing emosinya, bahkan sampai melakukan tindakan kekerasan secara fisik:  memukul anak dan isteri.  Ada pula isteri-isteri yang tidak mampu mengendalikan lidahnya, begitu cerewet, suka sekali marah dan kurang menghormati suami dengan melontarkan kata-kata kasar.  Perilaku isteri yang demikian akan semakin membuat suami tidak betah di rumah.  Ada tertulis:  "Lebih baik tinggal pada sudut sotoh rumah dari pada diam serumah dengan perempuan yang suka bertengkar."  (Amsal 21:9).  Penting sekali kita menggunakan lidah kita dengan benar.  "...alangkah baiknya perkataan yang tepat pada waktunya!"  (Amsal 21:9).  Inilah yang akan menciptakan sebuah kerukunan dalam rumah tangga!  Pemazmur menyatakan,  "...apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun! ...ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya."  (Mazmur 133:1-3).

     Rasul Paulus berkata,  "Karena dahulu kita juga hidup dalam kejahilan: tidak taat, sesat, menjadi hamba berbagai-bagai nafsu dan keinginan, hidup dalam kejahatan dan kedengkian, keji, saling membenci."  (Titus 3:3), namun kini keberadaan kita di dalam Kristus  "...adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang."  (2 Korintus 5:17).  Oleh karena itu kita harus benar-benar menjadi pribadi yang berubah, yaitu meninggalkan semua tabiat lama atau kebiasaan-kebiasaan lama yang tidak berkenan kepada Tuhan, dan tidak lagi hidup seperti orang-orang yang belum mengenal Tuhan;  setiap anggota keluarga juga harus punya tekad untuk saling melayani satu sama lain dan melakukan pekerjaan yang baik.

Keluarga akan terjaga keutuhannya dan semakin diberkati Tuhan bila masing-masing anggota keluarga menjalankan hidupnya sebagai manusia baru.

Saturday, April 16, 2016

KEUTUHAN DALAM KELUARGA (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 April 2016 

Baca: Titus 3:1-8

"Ingatkanlah mereka supaya mereka tunduk pada pemerintah dan orang-orang yang berkuasa, taat dan siap untuk melakukan setiap pekerjaan yang baik."  Titus 3:1

Saat ini banyak sekali terjadi goncangan dalam kehidupan rumah tangga atau keluarga.  Keluarga menjadi sasaran atau bidikan Iblis.  Bila keluarga terpecah-belah dan hancur akan berdampak kepada gereja, sebab keluarga adalah gereja inti.

     Ada banyak masalah yang bermunculan dalam keluarga sehingga menimbulkan keretakan dan percekcokan di antara anggota keluarga.  Kita sering membaca berita di surat kabar atau melihat dan mendengar berita di layar kaca, banyak sekali keluarga yang awalnya begitu harmonis berubah menjadi porak-poranda dan berujung perceraian.  Kita tahu perceraian adalah perkara yang sangat dibenci Tuhan.  "Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel..."  (Maleakhi 2:16), karena  "...apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."  (Matius 19:6).  Menurut hasil survei statistik, Amerika Serikat adalah satu dari sepuluh negara dengan angka perceraian tertinggi di dunia, di mana sebagian besar keluarga di Amerika Serikat adalah keluarga-keluarga Kristen.  Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya perceraian dalam sebuah keluarga, di antaranya:  ketidakharmonisan, kehadiran orang ke-3 dikarenakan suami atau isteri yang selingkuh, KDRT dan juga faktor ekonomi.

     Melalui suratnya yang ditujukan kepada Titus, rasul Paulus memberikan nasihat bagaimana supaya kehidupan keluarga tetap kokoh dan senantiasa berada dalam pemeliharaan Tuhan.  Hal utama yang harus ada dalam kehidupan keluarga atau rumah tangga adalah penundukan diri  (ayat nas).  Percekcokan seringkali terjadi dalam kehidupan keluarga ketika masing-masing tidak mau menundukkan diri kepada otoritas yang seharusnya.  Mereka bersikeras mempertahankan ego masing-masing dan tidak mau mengalah.  Seorang anak tidak mau tunduk kepada orangtuanya, seorang isteri tidak mau tunduk kepada suami yang adalah kepala keluarga, ia adalah  "...kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat."  (Efesus 5:23).  Begitu juga suami tidak mau menundukkan diri kepada Kristus.  Sikap mau menang sendiri akan hilang dengan sendirinya apabila tiap-tiap anggota keluarga  (anak, isteri, suami)  memiliki penundukan diri.
(Bersambung)

Friday, April 15, 2016

MENGHORMATI DAN MENGASIHI ORANG TUA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 April 2016 

Baca:  Amsal 10:1-10

"Anak yang bijak mendatangkan sukacita kepada ayahnya, tetapi anak yang bebal adalah kedukaan bagi ibunya."  Amsal 10:1

Di zaman sekarang ini sering kita jumpai anak muda yang kurang menghormati orangtuanya.  Mereka suka sekali melawan dan menentang nasihat orangtua yang dianggap kuno, lalu mereka pun memilih menjalani hidup sekehendak hati karena merasa diri sudah besar.  Akibatnya?  Tidak sedikit yang salah pergaulan:  terlibat narkoba, seks bebas, dugem dan sebagainya.  Firman Tuhan sudah memperingatkan,  "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik."  (1 Korintus 15:33).

     Bagi seorang anak, menghormati orangtua adalah wajib, dan merupakan perintah Tuhan yang harus ditaati, bahkan termasuk dalam satu dari sepuluh hukum Tuhan.  "Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu."  (Keluaran 20:12).  Terhadap anak yang menghormati orangtuanya saja Tuhan menyediakan berkat-berkat-Nya, terlebih-lebih terhadap anak yang mau membalas budi dan berbuat baik kepada orangtuanya.  Karena itu selagi orangtua kita masih hidup hormatilah dan perlakukan mereka dengan dilandasi oleh kasih Kristus.

     Kalau ada orang Kristen yang tidak menghormati orangtuanya, berlaku kurang ajar, apalagi sampai menelantarkan orangtuanya, ia telah melanggar firman Tuhan.  Kita menghormati orangtua bukan semata-mata karena mereka telah mencukupi semua yang kita butuhkan, atau dengan harapan supaya mendapatkan warisan.  Kalau demikian maka kasih seperti itu adalah kasih yang tidak tulus karena disertai dengan motivasi terselubung.  Menghormati orangtua harus dengan kasih yang tulus di segala keadaan.  Sekalipun mereka tidak mampu memberikan apa yang kita perlukan sepenuhnya, sebagai anak, kita harus tetap menghormati dan mengasihi orangtua kita.  Mengapa?  Mereka adalah wakil Tuhan, dan keberadaan anak hampir seluruhnya bergantung penuh kepada orangtua sampai beranjak dewasa.  "Karena bukan anak-anak yang harus mengumpulkan harta untuk orang tuanya, melainkan orang tualah untuk anak-anaknya."  (2 Korintus 12:14b).

Seorang anak yang menghormati dan membalas kasih orangtua Tuhan pasti akan membalas perbuatan baiknya, sekalipun orangtua tidak mampu membalas sang anak.

Thursday, April 14, 2016

MENJADI ORANG JUJUR (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 April 2016 

Baca:  Mazmur 50:1-23

"siapa yang jujur jalannya, keselamatan yang dari Allah akan Kuperlihatkan kepadanya."  Mazmur 50:23b

Kebanyakan orang cenderung berani berdusta atau berkata tidak jujur karena mereka lebih memilih untuk takut kepada manusia, sekedar menyenangkan hati orang lain, daripada takut kepada Tuhan.  Mereka berpikir lebih mudah berdusta kepada Tuhan yang tak dilihatnya daripada berdusta di hadapan manusia yang terlihat secara kasat mata.  Kalau sampai ketahuan berdusta di hadapan manusia resiko yang langsung diterimanya adalah malu, dimarahi, didamprat atau mungkin dipecat.

     Cepat atau lambat setiap ketidakjujuran atau kebohongan pasti akan terungkap.  Manusia mungkin saja tidak tahu dan bisa dikelabui dengan kebohongan kita, tetapi Tuhan yang duduk di atas takhta-Nya adalah Mahatahu, bahkan  "...TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita."  (1 Tawarikh 28:9).  Apa pun yang kita pikirkan, rancangkan, cita-citakan, Tuhan tahu secara persis.  "Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab."  (Ibrani 4:13).  Berhentilah berkata dusta, jadilah orang yang jujur, sebab  "Orang yang dusta bibirnya adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi orang yang berlaku setia dikenan-Nya."  (Amsal 12:22).

     Di masa sekarang ini dunia penuh dosa dan kejahatan yang begitu merajalela sehingga semakin sulit hidup dalam kejujuran.  Haruskah orang percaya mengikuti arus dunia ini untuk hidup dalam ketidakjujuran?  "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang."  (2 Korintus 5:17).  Sebagai ciptaan baru di dalam Kristus kita harus meninggalkan tabiat lama.  Karakter lama harus kita buang dan hidup menurut pimpinan Roh Kudus.  Hidup menurut kehendak Tuhan berarti harus menjadi orang jujur.  Rugikah hidup jujur?  Daud menulis:  "...orang-orang benar akan memuji nama-Mu, orang-orang yang jujur akan diam di hadapan-Mu."  (Mazmur 140:14).  Berhenti dari kebiasaan berdusta tidak mudah, tetapi dengan pertolongan Roh Kudus kita pasti bisa terlepas dari dusta asal ada kemauan dan tekad yang kuat.

"Menjauhi kejahatan itulah jalan orang jujur;"  Amsal 16:17

Wednesday, April 13, 2016

MENJADI ORANG JUJUR (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 April 2016 

Baca:  Mazmur 140:1-4

"Sungguh, orang-orang benar akan memuji nama-Mu, orang-orang yang jujur akan diam di hadapan-Mu."  Mazmur 140:14

Dalam kehidupan sehari-hari kita seringkali mendengar orang berkata,  "Zaman sekarang ini mana ada orang jujur?  Orang jujur akan hancur!"  Demikianlah kejujuran seperti barang langka dan teramat mahal harganya sekarang ini.  Mikha pun mengeluhkan hal yang sama,  "Orang saleh sudah hilang dari negeri, dan tiada lagi orang jujur di antara manusia. Mereka semuanya mengincar darah, yang seorang mencoba menangkap yang lain dengan jaring. Tangan mereka sudah cekatan berbuat jahat;"  (Mikha 7:2-3).  Karena tuntutan ekonomi orang mengorbankan nilai-nilai kejujuran dalam hidupnya.  Karena ingin mengeruk laba sebesar-besarnya orang memilih tidak jujur daripada harus berbuat benar.

     Arti kata jujur adalah lurus hati, tidak berbohong, tidak curang  (dalam permainan atau mengikuti aturan yang berlaku).  Jujur berarti ya adalah ya, atau tidak adalah tidak.  Sedangkan lawan dari jujur adalah dusta atau bohong.  Berkata dusta berarti apa yang dikatakan bibir berbeda dengan isi hatinya, alias berkata  'ya'  padahal di dalam hatinya berkata  'tidak'.  Alkitab dengan tegas mengajarkan:  "Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat."  (Matius 5:37).  Sebagai orang percaya berkata jujur atau menjadi orang yang jujur adalah harga mutlak.  Kalau dalam hati  'tidak'  tetapi yang keluar dari mulut  'ya'  berarti kita sudah tidak jujur, alias berdusta.  Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa dusta adalah sifat dan perbuatan dari Iblis.  "Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta."  (Yohanes 8:44).

     Kalau kita tetap saja suka berdusta atau berbohong berarti kita sedang meneladani Iblis dan mengikuti jejaknya, karena dusta adalah karakter Iblis yang adalah bapa dari pendusta.

Maukah kita ini disebut sebagai anak-anak Iblis?  Tentu saja tidak!  Oleh karena itu berusahalah untuk selalu berkata jujur dan benar mulai dari sekarang.

Tuesday, April 12, 2016

RANCANGAN YANG TERGENAPI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 April 2016 

Baca:  Mazmur 92:1-16

"Betapa besarnya pekerjaan-pekerjaan-Mu, ya TUHAN, dan sangat dalamnya rancangan-rancangan-Mu."  Mazmur 92:6

Alkitab menyatakan bahwa rancangan Tuhan bagi umat-Nya adalah  "...rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan."  (Yeremia 29:11).  Rancangan Tuhan ini akan tergenapi apabila setiap orang percaya juga bertindak aktif meresponsnya.  Kita tidak bisa hanya duduk termenung, berpangku tangan dan bersikap pasif seperti menunggu durian jatuh, melainkan harus aktif dan produktif.  Artinya kita harus mau membayar harga!  Tidak pernah kita temukan dalam kamus bahwa kunci meraih keberhasilan dan kesuksesan adalah santai, bermalas-malasan, apalagi menggantungkan hidup pada orang lain atau menjadi benalu bagi orang lain.  Ada tertulis:  "Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya."  (Amsal 10:4).  Adapun orang yang malas kesukaannya  "Tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal berbaring, maka datanglah kemiskinan seperti seorang penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang bersenjata."  (Amsal 24:33-34).

     Supaya rancangan Tuhan tergenapi dalam hidup ini, selain harus bekerja keras, kita juga harus mengandalkan Tuhan, artinya mempercayakan seluruh hidup ini dalam pimpinan Tuhan, juga hidup menurut firman-Nya.  Tuhan menasihati Yosua,  "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung."  (Yosua 1:8).

     Jadi, orang Kristen sejati adalah mereka yang mau membayar harga dan senantiasa mengandalkan Tuhan.  Juga jangan pernah gengsi belajar dari orang lain.  Bukan berarti kita mengekor orang lain atau tidak berprinsip, melainkan belajar dari pengalaman orang-orang yang berhasil.  Jangan lupa pula untuk membangun hubungan dengan orang yang dapat memberikan energi positif, dan jangan salah bergaul, sebab  "Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik."  (1 Korintus 15:33).

Rancangan Tuhan akan tergenapi asal kita mau meresponsnya dengan tindakan!

Monday, April 11, 2016

MENCIPTAKAN CITA RASA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 April 2016 

Baca:  Matius 5:13-16

"Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang."  Matius 5:13

Pameo  "ibarat sayur tanpa garam"  seolah-olah menggambarkan pentingnya penggunaan garam dalam setiap masakan.  Dengan dibumbui garam, makanan akan terasa nikmat dan tidak hambar.  Garam benar-benar menciptakan cita rasa pada makanan.  Garam, yang memiliki nama senyawa kimia natrium chlorida  (NaCl), merupakan bagian dari sodium yang sangat diperlukan oleh tubuh.  Sodium membantu tubuh menjaga konsentrasi cairan di dalam tubuh dan juga membantu sel-sel tubuh membentuk nutrisi.

     Untuk dapat memberi cita rasa, garam haruslah berkualitas.  Jika garam menjadi tawar tidak ada lagi gunanya selain akan dibuang dan diinjak-injak orang.  Garam akan berfungsi dengan benar apabila dicampurkan atau dituang pada masakan.  Apalah artinya mempunyai garam di dapur apabila garam tersebut tetap kita simpan di dalam plastik atau botol.  Tidak ada gunanya!  Begitu pula, kita akan menjadi  'garam'  bagi dunia ini apabila kita mau membaur dan membangun hubungan dengan orang lain.  Memiliki hubungan yang dekat, menjadi teman dan sahabat bagi orang lain adalah awal sebuah pengaruh.  Pengaruh yang dimaksudkan adalah pengaruh positif, menjadi kesaksian dan berkat bagi orang lain.  Namun sering dijumpai ada banyak orang Kristen yang enggan bergaul, mengekslusifkan diri, menjaga jarak dan tidak mau berhubungan dengan orang-orang di luar Tuhan, hanya mau bergaul dengan teman seiman saja, padahal Tuhan memanggil kita untuk menjadi garam bagi dunia.

     Membangun hubungan dengan orang lain, termasuk dengan orang-orang dunia, adalah hal yang sangat penting.  Yesus pun berteman dengan semua orang, melayani jiwa-jiwa tanpa memandang bulu:  nelayan, pemungut cukai, bahkan pelacur sekali pun.  Ketika ahli-ahli Taurat dan orng-orang Farisi menjauhi dan memusuhi orang-orang berdosa Yesus justru sangat dekat dengan mereka, sehingga orang-orang seringkali menyebut-Nya sebagai  "...sahabat pemungut cukai dan orang berdosa."  (Lukas 7:34)  meski Ia sendiri tidak berbuat dosa.  Kehadiran Tuhan Yesus di tengah-tengah dunia menghadirkan  'cita rasa'  berbeda karena Ia mampu menjadi berkat kapan pun dan di mana pun berada.

Sudahkah kita menjadi  'garam'  bagi orang-orang di sekitar kita?

Sunday, April 10, 2016

HIDUP YANG BERDAMPAK BAGI SEKITAR

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 April 2016 

Baca:  Matius 5:13-16

"Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga."  Matius 5:16

Setiap orang memiliki potensi memengaruhi orang lain di sekitarnya.  Pengaruh tersebut bisa positif maupun negatif.  Orang yang membawa pengaruh positif kita sebut motivator atau inspirator, di mana keberadaannya mampu memotivasi orang lain mengikuti jejaknya atau menjadi inspirasi bagi orang lain.  Sementara orang yang membawa pengaruh negatif atau buruk terhadap orang lain biasanya disebut provokator:  ia memrovokasi orang lain untuk melakukan tindakan yang negatif.

     Begitu pula dalam kehidupan kekristenan.  Tuhan menginginkan setiap orang percaya memiliki kehidupan yang berdampak atau berpengaruh bagi dunia.  Dampak atau pengaruh yang dimaksudkan adalah positif, bukan negatif.  Dengan kata lain kita harus bisa memengaruhi orang-orang sekitar melalui teladan hidup yang positif dan menjadi berkat bagi mereka.  Supaya kita dapat memberi dampak positif bagi orang-orang di sekitar dan lingkungan, kita harus memiliki karakter yang baik.  Apa itu karakter?  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang.  Karakter menunjukkan siapa diri kita yang sesungguhnya, apa yang Tuhan katakan tentang kita.  Tentang Daud Tuhan berkata,  "Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku."  (Kisah 3:22).  Orang Kristen yang berkarakter berarti orang yang tetap menjaga kualitas hidupnya dengan baik sekalipun tidak ada orang yang melihatnya, karena ia tahu Tuhan melihat setiap perbuatannya.

     Inilah yang sedang Tuhan cari:  orang Kristen yang memiliki karakter baik, yang tampak nyata dalam setiap perkataan dan perbuatan, karena keberadaan orang percaya di tengah dunia ini adalah sebagai surat Kristus yang terbuka, yang dapat dibaca dan dilihat oleh semua orang.  "...kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia."  (2 Korintus 3:3).

Jadilah orang Kristen yang memiliki karakter baik;  itulah yang berdampak!

Saturday, April 9, 2016

HIDUP YANG MENGHASILKAN BUAH (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 April 2016 

Baca:  Lukas 6:43-45

"Sebab setiap pohon dikenal pada buahnya."  Lukas 6:44a

Lamanya orang menjadi Kristen atau berapa lama orang terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan tidak menjamin 100% hidupnya berbuah bagi Tuhan.  Buah berbicara tentang hidup yang menjadi berkat bagi orang lain, hidup yang berguna atau berdampak bagi orang lain.  Buah itulah yang ingin Tuhan lihat dalam kehidupan setiap orang Kristen, sebab  "Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku."  (Yohanes 15:8).  Sebaliknya, jika sudah bertahun-tahun mengikut Tuhan tetap saja tidak berbuah, maka  "Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api."  (Matius 3:10).  Oleh karena itu  "...hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan."  (Matius 3:8).

     Mengapa setiap orang percaya harus menghasilkan buah?  Buah merupakan sesuatu yang alamiah yang dihasilkan oleh tanaman atau pohon.  Adakah kita mendapati buah pada tanaman atau pohon yang sudah kering dan mati?  Tidak.  Jadi buah adalah salah satu tanda bahwa di dalam tanaman atau pohon itu ada kehidupan.  Selain itu buah juga sebagai pertanda bahwa tanaman atau pohon mengalami pertumbuhan yang baik.  Semakin kita bertumbuh secara rohani semakin kita mencapai  "...kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus,"  (Efesus 4:13).  Kita tahu bahwa tanaman atau pohon tidak akan pernah menghasilkan buah jika ia belum dewasa.  Jadi kekristenan yang dewasa rohaninya pasti akan menghasilkan buah.  Sayangnya ada banyak orang kristen yang sudah bertahun-tahun mengikut Tuhan kerohaniannya masih saja kanak-kanak atau kerdil.  "Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras."  (Ibrani 5:12).  Itulah sebabnya hidupnya tidak menghasilkan buah.

     Bagaimana agar berbuah bagi Tuhan?  Kuncinya adalah tinggal di dalam Tuhan;  melekat kepada Pokok Anggur yang benar,  "sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa."  (Yohanes 15:5b);  rela dibersihkan/dipangkas oleh firman Tuhan setiap saat.

Berbuah adalah pertanda bahwa kekristenan kita hidup dan bertumbuh dewasa!

Friday, April 8, 2016

HIDUP YANG MENGHASILKAN BUAH (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 April 2016 

Baca:  Kolose 1:1-14

"sehingga hidupmu layak di hadapan-Nya serta berkenan kepada-Nya dalam segala hal, dan kamu memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik dan bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah,"  Kolose 1:10

Kita sering diingatkan bahwa kehidupan kekristenan itu harus berbuah.  Buah yang dikehendaki Tuhan untuk kita hasilkan bukanlah sekedar bisa membawa orang datang ke gereja dan menjadi anggota gereja tersebut.  Yang terutama sekali adalah bagaimana membuat orang lain terpengaruh dan tergiring untuk memiliki karakter seperti Tuhan Yesus.  Apalah artinya tampak sibuk keluar masuk gedung gereja, atau memiliki jadwal pelayanan yang superpadat, jika karakter hidup kita tidak mengalami perubahan.

     Sebuah pelayanan yang benar-benar berdampak dan dapat diteladani orang lain adalah jika para pelayan Tuhan memiliki karakter seperti Kristus.  Ingat, tidak ada khotbah yang lebih  'keras'  suaranya selain dari perbuatan hamba Tuhan itu sendiri.  Ironis sekali jika banyak orang Kristen, terlebih-lebih yang berstatus pelayan Tuhan, hidupnya tidak berbuah.  Jika ini yang terjadi, berarti standar hidup kita masih jauh dari standar yang ditetapkan Tuhan.  Kita tidak memenuhi kehendak Tuhan yaitu hidup yang berbuah.

     Keberadaan kita ini digambarkan sebagai carang-carang liar yang dicangkokkan ke satu batang pohon.  Kalau carang asli, yaitu bangsa Israel, bisa tidak berbuah bisa dipotong dan dibuang, apalagi kita yang adalah carang liar.  "Sebab kalau Allah tidak menyayangkan cabang-cabang asli, Ia juga tidak akan menyayangkan kamu. Sebab itu perhatikanlah kemurahan Allah dan juga kekerasan-Nya, yaitu kekerasan atas orang-orang yang telah jatuh, tetapi atas kamu kemurahan-Nya, yaitu jika kamu tetap dalam kemurahan-Nya; jika tidak, kamupun akan dipotong juga."  (Roma 11:21-22).  Untuk menghasilkan buah  'harganya'  sangat mahal, yaitu harus rela kehilangan segala kesenangan daging, meninggalkan segala kenyamanan dan menjadikan Tuhan sebagai kesenangan satu-satunya.  Artinya kita selalu berusaha untuk bisa menyenangkan hati Tuhan setiap saat dan hidup sebagaimana Kristus hidup, dan menjadi penurut-penurut Allah  (baca  Efesus 5:1).

Hidup yang memenuhi standar Tuhan adalah hidup yang berbuah!  Kunci untuk menghasilkan buah adalah melekat kepada Tuhan dan mau membayar harga!

Thursday, April 7, 2016

TUHAN YESUS SEBAGAI BIJI GANDUM

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 April 2016 

Baca:  Yohanes 12:20-36

"Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah."  Yohanes 12:24

Tak seorang pun akan menikmati tuaian bila ia membiarkan biji gandum yang dimilikinya tetap disimpan dan tidak ditanam.  Jelas untuk dapat berbuah maka sebuah biji gandum harus terlebih dahulu jatuh ke tanah  (ditanam)  dan mati.

     Dalam pembacaan firman hari ini biji gandum yang dimaksudkan Tuhan Yesus dalam ayat nas menggambarkan diri-Nya sendiri.  Kalau Tuhan Yesus tidak taat sampai mati di kayu salib Ia tidak akan berbuah, tidak ada korban penebusan dosa, dan tidak ada keselamatan.  Dengan kata lain manusia berdosa akan tetap menanggung akibat dari dosa seperti tertulis:  "Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita."  (Roma 6:23).  Tetapi oleh karena Tuhan Yesus mau taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib, maka ada buah yang dihasilkan, yaitu orang yang percaya kepada-Nya diselamatkan dan diperdamaikan dengan Allah.  Tuhan Yesus yang telah menjadi biji gandum yang jatuh ke tanah dan mati akhirnya menghasilkan tuaian yaitu jiwa-jiwa yang diselamatkan.

     Cukupkah kita hanya mengucap syukur saja kepada Tuhan atas segala pengorbanan-Nya?  Tidak.  Sebagai umat tebusan-Nya kita juga harus mengerti kehendak Tuhan di balik pengorbanan-Nya itu, karena  "...Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap,"  (Yohanes 15:16).  Kehendak Tuhan bagi orang percaya adalah menghasilkan buah!  Agar dapat berbuah maka kita pun harus mengikuti jejak Tuhan Yesus yaitu menjadi seperti gandum yang jatuh ke tanah dan mati.  Seperti biji gandum yang jatuh ke tanah dan mati, kita pun harus bersedia meninggalkan kehidupan lama dan sepenuhnya mengenakan kehidupan Kristus.  "Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku."  (Galatia 2:19b-20).

Karena pengorbanan Kristus, setiap kita yang percaya kepada-Nya diselamatkan dan memiliki tanggung jawab untuk hidup sama seperti Kristus hidup!

Wednesday, April 6, 2016

SUKU LEWI: Mendapatkan Kasih Setia

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 April 2016 

Baca:  Keluaran 32:1-35

"maka berdirilah Musa di pintu gerbang perkemahan itu serta berkata: 'Siapa yang memihak kepada TUHAN datanglah kepadaku!' Lalu berkumpullah kepadanya seluruh bani Lewi."  Keluaran 32:26

Ketika Musa berada di atas Gunung Sinai untuk menerima hukum Tuhan, orang-orang Israel tidak sabar menunggu.  Mereka berpikir Musa mengulur-ulur waktu untuk turun.

     Orang-orang Israel mendesak Harun untuk membuatkan bagi mereka patung untuk disembah sebagai pengganti Tuhan yang hidup.  Mereka bersepakat melepaskan semua perhiasan emas mereka dan meleburnya menjadi sebuah patung anak lembu emas untuk disembah.  Hal ini menimbulkan murka Tuhan sehingga Ia menyebut mereka bangsa yang tegar tengkuk  (ayat 9).  Ketika Musa turun dari gunung Sinai sambil membawa kedua loh batu yang berisi hukum Tuhan yang ditulis oleh Tuhan sendiri, ia melihat orang-orang Israel menari-nari sambil menyembah patung anak lembu emas buatan tangan manusia.  Mereka begitu mudahnya melupakan Tuhan yang hidup dan berpaling kepada berhala.  Dengan kemarahan besar Musa pun menghancurkan patung anak lembu emas itu di hadapan orang Israel.  Pada kesempatan itu pula berdirilah Musa di pintu gerbang perkemahan menantang bangsa Israel untuk membuat pilihan hidup!  "Siapa yang memihak kepada TUHAN datanglah kepadaku!"  Dari ke-12 suku yang ada di Israel hanya ada satu suku yang memihak kepada Tuhan yaitu dari kaum Lewi.  "...berkumpullah kepadanya seluruh bani Lewi."  Karena suku Lewi memilih untuk taat kepada Tuhan dan tidak mengikuti arus mereka pun mendapatkan kasih setia Tuhan.  Suku Lewi ini pun menjadi  'istimewa'  dan dikhususkan oleh Tuhan yaitu menjadi imam bagi Tuhan, padahal Lewi bukanlah anak pertama dari keturunan Israel  (Yakub).

     Memihak Tuhan berarti tetap berada on the right track, hidup di jalur-Nya Tuhan, hidup benar dan tidak terbawa arus.  Biasanya orang akan memilih suara mayoritas daripada minoritas, atau memilih untuk berkompromi dengan dosa karena takut dimusuhi, dikucilkan atau dicap sok rohani.

Karena memilih untuk hidup takut akan Tuhan suku lewi mendapatkan kasih setia-Nya.  "Demikianlah harus engkau mentahirkan mereka dari tengah-tengah orang Israel, supaya orang Lewi itu menjadi kepunyaan-Ku."  Bilangan 8:14

 

Tuesday, April 5, 2016

RAHAB: Mendapatkan Kasih Setia (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 April 2016 

Baca:  Yosua 6:1-27

"Maka diamlah perempuan itu di tengah-tengah orang Israel sampai sekarang, karena ia telah menyembunyikan orang suruhan yang disuruh Yosua mengintai Yerikho."  Yosua 6:25b

Rahab adalah perempuan sundal yang tinggal di kota Yerikho, kota yang dikutuk Yosua sehingga seisi kota itu dihancurkan Tuhan.  Menurut pandangan manusia, dapatkah perempuan  'najis'  diselamatkan, ditolong dan diubah hidupnya?  Namun Rahab dan keluarganya beroleh kasih setia dari Tuhan karena tindakan imannya adalah bukti bahwa ia berpihak kepada Tuhan.  Ketika kedua pengintai suruhan Yosua memerintahkan Rahab mengikatkan tali kirmizi merah di jendela rumahnya, ia taat melakukannya.  Selalu ada upah untuk ketaatan:  Rahab dan keluarganya diselamatkan ketika kota Yerikho hancur.

     Keselamatan yang diterima Rahab adalah bukti bahwa Tuhan tidak pernah pandang bulu terhadap orang-orang yang Ia berikan kemurahan-Nya:  "Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati."  (Roma 9:15).  Rahab, seorang perempuan berdosa dengan latar belakang bangsa kafir, mengalami kemurahan Tuhan karena tanda merah yang ia pasang.  Tanda merah adalah bayangan dari keselamatan sejati yaitu tanda darah Kristus.  Melalui pencurahan darah Kristus di kayu salib kita beroleh keselamatan dan pengampunan dosa.  "Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya,"  (Efesus 1:7).  Karena ia bersedia menyembunyikan dua orang pengintai utusan Yosua dan imannya kepada Tuhan Israel, Alkitab pun mencatat Rahab sebagai salah satu saksi iman.

     Rahab, wanita berdosa yang dipandang rendah sesamanya, mendapatkan posisi sederajat dengan tokoh-tokoh iman lainnya seperti Abraham, Nuh, Henokh, Musa dan sebagainya.  "Karena iman maka Rahab, perempuan sundal itu, tidak turut binasa bersama-sama dengan orang-orang durhaka, karena ia telah menyambut pengintai-pengintai itu dengan baik."  (Ibrani 11:31).

Karena imannya Rahab beroleh kasih setia Tuhan, diselamatkan dan diangkat status hidupnya:  dari perempuan sundal tidak berharga di mata manusia masuk dalam garis silsilah Yesus Kristus  (baca  Matius 1:1-17).

Monday, April 4, 2016

RAHAB: Mendapatkan Kasih Setia (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 April 2016 

Baca:  Yosua 2:1-24

"'Seperti yang telah kamu katakan, demikianlah akan terjadi.' Sesudah itu dilepasnyalah orang-orang itu pergi, maka berangkatlah mereka. Kemudian perempuan itu mengikatkan tali kirmizi itu pada jendela."  Yosua 2:21

Kalau kita perhatikan di pasal 2 dari kitab Yosua ini, yang menjadi tokoh utamanya adalah Rahab dan kedua pengintai suruhan Yosua.  Siapa Rahab?  Alkitab menulis bahwa ia adalah seorang perempuan sundal, yang rumahnya terletak di atas tembok kota, sehingga sangat strategis sebagai tempat penginapan para pengembara.  Predikat, sebutan atau profesi yang disandang Rahab sebagai perempuan sundal bukanlah hal yang baik di mata orang, bahkan dipandang rendah, hina dan menjijikkan.  Orang mengklasifikasikan Rahab ini sebagai  'sampah'  masyarakat.  Ada pun nama Rahab memiliki arti orang yang angkuh, sombong.  Ia adalah gambaran orang yang hidup di balik kokohnya tembok Yerikho.

     Namun di balik kehidupannya yang hitam kelam ada hal luar biasa yang kita temukan dalam diri Rahab yaitu keberaniannya mengambil resiko dengan menyembunyikan dua orang pengintai di dalam rumahnya.  Tindakan yang diambil oleh Rahab bukanlah tindakan nekad tanpa dasar.  Apalagi jika hal tersebut diketahui oleh orang-orang Yerikho, nyawa Rahab menjadi taruhannya.  Tetapi imanlah yang mendasari Rahab untuk bertindak.  Inilah iman yang hidup yaitu iman yang disertai dengan perbuatan.  Padahal Rahab berasal dari bangsa yang menyembah kepada berhala atau bangsa kafir, tetapi ia memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan bangsa Israel.  "Aku tahu, bahwa TUHAN telah memberikan negeri ini kepada kamu dan bahwa kengerian terhadap kamu telah menghinggapi kami dan segala penduduk negeri ini gemetar menghadapi kamu. Sebab kami mendengar, bahwa TUHAN telah mengeringkan air Laut Teberau di depan kamu, ketika kamu berjalan keluar dari Mesir, dan apa yang kamu lakukan kepada kedua raja orang Amori yang di seberang sungai Yordan itu, yakni kepada Sihon dan Og, yang telah kamu tumpas...sebab TUHAN, Allahmu, ialah Allah di langit di atas dan di bumi di bawah."  (Yosua 2:9-11).

     Ini menunjukkan bahwa Rahab lebih takut kepada Tuhan daripada kepada raja Yerikho, karena ia tahu bahwa Tuhan bangsa Israel adalah Tuhan yang hidup dan berkuasa atas langit dan bumi.  (Bersambung)

Sunday, April 3, 2016

SISI LAIN ORANG KAYA (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 April 2016 

Baca:  Matius 19:16-26

"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga."  Matius 19:23

Rasul Paulus memberikan perintah kepada Timotius untuk memperingatkan orang kaya,  "...agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati. Peringatkanlah agar mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi"  (1 Timotius 6:17-18).

     Mengapa orang kaya perlu diperingatkan?  Karena mereka mudah sekali lupa diri dengan segala materi yang dimiliki.  Benar apa kata firman Tuhan:  "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada."  (Matius 6:21).  Rasa cukup yang bersumber dari banyaknya uang atau harta menyebabkan mereka lebih berharap dan mengandalkan pada apa yang dimiliki daripada berharap dan mengandalkan Tuhan, sehingga mereka cenderung bermegah dengan kekayaan yang dimiliki.  Mereka berpikir bahwa tanpa Tuhan sekali pun mereka dapat hidup, akibatnya rasa membutuhkan Tuhan lama kelamaan akan hilang.  Tuhan bukan lagi menjadi prioritas utama dalam hidup.  Dengan kata lain orang kaya akan lebih mudah mengabaikan dan melupakan Tuhan karena mereka mempunyai sesuatu yang bisa diandalkan.  Padahal harta kekayaan itu sifatnya hanya semu dan mudah sekali lenyap.  "...sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu."  (Lukas 12:15).  Mereka mengira bahwa jika memiliki uang dalam jumlah banyak dan kekayaan yang berlimpah, kepuasan akan diraih.  Akhirnya mereka akan semakin keras berusaha untuk mendapatkan lebih banyak lagi, bahkan mereka rela melakukan apa saja.  Orang seperti ini rakus dan tamak.

     Salomo, salah seorang terkaya yang pernah hidup di muka bumi ini, menyatakan:  "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia."  (Pengkhotbah 5:9).  Tuhan tidak pernah menilai seseorang berdasarkan apa yang diraih atau apa yang dipunyai, tetapi berdasarkan siapa diri kita sebenarnya.

"Pada hari kemurkaan harta tidak berguna, tetapi kebenaran melepaskan orang dari maut."  Amsal 11:4