Tuesday, October 6, 2015

BERHEMAT BUKAN BERARTI KIKIR (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Oktober 2015

Baca:  Amsal 11:24-31

"Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan."  Amsal 11:24

Dunia mengajarkan prinsip hidup bahwa jika seseorang ingin hartanya bertambah atau kaya maka ia harus menghemat dan terus memperoleh.  Prinsip berhemat itu bagus karena ada kalimat bijak yang mengatakan bahwa hemat pangkal kaya.  Hemat artinya kita berhati-hati dalam hal membelanjakan uang, cermat, tidak boros, tidak besar pasak daripada tiang;  namun banyak orang yang karena berhasrat kuat ingin cepat kaya atau memiliki harta berlimpah menghemat begitu rupa dan cenderung menjadi orang yang sangat kikir.  Mereka pun memegang prinsip adalah lebih baik menerima daripada memberi, karena dengan menerima berarti kita memperoleh pemasukan dan keuntungan, sementara kalau memberi berarti harus kehilangan sesuatu, ada yang dikorbankan dan itu merupakan sebuah kerugian besar.

     Prinsip dunia itu sangat bertentangan dengan prinsip firman Tuhan yang mengajarkan:  "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima."  (Kisah 20:35).  Justru orang yang diberkati adalah orang yang suka memberi dan menabur harta.  Ayat nas menyatakan bahwa ada yang menyebar harta tetapi justru bertambah kaya.  Sementara ada orang yang menghemat secara luar biasa namun selalu berkekurangan.  Secara matematis orang yang menyebar harta seharusnya hartanya semakin berkurang dan lambat laun menjadi habis.  Itulah sebabnya orang dunia menganggap ajaran tersebut sangat tidak masuk akal;  dan menyedihkan lagi, banyak orang Kristen yang memilih untuk mengikuti prinsip dunia ini daripada apa yang Tuhan perintahkan.

     Menurut  'Collins English Dictionary', cheapskate  (pelit)  as  'a miserly person'  or  "a stingy hoarder of money and possesions  (often living miserably)":  orang yang kikir atau pelit adalah orang yang sengsara atau menderita, penimbun uang dan harta benda;  hati mereka terikat, diperhamba, dikuasai uang atau kekayaannnya.  Tujuan hidupnya hanyalah mengumpulkan uang dan kekayaan, tapi mereka sendiri tidak menikmatinya karena tidak pernah merasa puas, selalu merasa kurang dengan apa yang ada.  "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia."  (Pengkotbah 5:9).  (Bersambung)

No comments:

Post a Comment