Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juli 2017
Baca: Galatia 5:16-26
"Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh," Galatia 5:25
Menjadi orang Kristen tidaklah cukup hanya percaya kepada Tuhan Yesus, beribadah ke gereja, atau turut terlibat dalam pelayanan... tapi kita harus mau hidup dipimpin Roh Kudus. Kalau tidak, kita akan berjalan dengan mengandalkan kemampuan dan kekuatan sendiri, dan selama kita mengandalkan kekuatan sendiri kita pasti akan gagal dalam menjalani hidup kekristenan kita. Penting sekali kita memberi diri untuk dipimpin Roh Kudus, artinya dengan sadar kita menundukkan diri pada kehendak Tuhan.
Bagaimana kita tahu bahwa kita sedang dipimpin Roh Kudus? Yaitu ketika kita memulai hari dengan doa dan menerapkan firman Tuhan dalam hidup sehari-hari, sebab salah satu pekerjaan Roh Kudus adalah "...mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu." (Yohanes 14:26). Hidup dalam pimpinan Roh Kudus berarti kita bersedia dikoreksi, ditegur dan diarahkan apabila langkah kita mulai menyimpang dari firman Tuhan. Setiap orang pasti punya banyak kelemahan, tapi ketika kita memberi diri untuk dipimpin Roh Kudus maka Ia akan berkarya di dalam kita dan memberi kita kekuatan untuk menghadapi segala sesuatu. Ada saat-saat di mana kita merasa sudah kehilangan akal dalam menghadapi masalah, bahkan mengalami jalan buntu, tetapi kalau kita selalu berada dalam pimpinan Roh Kudus, maka kita akan dapat mengerti jalan mana yang harus kita tempuh atau keputusan apa yang harus diambil, karena Roh Kudus adalah Counselor, Penasihat Ajaib, yang dengan suara lembut berbicara kepada kita dan memberi jalan keluar untuk masalah yang kita hadapi. Tuhan berfirman, "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." (2 Korintus 12:9).
Semakin hidup dipimpin Roh Kudus semakin kita memiliki kepekaan rohani, "...pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:14). Inilah yang membawa kedewasaan rohani! Artinya kehidupan rohani kita akan terus mengalami pertumbuhan apabila kita tunduk dalam pimpinan Roh Kudus. Karena itu berikanlah keleluasaan gerak kepada Roh Kudus untuk memimpin hidup kita!
"Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh," Galatia 5:25
Monday, July 10, 2017
Sunday, July 9, 2017
ADA RENCANA TUHAN DI SETIAP PERKARA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Juli 2017
Baca: Lukas 1:5-25
"Inilah suatu perbuatan Tuhan bagiku, dan sekarang Ia berkenan menghapuskan aibku di depan orang." Lukas 1:25
Pada zaman dahulu kemandulan dianggap sebagai aib. Masyarakat menganggap bahwa wanita yang tidak memiliki keturunan alias mandul pastilah mempunyai hal yang tidak beres dalam dirinya. Karena itu kemandulan menjadi masalah terbesar bagi semua wanita, sebab hal ini menyangkut harga diri dan tanda ketidaksempurnaan. Akibatnya wanita yang mandul pasti akan merasa rendah diri, tidak berharga, mengalami penolakan di mana-mana, dan bahkan dikucilkan; dan lebih menyakitkan lagi kemandulan seringkali dijadikan alasan oleh para suami untuk berbuat semena-mena terhadap isteri, selingkuh, atau bahkan menikah lagi dengan wanita lain.
Elisabet adalah salah satu wanita yang tercatat di Alkitab yang mengalami masalah ini, tapi kemandulannya bukan karena ada sesuatu yang tidak beres, ada aib atau dosa yang diperbuatnya... Bukan! Sebab Elisabet, isteri dari seorang imam yang bernama Zakharia, "Keduanya adalah benar di hadapan Allah dan hidup menurut segala perintah dan ketetapan Tuhan dengan tidak bercacat." (ayat 6). Melihat fakta ini tidak selayaknya orang tergesa-gesa untuk menghakimi, mencari-cari kesalahan, memojokkan, atau mencela. Sudah menjadi rahasia umum, ketika orang sedang tertimpa musibah atau masalah, banyak orang langsung berpikir bahwa orang itu telah berbuat dosa. Tidak selalu demikian! Adakalanya Tuhan mengijinkan hal itu terjadi karena Tuhan punya rencana di balik masalah yang ada. Kemandulan yang dialami Elisabet adalah bagian dari rencana Tuhan atas hidupnya. "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28).
Dari sisi Elisabet, kita bisa belajar tentang ketegaran hati, tidak mudah kecewa dan berputus asa, serta tidak berubah sikap hati, meski dihadapkan pada situasi sulit. Bahkan ia tetap mampu menjaga kualitas hidupnya dengan berlaku benar di hadapan Tuhan tanpa cacat cela. Ketaatan Elisabet mendatangkan upah: ia mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki (Lukas 1:57), dan anak itu adalah Yohanes Pembaptis.
Adakah yang mustahil bagi Tuhan? Tidak ada rencana-Nya yang gagal.
Baca: Lukas 1:5-25
"Inilah suatu perbuatan Tuhan bagiku, dan sekarang Ia berkenan menghapuskan aibku di depan orang." Lukas 1:25
Pada zaman dahulu kemandulan dianggap sebagai aib. Masyarakat menganggap bahwa wanita yang tidak memiliki keturunan alias mandul pastilah mempunyai hal yang tidak beres dalam dirinya. Karena itu kemandulan menjadi masalah terbesar bagi semua wanita, sebab hal ini menyangkut harga diri dan tanda ketidaksempurnaan. Akibatnya wanita yang mandul pasti akan merasa rendah diri, tidak berharga, mengalami penolakan di mana-mana, dan bahkan dikucilkan; dan lebih menyakitkan lagi kemandulan seringkali dijadikan alasan oleh para suami untuk berbuat semena-mena terhadap isteri, selingkuh, atau bahkan menikah lagi dengan wanita lain.
Elisabet adalah salah satu wanita yang tercatat di Alkitab yang mengalami masalah ini, tapi kemandulannya bukan karena ada sesuatu yang tidak beres, ada aib atau dosa yang diperbuatnya... Bukan! Sebab Elisabet, isteri dari seorang imam yang bernama Zakharia, "Keduanya adalah benar di hadapan Allah dan hidup menurut segala perintah dan ketetapan Tuhan dengan tidak bercacat." (ayat 6). Melihat fakta ini tidak selayaknya orang tergesa-gesa untuk menghakimi, mencari-cari kesalahan, memojokkan, atau mencela. Sudah menjadi rahasia umum, ketika orang sedang tertimpa musibah atau masalah, banyak orang langsung berpikir bahwa orang itu telah berbuat dosa. Tidak selalu demikian! Adakalanya Tuhan mengijinkan hal itu terjadi karena Tuhan punya rencana di balik masalah yang ada. Kemandulan yang dialami Elisabet adalah bagian dari rencana Tuhan atas hidupnya. "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28).
Dari sisi Elisabet, kita bisa belajar tentang ketegaran hati, tidak mudah kecewa dan berputus asa, serta tidak berubah sikap hati, meski dihadapkan pada situasi sulit. Bahkan ia tetap mampu menjaga kualitas hidupnya dengan berlaku benar di hadapan Tuhan tanpa cacat cela. Ketaatan Elisabet mendatangkan upah: ia mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki (Lukas 1:57), dan anak itu adalah Yohanes Pembaptis.
Adakah yang mustahil bagi Tuhan? Tidak ada rencana-Nya yang gagal.
Saturday, July 8, 2017
MEMPERSEMBAHKAN HASIL PERTAMA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Juli 2017
Baca: Amsal 3:1-10
"Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu," Amsal 3:9
Kita sering mendengar banyak orang Kristen yang berkomitmen kepada Tuhan: jika Tuhan memberkati usahaku, memberkati sewa-ladangku, memberi aku keturunan, atau memberi pekerjaan baru, aku mau memuliakan Tuhan dengan beribadah dan melayani pekerjaan Tuhan dengan sungguh. Tetapi jika ditantang untuk memuliakan Tuhan dengan harta atau kekayaan yang dimiliki? Kita pasti akan berpikir 1000 kali untuk melakukannya, apalagi bila diminta untuk mempersembahkan hasil pertama dari segala penghasilan: gaji pertama, hasil kebun pertama, atau keuntungan pertama usahanya.
Bangsa Israel mempersembahkan hasil panen pertama kepada Tuhan. "...haruslah engkau membawa hasil pertama dari bumi yang telah kaukumpulkan dari tanahmu yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu," (Ulangan 26:2), sebagai wujud pengakuan bahwa Tuhanlah Sang Pemilik tanah itu dan yang memberkati tanah itu sehingga benih yang ditabur bisa tumbuh dan menghasilkan tuaian. Karena itu Salomo mengingatkan supaya kita memuliakan Tuhan secara khusus melalui persembahan hasil pertama kita kepada Tuhan secara khusus melalui persembahan hasil pertama kita kepada Tuhan sebagai bentuk penghormatan kita kepada-Nya, sebab Tuhan adalah Pemilik segala-galanya, sedangkan kita ini hanyalah dipercaya sebagai pengelola. Kalau kita mau memprioritaskan Tuhan lebih dari apa pun, maka Tuhan akan membuka jalan untuk mencurahkan berkat-berkat-Nya, "maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya." (Amsal 3:10). Artinya bahwa Tuhan akan mencurahkan berkat-berkat-Nya secara berlimpah, "...suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38). Inilah janji Tuhan kepada setiap orang yang menghormati Tuhan dan tidak hitung-hitungan dengan Tuhan.
Siapkah Saudara menerima berkat Tuhan yang melimpah? Belajarlah taat untuk mempersembahkan hasil pertama dari setiap penghasilan kita.
"Allah akan memberikan kepadamu embun yang dari langit dan tanah-tanah gemuk di bumi dan gandum serta anggur berlimpah-limpah." Kejadian 27:28
Baca: Amsal 3:1-10
"Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu," Amsal 3:9
Kita sering mendengar banyak orang Kristen yang berkomitmen kepada Tuhan: jika Tuhan memberkati usahaku, memberkati sewa-ladangku, memberi aku keturunan, atau memberi pekerjaan baru, aku mau memuliakan Tuhan dengan beribadah dan melayani pekerjaan Tuhan dengan sungguh. Tetapi jika ditantang untuk memuliakan Tuhan dengan harta atau kekayaan yang dimiliki? Kita pasti akan berpikir 1000 kali untuk melakukannya, apalagi bila diminta untuk mempersembahkan hasil pertama dari segala penghasilan: gaji pertama, hasil kebun pertama, atau keuntungan pertama usahanya.
Bangsa Israel mempersembahkan hasil panen pertama kepada Tuhan. "...haruslah engkau membawa hasil pertama dari bumi yang telah kaukumpulkan dari tanahmu yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu," (Ulangan 26:2), sebagai wujud pengakuan bahwa Tuhanlah Sang Pemilik tanah itu dan yang memberkati tanah itu sehingga benih yang ditabur bisa tumbuh dan menghasilkan tuaian. Karena itu Salomo mengingatkan supaya kita memuliakan Tuhan secara khusus melalui persembahan hasil pertama kita kepada Tuhan secara khusus melalui persembahan hasil pertama kita kepada Tuhan sebagai bentuk penghormatan kita kepada-Nya, sebab Tuhan adalah Pemilik segala-galanya, sedangkan kita ini hanyalah dipercaya sebagai pengelola. Kalau kita mau memprioritaskan Tuhan lebih dari apa pun, maka Tuhan akan membuka jalan untuk mencurahkan berkat-berkat-Nya, "maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya." (Amsal 3:10). Artinya bahwa Tuhan akan mencurahkan berkat-berkat-Nya secara berlimpah, "...suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38). Inilah janji Tuhan kepada setiap orang yang menghormati Tuhan dan tidak hitung-hitungan dengan Tuhan.
Siapkah Saudara menerima berkat Tuhan yang melimpah? Belajarlah taat untuk mempersembahkan hasil pertama dari setiap penghasilan kita.
"Allah akan memberikan kepadamu embun yang dari langit dan tanah-tanah gemuk di bumi dan gandum serta anggur berlimpah-limpah." Kejadian 27:28
Friday, July 7, 2017
KESEMPATAN MEMBERI YANG TERBAIK (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Juli 2017
Baca: Kejadian 18:1-15
"Sesungguhnya Aku akan kembali tahun depan mendapatkan engkau, pada waktu itulah Sara, isterimu, akan mempunyai seorang anak laki-laki." Kejadian 18:10
Sebelum mengalami berkat dari Tuhan Abraham terlebih dahulu berinisiatif memberikan sesuatu kepada tamunya itu; dan yang diberikan oleh Abraham adalah persembahan yang terbaik! (ayat 6-8). Mungkin kita tidak mempunyai cukup harta atau kekayaan untuk diberikan, sama seperti yang diperbuat oleh Abraham, tapi yakinlah bahwa apabila kita memberi dengan hati tulus kepada Tuhan, apa pun itu dan seberapa pun nilainya, itulah yang terbaik untuk Tuhan. Ketika hendak memberi jangan pernah menunda-nunda dan jangan bergantung pada keadaan. "Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai." (Pengkhotbah 11:4).
Kata segeralah dan berlarilah (Kejadian 18:6, 7) menunjukkan bahwa Abraham tidak menunda-nunda waktu untuk memberi atau berlambat-lambat dalam berbuat baik pada sesama, apalagi untuk mempersembahkan yang terbaik bagi Tuhan. "Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik." (Pengkhotbah 11:6). Rasul Paulus juga menasihati, "Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah." (Galatia 6:9). Bagian kita hanyalah seperti petani yang selalu giat dan tidak pernah lelah untuk menabur, karena kita tidak tahu taburan mana yang akan mendatangkan hasil yang luar biasa. Bagi Abraham, ia menuai berkat yang berkelimpahan karena memberi yang terbaik bagi Tuhan dengan tidak hitung-hitungan.
Apa persembahan yang terbaik bagi Tuhan? "...supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." (Roma 12:1). Yang Tuhan kehendaki adalah kita mempersembahkan seluruh keberadaan hidup kita kepada Tuhan. Kalau kita memberi yang terbaik bagi Tuhan: waktu, tenaga, pikiran, atau bahkan materi, maka kita pun layak untuk menerima juga yang terbaik dari Tuhan sebagai upah kita.
"Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." Matius 6:33
Baca: Kejadian 18:1-15
"Sesungguhnya Aku akan kembali tahun depan mendapatkan engkau, pada waktu itulah Sara, isterimu, akan mempunyai seorang anak laki-laki." Kejadian 18:10
Sebelum mengalami berkat dari Tuhan Abraham terlebih dahulu berinisiatif memberikan sesuatu kepada tamunya itu; dan yang diberikan oleh Abraham adalah persembahan yang terbaik! (ayat 6-8). Mungkin kita tidak mempunyai cukup harta atau kekayaan untuk diberikan, sama seperti yang diperbuat oleh Abraham, tapi yakinlah bahwa apabila kita memberi dengan hati tulus kepada Tuhan, apa pun itu dan seberapa pun nilainya, itulah yang terbaik untuk Tuhan. Ketika hendak memberi jangan pernah menunda-nunda dan jangan bergantung pada keadaan. "Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai." (Pengkhotbah 11:4).
Kata segeralah dan berlarilah (Kejadian 18:6, 7) menunjukkan bahwa Abraham tidak menunda-nunda waktu untuk memberi atau berlambat-lambat dalam berbuat baik pada sesama, apalagi untuk mempersembahkan yang terbaik bagi Tuhan. "Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik." (Pengkhotbah 11:6). Rasul Paulus juga menasihati, "Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah." (Galatia 6:9). Bagian kita hanyalah seperti petani yang selalu giat dan tidak pernah lelah untuk menabur, karena kita tidak tahu taburan mana yang akan mendatangkan hasil yang luar biasa. Bagi Abraham, ia menuai berkat yang berkelimpahan karena memberi yang terbaik bagi Tuhan dengan tidak hitung-hitungan.
Apa persembahan yang terbaik bagi Tuhan? "...supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." (Roma 12:1). Yang Tuhan kehendaki adalah kita mempersembahkan seluruh keberadaan hidup kita kepada Tuhan. Kalau kita memberi yang terbaik bagi Tuhan: waktu, tenaga, pikiran, atau bahkan materi, maka kita pun layak untuk menerima juga yang terbaik dari Tuhan sebagai upah kita.
"Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." Matius 6:33
Thursday, July 6, 2017
KESEMPATAN MEMBERI YANG TERBAIK (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Juli 2017
Baca: Kejadian 18:1-15
"'Segeralah! Ambil tiga sukat tepung yang terbaik! Remaslah itu dan buatlah roti bundar!'" Lalu berlarilah Abraham kepada lembu sapinya, ia mengambil seekor anak lembu yang empuk dan baik dagingnya dan memberikannya kepada seorang bujangnya, lalu orang ini segera mengolahnya." Kejadian 18:6-7
Memberi itu tidak selalu berbicara tentang nominal atau seberapa besar nilainya, tetapi memberi selalu berhubungan dengan seberapa tulus hati kita terlihat dalam pemberian itu. Jadi rahasia memberi adalah kasih. Jika kita mengasihi seseorang kita tak mungkin memberi dia sesuatu yang buruk, barang bekas, atau yang sisa-sisa, bukan? Pastilah kita akan memberi dia sesuatu yang pantas dan baik. Ingat! Suatu pemberian merupakan cerminan kasih kita kepada Tuhan, sebab Tuhan adalah teladan utama dalam hal memberi yang tak tertandingi. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16).
Ketika sedang duduk di dalam kemahnya ketika cuaca di luar sangat panas, Abraham melihat ada tiga orang sedang datang menuju kemahnya. Alkitab menyatakan bahwa tamu itu adalah Tuhan sendiri. Segeralah "...ia berlari dari pintu kemahnya menyongsong mereka, lalu sujudlah ia sampai ke tanah," (Kejadian 18:2). Abraham memiliki sikap hati yang tulus dan menyembah. Selanjutnya ia berkata, "Tuanku, jika aku telah mendapat kasih tuanku, janganlah kiranya lampaui hambamu ini." (Kejadian 18:3). Artinya Abraham tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada, yaitu kesempatan untuk diberkati. Inilah kairos, waktu yang diberikan Tuhan dan yang di dalamnya terdapat kesempatan; waktunya Tuhan bertindak untuk mendatangkan kebaikan bagi manusia (baca Pengkhotbah 3:11); suatu periode tertentu, yang kalau sudah lewat tidak akan kembali lagi, alias tidak datang kedua kali.
Pergunakanlah setiap kesempatan yang Tuhan beri dengan sebaik mungkin! Adalah tidak mudah bagi seseorang untuk menangkap kairos dari Tuhan, butuh kepekaan rohani untuk dapat memahami kapan saatnya Tuhan membuka dan menutup pintu (kesempatan), sebab "...apabila Ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila Ia menutup, tidak ada yang dapat membuka." (Wahyu 3:7). (Bersambung)
Baca: Kejadian 18:1-15
"'Segeralah! Ambil tiga sukat tepung yang terbaik! Remaslah itu dan buatlah roti bundar!'" Lalu berlarilah Abraham kepada lembu sapinya, ia mengambil seekor anak lembu yang empuk dan baik dagingnya dan memberikannya kepada seorang bujangnya, lalu orang ini segera mengolahnya." Kejadian 18:6-7
Memberi itu tidak selalu berbicara tentang nominal atau seberapa besar nilainya, tetapi memberi selalu berhubungan dengan seberapa tulus hati kita terlihat dalam pemberian itu. Jadi rahasia memberi adalah kasih. Jika kita mengasihi seseorang kita tak mungkin memberi dia sesuatu yang buruk, barang bekas, atau yang sisa-sisa, bukan? Pastilah kita akan memberi dia sesuatu yang pantas dan baik. Ingat! Suatu pemberian merupakan cerminan kasih kita kepada Tuhan, sebab Tuhan adalah teladan utama dalam hal memberi yang tak tertandingi. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16).
Ketika sedang duduk di dalam kemahnya ketika cuaca di luar sangat panas, Abraham melihat ada tiga orang sedang datang menuju kemahnya. Alkitab menyatakan bahwa tamu itu adalah Tuhan sendiri. Segeralah "...ia berlari dari pintu kemahnya menyongsong mereka, lalu sujudlah ia sampai ke tanah," (Kejadian 18:2). Abraham memiliki sikap hati yang tulus dan menyembah. Selanjutnya ia berkata, "Tuanku, jika aku telah mendapat kasih tuanku, janganlah kiranya lampaui hambamu ini." (Kejadian 18:3). Artinya Abraham tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada, yaitu kesempatan untuk diberkati. Inilah kairos, waktu yang diberikan Tuhan dan yang di dalamnya terdapat kesempatan; waktunya Tuhan bertindak untuk mendatangkan kebaikan bagi manusia (baca Pengkhotbah 3:11); suatu periode tertentu, yang kalau sudah lewat tidak akan kembali lagi, alias tidak datang kedua kali.
Pergunakanlah setiap kesempatan yang Tuhan beri dengan sebaik mungkin! Adalah tidak mudah bagi seseorang untuk menangkap kairos dari Tuhan, butuh kepekaan rohani untuk dapat memahami kapan saatnya Tuhan membuka dan menutup pintu (kesempatan), sebab "...apabila Ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila Ia menutup, tidak ada yang dapat membuka." (Wahyu 3:7). (Bersambung)
Wednesday, July 5, 2017
JANGANLAH TAKUT... TUHAN SELALU BESERTAMU (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Juli 2017
Baca: Matius 14:22-33
"Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: 'Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?'" Matius 14:31
Melihat murid-murid-Nya sedang dalam ketakutan hebat Tuhan Yesus pun menenangkan mereka dengan berkata, "Tenanglah! Aku ini, jangan takut!" (Matius 14:27). Yang menarik untuk diperhatikan adalah cara Tuhan Yesus menenangkan murid-murid-Nya, Ia tidak hanya memerintahkan mereka untuk tidak takut, tetapi mengawalinya dengan ucapan 'Aku ini' (egoo eimi) adalah merujuk pada atribut-atribut yang dimiliki Bapa, atau menunjuk pada hakikat diri Bapa, di mana Tuhan Yesus adalah manifestasi dari kehadiran Bapa. Ini sebagai penegasan bahwa hanya Dialah yang mampu dan sanggup menundukkan kuasa-kuasa gelap yang bermukim di perairan laut lepas. "Engkaulah yang membelah laut dengan kekuatan-Mu, yang memecahkan kepala ular-ular naga di atas muka air. Engkaulah yang meremukkan kepala-kepala Lewiatan, yang memberikannya menjadi makanan penghuni-penghuni padang belantara." (Mazmur 74:13-14).
Meski demikian murid-murid tidak seratus persen percaya kepada Tuhan alias ragu-ragu, sehingga mereka pun minta bukti. Ini terwakili oleh pernyataan Petrus, "Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air." (Matius 14:28). Petrus meminta bukti apakah Dia benar-benar Tuhan dengan membolehkannya mendekat kepada-Nya dengan berjalan di atas air, "Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam lalu berteriak: 'Tuhan, tolonglah aku!'" (Matius 14:30). Kita percaya Tuhan Yesus adalah Juruselamat, Dia adalah jalan dan kebenaran hidup; Dia Tuhan yang penuh kuasa; namun begitu menghadapi situasi sulit, krisis, atau terpaan badai dan gelombang kehidupan, kita pun mulai terpengaruh, iman menjadi goyah, dan bahkan kita mulai meragukan kuasa Tuhan!
Tidak seharusnya kita merasa sendiri dan takut menghadapi gelombang kehidupan karena Tuhan itu dekat dan memperdulikan kita, bahkan "'Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu.' Itulah firman iman, yang kami beritakan." (Roma 10:8). Karena itu berserulah kepada Tuhan dan perkatakan firman-Nya! "Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan." (Roma 10:13).
Pertolongan Tuhan tidak pernah terlambat, selalu tepat pada waktunya.
Baca: Matius 14:22-33
"Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: 'Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?'" Matius 14:31
Melihat murid-murid-Nya sedang dalam ketakutan hebat Tuhan Yesus pun menenangkan mereka dengan berkata, "Tenanglah! Aku ini, jangan takut!" (Matius 14:27). Yang menarik untuk diperhatikan adalah cara Tuhan Yesus menenangkan murid-murid-Nya, Ia tidak hanya memerintahkan mereka untuk tidak takut, tetapi mengawalinya dengan ucapan 'Aku ini' (egoo eimi) adalah merujuk pada atribut-atribut yang dimiliki Bapa, atau menunjuk pada hakikat diri Bapa, di mana Tuhan Yesus adalah manifestasi dari kehadiran Bapa. Ini sebagai penegasan bahwa hanya Dialah yang mampu dan sanggup menundukkan kuasa-kuasa gelap yang bermukim di perairan laut lepas. "Engkaulah yang membelah laut dengan kekuatan-Mu, yang memecahkan kepala ular-ular naga di atas muka air. Engkaulah yang meremukkan kepala-kepala Lewiatan, yang memberikannya menjadi makanan penghuni-penghuni padang belantara." (Mazmur 74:13-14).
Meski demikian murid-murid tidak seratus persen percaya kepada Tuhan alias ragu-ragu, sehingga mereka pun minta bukti. Ini terwakili oleh pernyataan Petrus, "Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air." (Matius 14:28). Petrus meminta bukti apakah Dia benar-benar Tuhan dengan membolehkannya mendekat kepada-Nya dengan berjalan di atas air, "Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam lalu berteriak: 'Tuhan, tolonglah aku!'" (Matius 14:30). Kita percaya Tuhan Yesus adalah Juruselamat, Dia adalah jalan dan kebenaran hidup; Dia Tuhan yang penuh kuasa; namun begitu menghadapi situasi sulit, krisis, atau terpaan badai dan gelombang kehidupan, kita pun mulai terpengaruh, iman menjadi goyah, dan bahkan kita mulai meragukan kuasa Tuhan!
Tidak seharusnya kita merasa sendiri dan takut menghadapi gelombang kehidupan karena Tuhan itu dekat dan memperdulikan kita, bahkan "'Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu.' Itulah firman iman, yang kami beritakan." (Roma 10:8). Karena itu berserulah kepada Tuhan dan perkatakan firman-Nya! "Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan." (Roma 10:13).
Pertolongan Tuhan tidak pernah terlambat, selalu tepat pada waktunya.
Tuesday, July 4, 2017
JANGANLAH TAKUT... TUHAN SELALU BESERTAMU (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Juli 2017
Baca: Matius 14:22-33
"Perahu murid-murid-Nya sudah beberapa mil jauhnya dari pantai dan diombang-ambingkan gelombang, karena angin sakal." Matius 14:24
Hari-hari ini banyak orang mengalami ketakutan karena dunia dipenuhi dengan kejadian-kejadian yang mengejutkan yang datangnya tanpa bisa diprediksi, mulai dari perubahan iklim yang tidak menentu dan ekstrem, bencana alam (banjir bandang, tanah longsor, angin puting beliung), kecelakaan, tindak kejahatan yang semakin menjadi-jadi, wabah sakit penyakit dan sebagainya. Rasa takut yang mencekam dapat membuat seorang kehilangan keseimbangan, kehilangan pegangan dan kehilangan pengharapan. Orang percaya yang awalnya sudah memulai segala sesuatu dengan roh, bisa jadi mengakhirnya dengan daging, "Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging? Sia-siakah semua yang telah kamu alami sebanyak itu? Masakan sia-sia!" (Galatia 3:3-4).
Ketika kapal mereka sedang diombang-ambingkan oleh gelombang besar, murid-murid Tuhan Yesus mengalami ketakutan yang luar biasa. Mengapa? Karena mereka merasa berjuang sendirian melawan gelombang besar yang membuat kapal nyaris tenggelam. Ketika peristiwa itu terjadi Tuhan Yesus sedang tidak bersama-sama dengan mereka, Ia masih berdoa seorang diri di atas bukit. Saat gelombang besar menyerang, perahu mereka sudah beberapa mil jauhnya dari pantai. Dalam teks aslinya, ukuran yang digunakan bukanlah mil, tetapi stadia (1 stadia = kurang lebih 185-200 meter), artinya perahu mereka berada jauh di tengah danau. Secara logika mustahil bagi mereka untuk bisa merapat kembali ke daratan untuk meminta pertolongan kepada Tuhan Yesus. Ketakutan mereka semakin menjadi-jadi karena ada mitos bahwa laut atau perairan luas adalah tempat bermukimnya roh-roh jahat, terdapat makhluk jahat yang merupakan simbol kuasa jahat (Iblis), yang disebut Lewiatan. Lewiatan juga merupakan simbol naga.
"Kira-kira jam tiga malam datanglah Yesus kepada mereka berjalan di atas air." (Matius 14:25). Begitu melihat ada sesosok manusia sedang berjalan di atas air dan mendekat, berteriaklah mereka karena takut: "Itu hantu!" (Matius 14:26). Karena dibayangi oleh rasa takut yang berlebihan, murid-murid tidak menyadari akan kehadiran Tuhan Yesus! (Bersambung)
Baca: Matius 14:22-33
"Perahu murid-murid-Nya sudah beberapa mil jauhnya dari pantai dan diombang-ambingkan gelombang, karena angin sakal." Matius 14:24
Hari-hari ini banyak orang mengalami ketakutan karena dunia dipenuhi dengan kejadian-kejadian yang mengejutkan yang datangnya tanpa bisa diprediksi, mulai dari perubahan iklim yang tidak menentu dan ekstrem, bencana alam (banjir bandang, tanah longsor, angin puting beliung), kecelakaan, tindak kejahatan yang semakin menjadi-jadi, wabah sakit penyakit dan sebagainya. Rasa takut yang mencekam dapat membuat seorang kehilangan keseimbangan, kehilangan pegangan dan kehilangan pengharapan. Orang percaya yang awalnya sudah memulai segala sesuatu dengan roh, bisa jadi mengakhirnya dengan daging, "Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging? Sia-siakah semua yang telah kamu alami sebanyak itu? Masakan sia-sia!" (Galatia 3:3-4).
Ketika kapal mereka sedang diombang-ambingkan oleh gelombang besar, murid-murid Tuhan Yesus mengalami ketakutan yang luar biasa. Mengapa? Karena mereka merasa berjuang sendirian melawan gelombang besar yang membuat kapal nyaris tenggelam. Ketika peristiwa itu terjadi Tuhan Yesus sedang tidak bersama-sama dengan mereka, Ia masih berdoa seorang diri di atas bukit. Saat gelombang besar menyerang, perahu mereka sudah beberapa mil jauhnya dari pantai. Dalam teks aslinya, ukuran yang digunakan bukanlah mil, tetapi stadia (1 stadia = kurang lebih 185-200 meter), artinya perahu mereka berada jauh di tengah danau. Secara logika mustahil bagi mereka untuk bisa merapat kembali ke daratan untuk meminta pertolongan kepada Tuhan Yesus. Ketakutan mereka semakin menjadi-jadi karena ada mitos bahwa laut atau perairan luas adalah tempat bermukimnya roh-roh jahat, terdapat makhluk jahat yang merupakan simbol kuasa jahat (Iblis), yang disebut Lewiatan. Lewiatan juga merupakan simbol naga.
"Kira-kira jam tiga malam datanglah Yesus kepada mereka berjalan di atas air." (Matius 14:25). Begitu melihat ada sesosok manusia sedang berjalan di atas air dan mendekat, berteriaklah mereka karena takut: "Itu hantu!" (Matius 14:26). Karena dibayangi oleh rasa takut yang berlebihan, murid-murid tidak menyadari akan kehadiran Tuhan Yesus! (Bersambung)
Monday, July 3, 2017
TIDAK SUKA MEMBACA ALKITAB
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Juli 2017
Baca: Mazmur 119:1-16
"Aku akan bergemar dalam ketetapan-ketetapan-Mu; firman-Mu tidak akan kulupakan." Mazmur 119:16
Sudahkah Saudara membaca Alkitab sampai tuntas, mulai dari kitab Kejadian sampai Wahyu? Jawabannya mungkin belum. Meski sudah menjadi pengikut Kristus bertahun-tahun, sedikit orang Kristen yang mampu menyelesaikan pembacaan Alkitab secara tuntas. Sementara kita sering mendengar banyak orang dari kepercayaan lain justru sudah membaca kitab suci mereka sampai khatam (tamat) berkali-kali. Kesibukan menjadi alasan klise bagi orang Kristen sehingga tidak sempat membaca Alkitab atau bahkan tidak pernah membaca Alkitab, kecuali ketika di tempat ibadah. Mereka berpikir bahwa datang ke gereja setiap Minggu itu sudah lebih dari cukup, baca Alkitab tidak terlalu penting.
Pesan Tuhan kepada Yosua, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8). Untuk dapat bertindak hati-hati sesuai kehendak Tuhan hanya dimungkinkan jika kita membaca dan merenungkan Kitab Suci itu siang dan malam, bukan hanya sesekali atau kalau sempat. Ini adalah keharusan! Kegiatan membaca Kitab Suci tidak bisa digantikan dengan kegiatan-kegiatan rohani apa pun. Yang dimaksud membaca adalah menunjuk kepada keseluruhan proses belajar: menyimak, meneliti, merenungkan, dan menyimpannya dalam hati (Mazmur 1:1-3), seperti Ezra yang "...bertekad untuk meneliti Taurat TUHAN dan melakukannya serta mengajar ketetapan dan peraturan di antara orang Israel." (Ezra 7:10).
Iblis tidak takut orang Kristen tampak rajin ke gereja dan terlibat aktif dalam pelayanan, yang ia takutkan adalah jika orang Kristen tekun membaca, mempelajari dan merenungkan firman Tuhan. Karena itu Iblis terus menghembuskan roh kemalasan dan kantuk supaya orang Kristen enggan membaca Alkitab, tujuannya adalah supaya mereka tidak punya pondasi iman yang kuat, tidak tahu tentang kebenaran firman, sehingga mereka akan mudah untuk disesatkan dan diombang-ambingkan!
"Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari." Mazmur 119:97
Baca: Mazmur 119:1-16
"Aku akan bergemar dalam ketetapan-ketetapan-Mu; firman-Mu tidak akan kulupakan." Mazmur 119:16
Sudahkah Saudara membaca Alkitab sampai tuntas, mulai dari kitab Kejadian sampai Wahyu? Jawabannya mungkin belum. Meski sudah menjadi pengikut Kristus bertahun-tahun, sedikit orang Kristen yang mampu menyelesaikan pembacaan Alkitab secara tuntas. Sementara kita sering mendengar banyak orang dari kepercayaan lain justru sudah membaca kitab suci mereka sampai khatam (tamat) berkali-kali. Kesibukan menjadi alasan klise bagi orang Kristen sehingga tidak sempat membaca Alkitab atau bahkan tidak pernah membaca Alkitab, kecuali ketika di tempat ibadah. Mereka berpikir bahwa datang ke gereja setiap Minggu itu sudah lebih dari cukup, baca Alkitab tidak terlalu penting.
Pesan Tuhan kepada Yosua, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8). Untuk dapat bertindak hati-hati sesuai kehendak Tuhan hanya dimungkinkan jika kita membaca dan merenungkan Kitab Suci itu siang dan malam, bukan hanya sesekali atau kalau sempat. Ini adalah keharusan! Kegiatan membaca Kitab Suci tidak bisa digantikan dengan kegiatan-kegiatan rohani apa pun. Yang dimaksud membaca adalah menunjuk kepada keseluruhan proses belajar: menyimak, meneliti, merenungkan, dan menyimpannya dalam hati (Mazmur 1:1-3), seperti Ezra yang "...bertekad untuk meneliti Taurat TUHAN dan melakukannya serta mengajar ketetapan dan peraturan di antara orang Israel." (Ezra 7:10).
Iblis tidak takut orang Kristen tampak rajin ke gereja dan terlibat aktif dalam pelayanan, yang ia takutkan adalah jika orang Kristen tekun membaca, mempelajari dan merenungkan firman Tuhan. Karena itu Iblis terus menghembuskan roh kemalasan dan kantuk supaya orang Kristen enggan membaca Alkitab, tujuannya adalah supaya mereka tidak punya pondasi iman yang kuat, tidak tahu tentang kebenaran firman, sehingga mereka akan mudah untuk disesatkan dan diombang-ambingkan!
"Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari." Mazmur 119:97
Sunday, July 2, 2017
JANGAN BERLAKU SEPERTI KUDA ATAU BAGAL (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Juli 2017
Baca: Mazmur 105:1-11
"Carilah TUHAN dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya selalu!" Mazmur 105:4
Jika sampai saat ini kita mampu menjalani hari-hari, karena apa? Jika kita masih dapat bernafas dan menghirup udara segar, karena apa? Semua itu bukan karena kuat dan gagah kita, tapi semata-mata karena anugerah, sebab "...di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yohanes 15:5b). Jika menyadari betapa besar kasih Tuhan dalam hidup ini seharusnya kita semakin terdorong untuk mendekat kepada-Nya dan membangkitkan kerinduan kita untuk mengenal Dia lebih dalam lagi. Tuhan berkata, "Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." (Hosea 6:6). Tanpa sadar selama ini yang kita ingini dari Tuhan hanyalah berkat-Nya, mujizat-Nya, dan pertolongan-Nya, tapi kita tidak merindukan Pribadi-Nya dan tidak mau mencari wajah-Nya!
Masih mengenai kuda, kuda juga memiliki kecenderungan untuk lari menjauh. Ini menunjukkan betapa susahnya menjinakkan kuda. Meski telah dirawat dengan baik, begitu ada kesempatan atau celah sedikit saja kuda akan berusaha lari dari tuannya. Itulah sebabnya pemazmur menyebut kuda atau bagal sebagai binatang yang tidak berakal. Seringkali hanya karena terbentur masalah, kesulitan atau menghadapi pergumulan hidup yang berat, kita gampang sekali memberontak kepada Tuhan, mengeluh, bersungut-sungut, dan mengomel. Bahkan bukannya semakin mendekatkan diri kepada Tuhan, tapi malah semakin menjauh dan meninggalkan Dia, karena merasa kecewa. Kita pun menjadi orang Kristen yang bebal! Nasihat dan teguran firman Tuhan kita abaikan. "Orang yang mengarahkan telinga kepada teguran yang membawa kepada kehidupan akan tinggal di tengah-tengah orang bijak. Siapa mengabaikan didikan membuang dirinya sendiri, tetapi siapa mendengarkan teguran, memperoleh akal budi." (Amsal 15:31-32).
Dalam situasi seperti ini Tuhan tahu persis bagaimana cara mengajar kita, yaitu menggunakan tali les dan kekang! Tuhan akan mengijinkan hal-hal yang tidak kita inginkan terjadi yang secara daging mungkin sakit, dengan tujuan untuk menarik kita mendekat kepada-Nya dan supaya kita menyadari kesalahan kita.
"Didikan yang keras adalah bagi orang yang meninggalkan jalan yang benar," Amsal 15:10
Baca: Mazmur 105:1-11
"Carilah TUHAN dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya selalu!" Mazmur 105:4
Jika sampai saat ini kita mampu menjalani hari-hari, karena apa? Jika kita masih dapat bernafas dan menghirup udara segar, karena apa? Semua itu bukan karena kuat dan gagah kita, tapi semata-mata karena anugerah, sebab "...di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yohanes 15:5b). Jika menyadari betapa besar kasih Tuhan dalam hidup ini seharusnya kita semakin terdorong untuk mendekat kepada-Nya dan membangkitkan kerinduan kita untuk mengenal Dia lebih dalam lagi. Tuhan berkata, "Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." (Hosea 6:6). Tanpa sadar selama ini yang kita ingini dari Tuhan hanyalah berkat-Nya, mujizat-Nya, dan pertolongan-Nya, tapi kita tidak merindukan Pribadi-Nya dan tidak mau mencari wajah-Nya!
Masih mengenai kuda, kuda juga memiliki kecenderungan untuk lari menjauh. Ini menunjukkan betapa susahnya menjinakkan kuda. Meski telah dirawat dengan baik, begitu ada kesempatan atau celah sedikit saja kuda akan berusaha lari dari tuannya. Itulah sebabnya pemazmur menyebut kuda atau bagal sebagai binatang yang tidak berakal. Seringkali hanya karena terbentur masalah, kesulitan atau menghadapi pergumulan hidup yang berat, kita gampang sekali memberontak kepada Tuhan, mengeluh, bersungut-sungut, dan mengomel. Bahkan bukannya semakin mendekatkan diri kepada Tuhan, tapi malah semakin menjauh dan meninggalkan Dia, karena merasa kecewa. Kita pun menjadi orang Kristen yang bebal! Nasihat dan teguran firman Tuhan kita abaikan. "Orang yang mengarahkan telinga kepada teguran yang membawa kepada kehidupan akan tinggal di tengah-tengah orang bijak. Siapa mengabaikan didikan membuang dirinya sendiri, tetapi siapa mendengarkan teguran, memperoleh akal budi." (Amsal 15:31-32).
Dalam situasi seperti ini Tuhan tahu persis bagaimana cara mengajar kita, yaitu menggunakan tali les dan kekang! Tuhan akan mengijinkan hal-hal yang tidak kita inginkan terjadi yang secara daging mungkin sakit, dengan tujuan untuk menarik kita mendekat kepada-Nya dan supaya kita menyadari kesalahan kita.
"Didikan yang keras adalah bagi orang yang meninggalkan jalan yang benar," Amsal 15:10
Saturday, July 1, 2017
JANGAN BERLAKU SEPERTI KUDA ATAU BAGAL (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Juli 2017
Baca: Mazmur 32:1-11
"Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus dikendalikan dengan tali les dan kekang, kalau tidak, ia tidak akan mendekati engkau." Mazmur 32:9
Seringkali timbul pertanyaan di benak kita: "Mengapa masalah masih dialami oleh orang yang percaya kepada Kristus? Mengapa Tuhan seolah-olah membiarkan umat-Nya berjuang sendirian menghadapi pergumulan hidup?" Tuhan tidak pernah berjanji bahwa setiap orang percaya kepada-Nya pasti terbebas dari masalah, namun yang pasti bahwa masalah yang dialami "...tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13). Pemazmur juga menyatakan, "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20).
Jika Tuhan mengijinkan masalah berarti Ia pasti punya suatu rencana di balik masalah tersebut. Adakalanya Tuhan menggunakan masalah sebagai salah satu cara untuk mengajar kita. "Aku hendak mengajar dan menunjukkan kepadamu jalan yang harus kautempuh; Aku hendak memberi nasihat, mata-Ku tertuju kepadamu." (Mazmur 32:8). Tuhan perlu mengajar kita karena Ia hendak memperbaiki kualitas hidup kita. Dalam mazmur ini Tuhan tidak menghendaki umat-Nya berlaku seperti kuda atau bagal! Ada beberapa sifat dasar dari kuda, antara lain tidak bisa mengenal siapa pemiliknya meski ia dirawat setiap hari olehnya; secara refleks kuda akan menyepak siapa saja yang mendekatinya dari belakang, atau akan mengangkat kedua kaki depannya dan menendang siapa saja yang mencoba untuk mendekatinya dari depan, sekalipun itu adalah pemiliknya sendiri.
Bukankah kita tanpa sadar seringkali berlaku seperti kuda atau bagal? Padahal Tuhan telah menyelamatkan hidup kita, menebus dosa-dosa kita melalui pengorban-Nya di atas kayu salib; ketika sakit-penyakit menimpa, Tuhanlah yang menyembuhkan; ketika mengalami jalan buntu, Tuhanlah yang membuka jalan bagi kita; ketika berada dalam krisis, Tuhan selalu hadir untuk menolong dan memulihkan keadaan kita. Meski demikian, kita tetap saja tidak memiliki pengenalan yang benar akan Dia. (Bersambung)
Baca: Mazmur 32:1-11
"Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus dikendalikan dengan tali les dan kekang, kalau tidak, ia tidak akan mendekati engkau." Mazmur 32:9
Seringkali timbul pertanyaan di benak kita: "Mengapa masalah masih dialami oleh orang yang percaya kepada Kristus? Mengapa Tuhan seolah-olah membiarkan umat-Nya berjuang sendirian menghadapi pergumulan hidup?" Tuhan tidak pernah berjanji bahwa setiap orang percaya kepada-Nya pasti terbebas dari masalah, namun yang pasti bahwa masalah yang dialami "...tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13). Pemazmur juga menyatakan, "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20).
Jika Tuhan mengijinkan masalah berarti Ia pasti punya suatu rencana di balik masalah tersebut. Adakalanya Tuhan menggunakan masalah sebagai salah satu cara untuk mengajar kita. "Aku hendak mengajar dan menunjukkan kepadamu jalan yang harus kautempuh; Aku hendak memberi nasihat, mata-Ku tertuju kepadamu." (Mazmur 32:8). Tuhan perlu mengajar kita karena Ia hendak memperbaiki kualitas hidup kita. Dalam mazmur ini Tuhan tidak menghendaki umat-Nya berlaku seperti kuda atau bagal! Ada beberapa sifat dasar dari kuda, antara lain tidak bisa mengenal siapa pemiliknya meski ia dirawat setiap hari olehnya; secara refleks kuda akan menyepak siapa saja yang mendekatinya dari belakang, atau akan mengangkat kedua kaki depannya dan menendang siapa saja yang mencoba untuk mendekatinya dari depan, sekalipun itu adalah pemiliknya sendiri.
Bukankah kita tanpa sadar seringkali berlaku seperti kuda atau bagal? Padahal Tuhan telah menyelamatkan hidup kita, menebus dosa-dosa kita melalui pengorban-Nya di atas kayu salib; ketika sakit-penyakit menimpa, Tuhanlah yang menyembuhkan; ketika mengalami jalan buntu, Tuhanlah yang membuka jalan bagi kita; ketika berada dalam krisis, Tuhan selalu hadir untuk menolong dan memulihkan keadaan kita. Meski demikian, kita tetap saja tidak memiliki pengenalan yang benar akan Dia. (Bersambung)
Friday, June 30, 2017
BUTA ROHANI: Tidak Melihat Kebenaran
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Juni 2017
Baca: Matius 15:1-20
"Jika orang buta menuntun orang buta, pasti keduanya jatuh ke dalam lobang." Matius 15:14b
Apa yang terbayang di benak Saudara jika melihat ada 2 orang buta yang hendak menyeberangi jalan umum, sementara jalan tersebut penuh dengan kendaraan yang sedang lalu lalang? Tentu itu sangat berbahaya! Kita pasti akan berpikir bahwa kecil kemungkinan kedua orang buta tersebut dapat menyeberangi jalan dengan selamat, atau kemungkinan terburuknya adalah mereka akan tertabrak oleh kendaraan.
Pernyataan keras pada ayat nas disampaikan Yesus untuk menyindir keberadaan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang secara lahiriah memiliki mata normal alias dapat melihat, tetapi sesungguhnya mereka mengalami kebutaan rohani, sehingga tidak dapat melihat kebenaran. "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia." (ayat 8-9). Mereka tahu tentang kebenaran secara detil, memiliki ilmu teologia sangat tinggi, bahkan cakap mengajar orang lain, namun tragisnya mereka sendiri tidak hidup dalam kebenaran... apalah arti semuanya itu? Jika mereka sendiri tidak hidup dalam kebenaran bagaimana mungkin membawa orang lain kepada kebenaran? Bagaimana mungkin menjadi berkat atau kesaksian bagi orang lain? Menjadi batu sandungan, iya. "Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya." (Matius 23:3).
Alkitab menyatakan bahwa setiap orang yang belum mengenal Kristus disebut sebagai orang-orang yang masih buta rohaninya karena mereka belum melihat terang, sebab Kristus adalah terang itu sendiri (baca Yohanes 8:12). Tetapi ada pula orang-orang yang sudah tahu kebenaran, mendengar berita Injil, tapi tidak mau percaya, karena "...pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah." (2 Korintus 4:4).
Sebagai orang percaya, yang telah menerima terang Kristus dan firman-Nya, seharusnya kita memiliki kehidupan yang memancarkan terang bagi orang lain, sehingga orang lain dapat 'melihat' kebenaran itu melalui kita.
Baca: Matius 15:1-20
"Jika orang buta menuntun orang buta, pasti keduanya jatuh ke dalam lobang." Matius 15:14b
Apa yang terbayang di benak Saudara jika melihat ada 2 orang buta yang hendak menyeberangi jalan umum, sementara jalan tersebut penuh dengan kendaraan yang sedang lalu lalang? Tentu itu sangat berbahaya! Kita pasti akan berpikir bahwa kecil kemungkinan kedua orang buta tersebut dapat menyeberangi jalan dengan selamat, atau kemungkinan terburuknya adalah mereka akan tertabrak oleh kendaraan.
Pernyataan keras pada ayat nas disampaikan Yesus untuk menyindir keberadaan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang secara lahiriah memiliki mata normal alias dapat melihat, tetapi sesungguhnya mereka mengalami kebutaan rohani, sehingga tidak dapat melihat kebenaran. "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia." (ayat 8-9). Mereka tahu tentang kebenaran secara detil, memiliki ilmu teologia sangat tinggi, bahkan cakap mengajar orang lain, namun tragisnya mereka sendiri tidak hidup dalam kebenaran... apalah arti semuanya itu? Jika mereka sendiri tidak hidup dalam kebenaran bagaimana mungkin membawa orang lain kepada kebenaran? Bagaimana mungkin menjadi berkat atau kesaksian bagi orang lain? Menjadi batu sandungan, iya. "Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya." (Matius 23:3).
Alkitab menyatakan bahwa setiap orang yang belum mengenal Kristus disebut sebagai orang-orang yang masih buta rohaninya karena mereka belum melihat terang, sebab Kristus adalah terang itu sendiri (baca Yohanes 8:12). Tetapi ada pula orang-orang yang sudah tahu kebenaran, mendengar berita Injil, tapi tidak mau percaya, karena "...pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah." (2 Korintus 4:4).
Sebagai orang percaya, yang telah menerima terang Kristus dan firman-Nya, seharusnya kita memiliki kehidupan yang memancarkan terang bagi orang lain, sehingga orang lain dapat 'melihat' kebenaran itu melalui kita.
Thursday, June 29, 2017
BERJEJAK DI ATAS BATU MASALAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Juni 2017
Baca: Habakuk 3:1-19
"ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku." Habakuk 3:19
Rusa adalah binatang lemah, tetapi kekuatan kaki-kakinya sangat mengagumkan karena mampu dengan lincahnya menjejak di atas bukit berbatu, melewati rintangan, hingga akhirnya sampai pada tempat tinggi dan jauh di puncak bukit. Itulah sebabnya rusa kerap kali dipakai dalam Alkitab untuk menggambarkan kekuatan dan daya tahan yang diberikan Tuhan bagi orang percaya untuk menghadapi dan melewati masa-masa sulit dalam kehidupan.
Sesungguhnya Habakuk pun punya alasan lemah dan putus asa: "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang," (ayat 17), yang adalah gambaran suatu keadaan yang sangat memprihatinkan, "namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN," (ayat 18). Habakuk mampu bertahan di tengah kesulitan karena ia senantiasa memandang Tuhan dan mengandalkan-Nya. Tuhan-lah sumber kekuatan dalam hidupnya! Jika Tuhan yang menyertai tidak ada perkara yang mustahil.
Semua orang mengakui bahwa hidup di zaman seperti sekarang ini sangatlah berat bagaikan menempuh perjalanan di padang gurun, melewati kerikil, dan bahkan batu-batu tajam yang berat. Sebagaimana rusa adalah binatang lemah, kita pun adalah manusia lemah yang penuh keterbatasan dan rentan terhadap marabahaya. Jika rusa yang secara fisik tergolong hewan lemah, namun memiliki kaki yang mampu menjejak dia atas bebatuan dan jalan-jalan penuh cadas dan mendaki, adakah yang sukar bagi orang percaya? Bersama Tuhan kita pasti bisa melakukannya, karena "Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan," (Efesus 3:20). Bersama Tuhan kita beroleh kekatan untuk menghadapi semuanya, dan bahkan membuat kita seperti rusa yang mampu menjejak di atas batu-batu permasalahan. Oleh karena itu jangan pernah menyerah pada keadaan yang seberat apa pun!
"Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." Filipi 4:13
Baca: Habakuk 3:1-19
"ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku." Habakuk 3:19
Rusa adalah binatang lemah, tetapi kekuatan kaki-kakinya sangat mengagumkan karena mampu dengan lincahnya menjejak di atas bukit berbatu, melewati rintangan, hingga akhirnya sampai pada tempat tinggi dan jauh di puncak bukit. Itulah sebabnya rusa kerap kali dipakai dalam Alkitab untuk menggambarkan kekuatan dan daya tahan yang diberikan Tuhan bagi orang percaya untuk menghadapi dan melewati masa-masa sulit dalam kehidupan.
Sesungguhnya Habakuk pun punya alasan lemah dan putus asa: "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang," (ayat 17), yang adalah gambaran suatu keadaan yang sangat memprihatinkan, "namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN," (ayat 18). Habakuk mampu bertahan di tengah kesulitan karena ia senantiasa memandang Tuhan dan mengandalkan-Nya. Tuhan-lah sumber kekuatan dalam hidupnya! Jika Tuhan yang menyertai tidak ada perkara yang mustahil.
Semua orang mengakui bahwa hidup di zaman seperti sekarang ini sangatlah berat bagaikan menempuh perjalanan di padang gurun, melewati kerikil, dan bahkan batu-batu tajam yang berat. Sebagaimana rusa adalah binatang lemah, kita pun adalah manusia lemah yang penuh keterbatasan dan rentan terhadap marabahaya. Jika rusa yang secara fisik tergolong hewan lemah, namun memiliki kaki yang mampu menjejak dia atas bebatuan dan jalan-jalan penuh cadas dan mendaki, adakah yang sukar bagi orang percaya? Bersama Tuhan kita pasti bisa melakukannya, karena "Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan," (Efesus 3:20). Bersama Tuhan kita beroleh kekatan untuk menghadapi semuanya, dan bahkan membuat kita seperti rusa yang mampu menjejak di atas batu-batu permasalahan. Oleh karena itu jangan pernah menyerah pada keadaan yang seberat apa pun!
"Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." Filipi 4:13
Tuesday, June 27, 2017
GILGAL: Mata Tertuju Kepada Tuhan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Juni 2017
Baca: Yosua 5:1-12
"Sebab, semua orang yang keluar dari Mesir itu telah bersunat, tetapi semua orang yang lahir di padang gurun dalam perjalanan sejak keluar dari Mesir, belum disunat." Yosua 5:5
Fakta penting lain berkenaan Gilgal adalah: 3. Di tempat ini orang-orang Israel disunat. Tuhan memberikan perintah kepada Yosua: "Buatlah pisau dari batu dan sunatlah lagi orang Israel itu, untuk kedua kalinya." (ayat 2), dan "Setelah seluruh bangsa itu selesai disunat, maka tinggallah mereka di tempatnya masing-masing di perkemahan itu, sampai mereka sembuh." (ayat 8). Sunat di Gilgal adalah tanda penghapusan cela Mesir (ayat 9). Alkitab menyatakan bahwa sunat adalah tanda perjanjian yang dilakukan Abraham dan keturunannya laki-laki (baca Kejadian 17:10-14).
Apa makna sunat bagi orang percaya? Sunat secara rohani adalah tanda pertobatan, yaitu tindakan memotong atau membuang segala kehidupan lama yang melekat dalam diri orang percaya, lalu berjalan dalam sebuah kehidupan baru bersama Kristus. "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Rasul Paulus menegaskan, "Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan akan tubuh yang berdosa," (Kolose 2:11). Setiap orang percaya yang telah meninggalkan kehidupannya yang lama adalah orang-orang yang 'bersunat', yang akan menikmati segala berkat dari perjanjian Bapa bagi Abraham. Karena itu bersunat atau tidak bersunat secara lahiriah tidaklah penting, yang penting ialah menaati hukum-hukum Tuhan (baca 1 Korintus 7:19).
4. Di Gilgal orang-orang Israel mendapatkan pembagian Tanah Perjanjian (baca Yosua 14). Salah satunya adalah Kaleb. "...Yosua memberkati Kaleb bin Yefune, dan diberikannyalah Hebron kepadanya menjadi milik pusakanya... karena ia tetap mengikuti TUHAN, Allah Israel, dengan sepenuh hati." (Yosua 14:13-14). Setiap orang yang percaya Kristus adalah orang-orang yang berhak menerima janji-janji-Nya, dan di dalam Dia-lah kita mendapatkan segala berkat rohani dalam sorga (baca Efesus 1:3).
Selama umat Israel hidup menurut aturan Tuhan dan mata hanya tertuju kepada-Nya, kemenangan menjadi milik mereka!
Baca: Yosua 5:1-12
"Sebab, semua orang yang keluar dari Mesir itu telah bersunat, tetapi semua orang yang lahir di padang gurun dalam perjalanan sejak keluar dari Mesir, belum disunat." Yosua 5:5
Fakta penting lain berkenaan Gilgal adalah: 3. Di tempat ini orang-orang Israel disunat. Tuhan memberikan perintah kepada Yosua: "Buatlah pisau dari batu dan sunatlah lagi orang Israel itu, untuk kedua kalinya." (ayat 2), dan "Setelah seluruh bangsa itu selesai disunat, maka tinggallah mereka di tempatnya masing-masing di perkemahan itu, sampai mereka sembuh." (ayat 8). Sunat di Gilgal adalah tanda penghapusan cela Mesir (ayat 9). Alkitab menyatakan bahwa sunat adalah tanda perjanjian yang dilakukan Abraham dan keturunannya laki-laki (baca Kejadian 17:10-14).
Apa makna sunat bagi orang percaya? Sunat secara rohani adalah tanda pertobatan, yaitu tindakan memotong atau membuang segala kehidupan lama yang melekat dalam diri orang percaya, lalu berjalan dalam sebuah kehidupan baru bersama Kristus. "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Rasul Paulus menegaskan, "Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan akan tubuh yang berdosa," (Kolose 2:11). Setiap orang percaya yang telah meninggalkan kehidupannya yang lama adalah orang-orang yang 'bersunat', yang akan menikmati segala berkat dari perjanjian Bapa bagi Abraham. Karena itu bersunat atau tidak bersunat secara lahiriah tidaklah penting, yang penting ialah menaati hukum-hukum Tuhan (baca 1 Korintus 7:19).
4. Di Gilgal orang-orang Israel mendapatkan pembagian Tanah Perjanjian (baca Yosua 14). Salah satunya adalah Kaleb. "...Yosua memberkati Kaleb bin Yefune, dan diberikannyalah Hebron kepadanya menjadi milik pusakanya... karena ia tetap mengikuti TUHAN, Allah Israel, dengan sepenuh hati." (Yosua 14:13-14). Setiap orang yang percaya Kristus adalah orang-orang yang berhak menerima janji-janji-Nya, dan di dalam Dia-lah kita mendapatkan segala berkat rohani dalam sorga (baca Efesus 1:3).
Selama umat Israel hidup menurut aturan Tuhan dan mata hanya tertuju kepada-Nya, kemenangan menjadi milik mereka!
Monday, June 26, 2017
GILGAL: Mata Tertuju Kepada Tuhan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Juni 2017
Baca: Yosua 5:1-12
"Dan berfirmanlah TUHAN kepada Yosua: "Hari ini telah Kuhapuskan cela Mesir itu dari padamu." Itulah sebabnya nama tempat itu disebut Gilgal sampai sekarang." Yosua 5:9
Gilgal adalah tempat yang memiliki sejarah penting bagi bangsa Israel. Gilgal terletak dekat kota Yerikho, kemungkinan terletak di pegunungan Efraim, sekitar 13 kilometer barat laut Betel. Gilgal dijadikan tempat persinggahan Yosua beserta bangsa Israel dan juga basis operasi militer selama penaklukan Kanaan dan kota-kota lainnya. Setelah setiap kemenangan diraih mereka pun kembali ke markas yaitu ke perkemahan besar di Gilgal.
Fakta penting tentang kota Gilgal ini menggambarkan kehidupan orang percaya: 1. Di Gilgal Yosua meletakkan batu-batu peringatan. "Kedua belas batu yang diambil dari sungai Yordan itu ditegakkan oleh Yosua di Gilgal." (Yosua 4:20). Tujuan diletakkannya 12 batu (sesuai jumlah suku Israel) adalah supaya anak cucu Israel dapat melihat tanda bahwa bukan dengan kekuatan dan kegagahan sendiri bangsa Israel dapat masuk ke Tanah Perjanjian, melainkan Tuhan yang menuntun dan menolong mereka. "supaya semua bangsa di bumi tahu, bahwa kuat tangan TUHAN, dan supaya mereka selalu takut kepada TUHAN, Allahmu." (Yosua 4:24). Karena itu mereka harus menghormati Tuhan dan beribadah hanya kepada-Nya. Bagi orang percaya di zaman ini kita mempunyai kesaksian melalui firman Tuhan, "...dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba." (1 Korintus 10:11).
2. Di Gilgal mereka merayakan Paskah (Yosua 5:10-11). Ini adalah perayaan Paskah pertama dari generasi baru yang masuk ke Tanah Perjanjian. Kembali ke Gilgal berarti mengingat kembali pengorbanan Kristus di kayu salib, di mana Kristus mati sebagai domba paskah untuk menebus dosa-dosa kita. Dahulu "...setiap imam melakukan tiap-tiap hari pelayanannya dan berulang-ulang mempersembahkan korban yang sama, yang sama sekali tidak dapat menghapuskan dosa." (Ibrani 10:11), tetapi "...Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia." (Ibrani 9:28). (Bersambung)
Baca: Yosua 5:1-12
"Dan berfirmanlah TUHAN kepada Yosua: "Hari ini telah Kuhapuskan cela Mesir itu dari padamu." Itulah sebabnya nama tempat itu disebut Gilgal sampai sekarang." Yosua 5:9
Gilgal adalah tempat yang memiliki sejarah penting bagi bangsa Israel. Gilgal terletak dekat kota Yerikho, kemungkinan terletak di pegunungan Efraim, sekitar 13 kilometer barat laut Betel. Gilgal dijadikan tempat persinggahan Yosua beserta bangsa Israel dan juga basis operasi militer selama penaklukan Kanaan dan kota-kota lainnya. Setelah setiap kemenangan diraih mereka pun kembali ke markas yaitu ke perkemahan besar di Gilgal.
Fakta penting tentang kota Gilgal ini menggambarkan kehidupan orang percaya: 1. Di Gilgal Yosua meletakkan batu-batu peringatan. "Kedua belas batu yang diambil dari sungai Yordan itu ditegakkan oleh Yosua di Gilgal." (Yosua 4:20). Tujuan diletakkannya 12 batu (sesuai jumlah suku Israel) adalah supaya anak cucu Israel dapat melihat tanda bahwa bukan dengan kekuatan dan kegagahan sendiri bangsa Israel dapat masuk ke Tanah Perjanjian, melainkan Tuhan yang menuntun dan menolong mereka. "supaya semua bangsa di bumi tahu, bahwa kuat tangan TUHAN, dan supaya mereka selalu takut kepada TUHAN, Allahmu." (Yosua 4:24). Karena itu mereka harus menghormati Tuhan dan beribadah hanya kepada-Nya. Bagi orang percaya di zaman ini kita mempunyai kesaksian melalui firman Tuhan, "...dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba." (1 Korintus 10:11).
2. Di Gilgal mereka merayakan Paskah (Yosua 5:10-11). Ini adalah perayaan Paskah pertama dari generasi baru yang masuk ke Tanah Perjanjian. Kembali ke Gilgal berarti mengingat kembali pengorbanan Kristus di kayu salib, di mana Kristus mati sebagai domba paskah untuk menebus dosa-dosa kita. Dahulu "...setiap imam melakukan tiap-tiap hari pelayanannya dan berulang-ulang mempersembahkan korban yang sama, yang sama sekali tidak dapat menghapuskan dosa." (Ibrani 10:11), tetapi "...Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia." (Ibrani 9:28). (Bersambung)
Sunday, June 25, 2017
BUNUH DIRI SEBAGAI TINDAKAN BODOH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Juni 2017
Baca: Pengkhotbah 7:1-22
"Janganlah terlalu fasik, janganlah bodoh! Mengapa engkau mau mati sebelum waktumu?" Pengkhotbah 7:17
Beberapa waktu yang lalu, tepatnya pada Jumat (3/3/2017), dunia hiburan dikejutkan dengan berita meninggalnya Tommy Page, penyanyi dan eksekutif musik yang dikenal melalui lagu I'll be Your everything, meninggal di usia 46 tahun. Kematian Tommy Page masih menyisakan misteri. Beberapa media luar negeri menyebutkan bahwa Tommy Page meninggal karena gantung diri. Namun hingga renungan ini ditulis belum ada pernyataan resmi dari pihak berwenang terkait kematiannya.
Bunuh diri (Inggris: suicide, berasal dari kata Latin suicidium, dari sui caedere, membunuh diri sendiri) adalah sebuah tindakan sengaja yang menyebabkan kematian diri sendiri. Bunuh diri seringkali dilakukan orang akibat putus asa, depresi, putus cinta, menanggung beban hidup yang teramat berat (himpitan ekonomi), pertengkaran dalam rumah tangga, atau rasa malu yang terlampau besar. Orang yang mengambil keputusan untuk bunuh diri seringkali tidak sadar kalau ia mau dan mampu melakukannya (tindakan bunuh diri), sebab dalam kehidupan sehari-hari tidak menunjukkan suatu gejala atau tanda yang menjurus ke arah perbuatan nekat tersebut. Bahkan ada kalanya orang yang sangat kaya atau terkenal bisa saja nekat melakukan tindakan bunuh diri karena masalah yang sepele. Orang yang bunuh diri artinya telah melepaskan satu anugerah Tuhan yang sangat besar, yaitu hidup. Kita tahu bahwa sehebat apa pun manusia dan secanggih apa pun teknologi yang ada di dunia ini takkan mampu menciptakan nafas kehidupan bagi manusia. Bunuh diri berarti membuang kesempatan yang Tuhan beri, tidak menghargai anugerah dan karya Tuhan dalam hidupnya.
Seberat apa pun masalah yang dialami tidak seharusnya manusia melakukan tindakan bodoh ini bila ia merespons kasih Tuhan. "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28). Bunuh diri adalah perbuatan yang sangat mempermalukan nama Tuhan. Orang yang bunuh diri telah merusak dan menggagalkan rencana Tuhan dalam kehidupannya.
Sekalipun berat masalah yang kita alami, pasti ada jalan keluarnya, asal kita mau datang kepada Tuhan dan meminta pertolongan-Nya!
Baca: Pengkhotbah 7:1-22
"Janganlah terlalu fasik, janganlah bodoh! Mengapa engkau mau mati sebelum waktumu?" Pengkhotbah 7:17
Beberapa waktu yang lalu, tepatnya pada Jumat (3/3/2017), dunia hiburan dikejutkan dengan berita meninggalnya Tommy Page, penyanyi dan eksekutif musik yang dikenal melalui lagu I'll be Your everything, meninggal di usia 46 tahun. Kematian Tommy Page masih menyisakan misteri. Beberapa media luar negeri menyebutkan bahwa Tommy Page meninggal karena gantung diri. Namun hingga renungan ini ditulis belum ada pernyataan resmi dari pihak berwenang terkait kematiannya.
Bunuh diri (Inggris: suicide, berasal dari kata Latin suicidium, dari sui caedere, membunuh diri sendiri) adalah sebuah tindakan sengaja yang menyebabkan kematian diri sendiri. Bunuh diri seringkali dilakukan orang akibat putus asa, depresi, putus cinta, menanggung beban hidup yang teramat berat (himpitan ekonomi), pertengkaran dalam rumah tangga, atau rasa malu yang terlampau besar. Orang yang mengambil keputusan untuk bunuh diri seringkali tidak sadar kalau ia mau dan mampu melakukannya (tindakan bunuh diri), sebab dalam kehidupan sehari-hari tidak menunjukkan suatu gejala atau tanda yang menjurus ke arah perbuatan nekat tersebut. Bahkan ada kalanya orang yang sangat kaya atau terkenal bisa saja nekat melakukan tindakan bunuh diri karena masalah yang sepele. Orang yang bunuh diri artinya telah melepaskan satu anugerah Tuhan yang sangat besar, yaitu hidup. Kita tahu bahwa sehebat apa pun manusia dan secanggih apa pun teknologi yang ada di dunia ini takkan mampu menciptakan nafas kehidupan bagi manusia. Bunuh diri berarti membuang kesempatan yang Tuhan beri, tidak menghargai anugerah dan karya Tuhan dalam hidupnya.
Seberat apa pun masalah yang dialami tidak seharusnya manusia melakukan tindakan bodoh ini bila ia merespons kasih Tuhan. "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28). Bunuh diri adalah perbuatan yang sangat mempermalukan nama Tuhan. Orang yang bunuh diri telah merusak dan menggagalkan rencana Tuhan dalam kehidupannya.
Sekalipun berat masalah yang kita alami, pasti ada jalan keluarnya, asal kita mau datang kepada Tuhan dan meminta pertolongan-Nya!
Saturday, June 24, 2017
JANGAN TAMAK (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Juni 2017
Baca: Lukas 12:13-21
"Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!" Lukas 12:19
Orang yang tidak pernah merasa puas dengan kekayaan yang dimiliki akan terus berusaha mendapatkan kekayaan lebih dan lebih lagi; dan karena tidak pernah ada rasa cukup, apabila ia tidak mawas diri, akan terjerat dalam ketamakan. Tamak artinya selalu ingin beroleh banyak untuk diri sendiri, loba, serakah, rakus. Tamak terhadap harta kekayaan adalah salah satu penyakit hati yang sangat membahayakan kehidupan manusia. Tamak menyebabkan dengki, permusuhan, perbuatan keji, dusta, curang, dan menjauhkan pelakunya dari ketaatan. Bermula dari mengejar kekayaan, orang rentan terhadap dosa. "Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan." (1 Timotius 6:9), padahal kekayaan materi itu sementara, tidak kekal, barang fana, sekarang ada esok hari bisa saja lenyap.
Apalagi bahaya berkenaan kekayaan? 2. Kekayaan tidak menjamin keselamatan jiwa. Apalah artinya orang memiliki kekayaan materi yang berlimpah-limpah jika pada akhirnya mengalami kebinasaan kekal? "...sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." (Lukas 12:15). Hal inilah yang menjadi alasan Tuhan Yesus berkata, "...sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga." (Matius 19:23). Ayub pun menyadari: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya." (Ayub 1:21a), artinya kita tidak membawa apa-apa saat datang ke dalam dunia dan kita pun tidak akan membawa apa pun juga saat meninggalkan dunia (baca 1 Timotius 6:7).
Jangan terlalu asyik mengumpulkan harta kekayaan di bumi, sehingga kita lalai untuk mengumpulkan harta yang sesungguhnya yaitu harga sorgawi; jangan sampai kita mengutamakan perkara-perkara duniawi lalu mengabaikan perkara-perkara rohani. "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21).
Tamak akan kekayaan hanya akan membawa seseorang kepada kebinasaan: ketika diberkati dengan kekayaan melimpah seharusnya makin kaya dalam kebajikan!
Baca: Lukas 12:13-21
"Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!" Lukas 12:19
Orang yang tidak pernah merasa puas dengan kekayaan yang dimiliki akan terus berusaha mendapatkan kekayaan lebih dan lebih lagi; dan karena tidak pernah ada rasa cukup, apabila ia tidak mawas diri, akan terjerat dalam ketamakan. Tamak artinya selalu ingin beroleh banyak untuk diri sendiri, loba, serakah, rakus. Tamak terhadap harta kekayaan adalah salah satu penyakit hati yang sangat membahayakan kehidupan manusia. Tamak menyebabkan dengki, permusuhan, perbuatan keji, dusta, curang, dan menjauhkan pelakunya dari ketaatan. Bermula dari mengejar kekayaan, orang rentan terhadap dosa. "Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan." (1 Timotius 6:9), padahal kekayaan materi itu sementara, tidak kekal, barang fana, sekarang ada esok hari bisa saja lenyap.
Apalagi bahaya berkenaan kekayaan? 2. Kekayaan tidak menjamin keselamatan jiwa. Apalah artinya orang memiliki kekayaan materi yang berlimpah-limpah jika pada akhirnya mengalami kebinasaan kekal? "...sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." (Lukas 12:15). Hal inilah yang menjadi alasan Tuhan Yesus berkata, "...sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga." (Matius 19:23). Ayub pun menyadari: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya." (Ayub 1:21a), artinya kita tidak membawa apa-apa saat datang ke dalam dunia dan kita pun tidak akan membawa apa pun juga saat meninggalkan dunia (baca 1 Timotius 6:7).
Jangan terlalu asyik mengumpulkan harta kekayaan di bumi, sehingga kita lalai untuk mengumpulkan harta yang sesungguhnya yaitu harga sorgawi; jangan sampai kita mengutamakan perkara-perkara duniawi lalu mengabaikan perkara-perkara rohani. "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21).
Tamak akan kekayaan hanya akan membawa seseorang kepada kebinasaan: ketika diberkati dengan kekayaan melimpah seharusnya makin kaya dalam kebajikan!
Friday, June 23, 2017
JANGAN TAMAK (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juni 2017
Baca: Lukas 12:13-21
"Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." Lukas 12:15
Kekayaan adalah sesuatu yang penting bagi kelangsungan hidup manusia. Dengan kekayaan orang dapat memenuhi keinginannya. Secara manusiawi ini wajar dan bukanlah dosa karena Alkitab tidak pernah melarang umat-Nya memiliki kekayaan yang berlimpah (menjadi kaya). Tuhan Yesus berkata, "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10b).
Namun harus diperhatikan bagaimana proses memperoleh kekayaan atau menjadi orang kaya, karena paradigma orang terhadap kekayaan akan menentukan sikapnya terhadap kekayaan itu sendiri. Paradigma yang benar akan menciptakan suatu kesadaran diri untuk mewaspadai bahaya atau ancaman dari kekayaan tersebut. Setidaknya ada tiga bahaya yang patut diwaspadai berkenaan dengan kekayaan: 1. Kekayaan tidak pernah memberikan rasa cukup. "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia. Dengan bertambahnya harta, bertambah pula orang-orang yang menghabiskannya. Dan apakah keuntungan pemiliknya selain dari pada melihatnya?" (Pengkhotbah 5:9-10).
Rasul Paulus mengajarkan kepada kita agar senantiasa memiliki rasa cukup. "Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah." (1 Timotius 6:6-8). Rasa cukup diterjemahkan dari kata Yunani (autarkeias) yang berarti kepuasan batiniah yang membuat seseorang menjadi sejahtera dengan apa yang dimilikinya. Rasul Paulus berkata, "...sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan." (Filipi 4:11). Yesus juga mengajarkan konsep rasa cukup ini dalam Doa Bapa Kami (baca Matius 6:11). Jadi sesungguhnya rasa cukup itu tidak bergantung pada seberapa banyak kekayaan materi yang dimiliki, melainkan berasal dari sikap hati orang terhadap kekayaan yang ada padanya. Ada banyak orang yang memiliki kekayaan melimpah tapi tak pernah merasa cukup. (Bersambung)
Baca: Lukas 12:13-21
"Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." Lukas 12:15
Kekayaan adalah sesuatu yang penting bagi kelangsungan hidup manusia. Dengan kekayaan orang dapat memenuhi keinginannya. Secara manusiawi ini wajar dan bukanlah dosa karena Alkitab tidak pernah melarang umat-Nya memiliki kekayaan yang berlimpah (menjadi kaya). Tuhan Yesus berkata, "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10b).
Namun harus diperhatikan bagaimana proses memperoleh kekayaan atau menjadi orang kaya, karena paradigma orang terhadap kekayaan akan menentukan sikapnya terhadap kekayaan itu sendiri. Paradigma yang benar akan menciptakan suatu kesadaran diri untuk mewaspadai bahaya atau ancaman dari kekayaan tersebut. Setidaknya ada tiga bahaya yang patut diwaspadai berkenaan dengan kekayaan: 1. Kekayaan tidak pernah memberikan rasa cukup. "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia. Dengan bertambahnya harta, bertambah pula orang-orang yang menghabiskannya. Dan apakah keuntungan pemiliknya selain dari pada melihatnya?" (Pengkhotbah 5:9-10).
Rasul Paulus mengajarkan kepada kita agar senantiasa memiliki rasa cukup. "Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah." (1 Timotius 6:6-8). Rasa cukup diterjemahkan dari kata Yunani (autarkeias) yang berarti kepuasan batiniah yang membuat seseorang menjadi sejahtera dengan apa yang dimilikinya. Rasul Paulus berkata, "...sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan." (Filipi 4:11). Yesus juga mengajarkan konsep rasa cukup ini dalam Doa Bapa Kami (baca Matius 6:11). Jadi sesungguhnya rasa cukup itu tidak bergantung pada seberapa banyak kekayaan materi yang dimiliki, melainkan berasal dari sikap hati orang terhadap kekayaan yang ada padanya. Ada banyak orang yang memiliki kekayaan melimpah tapi tak pernah merasa cukup. (Bersambung)
Thursday, June 22, 2017
BERHASIL KARENA BERANI BAYAR HARGA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juni 2017
Baca: Ulangan 28:1-14
"TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia," Ulangan 28:13
Banyak orang berpikir keputusan dan pilihan mereka adalah yang terbaik tanpa mau memperdulikan nasihat atau masukan siapa pun. Namun ada orang yang lebih mempercayai nasihat orang-orang fasik, padahal "Jalan orang fasik itu seperti kegelapan; mereka tidak tahu apa yang menyebabkan mereka tersandung." (Amsal 4:19). Ini adalah kesalahan fatal, karena nasihat orang fasik menjerumuskan dan menghancurkan, sebab berisi hal-hal negatif dan sangat bertentangan dengan firman Tuhan. Tetapi apabila kita mengarahkan telinga mendengar nasihat firman Tuhan, "Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan..." (Ulangan 28:1), kita pasti berhasil. Nasihat firman Tuhan adalah nasihat yang membangun, menuntun, mengarahkan dan membawa kita kepada rencana-Nya; dan rencana-Nya adalah kehidupan penuh keberhasilan.
Apalagi yang harus kita perhatikan agar berhasil? 2. Bangunlah komunitas yang sehat. "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33). Berhati-hati dan selektiflah dalam membangun sebuah komunitas, karena dengan siapa kita bergaul akan menentukan seperti apa masa depan kita. "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang." (Amsal 13:20). Komunitas yang buruk pasti akan mempengaruhi sikap dan perilaku orang yang terlibat di dalamnya, dan secara otomatis akan membentuk kehidupannya di masa depan: berhasil atau gagal.
3. Berpikirlah positif. Pikiran adalah medan peperangan. Apa yang kita pikirkan dan renungkan, itulah yang akan menghasilkan perkataan dan perbuatan kita. "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8). Memperkatakan firman Tuhan, merenungkan itu siang dan malam dan melakukannya (taat) niscaya akan membuat apa yang kita lakukan dan usahakan berhasil dan diberkati.
Hidup seturut dengan firman Tuhan adalah langkah menuju hidup yang berhasil!
Baca: Ulangan 28:1-14
"TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia," Ulangan 28:13
Banyak orang berpikir keputusan dan pilihan mereka adalah yang terbaik tanpa mau memperdulikan nasihat atau masukan siapa pun. Namun ada orang yang lebih mempercayai nasihat orang-orang fasik, padahal "Jalan orang fasik itu seperti kegelapan; mereka tidak tahu apa yang menyebabkan mereka tersandung." (Amsal 4:19). Ini adalah kesalahan fatal, karena nasihat orang fasik menjerumuskan dan menghancurkan, sebab berisi hal-hal negatif dan sangat bertentangan dengan firman Tuhan. Tetapi apabila kita mengarahkan telinga mendengar nasihat firman Tuhan, "Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan..." (Ulangan 28:1), kita pasti berhasil. Nasihat firman Tuhan adalah nasihat yang membangun, menuntun, mengarahkan dan membawa kita kepada rencana-Nya; dan rencana-Nya adalah kehidupan penuh keberhasilan.
Apalagi yang harus kita perhatikan agar berhasil? 2. Bangunlah komunitas yang sehat. "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33). Berhati-hati dan selektiflah dalam membangun sebuah komunitas, karena dengan siapa kita bergaul akan menentukan seperti apa masa depan kita. "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang." (Amsal 13:20). Komunitas yang buruk pasti akan mempengaruhi sikap dan perilaku orang yang terlibat di dalamnya, dan secara otomatis akan membentuk kehidupannya di masa depan: berhasil atau gagal.
3. Berpikirlah positif. Pikiran adalah medan peperangan. Apa yang kita pikirkan dan renungkan, itulah yang akan menghasilkan perkataan dan perbuatan kita. "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8). Memperkatakan firman Tuhan, merenungkan itu siang dan malam dan melakukannya (taat) niscaya akan membuat apa yang kita lakukan dan usahakan berhasil dan diberkati.
Hidup seturut dengan firman Tuhan adalah langkah menuju hidup yang berhasil!
Wednesday, June 21, 2017
BERHASIL KARENA BERANI BAYAR HARGA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juni 2017
Baca: Ulangan 28:1-14
"Segala berkat ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu, jika engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu:" Ulangan 28:2
Hidup yang berhasil adalah harapan, cita-cita dan impian setiap orang. Namun harus diingat bahwa tidak ada keberhasilan tanpa kerja keras, tidak ada keberhasilan tanpa ada harga yang harga dibayar. Dengan kata lain keberhasilan tidak datang begitu saja, keberhasilan adalah akibat dari sebab yang dilakukan, "...TUHAN menyertai Yusuf, sehingga ia menjadi seorang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya;" (Kejadian 39:2). Yusuf menjadi orang yang berhasil karena ia mau membayar harga, menjalani proses dalam hidupnya dengan setia sehingga Tuhan menyertainya. Juga, "Daud berhasil di segala perjalanannya, sebab TUHAN menyertai dia." (1 Samuel 18:14). Tuhan menyertai Daud karena ia terlebih dahulu setia dalam perkara-perkara kecil sampai akhirnya ia beroleh kepercayaan dari Tuhan untuk mengerjakan perkara yang jauh lebih besar.
Tuhan Yesus sendiri harus membayar harga untuk ketaatan-Nya kepada Bapa, bahkan sampai mati di kayu salib (Filipi 2:5-8). Sebelum disalibkan, saat berada di taman Getsemani, Tuhan yesus berdoa sungguh-sungguh sampai-sampai "Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah." (Lukas 22:44) karena sangat ketakutan. Meski demikian dia memilih untuk taat kepada Bapa: "...bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi." (Lukas 22:42). Tuhan Yesus harus membayar harga yaitu mati di kayu salib untuk menyelamatkan dan menebus dosa-dosa kita. "Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama," (Filipi 2:9). Tidak ada kemuliaan tanpa salib!
Setidaknya ada beberapa hal yang harus diperhatikan supaya kita menjadi orang yang berhasil, ada harga yang harus dibayar: 1. Mau memperhatikan nasihat. Pertanyaan: nasihat siapa yang harus kita dengar dan perhatikan? Apakah kita menuruti nasihat orang fasik, ataukah kita mengikuti nasihat dari Tuhan yang tertulis di Alkitab? Pemazmur menulis: "Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam." (Mazmur 1:1-2). Nasihat firman Tuhan adalah yang terbaik! (Bersambung)
Baca: Ulangan 28:1-14
"Segala berkat ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu, jika engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu:" Ulangan 28:2
Hidup yang berhasil adalah harapan, cita-cita dan impian setiap orang. Namun harus diingat bahwa tidak ada keberhasilan tanpa kerja keras, tidak ada keberhasilan tanpa ada harga yang harga dibayar. Dengan kata lain keberhasilan tidak datang begitu saja, keberhasilan adalah akibat dari sebab yang dilakukan, "...TUHAN menyertai Yusuf, sehingga ia menjadi seorang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya;" (Kejadian 39:2). Yusuf menjadi orang yang berhasil karena ia mau membayar harga, menjalani proses dalam hidupnya dengan setia sehingga Tuhan menyertainya. Juga, "Daud berhasil di segala perjalanannya, sebab TUHAN menyertai dia." (1 Samuel 18:14). Tuhan menyertai Daud karena ia terlebih dahulu setia dalam perkara-perkara kecil sampai akhirnya ia beroleh kepercayaan dari Tuhan untuk mengerjakan perkara yang jauh lebih besar.
Tuhan Yesus sendiri harus membayar harga untuk ketaatan-Nya kepada Bapa, bahkan sampai mati di kayu salib (Filipi 2:5-8). Sebelum disalibkan, saat berada di taman Getsemani, Tuhan yesus berdoa sungguh-sungguh sampai-sampai "Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah." (Lukas 22:44) karena sangat ketakutan. Meski demikian dia memilih untuk taat kepada Bapa: "...bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi." (Lukas 22:42). Tuhan Yesus harus membayar harga yaitu mati di kayu salib untuk menyelamatkan dan menebus dosa-dosa kita. "Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama," (Filipi 2:9). Tidak ada kemuliaan tanpa salib!
Setidaknya ada beberapa hal yang harus diperhatikan supaya kita menjadi orang yang berhasil, ada harga yang harus dibayar: 1. Mau memperhatikan nasihat. Pertanyaan: nasihat siapa yang harus kita dengar dan perhatikan? Apakah kita menuruti nasihat orang fasik, ataukah kita mengikuti nasihat dari Tuhan yang tertulis di Alkitab? Pemazmur menulis: "Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam." (Mazmur 1:1-2). Nasihat firman Tuhan adalah yang terbaik! (Bersambung)
Tuesday, June 20, 2017
BERDOALAH MENURUT KEHENDAK TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Juni 2017
Baca: 1 Yohanes 5:13-21
"Dan jikalau kita tahu, bahwa Ia mengabulkan apa saja yang kita minta, maka kita juga tahu, bahwa kita telah memperoleh segala sesuatu yang telah kita minta kepada-Nya." 1 Yohanes 5:15
Setiap orang percaya mempunyai hak istimewa untuk berdoa kepada Tuhan, di mana kita semua berharap doa-doa yang kita panjatkan didengar dan dijawab oleh-Nya sebagaimana yang Ia janjikan melalui firman-Nya: "Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan." (Matius 7:8). Namun ternyata tidak semua doa kita didengar dan dijawab Tuhan. Inilah yang seringkali menimbulkan kekecewaan. Agar doa kita efektif kita perlu mengoreksi diri dan belajar meminta menurut kehendak Tuhan, bukan kehendak kita.
Suatu ketika Filipus berkata kepada Tuhan Yesus, "'Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami.' Kata Yesus kepadanya: 'Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku?'" (Yohanes 14:8-10). Meskipun telah bersama-sama dengan Tuhan Yesus sekian lama, makan sehidangan dengan-Nya, dan melakukan tour pelayanan bersama, Filipus masih belum juga memahami siapa sesungguhnya Tuhan Yesus sehingga ia meminta agar Tuhan Yesus menunjukkan Bapa kepadanya, ia rindu untuk melihat secara nyata. Mungkin Filipus berharap agar Tuhan Yesus mewujudkan sosok mulia Sang Bapa, sama seperti yang dilihat oleh para nabi yang hidup di zaman Perjanjian Lama.
Seringkali kita memiliki iman seperti Filipus, iman yang didasarkan pada hal-hal yang terlihat kasat mata. Iman kita bangkit ketika kita melihat mujizat dinyatakan secara langsung atau melihat cahaya menyinari kita saat sedang berdoa di kamar. Kita selalu ingin melihat sesuatu yang spektakuler untuk menguatkan iman kita. Namun Tuhan Yesus tidak pernah mengajarkan sikap doa yang demikian, sebab jika doa dan iman bergantung pada hal-hal yang terlihat mata jasmani, kita pasti akan kecewa.
Apakah doa-doa kita sekarang ini sering terpusat pada memaksa Tuhan untuk memperlihatkan sesuatu yang bisa terlihat?
Baca: 1 Yohanes 5:13-21
"Dan jikalau kita tahu, bahwa Ia mengabulkan apa saja yang kita minta, maka kita juga tahu, bahwa kita telah memperoleh segala sesuatu yang telah kita minta kepada-Nya." 1 Yohanes 5:15
Setiap orang percaya mempunyai hak istimewa untuk berdoa kepada Tuhan, di mana kita semua berharap doa-doa yang kita panjatkan didengar dan dijawab oleh-Nya sebagaimana yang Ia janjikan melalui firman-Nya: "Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan." (Matius 7:8). Namun ternyata tidak semua doa kita didengar dan dijawab Tuhan. Inilah yang seringkali menimbulkan kekecewaan. Agar doa kita efektif kita perlu mengoreksi diri dan belajar meminta menurut kehendak Tuhan, bukan kehendak kita.
Suatu ketika Filipus berkata kepada Tuhan Yesus, "'Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami.' Kata Yesus kepadanya: 'Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku?'" (Yohanes 14:8-10). Meskipun telah bersama-sama dengan Tuhan Yesus sekian lama, makan sehidangan dengan-Nya, dan melakukan tour pelayanan bersama, Filipus masih belum juga memahami siapa sesungguhnya Tuhan Yesus sehingga ia meminta agar Tuhan Yesus menunjukkan Bapa kepadanya, ia rindu untuk melihat secara nyata. Mungkin Filipus berharap agar Tuhan Yesus mewujudkan sosok mulia Sang Bapa, sama seperti yang dilihat oleh para nabi yang hidup di zaman Perjanjian Lama.
Seringkali kita memiliki iman seperti Filipus, iman yang didasarkan pada hal-hal yang terlihat kasat mata. Iman kita bangkit ketika kita melihat mujizat dinyatakan secara langsung atau melihat cahaya menyinari kita saat sedang berdoa di kamar. Kita selalu ingin melihat sesuatu yang spektakuler untuk menguatkan iman kita. Namun Tuhan Yesus tidak pernah mengajarkan sikap doa yang demikian, sebab jika doa dan iman bergantung pada hal-hal yang terlihat mata jasmani, kita pasti akan kecewa.
Apakah doa-doa kita sekarang ini sering terpusat pada memaksa Tuhan untuk memperlihatkan sesuatu yang bisa terlihat?
Monday, June 19, 2017
TAK BERSEMANGAT MENJALANI HIDUP (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Juni 2017
Baca: Yesaya 40:27-31
"Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya." Yesaya 40:29
Keadaan sangat kontradiktif dialami Elia saat berada di gunung Horeb: ia yang sebelumnya memiliki semangat yang berapi-api, perlahan mulai padam; yang sebelumnya penuh keyakinan, kini hilang pengharapan, sampai-sampai tidak memiliki gairah hidup. "Cukuplah itu! Sekarang, ya TUHAN, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku." (1 Raja-Raja 19:4b).
Orang yang bersemangat tidak mudah menyerah dan tidak terpengaruh oleh situasi apa pun. Artinya tindakan atau perbuatannya tidak ditentukan atau dipengaruhi oleh keadaan, karena ia memiliki target dan tujuan yang ingin dicapai. Oleh sebab itu orang yang bersemangat pasti memiliki sikap yang optimis karena tahu bahwa "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Melihat keterpurukan Elia ini Tuhan tidak tinggal diam, lalu memberikan perhatian kepadanya. Tuhan membiarkan Elia istirahat dan tertidur, lalu Ia mengirim malaikat-Nya untuk memberinya makan (1 Raja-Raja 19:6-7). Tuhan membangkitkan semangat Elia yang mulai pudar dan mengingatkan kembali visinya semula: "Pergilah, kembalilah ke jalanmu, melalui padang gurun ke Damsyik, dan setelah engkau sampai, engkau harus mengurapi Hazael menjadi raja atas Aram." (1 Raja-Raja 19:15).
Pengalaman hidup Elia ini menjadi pelajaran berharga bagi kita. Apa pun kondisi yang sedang terjadi tetaplah memiliki semangat! Tanpa semangat kita tidak pernah mencapai goal, karena dengan bersemangat kita akan tetap mengarahkan pandangan kita kepada tujuan dan berusaha sedemikian rupa untuk mencapainya. Satu hal yang menguatkan: dalam keadaan terpuruk sekali pun, ketika orang-orang terdekat meninggalkan kita, percayalah bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita, Dia akan terus meng-support kita. "Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu." (Yesaya 46:4).
Oleh karena itu "...kuatkanlah hatimu, jangan lemah semangatmu, karena ada upah bagi usahamu!" 2 Tawarikh 15:7
Baca: Yesaya 40:27-31
"Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya." Yesaya 40:29
Keadaan sangat kontradiktif dialami Elia saat berada di gunung Horeb: ia yang sebelumnya memiliki semangat yang berapi-api, perlahan mulai padam; yang sebelumnya penuh keyakinan, kini hilang pengharapan, sampai-sampai tidak memiliki gairah hidup. "Cukuplah itu! Sekarang, ya TUHAN, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku." (1 Raja-Raja 19:4b).
Orang yang bersemangat tidak mudah menyerah dan tidak terpengaruh oleh situasi apa pun. Artinya tindakan atau perbuatannya tidak ditentukan atau dipengaruhi oleh keadaan, karena ia memiliki target dan tujuan yang ingin dicapai. Oleh sebab itu orang yang bersemangat pasti memiliki sikap yang optimis karena tahu bahwa "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Melihat keterpurukan Elia ini Tuhan tidak tinggal diam, lalu memberikan perhatian kepadanya. Tuhan membiarkan Elia istirahat dan tertidur, lalu Ia mengirim malaikat-Nya untuk memberinya makan (1 Raja-Raja 19:6-7). Tuhan membangkitkan semangat Elia yang mulai pudar dan mengingatkan kembali visinya semula: "Pergilah, kembalilah ke jalanmu, melalui padang gurun ke Damsyik, dan setelah engkau sampai, engkau harus mengurapi Hazael menjadi raja atas Aram." (1 Raja-Raja 19:15).
Pengalaman hidup Elia ini menjadi pelajaran berharga bagi kita. Apa pun kondisi yang sedang terjadi tetaplah memiliki semangat! Tanpa semangat kita tidak pernah mencapai goal, karena dengan bersemangat kita akan tetap mengarahkan pandangan kita kepada tujuan dan berusaha sedemikian rupa untuk mencapainya. Satu hal yang menguatkan: dalam keadaan terpuruk sekali pun, ketika orang-orang terdekat meninggalkan kita, percayalah bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita, Dia akan terus meng-support kita. "Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu." (Yesaya 46:4).
Oleh karena itu "...kuatkanlah hatimu, jangan lemah semangatmu, karena ada upah bagi usahamu!" 2 Tawarikh 15:7
Sunday, June 18, 2017
TAK BERSEMANGAT MENJALANI HIDUP (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Juni 2017
Baca: 1 Raja-Raja 19:1-8
"Maka takutlah ia, lalu bangkit dan pergi menyelamatkan nyawanya; dan setelah sampai ke Bersyeba, yang termasuk wilayah Yehuda, ia meninggalkan bujangnya di sana." 1 Raja-Raja 19:3
Siapa di antara kita kebal masalah? Tak ada! Tak terkecuali mereka yang berstatus hamba Tuhan atau pendeta sekali pun. Ya... Musa juga mengakui bahwa masalah, kesesakan, penderitaan adalah bagian hidup sehari-hari dan itulah kebanggaan hidup manusia (baca Mazmur 90:10). Namun orang percaya tak boleh menyerah dan putus asa, karena "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13).
Bukan perihal besar-kecil, berat-ringan masalah yang dihadapi, yang terpenting adalah bagaimana sikap kita saat berhadapan dengan masalah itu sendiri. Putus asa, patah semangat, menyerah di tengah jalan adalah sikap yang justru akan semakin menenggelamkan kita ke jurang permasalahan yang dalam. Untuk menang terhadap masalah dibutuhkan sikap yang pantang menyerah dan semangat yang tiada kunjung pudar. Elia, meskipun berstatus nabi Tuhan, juga pernah mengalami masalah yang membuatnya tidak lagi bersemangat dalam menjalani hidup. Padahal sebelum itu Elia meraih kemenangan besar di gunung Karmel yaitu berhasil membunuh 450 nabi baal. Ketika berita itu sampai ke Izebel, "maka Izebel menyuruh seorang suruhan mengatakan kepada Elia: 'Beginilah kiranya para allah menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jika besok kira-kira pada waktu ini aku tidak membuat nyawamu sama seperti nyawa salah seorang dari mereka itu.'" (1 Raja-Raja 19:2).
Karena ancaman Izebel ini Elia pun menjadi sangat takut dan larilah ia untuk menyelamatkan diri ke gunung Horeb. Keadaan Elia benar-benar drop: selain lelah jasmani -setelah menempuh perjalanan panjang 40 hari 40 malam-, ia juga mengalami kelelahan rohani yang membuatnya putus asa dan hilang semangat.
"Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?" Amsal 18:14
Baca: 1 Raja-Raja 19:1-8
"Maka takutlah ia, lalu bangkit dan pergi menyelamatkan nyawanya; dan setelah sampai ke Bersyeba, yang termasuk wilayah Yehuda, ia meninggalkan bujangnya di sana." 1 Raja-Raja 19:3
Siapa di antara kita kebal masalah? Tak ada! Tak terkecuali mereka yang berstatus hamba Tuhan atau pendeta sekali pun. Ya... Musa juga mengakui bahwa masalah, kesesakan, penderitaan adalah bagian hidup sehari-hari dan itulah kebanggaan hidup manusia (baca Mazmur 90:10). Namun orang percaya tak boleh menyerah dan putus asa, karena "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13).
Bukan perihal besar-kecil, berat-ringan masalah yang dihadapi, yang terpenting adalah bagaimana sikap kita saat berhadapan dengan masalah itu sendiri. Putus asa, patah semangat, menyerah di tengah jalan adalah sikap yang justru akan semakin menenggelamkan kita ke jurang permasalahan yang dalam. Untuk menang terhadap masalah dibutuhkan sikap yang pantang menyerah dan semangat yang tiada kunjung pudar. Elia, meskipun berstatus nabi Tuhan, juga pernah mengalami masalah yang membuatnya tidak lagi bersemangat dalam menjalani hidup. Padahal sebelum itu Elia meraih kemenangan besar di gunung Karmel yaitu berhasil membunuh 450 nabi baal. Ketika berita itu sampai ke Izebel, "maka Izebel menyuruh seorang suruhan mengatakan kepada Elia: 'Beginilah kiranya para allah menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jika besok kira-kira pada waktu ini aku tidak membuat nyawamu sama seperti nyawa salah seorang dari mereka itu.'" (1 Raja-Raja 19:2).
Karena ancaman Izebel ini Elia pun menjadi sangat takut dan larilah ia untuk menyelamatkan diri ke gunung Horeb. Keadaan Elia benar-benar drop: selain lelah jasmani -setelah menempuh perjalanan panjang 40 hari 40 malam-, ia juga mengalami kelelahan rohani yang membuatnya putus asa dan hilang semangat.
"Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?" Amsal 18:14
Saturday, June 17, 2017
TAK ADA YANG SANGGUP MENOLONG SELAIN TUHAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Juni 2017
Baca: Mazmur 121:1-8
"Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi." Mazmur 121:2
Ada banyak orang Kristen yang gampang sekali putus asa ketika diperhadapkan pada pergumulan hidup yang berat, karena mereka berpikir Tuhan tidak memperdulikan hidupnya. Itu salah besar! Tidak sekalipun Tuhan meninggalkan dan membiarkan umat-Nya bergumul sendirian. Tuhan berkata, "Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu." (Yesaya 46:4), bahkan pemazmur menegaskan bahwa Penjaga Israel tidak terlelap dan tidak tertidur (Mazmur 121:4). Jika Tuhan mengijinkan kita melewati masa-masa sulit itu artinya Dia sedang melatih kita untuk bergantung penuh kepada-Nya.
Jangan pernah lari dari prosesnya Tuhan. Mungkin terasa sakit tapi mendatangkan kebaikan bagi kita, sebab proses butuh waktu dan ketekunan. "Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." (Ibrani 10:36). Berbeda sekali dengan dunia yang selalu menawarkan segala sesuatu yang serba instan: pertolongan, uang/kekayaan, jabatan atau popularitas. Tergiur iming-iming bisa melipatgandakan uang atau investasi dengan bunga yang sangat tinggi, tanpa berpikir panjang banyak orang datang berbondong-bondong menyerahkan uangnya. Hasilnya? Bukannya beruntung tapi malah buntung. Jadi Saudaraku, sesulit apa pun keadaan tetap arahkan pandangan kepada Tuhan. Kalau sepertinya Tuhan begitu jauh, kita harus tetap mengimani kebenaran ini: "Tuhanlah Penjagamu, Tuhanlah naunganmu di sebelah tangan kananmu." (Mazmur 121:5).
Di ujung dunia mana pun kita takkan pernah menemukan pertolongan dan perlindungan yang sempurna. Dapatkah kita menjaga dan melindungi keluarga kita selama 24 jam penuh? Takkan bisa. Perhatikan janji firman-Nya: "Matahari tidak menyakiti engkau pada waktu siang, atau bulan pada waktu malam. TUHAN akan menjaga engkau terhadap segala kecelakaan; Ia akan menjaga nyawamu. TUHAN akan menjaga keluar masukmu, dari sekarang sampai selama-lamanya." (Mazmur 121:6-8).
Pertolongan dan perlindungan yang sempurna hanya kita dapatkan di dalam Tuhan, karena Dia Tuhan yang tidak pernah terlelap!
Baca: Mazmur 121:1-8
"Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi." Mazmur 121:2
Ada banyak orang Kristen yang gampang sekali putus asa ketika diperhadapkan pada pergumulan hidup yang berat, karena mereka berpikir Tuhan tidak memperdulikan hidupnya. Itu salah besar! Tidak sekalipun Tuhan meninggalkan dan membiarkan umat-Nya bergumul sendirian. Tuhan berkata, "Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu." (Yesaya 46:4), bahkan pemazmur menegaskan bahwa Penjaga Israel tidak terlelap dan tidak tertidur (Mazmur 121:4). Jika Tuhan mengijinkan kita melewati masa-masa sulit itu artinya Dia sedang melatih kita untuk bergantung penuh kepada-Nya.
Jangan pernah lari dari prosesnya Tuhan. Mungkin terasa sakit tapi mendatangkan kebaikan bagi kita, sebab proses butuh waktu dan ketekunan. "Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." (Ibrani 10:36). Berbeda sekali dengan dunia yang selalu menawarkan segala sesuatu yang serba instan: pertolongan, uang/kekayaan, jabatan atau popularitas. Tergiur iming-iming bisa melipatgandakan uang atau investasi dengan bunga yang sangat tinggi, tanpa berpikir panjang banyak orang datang berbondong-bondong menyerahkan uangnya. Hasilnya? Bukannya beruntung tapi malah buntung. Jadi Saudaraku, sesulit apa pun keadaan tetap arahkan pandangan kepada Tuhan. Kalau sepertinya Tuhan begitu jauh, kita harus tetap mengimani kebenaran ini: "Tuhanlah Penjagamu, Tuhanlah naunganmu di sebelah tangan kananmu." (Mazmur 121:5).
Di ujung dunia mana pun kita takkan pernah menemukan pertolongan dan perlindungan yang sempurna. Dapatkah kita menjaga dan melindungi keluarga kita selama 24 jam penuh? Takkan bisa. Perhatikan janji firman-Nya: "Matahari tidak menyakiti engkau pada waktu siang, atau bulan pada waktu malam. TUHAN akan menjaga engkau terhadap segala kecelakaan; Ia akan menjaga nyawamu. TUHAN akan menjaga keluar masukmu, dari sekarang sampai selama-lamanya." (Mazmur 121:6-8).
Pertolongan dan perlindungan yang sempurna hanya kita dapatkan di dalam Tuhan, karena Dia Tuhan yang tidak pernah terlelap!
Subscribe to:
Posts (Atom)