Friday, September 9, 2016

SIKAP YANG BENAR DALAM BERDOA (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 September 2016 

Baca:  Mazmur 25:1-22

"Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati."  Mazmur 25:9

Banyak orang Kristen mengeluh doa-doanya belum beroleh jawaban dari Tuhan, padahal mereka sudah berdoa sekian waktu lamanya.  Salah satu faktor yang menyebabkan doa-doa kita terhalang, yang kurang kita sadari adalah, kita berdoa dengan sikap hati yang salah.  Memang kita sudah berdoa sesuai dengan yang Alkitab ajarkan yaitu berdoa di dalam nama Tuhan Yesus,  "...tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa,"  (Yakobus 4:3).

     Perhatikan firman Tuhan ini supaya sikap hati kita dalam berdoa menjadi benar, sehingga kita mendapatkan jawaban atas apa yang kita minta dan doakan kepada Tuhan di dalam nama-Nya.  Berdoa bukanlah semata-mata mengucapkan kata-kata secara teratur yang berisi daftar kebutuhan hidup sehari-hari, melainkan suatu pernyataan  (ekspresi)  dari jiwa, roh dan tubuh kita dalam ibadah kepada Tuhan.  Tuhan melihat sikap hati kita, bukan apa yang nampak secara lahiriah,  "Segala jalan orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, tetapi Tuhanlah yang menguji hati."  (Amsal 16:2).  Suatu doa yang keluar dari dasar hati yang bersih, walaupun diucapkan hanya dengan beberapa kata sederhana atau dengan tetesan air mata, mampu menggetarkan hati Tuhan.  Segala doa yang dinaikkan kepada Tuhan dengan sikap hati yang benar pasti didengarkan Tuhan.

     Sikap rohani yang harus dimiliki saat berdoa:  1.  Kerendahan hati.  "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati. Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya."  (Petrus 5:5-6).  Jangan sampai kita bersikap seperti orang Farisi yang datang ke Bait Tuhan untuk berdoa, tapi dengan hati sombong memamerkan kebenaran dan kesucian dirinya  (menurut penilaian sendiri).  Dipandang dari sudut mana pun sesungguhnya tidak ada alasan bagi kita meninggikan diri atau bermegah di hadapan Tuhan, sebab segala keadaan dan apa yang kita punyai adalah semata-mata anugerah Tuhan  (baca  1 Korintus 15:10).

"TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya."  Mazmur 34:19

Thursday, September 8, 2016

TUHAN YESUS: Berdoa Syafaat (3)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 September 2016 

Baca:  Yohanes 17:1-26

"Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran."  Yohanes 17:17

Banyak orang Kristen mengeluh karena setelah mengikuti Yesus tantangan kok semakin berat:  ada yang dikucilkan keluarga, dijauhi teman atau sahabat, mengalami tekanan di tempat kerja dan juga lingkungan.  Namun dibenci dunia tampaknya sudah menjadi konsekuensi bagi setiap pengikut Kristus seperti yang Yesus katakan,  "Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu. Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu."  (Yohanes 15:18-19).

     Kata dunia mengacu kepada sistem atau pola hidup dunia yang kian bertambah jahat dan semakin menyimpang dari kebenaran di hari-hari menjelang kedatangan Tuhan, sehingga keberadaan gereja di tengah dunia seperti anak domba di tengah kawanan serigala:  "Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati."  (Matius 10:16).  Di tengah dunia yang jahat gereja dipanggil untuk tidak menjadi serupa dengan dunia  (baca  Roma 12:2), karena itu dunia sangat membenci dan memusuhi gereja-Nya.  Yesus berdoa,  "Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari pada yang jahat."  (Yohanes 17:15).  Tidak ada yang perlu ditakutkan dan dikuatirkan karena ada Roh Kudus yang diutus untuk menjaga, melindungi dan menyertai gereja-Nya sampai kepada akhir zaman  (baca  Matius 28:20b).

     2.  Pengudusan bagi gereja-Nya.  Gereja dipanggil bukan untuk memusuhi dunia atau menjauhkan diri dari dunia, melainkan untuk menjadi garam dan terang bagi dunia ini.  Tuhan Yesus berdoa agar Bapa menguduskan gereja-Nya dalam kebenaran  (ayat nas)  supaya gereja dapat memenuhi panggilannya, sebab tanpa kekudusan gereja tidak akan berdampak apa-apa bagi dunia.  Kata kuduskanlah menekankan kepada tindakan Tuhan yang telah dan secara aktif akan menguduskan gereja-Nya, sedangkan bagian yang harus dikerjakan gereja adalah hidup menurut pimpinan Roh Kudus, sehingga tidak lagi menuruti keinginan daging  (baca  Galatia 5:16).

Kerinduan Tuhan Yesus bagi gereja-Nya:  hidup dalam kesatuan dan kekudusan!

Wednesday, September 7, 2016

TUHAN YESUS: Berdoa Syafaat (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 September 2016 

Baca:  Yohanes 17:1-26

"Aku telah memberikan firman-Mu kepada mereka dan dunia membenci mereka, karena mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia."  Yohanes 17:4

Istilah gereja berasal dari kata Yunani kuriakos yang berarti milik Tuhan.  Secara harafiah gereja berarti tempat ibadah atau rumah Tuhan.

     Gereja yang sesungguhnya bukan berbicara mengenai gedung atau bangunan secara fisik, tetapi mengacu pada jemaat atau orang percaya.  Istilah jemaat adalah terjemahan kata Yunani ekklesia, yang artinya  'sidang atau kumpulan orang percaya yang dipanggil keluar dari'.  Jemaat adalah tubuh Kristus, dan Kristus sendiri adalah kepala jemaat,  "Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus. Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh. Karena tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota. Memang ada banyak anggota, tetapi hanya satu tubuh."  (1 Korintus 12:12, 13, 14, 20).  Pemazmur menyatakan di mana ada kesatuan dan kerukunan ke sanalah Tuhan akan mencurahkan berkat-berkat-Nya  (baca  Mazmur 133).  Kunci hidup dalam kesatuan adalah kerendahan hati dan tidak mementingkan diri sendiri:  "...hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;"  (Filipi 2:2-3).

     Gereja tidak akan bisa bersatu bila masing-masing menganggap diri lebih baik, lebih benar, lebih penting dari pada lainnya.  Dalam pandangan Tuhan Yesus kebesaran atau keluhuran hidup tidak didapat dengan cara meninggikan diri sendiri, melainkan dengan merendahkan diri.  'Anggota tubuh'  tentulah berbeda-beda, baik itu pola, posisi ataupun fungsinya, tetapi satu dalam dinamika kerjanya.  Tapi seringkali kita menganggap perbedaan sebagai masalah, padahal perbedaan adalah sebuah aset berharga yang harus dijaga.  Bila perbedaan yang ada disikapi secara bijak akan tercipta sebuah harmoni.

Tuhan mau gereja-Nya bersatu dan bekerjasama untuk melaksanakan pekerjaan-Nya di muka bumi ini!

Tuesday, September 6, 2016

TUHAN YESUS: Berdoa Syafaat (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 September 2016 

Baca:  Yohanes 17:1-26

"Aku berdoa untuk mereka. Bukan untuk dunia Aku berdoa, tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab mereka adalah milik-Mu..."  Yohanes 17:9

Ada banyak kepercayaan di dunia ini yang memerintahkan umat untuk berdoa bagi keselamatan pemimpin rohaninya.  Berbeda sekali dengan iman Kristen.  Tuhan Yesus tidak pernah meminta para pengikut-Nya mendoakan keselamatan diri-Nya karena Ia sendiri adalah Sang Juruselamat.  "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan."  (Kisah 4:12).

     Ketika para murid bertanya perihal kepergian-Nya, dengan tegas Yesus menjawab bahwa Ia pergi ke rumah Bapa untuk menyediakan tempat bagi orang percaya,  "...supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada."  (Kisah 4:3).  Yesus justru berdoa syafaat untuk murid-murid-Nya sebelum Ia berpisah dengan mereka.  Kata syafaat  (bahasa Arab)  artinya perantara yang menyampaikan permohonan untuk kepentingan orang lain.  Inilah yang disebut doa imamat.  Dalam doa ini seorang berdiri sebagai imam untuk kepentingan orang lain.  Inilah yang dilakukan Yesus sejak Ia dipermuliakan dan duduk di sebelah kanan Bapa-Nya di sorga,  "...Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela bagi kita?"  (Roma 8:34), dan  "Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka."  (Ibrani 7:25).  Doa syafaat adalah doa tingkat tinggi sebab tidak semua orang percaya melakukan doa ini.  Adalah lebih mudah berdoa bagi diri sendiri daripada berdoa untuk kepentingan orang lain.

     Pokok doa syafaat Tuhan Yesus:  1.  Kesatuan gereja-Nya.  "Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita."  (Yohanes 17:11).  Tuhan menginginkan agar gereja-Nya hidup dalam kesatuan!  Dewasa ini banyak gereja yang cenderung membentuk kelompok sendiri-sendiri, dan terpecah-belah.  Kalau tidak sedenominasi mereka tidak mau bekerjasama.  Karena keprihatinan inilah Tuhan Yesus berdoa kepada Bapa agar kesatuan gereja-Nya tetap terpelihara.  (Bersambung)

Monday, September 5, 2016

BERDOA UNTUK KEBUTUHAN HIDUP

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 September 2016 

Baca:  Matius 7:7-11

"Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya."  Matius 7:11

Semua orang pasti mempunyai kebutuhan dan juga keinginan dalam hidupnya.  Untuk memenuhi kebutuhan dan mewujudkan keinginan tersebut orang perlu berusaha dan bekerja.  Kabar bahagianya:  Tuhan tahu persis apa kebutuhan dan keinginan kita meski apa yang kita butuhkan dan inginkan tersebut masih tersimpan di dalam hati, belum kita katakan.  Sebagai Bapa yang baik Ia telah menyediakan semua yang menjadi kebutuhan anak-anak-Nya, dan semuanya itu baik adanya.  "Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran."  (Yakobus 1:17).

     Apa pun yang menjadi kebutuhan dan keinginan kita, sampaikan dan beritahukan kepada Tuhan melalui doa.  Inilah janji Tuhan yang berlaku bagi semua anak-Nya,  "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan."  (Matius 7:7-8), dan  "Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu minta kepada Bapa, akan diberikan-Nya kepadamu dalam nama-Ku. Sampai sekarang kamu belum meminta sesuatupun dalam nama-Ku. Mintalah maka kamu akan menerima, supaya penuhlah sukacitamu."  (Yohanes 16:23-24).  

     Segala berkat yang kita butuhkan ada dalam tangan Tuhan, oleh karena itu berharaplah kepada-Nya, jangan kepada yang lain, sebab tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan.  Dia pasti akan membuka jalan serta menyediakan segala yang kita butuhkan dengan cara-Nya yang heran dan ajaib.  Asal kita taat kepada Tuhan, apa yang menjadi kebutuhan kita pasti Tuhan sediakan tepat pada waktunya seperti tertulis:  "dan apa saja yang kita minta, kita memperolehnya dari pada-Nya, karena kita menuruti segala perintah-Nya dan berbuat apa yang berkenan kepada-Nya."  (1 Yohanes 3:22).

Tuhan akan memenuhi segala keperluan kita menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya  (baca  Filipi 4:19).

Sunday, September 4, 2016

MERASA KUATIR? BERDOALAH...

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 September 2016 

Baca:  Filipi 4:2-9

"Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur."  Filipi 4:6

Semua orang pasti pernah kuatir!  Banyak hal yang menyebabkan orang kuatir:  tentang kebutuhan hidup sehari-hari  (sandang, pangan, papan), biaya pendidikan yang semakin melambung, sakit-penyakit yang seringkali kambuh, masa depan anak, kuatir tidak segera mendapatkan jodoh dan masih banyak lagi.  Merasa kuatir adalah hal yang sangat manusiawi, tapi jika terus-menerus melanda tidak akan mendatangkan kebaikan, melainkan berdampak sangat buruk:  hilang damai sejahtera dan sukacita, mudah terserang penyakit:  "Kekuatiran dalam hati membungkukkan orang,"  (Amsal 12:25).

     Pemazmur menasihati:  "Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau!"  (Mazmur 55:23a).  Kalau kita menyerahkan dan memercayakan hidup dan segala permasalahannya kepada Tuhan, sesungguhnya tidak ada perkara yang perlu dikuatirkan, sebab semua ada dalam kendali kuasa-Nya dan tidak ada sesuatu yang sulit bagi-Nya untuk bertindak menolong kita.  Yang perlu kita lakukan adalah datang kepada Tuhan melalui doa dan mengimani semua yang Ia sampaikan melalui firman-Nya.  Hidup berkemenangan adalah bagian hidup orang percaya sebab kita memunyai Tuhan yang sanggup meneduhkan angin dan badai kehidupan.  Ketika Elia sungguh-sungguh berdoa kepada Tuhan, hujan tidak turun selama tiga setengah tahun;  dan melalui kekuatan doa yang Elia panjatkan pula langit menurunkan hujan  (baca  1 Raja-Raja 18:42-45). 

     Karena itu kita tidak perlu kuatir tentang apa pun  (meski secara fakta ada alasan untuk kita menjadi kuatir)  sebab Tuhan Yesus sudah menang bagi kita melalui karya pengorbanan-Nya di kayu salib.  "Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita."  (Matius 8:17).  Jangan sekali-kali merasa jemu berdoa, apalagi berhenti berdoa, sebab  "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya."  (Yakobus 5:16b).

Selama kita memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan, tidak ada yang perlu dikuatirkan!

Saturday, September 3, 2016

DOA ADALAH SENJATA AMPUH

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 September 2016 

Baca:  Matius 13:24-30

"Ketika gandum itu tumbuh dan mulai berbulir, nampak jugalah lalang itu."  Matius 13:26

Selama hidup di dunia ini kita takkan pernah berhenti bergumul dan berperang karena dunia adalah medan peperangan.  Peperangan dahsyat terjadi di seluruh muka bumi ini sehingga tidak ada satu tempat pun yang aman, baik di lautan atau pun di atas puncak gunung tinggi.  Namun peperangan itu bukan menghadapi musuh yang kelihatan dengan menggunakan senjata nyata, melainkan peperangan melawan roh-roh jahat di udara, Iblis dan seluruh bala tentaranya  (baca  Efesus 6:12).  Di segala bidang kehidupan, di segala tempat dan di segala situasi Iblis selalu menyerang:  dalam kehidupan rumah tangga, pekerjaan dan bisnis, bahkan dalam kehidupan berjemaat  (gereja)  Iblis terus mengincar,  "...berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya."  (1 Petrus 5:8).

     Tuhan Yesus menerangkan bahwa Kerajaan Sorga seperti suatu ladang yang menumbuhkan gandum dan juga lalang.  Itulah kenyataan yang terjadi di dalam gereja, ada orang-orang Kristen yang hidup dalam kebenaran dan memiliki kehidupan doa, tetapi banyak pula orang Kristen yang tidak demikian.  Pada saatnya Tuhan akan membuat perbedaan di antara keduanya:  "...antara orang benar dan orang fasik, antara orang yang beribadah kepada Allah dan orang yang tidak beribadah kepada-Nya."  (Maleakhi 3:18).  Ketika menghadapi peperangan berat sekali pun orang benar akan tampil sebagai pemenang sebab mereka memiliki senjata ampuh menangkis serangan Iblis, yaitu doa.

     Selama kita memiliki kehidupan doa yang konsisten, memelihara hubungan dengan Tuhan setiap hari, Iblis tidak akan mampu bertahan menghadapi kita.  "...setiap orang saleh berdoa kepada-Mu,...sesungguhnya pada waktu banjir besar terjadi, itu tidak melandanya."  (Mazmur 32:6), artinya selalu ada perlindungan dan pembelaan dari Tuhan!  Sebaliknya orang yang tidak berlaku benar di hadapan Tuhan, tidak memiliki kehidupan doa, Tuhan tidak berpihak kepadanya, ia akan terhempas seperti lalang:  "Kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar;"  (Matius 13:30).

Milikilah kehidupan doa supaya kita menang terhadap serangan Iblis;  jika tidak, kita akan terhempas seperti lalang!

Friday, September 2, 2016

YESUS UTAMAKAN DOA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 September 2016 

Baca:  Markus 1:35-39

"Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana."  Markus 1:35

Berdoa adalah hal terpenting dalam kehidupan dan pelayanan Tuhan Yesus!  Sebelum menyatakan diri-Nya dan menjalankan pekerjaan yang dipercayakan Bapa kepada-Nya, Tuhan Yesus terlebih dahulu mengasingkan diri di padang gurun untuk berdoa dan berpuasa selama 40 hari 40 malam lamanya.  Karena kekuatan doa inilah Tuhan Yesus mampu mengalahkan segala tipu muslihat Iblis yang ditujukan kepada-Nya  (baca  Matius 4:1-14).  Begitu juga selama pelayanan-Nya Alkitab mencatat bahwa Tuhan Yesus seringkali pergi menyendiri untuk berdoa.  Bahkan, hingga saat-saat terakhir hidup-Nya di kayu salib, Tuhan Yesus pun masih berdoa, bukti nyata bahwa Ia mengutamakan doa.

     Pagi-pagi benar sebelum matahari terbit Yesus telah bangun dan berdoa kepada Bapa-Nya, dan seringkali juga sepanjang malam dalam kesunyian di atas gunung Ia berdoa sendirian:  "Setelah Ia berpisah dari mereka, Ia pergi ke bukit untuk berdoa."  (Markus 6:46).  Lukas juga mencatat:  "Pada waktu itu pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah."  (Lukas 6:12).  Perhatikan ayat ini:  "Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan."  (Ibrani 5:7).  Karena memiliki kehidupan doa yang luar biasa Yesus tampil sebagai pribadi yang luar biasa pula dan penuh kuasa.

     Membangun persekutuan dengan Bapa, melibatkan Bapa dalam setiap kehendak dan rencana-Nya adalah kunci keberhasilan pelayanan Yesus.  Meski selalu menjadi incaran banyak orang yang memusuhi dan berusaha menjatuhkan-Nya, Ia mampu menguasai diri-Nya dan tetap tenang karena Ia selalu menempatkan doa sebagai hal yang utama.  "Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa."  (1 Petrus 4:7b).  Selama 3,5 tahun pelayanan-Nya di bumi Yesus bukan hanya mengajar murid-murid-Nya secara teori tetapi juga secara praktis tentang pentingnya berdoa!

Tuhan Yesus memberikan teladan hidup bagaimana Ia menempatkan doa sebagai hal utama dalam hidup-Nya, supaya kita pun mengikuti jejak-Nya.

Thursday, September 1, 2016

BERDOA: Terpenting Dalam Hidup

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 September 2016 

Baca:  Efesus 6:10-20

"Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya..."  Efesus 6:18

Kata doa adalah kata yang selalu menarik perhatian semua orang percaya, karena di mana pun berada dalam keadaan tertekan, terjepit atau mengalami jalan buntu dalam permasalahan, hal pertama yang kita butuhkan adalah doa.  Entah kita sendiri yang berdoa, atau kita meminta orang lain untuk mendoakan kita.

     Doa lahir karena semua orang menyadari akan kekuatan dan kemampuan yang terbatas, sehingga kita sangat membutuhkan pertolongan dan campur tangan Tuhan.  Namun banyak orang Kristen kurang menyadari arti pentingnya berdoa, terbukti mereka sering mengabaikan jam-jam doa dan susah sekali menyediakan waktu secara konsisten untuk berdoa, sedangkan untuk melakukan aktivitas-aktivitas lain, mereka bisa.  Berdoa haruslah menjadi hal terpenting dalam kehidupan kita lebih dari segala pekerjaan apa pun, sebab segala pekerjaan yang ada di dunia ini sifatnya hanya sementara saja, sedangkan berdoa adalah suatu pekerjaan yang berdampak kekekalan.  Hidup tanpa doa ibarat rumah tidak bertiang!  Dapatkah sebuah rumah berdiri tegak bila tidak ada tiang yang mendukungnya?  Mustahil!

     Doa adalah nafas hidup kita, yaitu berdoa yang bukan hanya sebagai kegiatan rutinitas agamawi, bukan sekedar mengucapkan kalimat-kalimat doa yang dihafalkan, tetapi yang menjadi gaya hidup sehari-hari.  Inilah yang dimaksud memiliki kehidupan doa!  Janganlah kita mengikuti jejak orang-orang fasik yang tidak menempatkan doa sebagai hal terpenting, karena mereka beranggapan bahwa segala sesuatu bisa dilakukan dengan mengandalkan kekuatan sendiri tanpa harus melibatkan Tuhan dalam hidupnya, padahal doa merupakan jalan yang Tuhan sudah tetapkan untuk kita berbicara, membangun hubungan dengan Dia, dan meminta sesuatu kepada-Nya.  Ketika orang benar berdoa kepada Tuhan, Dia yang Mahakuasa sanggup melakukan apa saja, sebab tidak ada yang mustahil bagi-Nya  (baca  Lukas 1:37):  sebesar apa pun masalah bisa diselesaikan, sakit-penyakit disembuhkan, pintu yang tertutup pun bisa terbuka, perkara yang tak mungkin menjadi sangat mungkin.

Adalah rugi besar jika kita mengenyampingkan dan tidak menganggap penting doa!

Wednesday, August 31, 2016

IMAN NUH: Melakukan Kehendak Tuhan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Agustus 2016 

Baca:  Kejadian 6:9-22

"Lalu Nuh melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya."  Kejadian 6:22

Nuh adalah salah satu tokoh Alkitab yang memiliki peranan penting dalam sejarah kehidupan manusia, ia tercatat sebagai saksi iman.  Tanpa Nuh tidak akan ada lagi umat manusia pada hari ini, karena semua manusia yang hidup di jamannya mengalami kebinasaan karena dilanda air bah, kecuali Nuh adan keluarganya.

     Ketika orang-orang hidup dalam kejahatan dan menjauh dari Tuhan, Nuh memilih hidup benar di hadapan Tuhan, tertulis:  "Inilah riwayat Nuh: Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah."  (ayat 9).  Karena hidup bergaul karib dengan Tuhan, Ia pun menyatakan kehendak dan rencana-Nya kepada Nuh,  "Aku telah memutuskan untuk mengakhiri hidup segala makhluk, sebab bumi telah penuh dengan kekerasan oleh mereka, jadi Aku akan memusnahkan mereka bersama-sama dengan bumi. Buatlah bagimu sebuah bahtera dari kayu gofir;"  (ayat 13-14);  dan ketika diperintahkan Tuhan untuk membuat bahtera, meski secara manusia perintah itu tidak masuk di akal, dan meski banyak orang mencemooh dan menertawakannya, Nuh tetap taat melakukan apa yang menjadi kehendak-Nya.  Alkitab menyatakan,  "Karena iman, maka Nuh--dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan--dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; dan karena iman itu ia menghukum dunia, dan ia ditentukan untuk menerima kebenaran, sesuai dengan imannya."  (Ibrani 11:7).  Nuh percaya akan apa yang Tuhan firmankan kepadanya tentang akan datangnya air bah;  walaupun hujan belum pernah dilihat sebelumnya, inilah iman.

     Jadi, iman bukan didasarkan pada apa yang dapat dilihat atau dirasakan, namun didasarkan pada janji Tuhan.  "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat."  (Ibrani 11:1).  Sambil memersiapkan bahtera, kita sangat percaya bahwa Nuh terus memeringatkan orang-orang agar segera bertobat... tetapi sayang peringatan dari Tuhan itu mereka anggap angin lalu, akhirnya  "...setiap pelanggaran dan ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal,"  (Ibrani 2:2).

Karena iman dan ketaatannya Nuh sekeluarga beroleh kasih karunia dari Tuhan!

Tuesday, August 30, 2016

BAIT TUHAN ADALAH RUMAH DOA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Agustus 2016 

Baca:  1 Korintus 3:10-20

"Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?"  1 Korintus 3:16

Keberadaan Roh Tuhan di zaman Perjanjian Lama berbeda dengan zaman Perjanjian Baru.  Di Perjanjian Lama, yang dimaksud bait Roh Tuhan adalah mengacu kepada bangunan yang dibangun oleh Salomo. Sedangkan di Perjanjian Baru Roh Tuhan berkenan tinggal di dalam diri setiap orang percaya secara permanen, sehingga tubuhnya disebut bait Roh Kudus  (ayat nas).  Jadi bait Tuhan sesungguhnya bukanlah gedung atau bangunan secara fisik, melainkan orang percaya yang berhimpun di dalamnya.  Perhatikan pernyataan Tuhan Yesus ini:  "Rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa"  (Markus 11:17).  Karena kita ini adalah bait Tuhan, tempat di mana Roh-Nya berdiam, maka Tuhan menghendaki bait-Nya menjadi rumah doa.  Dengan kata lain doa harus menjadi bagian penting dalam hidup orang percaya.

     Agar kehidupan doa tidak padam Tuhan berfirman kepada Musa:  "Perintahkanlah kepada Harun dan anak-anaknya: Inilah hukum tentang korban bakaran. Korban bakaran itu haruslah tinggal di atas perapian di atas mezbah semalam-malaman sampai pagi, dan api mezbah haruslah dipelihara menyala di atasnya."  (Imamat 6:9).  Sebagai imam, Harun dan anak-anaknya mendapatkan tugas menjaga api yang berada di atas mezbah agar tetap menyala.  Jadi tiap pagi mereka harus menaruh kayu di atas mezbah, mengatur korban bakaran di atasnya dan membakar lemak sebagai korban keselamatan.  Demikian juga kita seharusnya memersembahkan korban pujian dan penyembahan kepada Tuhan setiap hari seperti yang dilakukan Daud:  "TUHAN, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku, pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu, dan aku menunggu-nunggu."  (Mazmur 5:4).  Ini berbicara tentang doa yang tiada berkeputusan!

     Tuhan tidak menghendaki api itu padam, artinya setiap saat dalam hidup ini kita harus selalu menyala dalam doa, puji-pujian dan penyembahan kepada Tuhan;  tidak peduli apakah pekerjaan menuntut kita untuk selalu sibuk, namun membangun persekutuan dengan Tuhan melalui doa jangan sekali-kali ditinggalkan, sebab tubuh kita adalah bait Tuhan dan bait-Nya adalah rumah doa.

Jadikan doa sebagai gaya hidup sehari-hari karena kita ini adalah rumah doa!

Monday, August 29, 2016

BERPIKIRLAH SEDEMIKIAN RUPA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Agustus 2016 

Baca:  2 Korintus 8:16-24

"Karena kami memikirkan yang baik, bukan hanya di hadapan Tuhan, tetapi juga di hadapan manusia."  2 Korintus 8:21

Tak terbantahkan bahwa medan peperangan dalam diri setiap orang adalah pikirannya sendiri, sebab pikiran adalah awal dari setiap tindakan, dan itu menunjukkan gambar diri seseorang.  Karena itu Iblis dengan berbagai cara mencoba menyerang pikiran semua orang agar mereka jatuh dalam dosa.  Bahkan Iblis berani menyerang pikiran Tuhan Yesus ketika Dia berpuasa selama 40 hari 40 malam dengan harapan Tuhan mau menuruti segala kemauannya.  Namun Iblis gagal total, karena Tuhan Yesus berhasil menangkal setiap serangan yang ditujukan kepada-Nya!

     Berhati-hatilah... bagaimana kita berpikir akan menentukan bagaimana kita melihat, menafsirkan dan menilai segala sesuatu, termasuk bagaimana kita melihat diri sendiri.  Contoh:  ketika kita berpikiran positif terhadap seseorang secara otomatis sikap kita akan menjadi positif terhadapnya.  Ini menunjukkan bahwa pemikiran yang positif akan mampu membangun persepsi yang positif pula dalam setiap tindakan yang kita lakukan;  dan bila kita sudah berpikiran negatif terhadap seseorang, sikap kita pun akan menjadi negatif terhadapnya.  Begitu pula bila kita berpikir bahwa masalah yang kita hadapi tampak sangat rumit kita pun akan melihat masalah seperti raksasa yang sulit untuk ditaklukkan.  Sebaliknya kalau kita selalu berpikiran sederhana terhadap segala hal, kita akan melihat kehidupan ini menjadi sederhana.  Maka  "Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing."  (Roma 12:3).  Artinya Tuhan menghendaki agar kita berpikiran tidak terlalu tinggi, tetapi yang pantas dan sesuai dengan kadar iman, sehingga kita dapat menguasai diri.

     Banyak orang Kristen berpikiran sedemikian tinggi  (muluk-muluk)  sampai-sampai harus memaksakan diri, dan akhirnya tidak menguasai dirinya.  Ini sangat berbahaya!

Rasul Paulus menasihati agar kita menawan segala pikiran dan menaklukkannya dalam Kristus Yesus  (baca  2 Korintus 10:5). sehingga yang timbul di dalam pikiran kita hanya hal-hal yang positif dan benar  (baca  Filipi 4:8).

Sunday, August 28, 2016

WARGA SORGA: Hidup Sesuai Hukum Sorga (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Agustus 2016 

Baca:  Roma 6:15-23

"Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal."  Roma 6:22

Sebagai warga sorga yang masih tinggal di bumi, bukan berarti kita menjadi seperti alien di hadapan orang-orang, namun justru dalam kapasitas sebagai penduduk bumi Tuhan menuntut kita menjadi garam dan terang bagi dunia, supaya melalui sepak terjang kita nama Tuhan dipermuliakan.  Ingatlah bahwa Tuhan tidak pernah memerintahkan orang percaya untuk menjauhi atau memusuhi dunia, tetapi kehendak-Nya atas kita adalah tidak menjadi serupa dengan dunia ini.

     Dalam Ibrani 10:6 dikatakan:  "Kepada korban bakaran dan korban penghapus dosa Engkau tidak berkenan."  Artinya bukan korban persembahan mati dari tubuh binatang yang tak bercacat cela yang Tuhan kehendaki, melainkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan.  Inilah panggilan hidup bagi semua orang percaya! "Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati."  (Roma 12:1).  Jadi ibadah sejati bukan semata-mata rajin ke gereja, tampak sibuk dalam pelayanan atau memberi persembahan dalam jumlah yang besar.  Ibadah sejati bagi warga sorgawi adalah  'menyerahkan'  tubuh ini kepada Tuhan.  Kata tubuh diartikan seluruh keberadaan hidup kita, bukan semata-mata tubuh jasmaniah, sedangkan kata kudus berarti memisahkan atau mengkhususkan tubuh ini hanya untuk Tuhan sepenuhnya.  Kemauan kita untuk memisahkan diri dari dosa dan mengkhususkan hidup sepenuhnya untuk Tuhan adalah arti sesungguhnya hidup dalam kekudusan.

     Adalah hal yang wajar bila orang dunia menyerahkan tubuhnya untuk kesenangan duniawi, tetapi tubuh orang percaya, yang adalah sebagai warga sorgawi, adalah milik Tuhan sepenuhnya.  Maka dari itu kita harus memiliki kehidupan yang selaras dengan kehendak Tuhan sebab kita telah dimerdekakan dari dosa  (Roma 6:18).

Menjadi warga sorga berarti menyerahkan seluruh tubuh kepada Tuhan untuk menjadi senjata kebenaran, bukan sebagai sejata kelaliman  (baca  Roma 6:13).

Saturday, August 27, 2016

WARGA SORGA: Hidup Sesuai Hukum Sorga (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Agustus 2016 

Baca:  Filipi 3:17-21

"Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat,"  Filipi 3:20

Ketika seseorang menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, ia menerima dan mengakui Dia sebagai pemilik dan penguasa kehidupan, berarti ia mengakui pula pemerintahan-Nya sebab semenjak itu ia memiliki status kewargaan baru yaitu kewargaan sorga.  Dengan demikian tidak ada  'pemerintahan'  lain yang berhak mengatur kehidupannya selain Tuhan melalui kuasa Roh Kudus.  Pemerintahan lain yang dimaksudkan adalah penguasa-penguasa, penghulu-penghulu dunia yang gelap dan roh-roh jahat di udara  (baca  Efesus 6:12).  Sebagai warga sorga kita harus taat kepada hukum yang berlaku di Kerajaan Sorga, yaitu firman Tuhan;  taat kepada hukum sorga berarti memiliki cara hidup seturut dengan hukum-hukum yang berlaku di Kerajaan Sorga.

     Banyak orang Kristen berpikiran bahwa dengan rajin beribadah ke gereja dan turut terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan ia sudah menunjukkan pengabdian penuh kepada Tuhan dan pemerintahan-Nya, sehingga tidak perlu lagi bertobat.  Pertobatan yang dikehendaki Tuhan lebih dari sekedar ibadah dan pelayanan, tetapi  "...supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati."  (Roma 12:1), sebab orang percaya sedang dipersiapkan untuk menyambut kedatangan Kristus selaku mempelai pria, maka dari itu kita harus menjadi orang Kristen yang sungguh-sungguh, supaya kedapatan tidak bercacat cela saat mempelai pria itu datang menjemput.  Tidak ada istilah main-main atau kompromi lagi dengan dosa!  Firman-Nya dengan keras mengatakan:  "Barangsiapa yang berbuat jahat, biarlah ia terus berbuat jahat; barangsiapa yang cemar, biarlah ia terus cemar; dan barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!"  (Wahyu 22:11).

     Setiap hari adalah kesempatan bagi kita untuk selalu berbenah diri dengan memerhatikan kerohanian kita secara serius agar lebih baik dari waktu-waktu sebelumnya.  Jangan pernah sekali pun menunda-nunda waktu untuk hidup benar, sebab kita tahu bahwa waktu hidup di dunia ini sangatlah terbatas dan kapan  'jatah'  hidup ini berakhir, tak seorang pun yang tahu.  (Bersambung)

Friday, August 26, 2016

MILIKILAH MOTIVASI YANG BENAR!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Agustus 2016 

Baca:  Yeremia 17:1-10

"Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, yang menguji batin, untuk memberi balasan kepada setiap orang setimpal dengan tingkah langkahnya, setimpal dengan hasil perbuatannya."  Yeremia 17:10

Setiap orang pasti memiliki motivasi dalam melakukan segala sesuatu.  Apa itu motivasi?  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, motivasi adalah kecenderungan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar melakukan tindakan dengan tujuan tertentu;  usaha-usaha yang menyebabkan seseorang atau kelompok orang tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendaki.  Dengan kata lain motivasi adalah sebuah kekuatan yang melatarbelakangi perencanaan, keputusan, pilihan dan tindakan seseorang.  Kekuatan inilah yang memberi semangat dan gairah mengerjakan segala hal, baik positif maupun negatif.

     Motivasi berbicara tentang sikap hati seseorang dan inilah yang Tuhan perhatikan dalam diri seseorang ketika melakukan segala sesuatu, karena Ia melihat hati, bukan apa yang tampak secara kasat mata.  Ayat nas jelas menyatakan bahwa Tuhan menyelidiki hati dan menguji batin,  "...dan mengerti segala niat dan cita-cita."  (1 Tawarikh 28:9).  Maka dari itu kita harus selalu menjaga motivasi secara benar dalam mengerjakan apa pun:  pekerjaan, relationship dengan sesama, amat terlebih dalam melayani Tuhan, sebab motivasi yang ada dalam hati secara otomatis memengaruhi pikiran, tindakan, perilaku dan reaksi kita.  Kalau motivasi kita benar semua yang kita hasilkan adalah benar dan bisa menjadi berkat bagi orang lain.  Demikian pula sebaliknya!

     Adalah tidak mudah kita mengerti motivasi dalam diri seseorang, sebab motivasi dapat dibalut atau disembunyikan secara rapi di balik sikap, perilaku ataupun tindakan.  Hingga detik ini ada banyak orang yang memiliki motivasi tidak benar dalam membangun hubungan/relasi dengan sesamanya:  karena uang, kepentingan tertentu atau modus terselubung, bukan didasari ketulusan dan kemurnian hati.  Bahkan tidak sedikit orang Kristen dan juga hamba-hamba Tuhan tampak aktif melayani pekerjaan Tuhan karena alasan-alasan tertentu:  uang, materi, mencari jodoh, supaya terkenal atau ingin mendapatkan pujian dan hormat dari sesamanya!

Tuhan mengetahui rahasia hati setiap orang, karena itu berhati-hatilah!

Thursday, August 25, 2016

MENGELOLA BERKAT TUHAN DENGAN BAIK

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Agustus 2016 

Baca:  Amsal 24:3-7

"Karena hanya dengan perencanaan engkau dapat berperang, dan kemenangan tergantung pada penasihat yang banyak."  Amsal 24:6

Ada faktor yang seringkali menjadi penyebab orang mengalami kesulitan dalam perekonomian, hidup dalam kekurangan, atau tidak hidup dalam kelimpahan adalah ketidakmampuannya mengelola keuangan secara benar.  Masalahnya bukan terletak pada besar kecilnya pendapatan, atau berkat Tuhan yang kurang, tetapi terlebih pada pengaturan berkat atau uang.  Tidak sedikit orang terjerat utang dan selalu hidup dalam kekurangan, karena  'besar pasak daripada tiang'.  "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar."  (Lukas 16:10).  Kalau kita setia dalam perkara kecil kita pun akan setia dalam perkara yang besar.  Tetapi kalau dalam perkara kecil saja kita tidak setia, bagaimana mungkin kita dapat dipercaya untuk perkara-perkara yang lebih besar lagi?

     Tuhan mau kita setia dalam hal mengelola keuangan, sebab kemampuan kita mengelola uang atau berkat Tuhan akan menentukan sejauh mana kepercayaan Tuhan kepada kita untuk hal lain yang lebih besar.  Ingatlah bahwa uang yang ada pada kita bukanlah milik kita sendiri, tetapi milik Tuhan yang dipercayakan kepada kita.  Karena itu dalam mengelola keuangan yang terpenting adalah bukan apa yang kita mau, tetapi apa yang Tuhan mau.

     Inilah kemauan Tuhan:  1.  Taat persepuluhan.  Persepuluhan adalah tindakan mengembalikan milik Tuhan.  "Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan."  (Maleakhi 3:10).  2.  Buatlah anggaran sesuai prioritas.  Kita benar-benar mengutamakan kebutuhan, bukan sekedar menuruti keinginan.  Dengan demikian kita tidak akan bergaya hidup konsumerisme/konsumtif, tetapi memiliki gaya hidup hemat dan sederhana.  "Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar.  (1 Timotius 6:6).

Tidak ingin hidup kekurangan?  Bijaklah mengelola berkat Tuhan.

Wednesday, August 24, 2016

KUNCI HIDUP BERKELIMPAHAN (3)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Agustus 2016 

Baca:  Ulangan 15:1-11

"Jika sekiranya ada di antaramu seorang miskin, salah seorang saudaramu di dalam salah satu tempatmu, di negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, maka janganlah engkau menegarkan hati ataupun menggenggam tangan terhadap saudaramu yang miskin itu,"  Ulangan 15:7

Sebagaimana Tuhan memberkati Abraham dengan tujuan supaya Abraham menjadi berkat bagi bangsa-bangsa, demikian pula Tuhan tidak mau hanya sekedar memberkati hidup kita, tetapi Ia merancang suatu kehidupan yang berkelimpahan supaya kita dapat berbuat sesuatu bagi orang lain, menjadi berkat bagi sesama, dan dapat mendukung pekerjaan-Nya di muka bumi ini.  "Sebab orang-orang miskin tidak hentinya akan ada di dalam negeri itu; itulah sebabnya aku memberi perintah kepadamu, demikian: Haruslah engkau membuka tangan lebar-lebar bagi saudaramu, yang tertindas dan yang miskin di negerimu."  (ayat 11).

     Perlu diketahui bahwa Tuhan menempatkan hukum-hukum tertentu di dunia ini yang bekerja demi kepentingan kita, salah satunya adalah hukum menabur-menuai.  Inilah yang kurang dipahami banyak orang Kristen bahwa kunci lain untuk mengalami hidup berkelimpahan adalah dengan menabur.  Ada prinsip yang terkandung di dalam benih yaitu benih menggandakan dirinya sendiri.  Contoh:  Ketika kita menabur sebutir biji jagung, satu batang jagung dari biji tersebut dapat menghasilkan tiga atau empat buah jagung, dan setiap buah jagung mungkin mempunyai ratusan atau ribuan butir biji jagung.  Hal itu menunjukkan bahwa di dalam benih itu sendiri terdapat kuasa mereproduksi dirinya di dalam buah, dan dalam buah tersebut terdapat biji yang dapat ditanam untuk menghasilkan lebih banyak buah lagi.

     Demikian juga ketika kita menabur untuk sesama dan juga bagi pekerjaan Tuhan, apakah menabur waktu, tenaga, pikiran, kasih, perhatian, materi atau apa pun, pada saatnya kita pasti akan menuai, sebab  "...apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya."  (Galatia 6:7b).  Memang, secara matematis ketika kita menabur yang kita punyai berkurang atau merugi, itulah sebabnya orang memilih menjadi pelit atau kikir, lebih suka menerima daripada memberi, menutup mata dan tidak peduli terhadap sesama.

"Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan,"  Amsal 11:25

Tuesday, August 23, 2016

KUNCI HIDUP BERKELIMPAHAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Agustus 2016 

Baca:  Ulangan 28:1-14

"Segala berkat ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu, jika engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu:"  Ulangan 28:2

Karena karya Kristus di kayu salib setiap orang percaya mengalami pemulihan, salah satunya pemulihan dalam bidang ekonomi.  "Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain,"  (Galatia 3:14).

     Jadi oleh iman di dalam Kristus kita menjadi orang-orang yang berhak menerima janji berkat Tuhan di dalam hidup kita, sebagaimana yang dijanjikan oleh Tuhan kepada Abraham;  dan kunci untuk mengalami penggenapan janji Tuhan  (hidup dalam kelimpahan)  adalah taat melakukan kehendak-Nya, sebagaimana Abraham taat terlebih dahulu sebelum ia memperoleh berkat-berkat Tuhan.  "Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka TUHAN, Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi."  (Ulangan 28:1).

     Banyak orang Kristen seringkali mengomel dan bersungut-sungut,  "Katanya Tuhan menjanjikan hidup berkelimpahan, mana buktinya?  Aku sudah lama menjadi Kristen, tapi keadaan ekonomiku tetap saja pas-pasan, tidak ada perubahan sama sekali."  Jangan langsung menyalahkan Tuhan!  Hal pertama yang harus kita lakukan adalah mengoreksi diri.  Sudahkah kita baik-baik mendengarkan suara Tuhan dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya?  Ini berbicara tentang ketaatan:  tinggal di dalam firman Tuhan dan memraktekkan firman tersebut dalam kehidupan sehari-hari.  "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya."  (Yohanes 15:7).  Tidak perlu ke mana-mana dan tidak perlu pusing-pusing, Alkitab adalah buku terbaik yang menuntun semua orang kepada hidup berkelimpahan.  Apa saja yang kita kerjakan di segala bidang kehidupan ini  (usaha, bisnis, karir, studi, rumah tangga)  akan dijadikan berhasil asal kita mengikuti petunjuk firman Tuhan, bukan mengikuti kehendak diri sendiri, sebab  "Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya."  (Amsal 10:22).

Kalau kita taat kepada Tuhan, segala berkat akan datang kepada kita, bukan kita yang bersusah payah mengejar berkat!

Monday, August 22, 2016

KUNCI HIDUP BERKELIMPAHAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Agustus 2016 

Baca:  Ulangan 28:1-14

"TUHAN akan membuka bagimu perbendaharaan-Nya yang melimpah, yakni langit, untuk memberi hujan bagi tanahmu pada masanya dan memberkati segala pekerjaanmu, sehingga engkau memberi pinjaman kepada banyak bangsa, tetapi engkau sendiri tidak meminta pinjaman."  Ulangan 28:12

Menjadi kaya atau hidup berkelimpahan adalah impian sebagian besar orang di dunia ini, karena itu berbagai upaya mereka lakukan untuk mewujudkan impian tersebut.  Ketika ada seminar-seminar yang bertemakan kekayaan, semisal  'Bagaimana menjadi kaya dalam waktu singkat?'  pastilah orang datang berbondong-bondong hadir ke seminar itu, dengan harapan mereka memperoleh tips untuk menjadi kaya secara cepat.  Begitu pula buku-buku referensi yang bertemakan kiat-kiat menjadi kaya atau cara mudah menjadi kaya pasti ludes terjual karena banyak sekali peminatnya.  Hal ini menunjukkan bahwa secara tidak langsung mereka menjadikan kekayaan duniawi sebagai tujuan utama dalam hidup, karena itu mereka berusaha mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya di bumi, padahal  "...di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya."  (Matius 6:19).  Kekayaan rohani pun mereka abaikan karena fokus utamanya mengejar kekayaan duniawi.

     Alkitab menyatakan,  "Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan."  (Yohanes 10:10).  Hidup dalam kelimpahan adalah rancangan Tuhan bagi kehidupan orang percaya!  Banyak orang Kristen mengartikan hidup dalam kelimpahan berarti kelancaran di bidang keuangan saja, atau menjadi kaya dalam hal materi.  Hidup dalam kelimpahan bukan semata-mata berbicara tentang uang, harta/kekayaan, tapi memiliki makna yang sangat luas yaitu segala aspek kehidupan  (jasmani dan rohani):  keselamatan, kesembuhan, keamanan, perlindungan, damai sejahtera, sukacita, hidup yang menjadi berkat bagi orang lain dan sebagainya, sedangkan berkat secara materi itu adalah bonusnya.  Ketika Tuhan Yesus mati di kayu salib dan mencurahkan darah-Nya bagi kita, maka dosa-dosa kita ditebus oleh-Nya, segala kelemahan dan sakit-penyakit kita ditanggung-Nya, dan sebagainya, sedangkan berkat secara materi itu adalah bonusnya.  Ketika Tuhan Yesus mati di kayu salib dan mencurahkan darah-Nya bagi kita, maka dosa-dosa kita ditebus oleh-Nya, segala kelemahan dan sakit-penyakit kita ditanggung-Nya, dan kita pun dibebaskan dari segala macam kutuk:  kutuk kemiskinan, kutuk sakit-penyakit dan sebagainya.  (Bersambung)

Sunday, August 21, 2016

PRINSIP KERJA ORANG PERCAYA (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Agustus 2016 

Baca:  Kolose 3:22-25

"Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah."  Kolose 3:24

Mengapa banyak orang mudah sekali mengeluh dan bersungut-sungut dalam bekerja?  Karena mereka menganggap bekerja adalah kewajiban rutin yang harus dilakukan di jam-jam kerja, sehingga begitu menghadapi tugas yang banyak, deadline atau mendapatkan kesibukan dengan intensitas tinggi mereka pun langsung mengeluh, bersungut-sungut dan marah.  Ketika menghadapi masalah berat mereka langsung kehilangan semangat atau gairah kerja, apalagi kalau hak-haknya sebagai pekerja tidak dipenuhi.  Jika etos kerja orang percaya seperti itu apa bedanya kita dengan orang-orang di luar Tuhan?

     Cara pandang kita terhadap pekerjaan akan menentukan kinerja kita.  Jika kita menyadari bahwa pekerjaan adalah sebuah anugerah dari Tuhan, maka apa pun model atau jenis pekerjaan yang dipercayakan pada kita akan kita lakukan dengan penuh ucapan syukur, sebab melalui pekerjaan inilah Tuhan memelihara hidup kita.  "...dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah."  (ayat nas).  Melalui gaji atau upah yang diterima kita dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.  Bahkan selain upah, melalui pekerjaan kita Tuhan memberikan berkat dalam bentuk lain:  bonus, jabatan  (kepercayaan), fasilitas dan sebagainya;  dan melalui pekerjaan tersebut kita pun dapat mengembangkan atau memaksimalkan potensi atau talenta yang dimiliki.  Karena itu Tuhan menghendaki supaya kita bekerja dengan sungguh-sungguh dan bertanggung jawab, seperti hamba yang memperoleh 2 dan 5 talenta.

     Maka, orang Kristen yang bekerja seharusnya tidak bekerja asal-asalan atau bermalas-malasan, walaupun sering dijumpai ada yang tampak bekerja giat hanya ketika ada pemimpin...begitu pemimpin tidak berada di tempat mereka pun semburat ke mana-mana dan bekerja sekehendak hati.  "Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan."  (Kolose 3:22).

Sebagai pekerja Kristen kita harus menunjukkan keunggulan dalam segala aspek yang dikerjakan, supaya nama Tuhan dipermuliakan melalui kehidupan kita!

Saturday, August 20, 2016

PRINSIP KERJA ORANG PERCAYA (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Agustus 2016 

Baca:  Pengkhotbah 9:1-12

"Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi."  Pengkhotbah 9:10

Tahun demi tahun tingkat persaingan antarmanusia akan semakin ketat.  Pertanyaan:  siapakah kita menghadapi persaingan yang tampak jelas di depan mata?  Terlebih-lebih dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean  (MEA)  yang merupakan bentuk realisasi dari tujuan akhir integrasi ekonomi negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

     Masyarakat Ekonomi Asean  (MEA)  ini dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan stabilitas perekonomian di kawasan Asia Tenggara dan membentuk kawasan ekonomi antarnegara ASEAN yang kuat.  Dengan terciptanya kesatuan pasar dan basis produksi maka arus barang, jasa, investasi, modal dan juga skilled labour menjadi bebas hambatan dari satu negara ke negara lainnya di kawasan Asia Tenggara.  Oleh karena itu setiap individu harus meningkatkan kapabilitas diri agar dapat bersaing...jika tidak, cepat atau lambat kita pasti akan tersingkir.  Salah satu cara adalah berbenah diri dalam hal pekerjaan, artinya kita tidak bisa bekerja asal-asalan lagi, sebaliknya kita harus meningkatkan kinerja kita:  bekerja lebih sungguh-sungguh agar menghasilkan karya yang berkualitas.  Rasul Paulus menasihati bahwa prinsip kerja orang percaya seharusnya diarahkan untuk kemuliaan nama Tuhan.  "Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita."  (Kolose 3:17).

     Bila segala sesuatu kita arahkan untuk kemuliaan nama Tuhan, apa pun profesi dan di mana pun kita bekerja kita akan menjunjung tinggi profesionalisme kerja dalam wujud dedikasi, loyalitas dan integritas di lingkungan pekerjaan:  setia, patuh dan tunduk terhadap job description yang ditentukan baginya.  Bagi orang percaya, seharusnya dunia kerja menjadi salah satu arena terbaik untuk melayani Tuhan dan bersaksi kepada orang lain.  Jadi tugas apa pun yang dipercayakan marilah kita lakukan dengan sepenuh hati, jangan mengeluh, bersungut-sungut atau mengomel.

"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia."  Kolose 3:23

Friday, August 19, 2016

BEKERJALAH...JANGAN MALAS!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Agustus 2016 

Baca:  2 Tesalonika 3:1-15

"Sebab kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai bekerja di antara kamu, dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun di antara kamu."  2 Tesalonika 3:7-8

Alkitab menyatakan bahwa bekerja adalah perintah Tuhan bagi manusia sejak dari semula:  "TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu."  (Kejadian 2:15).

     Kata mengusahakan dan memelihara merujuk kepada suatu pekerjaan yang harus dilakukan.  Jadi bekerja bukan semata-mata konsekuensi atas pelanggaran manusia dan demi kelangsungan hidup  (baca  Kejadian 3:16-19).  Pada hakekatnya pekerjaan adalah aspek fundamental yang harus dilakukan manusia karena merupakan perintah Tuhan yang harus ditaati.  Tuhan Yesus mengatakan,  "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga."  (Yohanes 5:17).  Penegasan Tuhan Yesus mengenai diri-Nya yang bekerja sampai sekarang membuktikan bahwa Dia adalah pekerja yang aktif.  Secara implisit dapat dimaknai sebagai perintah kepada setiap orang percaya untuk bekerja, bukan hanya berpangku tangan atau bermalas-malasan.

     Salomo pun menulis tentang hukum kerja, di antaranya adalah:  "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan..."  (Amsal 14:23), dan  "Siapa mengerjakan tanahnya, akan kenyang dengan makanan..."  (Amsal 12:11).  Hal ini menunjukkan bahwa Salomo memberi apresiasi tinggi bagi orang yang mau bekerja.  Sebaliknya ia sangat tidak simpatik terhadap orang-orang yang malas bekerja  (baca  Amsal 18:9Amsal 6:6Amsal 13:4Amsal 21:25 dsb).  Rasul Paulus, seorang hamba Tuhan besar, pun memberikan teladan kepada semua orang dengan bekerja membuat kemah untuk menyokong kehidupannya dan pelayanan pemberitaan Injil  (baca  Kisah 18:3).  Karena itu ia sangat mengecam keras orang yang memilih dan memutuskan untuk tidak bekerja, padahal secara fisik masih kuat, terlebih-lebih mereka yang menggantungkan hidup kepada sesamanya, alias menjadi benalu:  "...jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan."  (2 Tesalonika 3:10).

Selagi usia kita masih produktif dan fisik masih mampu, mari bekerja dengan giat!

Thursday, August 18, 2016

MENGISI KEMERDEKAAN: Tanggung Jawab Bersama

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Agustus 2016 

Baca:  1 Petrus 2:11-17

"Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah."  1 Petrus 2:16

Tanggung jawab mengisi kemerdekaan ada di pundak semua masyarakat Indonesia, karena itu kita semua harus bersatu-padu, bahu-membahu dan bergotong-royong mengisi kemerdekaan demi terwujudnya cita-cita bangsa.  Masyarakat yang adil dan makmur hanya akan menjadi slogan apabila para wakil rakyat yang duduk di kursi pemerintahan hanya bekerja untuk kepentingan pribadi atau golongannya sendiri, terlebih-lebih mereka yang menyalahgunakan wewenang atau kekuasaan untuk memerkaya diri sendiri dengan melakukan tindakan yang sangat memalukan dan tidak terpuji yaitu korupsi:  bukti bahwa mereka telah memergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa  (baca  Galatia 5:13).  Karena itu ada banyak sekali PR  (pekerjaan rumah)  yang belum dan harus diselesaikan oleh para pemimpin di negeri ini!

     Pada perayaan kemerdekaan Indonesia ke-70 tahun lalu, Presiden RI Joko Widodo telah menyanangkan gerakan  'Ayo Kerja'.  Gerakan ini merupakan satu langkah besar untuk mewujudkan cita-cita Indonesia merdeka dalam arti yang sesungguhnya.  Dengan adanya gerakan  'Ayo Kerja'  ini maka semua warga Indonesia memiliki tanggung jawab untuk berbuat sesuatu bagi bangsa ini sesuai dengan kemampuan di bidangnya masing-masing.  John Fitzgerald Kennedy, presiden Amerika Serikat yang ke-35 dalam pidatonya mengatakan:  "Jangan tanyakan apa yang negara ini berikan kepadamu tapi tanyakan apa yang telah kamu berikan kepada negaramu."  Quote ini terdengar sangat sederhana namun mengandung makna yang sangat mendalam.  Ini berbicara tentang komitmen dan tanggung jawab seluruh warga negara untuk berkontribusi bagi bangsa!

     Inilah hal terpenting yang harus kita lakukan untuk mengisi kemerdekaan.  Dengan peringatan kemerdekaan RI yang ke-71 ini bukan berarti perjuangan bangsa Indonesia sudah selesai, justru tantangan baru ada di depan mata.  Sebagai warga negara yang baik kita harus peka melihat keadaan negeri ini yang akhir-akhir ini mengalami keterpurukan di berbagai bidang kehidupan!

Mari kita isi kemerdekaan ini dengan tidak berhenti berkarya bagi bangsa!

Wednesday, August 17, 2016

KEMERDEKAAN: Jembatan Emas Wujudkan Cita

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Agustus 2016 

Baca:  Mazmur 146:1-10

"yang menegakkan keadilan untuk orang-orang yang diperas, yang memberi roti kepada orang-orang yang lapar. TUHAN membebaskan orang-orang yang terkurung,"  Mazmur 146:7

Merdeka! Merdeka! Merdeka! Hari ini seluruh masyarakat Indonesia bersukacita merayakan hari kemerdekaan RI yang ke-71.  Tak terasa sudah tujuh puluh satu tahun negeri tercinta ini terbebas dari belenggu penjajahan.  Indonesia telah menjadi bangsa yang merdeka sepenuhnya.  Merdeka berarti bebas dari tekanan, penjajahan, berdiri sendiri, tidak dihalang-halangi, tidak dibatasi, tidak terikat.  Namun demikian kemerdekaan bukanlah akhir perjuangan bangsa Indonesia, sebaliknya merupakan titik awal perjuangan untuk membangun negeri setelah terbebas dari penjajahan bangsa lain.

     Sudah menjadi tradisi tahunan jika peringatan hari kemerdekaan selalu disambut dengan penuh kemeriahan oleh seluruh warga, mulai dari Sabang sampai Merauke, dengan menggelar berbagai acara:  mulai dari malam tasyakuran, upacara pengibaran bendera merah putih, dan tak ketinggalan pula aneka jenis perlombaan diadakan.  Tapi sedihnya, meski setiap tahun merayakan hari kemerdekaan, tidak semua masyarakat dapat memaknai apa arti kemerdekaan dan tidak tahu apa yang harus diperbuat untuk mengisi kemerdekaan tersebut.  Jika para pendahulu bangsa telah berjuang melawan kekejaman penjajah, kini kita sebagai generasi penerus harus berjuang untuk mengisi kemerdekaan dengan melakukan yang terbaik bagi bangsa ini.  "Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa,"  (Galatia 5:13).

     Apalah artinya merdeka jika faktanya tidak semua warga negara menikmati kemerdekaan yang sesungguhnya!  Sebab sampai hari ini masih banyak masyarakat Indonesia yang hidupnya terjajah oleh kemiskinan, banyak daerah-daerah terpencil yang belum menikmati pemerataan pembangunan, padahal di mata dunia bangsa Indonesia dikenal sebagai negeri yang gemah ripah loh jinawi, berlimpah kekayaan alamnya, di mana seharusnya seluruh rakyat dapat menikmati kehidupan yang lebih layak.

Dirgahayu RI yang ke-71 seharusnya menjadi  'jembatan emas'  dalam mewujudkan cita-cita bangsa yaitu masyarakat yang adil dan makmur!

Tuesday, August 16, 2016

JANGAN SAMPAI MEMADAMKAN ROH

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Agustus 2016 

Baca:  1 Tesalonika 5:12-22

"Janganlah padamkan Roh,"  1 Tesalonika 5:19

Tak bisa disangkal lagi, hari-hari ini dunia sedang menuju kepada kesudahannya;  salah satu tandanya adalah kejahatan manusia yang semakin menjadi-jadi.  Berita tentang kejahatan, seperti pembunuhan, perampokan, pencabulan atau pemerkosaan, adalah menu sehari-hari.  Bahkan kejahatan seksual di Indonesia sudah mencapai tingkat yang mengawatirkan semua pihak.  Ngeri sekali!  Ini menunjukkan banyak orang lebih memilih memuaskan keinginan dagingnya  (hawa nafsunya)  daripada melakukan kehendak Tuhan.

     Keadaan ini sudah disampaikan Tuhan:  "Dan sama seperti terjadi pada zaman Nuh, demikian pulalah halnya kelak pada hari-hari Anak Manusia: mereka makan dan minum, mereka kawin dan dikawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, lalu datanglah air bah dan membinasakan mereka semua. Demikian juga seperti yang terjadi di zaman Lot: mereka makan dan minum, mereka membeli dan menjual, mereka menanam dan membangun. Tetapi pada hari Lot pergi keluar dari Sodom turunlah hujan api dan hujan belerang dari langit dan membinasakan mereka semua. Demikianlah halnya kelak pada hari, di mana Anak Manusia menyatakan diri-Nya."  (Lukas 17:26-30).  Situasi manusia di zaman Nuh dan Lot benar-benar sama dengan situasi zaman kita sekarang ini.  Bahkan ada banyak orang percaya, yang seharusnya memiliki kehidupan  'berbeda'  dengan dunia, justru ikut terbawa arus.  Mereka gagal hidup dalam pimpinan Roh Kudus, suara Roh Kudus terus diabaikan dan tidak lagi dianggap.  Tindakan demikian itu sama artinya mendukakan Roh Kudus, padahal firman-Nya jelas memperingatkan:  "Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan."  (Efesus 4:30), dan  "Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia"  (Efesus 4:17).

     Sampai kapan kita terus mendukakan Roh Kudus?  Jika orang percaya tetap hidup dalam kedagingan dan selalu saja mendukakan Roh Kudus, berarti ia sudah sampai ke taraf memadamkan Roh.  Perhatikan!  "...jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus."  (Roma 8:9b).

Ketika orang terus berbuat dosa berarti ia telah memadamkan Roh Kudus yang ada di dalam dirinya!

Monday, August 15, 2016

MEMBERI DIRI DIPIMPIN ROH KUDUS

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Agustus 2016 

Baca:  Galatia 5:16-26

"Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging."  Galatia 5:16

Rasul Paulus menyatakan bahwa tubuh kita adalah bait Roh Kudus  (baca  1 Korintus 6:19).  Mau tidak mau, suka atau tidak suka kita harus memberi diri untuk dipimpin Roh Kudus, bukan lagi dikuasai oleh kedagingan kita.  Kata hiduplah dalam teks aslinya adalah peripateo, memiliki pengertian:  berperilaku atau berkebiasaan, usaha membiasakan diri hidup sesuai dengan kehendak Roh Kudus, atau berjalan seirama dengan Roh Kudus.  Membiasakan diri artinya melakukan suatu hal terus-menerus, membutuhkan usaha, perjuangan dan latihan dalam waktu yang panjang, bukan hanya sesekali, tergantung mood, atau musiman.

     Memberi diri dipimpin Roh Kudus berarti menaklukkan kehendak pribadi kepada kehendak Roh Kudus sehingga kita dapat berjalan beriringan atau seirama dengan-Nya.  Inilah yang disebut proses sinkronisasi, di mana kita belajar menyesuaikan diri terhadap kehendak Roh Kudus:  apa yang Roh Kudus mau untuk kita perbuat dan mana yang Roh kudus tidak kehendaki untuk kita perbuat.  Mengapa?  Karena tubuh kita bukan milik kita sendiri, tetapi milik Tuhan sepenuhnya,  "Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!"  (1 Korintus 6:20).  Meski tahu bahwa tubuhnya adalah bait Roh Kudus masih banyak orang Kristen yang dalam kenyataan hidup sehari-hari justru menolak pimpinan Roh Kudus, malah hidup menuruti keinginan sendiri.  Hidup menurut kehendak sendiri inilah yang disebut hidup dalam daging, dan  "Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah."  (Roma 8:8).  Jelas sekali kalau orang tetap hidup dalam daging tidak mungkin beroleh keselamatan kekal, sebab  "...barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah."  (Galatia 5:21).

     Ingat!  Percaya kepada Tuhan Yesus tidaklah cukup.  Kita harus mau menanggalkan  'manusia lama'  sebab  Kerajaan Sorga disediakan Tuhan bagi orang-orang yang taat melakukan kehendak Tuhan, yaitu yang hidup dalam pimpinan Roh Kudus.

"Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya."  Galatia 5:24

Sunday, August 14, 2016

YANG MUDA YANG MEMBERI TELADAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Agustus 2016 

Baca:  2 Timotius 4:1-8

"Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran."  2 Timotius 4:2

Supaya orang lain tidak meremehkan atau memandang sebelah mata pelayanan Timotius, rasul Paulus menasihatinya agar terus meng-upgrade-diri.  Ada harga yang harus dibayar untuk memiliki kehidupan yang benar-benar berkualitas.  "...bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci, dalam membangun dan dalam mengajar."  (1 Timotius 4:13).  Tekun artinya melakukan segalanya dengan setia dan konsisten dalam segala situasi dan kondisi.

     Tekun membaca kitab Suci.  Inilah kunci kebahagiaan dan keberhasilan hidup setiap orang percaya, terlebih-lebih bagi pelayan Tuhan, di mana firman Tuhan harus menjadi makanan  'rohani'  setiap hari,  "...kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam....apa saja yang diperbuatnya berhasil."  (Mazmur 1:2-3).  Hal senada juga disampaikan Tuhan kepada Yosua,  "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung."  (Yosua 1:8).

     Bertekun membangun.  Menghadapi jemaat dengan bermacam karakter tidaklah gampang, butuh kesabaran ekstra.  Membangun digambarkan seperti ibu yang setia dan tak kenal lelah memberikan nasihat, dorongan, motivasi dan semangat anak-anaknya.

     Tekun mengajar:  membagi ilmu yang dimiliki untuk merelevansikan ajaran Alkitab dalam kehidupan sehari-hari, sehingga jemaat memiliki pemahaman yang benar tentang firman Tuhan untuk kemudian dipraktekkan.  Tekun memergunakan karunia rohani.  "Jangan lalai dalam mempergunakan karunia yang ada padamu..."  (1 Timotius 4:14).  Maksimalkan semua pottensi yang ada untuk melayani Tuhan  "...selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja."  (Yohanes 9:4).  Pada saatnya kita harus memertanggungjawabkannya!

"...lakukanlah pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu!"  2 Timotius 4:5