Saturday, January 16, 2016

ORANG KRISTEN YANG ROHANI (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Januari 2016

Baca:  Galatia 6:1-10

"Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar..."  Galatia 6:1

Tak bisa dipungkiri selama kaki masih berpijak di atas bumi ini setiap hari adalah sebuah perjuangan.  Kita berjuang agar tetap dapat move on di tengah pergumulan hidup yang berat.  Kita berjuang melawan arus dunia yang sedang berjalan menuju kepada kebinasaan.  "Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus."  (Ibrani 2:1).  Inilah pergumulan terberat yang harus dialami semua orang percaya yaitu bagaimana harus menjadi pribadi yang berbeda dari dunia ini.  Mengapa kita tidak boleh serupa dengan dunia?  Karena  "...kewargaan kita adalah di dalam sorga,"  (Filipi 3:20).

     Karena kewargaan kita adalah sorga kita pun dituntut memiliki kehidupan yang mencerminkan sebagai warga sorga, yaitu kehidupan yang rohani.  Meski masih hidup di dunia, tetapi cara hidup kita tidak boleh duniawi, harus tetap rohani.  Memiliki kehidupan yang rohani bukan berarti harus menjadi fulltimer terlebih dahulu atau masuk sekolah Alkitab;  bukan berarti selama 24 jam kita harus terlibat dalam kegiatan-kegiatan rohani di gereja.  Seseorang dapat dikatakan memiliki kehidupan rohani apabila orang lain melihat Kristus melalui hidupnya:  "namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku."  (Galatia 2:20).  Ada beberapa ciri kehidupan yang rohani:  1 Memiliki roh yang lemah lembut.  Lemah lembut adalah satu dari sembilan buah Roh yang harus dimiliki orang percaya.  Lemah lembut berasal dari kata Yunani praus yang berarti kelembutan, kerendahan hati, perhatian, tidak kasar.  Kata praus seringkali juga digunakan untuk menggambarkan perangai kuda yang sudah dijinakkan.  Dengan kata lain orang yang lemah lembut adalah orang yang karakternya sudah diubah dan dibentuk oleh Roh Kudus dan firman-Nya, karena  Tuhan Yesus adalah pribadi yang lemah lembut  (baca  Matius 11:29).

     Seorang yang lemah lembut bukan berarti tidak tegas, lemah dan selalu mengalah.  Lemah lembut berarti memiliki penguasaan diri dalam bersikap, tidak mudah terpancing emosi dan mampu menyelesaikan masalah dengan kepala dingin.

Sudahkan kita menjadi orang Kristen yang memiliki kelemahlembutan?

Friday, January 15, 2016

Elisabet: Air Mata Menjadi Sukacita

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Januari 2016

Baca:  Lukas 1:57-66

"Kemudian genaplah bulannya bagi Elisabet untuk bersalin dan iapun melahirkan seorang anak laki-laki."  Lukas 1:57

Inilah reaksi Zakharia mendengar berita sukacita dan malaikat Gabriel:  "Bagaimanakah aku tahu, bahwa hal ini akan terjadi?"  (ayat 18).  Karena ketidakpercayaannya Zakharia harus menanggung akibatnya:  kata malaikat itu,  "Sesungguhnya engkau akan menjadi bisu dan tidak dapat berkata-kata sampai kepada hari, di mana semuanya ini terjadi, karena engkau tidak percaya akan perkataanku yang akan nyata kebenarannya pada waktunya."  (ayat 20).  Zakharia bisu selama masa kehamilan isterinya.

     Bayi yang dikandung Elisabet bukanlah bayi biasa.  Ada rencana Allah yang besar yaitu menjadikannya kelak sebagai utusan Allah untuk mendahului Yesus Kristus, Sang Mesias:  "...ia akan besar di hadapan Tuhan dan ia tidak akan minum anggur atau minuman keras dan ia akan penuh dengan Roh Kudus mulai dari rahim ibunya; ia akan membuat banyak orang Israel berbalik kepada Tuhan, Allah mereka,"  (Lukas 1:15-16).  Yohanes harus menjalani kehidupan yang baik:  tidak minum anggur atau minuman keras.

     Kita tahu perjanjian selalu melibatkan dua pihak yang sepakat.  "Berjalankah dua orang bersama-sama, jika mereka belum berjanji?"  (Amos 3:3).  Dalam hal perjanjian Tuhan dengan manusia, pihak pertama adalah Tuhan, pihak kedua adalah orang percaya.  Bagian Tuhan adalah menggenapi janji-Nya, sedangkan bagian kita adalah hidup dalam perjanjian-Nya, menaati firman-Nya.  Dalam menantikan janji Tuhan ini kita dituntut percaya sampai janji-Nya digenapi.  Masa penantian adalah masa yang menentukan.  Banyak yang gagal dalam  'ujian'  menanti waktu Tuhan.  "Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!"  (Mazmur 27:14).

     Mendapatkan seorang putera di masa tua benar-benar mendatangkan sukacita besar bagi Elisabet dan Zakharia.  Sesuai pesan Gabriel mereka menamai anak itu Yohanes, yang kemudian disebut Yohanes Pembaptis, orang yang dipakai Tuhan untuk mempersiapkan jalan bagi Mesias yang dinanti-nantikan orang Yahudi.  Zakharia dan Elisabet yang menabur doa dengan cucuran air mata kini menuai sukacita!

"Ia mendudukkan perempuan yang mandul di rumah sebagai ibu anak-anak, penuh sukacita. Haleluya!"  Mazmur 113:9

Thursday, January 14, 2016

ELISABET: Dihapuskan Aibnya

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Januari 2016

Baca:  Lukas 1:5-25

"Inilah suatu perbuatan Tuhan bagiku, dan sekarang Ia berkenan menghapuskan aibku di depan orang."  Lukas 1:25

Ada beberapa wanita yang tercatat di Alkitab yang mengalami mujizat dari Tuhan yaitu memiliki keturunan di usia yang sudah tua:  Sara, Hana dan juga Elisabet.  Hari ini kita akan bahas tentang Elisabet.

     Elisabet adalah isteri seorang imam bernama Zakharia.  "Keduanya adalah benar di hadapan Allah dan hidup menurut segala perintah dan ketetapan Tuhan dengan tidak bercacat."  (ayat 6).  Meski memiliki hati yang takut akan Tuhan  (hidup benar)  bukan berarti mereka terbebas dari masalah.  Siapa pun di dunia ini tidak akan pernah luput dari masalah atau penderitaan yang merupakan bagian dari kehidupan ini.  Musa pun mengakui bahwa kebanggaan hidup manusia adalah kesukaran dan penderitaan  (baca  Mazmur 90:10).  Masalah Elisabet dan suaminya adalah:  "...mereka tidak mempunyai anak, sebab Elisabet mandul dan keduanya telah lanjut umurnya."  (Lukas 1:7).  Demikianlah, sebuah keluarga tidaklah lengkap tanpa kehadiran anak.  Di zaman dahulu kemandulan merupan aib dan menimbulkan stigma negatif bagi wanita tersebut dan juga suaminya.  Bahkan di kalangan Yahudi besar kemungkinan mereka akan dikucilkan oleh lingkungan, apalagi status Zakharia yang adalah seorang imam.  Puluhan tahun lamanya keluarga ini harus mengalami tekanan, cibiran, hinaan dan olokan dari orang-orang sekitar.  Meski demikian hal itu tidak membuat mereka kecewa kepada Tuhan.  Mereka tetap setia melayani Tuhan.  Elisabet juga sangat beruntung memiliki suami yang saleh.  Meski tahu bahwa ia mandul Zakharia tidak bersikap semena-mena atau meninggalkannya.

     Sebagai manusia mereka tidak memiliki cara menghapus aib tersebut, kecuali hanya berdoa memohon belas kasihan Tuhan.  "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?"  (Lukas 18:7).  Janji Tuhan pun digenapi, Ia mengutus malaikat Gabriel untuk menyampaikan kabar sukacita:  "Jangan takut, hai Zakharia, sebab doamu telah dikabulkan dan Elisabet, isterimu, akan melahirkan seorang anak laki-laki bagimu dan haruslah engkau menamai dia Yohanes."  (Lukas 1:13).

"Ya, semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu;"  Mazmur 25:3

Wednesday, January 13, 2016

TUGAS HAMBA: Taat Kepada Tuan (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Januari 2016

Baca:  Kolose 3:22-25

"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia."  Kolose 3:23

Jika dalam mengerjakan semuanya kita berprinsip mengerjakannya untuk Tuhan dan bukan untuk manusia maka kita akan bekerja sepenuh hati, tidak setengah-setengah.  "Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi."  (Pengkhotbah 9:10).  Jika kita mengerjakan segala sesuatu sekuat tenaga hasilnya pun akan maksimal.  Berbeda dengan pekerja yang bekerja asal-asalan, yang tmelakukan tugasnya setengah hati, hasilnya pasti mengecewakan.  Jika kita ingin berhasil dalam bidang apa pun tidak ada jalan lain selain harus bekerja giat dan melakukan yang terbaik.  Zig Ziglar, motivator terkenal menulis:  "Jika Anda selalu mempersembahkan usaha yang terbaik hal itu akan menjadikan Anda seorang pemenang."  Melakukan yang terbaik pada hari ini akan membawa kita ke tempat terbaik di masa depan.

     Taat kepada pemimpin tidaklah diartikan taat secara absolut ketika pemimpin memerintahkan kita melakukan hal yang menyimpang dari kebenaran.  Ketaatan ini dimaksudkan tetap tidak keluar dari kebenaran.  Jangan sampai karena takut kepada pemimpin lalu kita berkompromi dengan dosa.  Ketika diperintahkan raja menyembah berhala, Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abenego memilih untuk taat kepada Tuhan daripada manusia, apa pun konsekuensinya.  Ketika mereka mempertahankan diri hidup benar Tuhan pun tampil sebagai pembela.  Dengan cara-Nya yang ajaib Tuhan meluputkan mereka dari kesukaran.  "Sekarang aku tahu, bahwa TUHAN memberi kemenangan kepada orang yang diurapi-Nya dan menjawabnya dari sorga-Nya yang kudus dengan kemenangan yang gilang-gemilang oleh tangan kanan-Nya."  (Mazmur 20:7).

     Pekerjaan apa pun yang dipercayakan kerjakan itu dengan kualitas yang terbaik seperti untuk Tuhan, bukan untuk manusia, sebab  "...dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah."  (Kolose 3:24).

Upah yang disediakan Tuhan bagi kita pasti sebanding dengan upaya dan kualitas kerja yang kita berikan.

Tuesday, January 12, 2016

TUGAS HAMBA: Taat Kepada Tuan (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Januari 2016

Baca:  Kolose 3:22-25

"Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan."  Kolose 3:22

Definisi hamba adalah abdi atau budak belian, doulos  (bahasa Yunani)  dan ebed  (bahasa Ibrani), artinya orang yang sedang berada dalam status sebagai pelayan atau budak.  Tugas utama hamba adalah melakukan pekerjaan menurut kehendak tuannya, seorang yang memiliki sikap penyerahan secara utuh untuk diatur oleh si tuan;  seorang hamba tidak berhak lagi atas kehendak pribadinya melainkan menjadi milik sepenuhnya bagi tuannya.

     Rasul Paulus menulis surat ini bukan dengan maksud mendukung sistem perbudakan, melainkan ia hendak memberi nasihat kepada para hamba, pekerja, buruh atau karyawan bagaimana mereka harus bersikap ketika berada dalam dunia pekerjaan.  Seorang hamba, karyawan, pekerja atau buruh wajib mengerjakan tugas yang dipercayakan kepadanya sebaik mungkin dan penuh tanggung jawab dengan menaati peraturan yang ada.  Sering dijumpai ada banyak orang Kristen yang tidak bisa menjadi kesaksian yang baik di tempat ia bekerja karena kinerjanya jauh di bawah rata-rata:  tidak taat kepada aturan yang berlaku, bermalas-malasan, suka sekali bolos tanpa alasan yang jelas.  "Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal...".  Kata taat dimaksudkan memberi diri untuk tunduk sebagai sikap hormat dari dasar hati yang terdalam, bukan kepura-puraan atau sebatas menyenangkan pimpinan atau boss, sebab ada banyak pekerja yang pura-pura giat bekerja saat ada pimpinan saja.  Begitu pimpinan tidak ada di tempat, secepat itu pula mereka berubah.

     Alkitab mengajarkan kepada kita untuk taat dengan tulus hati didasari takut akan Tuhan, bukan takut kepada manusia.  Orang lain mungkin saja tidak tahu apa yang kita kerjakan, tetapi  "...tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab."  (Ibrani 4:13), bahkan  "...TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita."  (1 Tawarikh 28:9).

Tuhan tahu apakah kita sungguh-sungguh bekerja atau tidak, karena itu jangan bekerja dengan sembrono dan sekehendak hati!

Monday, January 11, 2016

TUHAN YESUS: Datang Untuk Melayani

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Januari 2016

Baca:  Markus 9:33-37

"Maka Yesus mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, kemudian Ia memeluk anak itu..."  Markus 9:36

Keagungan hidup seseorang menurut Tuhan Yesus adalah ketika ia menunjukkan sikap mengasihi dan melayani orang-orang kecil yang dipandang hina oleh sesamanya.  Tetapi yang terjadi di zaman sekarang ini orang yang dipandang  'besar'  oleh dunia justru bersikap semena-mena terhadap orang kecil.

     Tindakan Tuhan Yesus mengambil seorang anak kecil, menempatkan di tengah murid-murid-Nya dan memeluknya  (ayat nas)  adalah gambaran sikap bagaimana Ia bahkan sangat menghargai dan memperhatikan anak kecil.  Karena itu seorang pemimpin yang mau memperhatikan dan membela hak-hak rakyat kecil adalah orang yang besar di mata Tuhan.  Umumnya ketika seseorang menjadi pemimpin atau sudah berada di  'atas'  cenderung lupa diri dan kemudian menggunakan jurus  'aji mumpung'  dengan menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan yang dimiliki untuk menindas rakyat kecil:  "...pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka."  (Matius 20:25).  Kesediaan Tuhan Yesus melayani orang-orang kecil  (miskin), tak terpandang, rendah dan hina justru membuat-Nya semakin dimuliakan oleh Bapa di sorga.  "Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama,"  (Filipi 2:9).

     Jika Tuhan Yesus saja bersedia melayani orang-orang yang dipandang rendah oleh manusia, sangatlah tidak pantas jika kita memiliki sikap yang bertentangan, sebab  "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup."  (1 Yohanes 2:6).  Sebagai orang percaya kita adalah utusan-utusan Kristus.  Utusan berarti mencerminkan atau merepresentasikan pengutusnya.  Tuhan Yesus adalah utusan Bapa;  karena Bapa adalah kasih, Dia pun menunjukkan kasih-Nya melalui sikap dan perbuatan secara nyata.  Begitu pula Tuhan Yesus mengutus kita untuk melayani jiwa-jiwa dan menyampaikan kabar keselamatan kepada mereka.  Tetapi bila kehidupan kita tidak mencerminkan Kristus hidup, layakkah kita disebut utusan Kristus?

Sebagaimana Kristus datang untuk melayani, kita pun diutus-Nya untuk melayani!

Sunday, January 10, 2016

MENJADI TERBESAR: Impian Setiap Orang

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Januari 2016

Baca:  Markus 9:33-37

"Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya."  Markus 9:35

Kapernaum adalah salah satu kota penting tidak asing bagi pelayanan Tuhan Yesus.  Banyak perkara dikerjakan Tuhan Yesus di kota itu:  menyembuhkan hamba seorang perwira, menyembuhkan orang lumpuh yang diturunkan dari atap rumah, mengajar dan juga memanggil murid-murid dan sebagainya.  Karena itu Alkitab menyebut Kapernaum sebagai kota-Nya sendiri  (baca  Matius 9:1).

     Ironisnya meski banyak mujizat dikerjakan oleh Tuhan Yesus di Kapernaum hanya sedikit orang yang mau percaya kepada-Nya.  Di kota itu pula saat berkumpul dengan murid-murid-Nya Tuhan Yesus mendengar perdebatan mereka yang mempersoalkan tentang siapa di antara mereka yang layak menjadi murid Tuhan yang  'terbesar'.  Jujur saja tidak ada seorang pun yang mau menjadi orang  'terkecil', dipandang sebelah mata atau diremehkan oleh sesamanya.  Sebaliknya semua orang memiliki keinginan atau hasrat untuk menjadi yang terbesar.  Bukan rahasia pula jika manusia seringkali mengukur  'kebesaran'  seseorang berdasarkan apa yang mereka lihat secara kasat mata:  memiliki banyak gelar, berpangkat dan memiliki harta kekayaan melimpah.  Karena itu dunia berpandangan bahwa orang yang terbesar adalah orang yang selalu dilayani dan disebut boss, sedangkan orang yang melayani adalah orang kecil atau bawahan.  Namun apalah artinya kita menjadi terbesar di hadapan manusia tetapi keberadaan kita ini  terkecil'  alias tidak dianggap oleh Tuhan?

     Untuk menjadi yang terbesar Tuhan Yesus justru memiliki pola yang berbeda yaitu harus melayani, bukan dilayani, sama seperti Dia datang ke dunia bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani  (baca  Matius 20:28).  Seorang hamba Tuhan yang tidak hanya memperhatikan jemaat kaya tetapi juga mau  'turun'  untuk melayani jemaat miskin masuk kategori sebagai orang terbesar di mata Tuhan.  Sayang sekali di zaman sekarang ini masih saja ada hamba-hamba Tuhan yang pilih-pilih tempat ketika melayani, bahkan ada yang memasang bandrol  (tarif)  dan meminta fasilitas yang serba  'wah'  ketika diundang untuk berkhotbah, tidak jauh berbeda dengan selebriti dunia.

Yang terbesar di mata Tuhan adalah mereka yang mau melayani, bukan dilayani!

Saturday, January 9, 2016

ABIGAIL: Wanita Idaman (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Januari 2016

Baca:  1 Samuel 25:23-44

"Terpujilah TUHAN, Allah Israel, yang mengutus engkau menemui aku pada hari ini; terpujilah kebijakanmu dan terpujilah engkau sendiri, bahwa engkau pada hari ini menahan aku dari pada melakukan hutang darah dan dari pada bertindak sendiri dalam mencari keadilan."  1 Samuel 25:32-33

Waktu terjadi permusuhan antara Daud dengan suaminya yang jahat dan kikir, Abigail tampil sebagai penengah sekaligus penolong yang sepadan bagi suaminya.  Dengan kerendahan hati ia memohon pengampunan kepada Daud:  "Ia sujud pada kaki Daud serta berkata: 'Aku sajalah, ya tuanku, yang menanggung kesalahan itu. Izinkanlah hambamu ini berbicara kepadamu, dan dengarkanlah perkataan hambamu ini.'"  (ayat 24).

     Abigail mengingatkan Daud agar tidak mengotori tangannya dengan darah orang jahat seperti Nabal.  Meski suaminya berlaku kasar dan jahat Abigail tidak meminta Tuhan menghukumnya, atau menggunakan jurus  'aji mumpung'  dengan kemarahan Daud ini, tapi tetap menunjukkan sikap sebagai isteri yang baik dan mengasihi suami apapun keadaannya, dengan meminta keselamatan bagi suaminya.  Nabal adalah pria yang sangat beruntung karena ia memiliki isteri yang cantik luar dalam.  "...isteri yang berakal budi adalah karunia TUHAN."  (Amsal 19:14).  Sesuai dengan arti namanya, keberadaan Abigail benar-benar menghadirkan kebahagiaan di dalam keluarga Nabal.

     Apa yang dilakukan Abigail ini juga menjadi sebuah teguran dan peringatan bagi Daud agar ia tidak mudah panas hati atau marah terhadap orang yang berbuat jahat.  Karena pengalamannya ini Daud menulis:  "Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang; ...Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan."  (Mazmur 37:1, 8).  Alkitab menasihati,  "Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!"  (Roma 12:21), sebab  "Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan."  (Roma 12:19).  Terbukti, Nabal harus menuai akibat dari kesombongan dan kejahatannya:  "Dan kira-kira sepuluh hari sesudah itu TUHAN memukul Nabal, sehingga ia mati."  (1 Samuel 25:38).

Dengan membatalkan niat melakukan balas dendam, Daud terhindar dari kemungkinan yang lebih buruk dan ia pun dibela Tuhan!

Friday, January 8, 2016

ABIGAIL: Wanita Idaman (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Januari 2016

Baca:  1 Samuel 25:2-22

"Perempuan itu bijak dan cantik, tetapi laki-laki itu kasar dan jahat kelakuannya."  1 Samuel 25:3b

Alkitab mencatat bahwa Abigail adalah wanita yang cantik dan juga bijaksana, tetapi sayang suaminya  (Nabal)  berperilaku kasar, jahat dan juga kikir, padahal ia  "...mempunyai perusahaan di Karmel...mempunyai tiga ribu ekor domba dan seribu ekor kambing."  (ayat 2).  Adapun arti Abigail adalah sumber kebahagiaan, sedangkan arti Nabal adalah bebal atau bodoh.  Ditinjau dari garis keturunan, Nabal adalah keturunan Kaleb, tetapi kelakuannya sama sekali tidak mencerminkan orang yang mengenal Tuhan.

     Pada waktu itu Daud sedang dalam pelarian karena terus dikejar-kejar Saul yang hendak membunuhnya.  Dalam situasi sulit ini tentunya Daud dan orang-orangnya pasti membutuhkan bantuan makanan dan sebagainya.  Ia mendengar kabar bahwa Nabal sedang mencukur domba-dombanya.  Menurut tradisi di Israel, masa mencukur bulu domba adalah masa yang tepat untuk menyambut tamu.  Karena itu Daud pun mengutus 10 orang anak buahnya menemui Nabal dengan harapan akan mendapat bantuan, apalagi selama ini Daud dan pasukannya telah ikut membantu pegawai Nabal menjaga kawanan ternak Nabal, sehingga tak satu pun ternaknya hilang dicuri penjahat atau diterkam binatang buas.  "Mereka seperti pagar tembok sekeliling kami siang malam, selama kami menggembalakan domba-domba di dekat mereka."  (1 Samuel 25:16).  Namun bagaimana respons Nabal?  ia berkata,  "Siapakah Daud? Siapakah anak Isai itu? Pada waktu sekarang ini ada banyak hamba-hamba yang lari dari tuannya. Masakan aku mengambil rotiku, air minumku dan hewan bantaian yang kubantai bagi orang-orang pengguntingku untuk memberikannya kepada orang-orang yang aku tidak tahu dari mana mereka datang?"  (1 Samuel 25:10-11).  Sikap sombong Nabal ini menimbulkan kemarahan Daud, sehingga ia mengutus 400 orang untuk menemui Nabal dan berniat membunuhnya.

     Tetapi Abigail, yang mengetahui maksud kunjungan utusan itu, mempersiapkan makanan dan anggur untuk dikirim mendahului para utusan dan segera menemui Daud  (1 Samuel 25:18-19).

Tindakan Abigail mampu meredam amarah Daud dan melunakkan hatinya, sehingga ia batal melakukan tindakan balas dendam.

Thursday, January 7, 2016

TUHAN YANG MENUNTUN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Januari 2016

Baca:  Mazmur 25:1-22

"Siapakah orang yang takut akan TUHAN? Kepadanya TUHAN menunjukkan jalan yang harus dipilihnya."  Mazmur 25:12

Seorang dapat membuat pilihan hidup yang benar seiring bertambahnya tingkat kedewasaan rohani.  Tingkat kedewasaan rohani tidak ada kaitannya dengan usia, tingkat sosial atau berapa lama menjadi Kristen, tapi berbicara tentang pertumbuhan iman di dalam Tuhan dan bagaimana mengaplikasikan ajaran firman ke dalam kehidupan nyata.  Seseorang dikatakan dewasa rohani bila memiliki pancaindera yang terlatih, sehingga mampu membedakan yang baik dari pada yang jahat  (baca  Ibrani 5:14).  Dengan kata lain orang yang dewasa rohani adalah orang yang takut akan Tuhan;  dan terhadap orang yang takut akan Dia Tuhan akan menunjukkan jalan yang harus dipilihnya  (ayat nas).

     Rasul Paulus berdoa untuk jemaat di Filipi:  "Dan inilah doaku, semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala macam pengertian, sehingga kamu dapat memilih apa yang baik, supaya kamu suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus,"  (Filipi 1:9-10).  Untuk memiliki hati yang takut akan Tuhan kita harus bertumbuh dalam kasih dan memiliki pengenalan  (pengetahuan)  yang benar akan Tuhan.  Jadi kasih dan pengetahuan adalah dua hal yang saling melengkapi dan tak terpisahkan.  Saat kita bertumbuh dalam kasih dan pengetahuan yang benar tentang Tuhan, kita beroleh kekuatan untuk membuat pilihan hidup yang benar.  Saat kita memilih beribadah kepada Tuhan artinya kita datang ke gereja bukan hanya sebagai rutinitas belaka, melainkan bersedia mempersembahkan seluruh keberadaan hidup kita kepada Tuhan.  "...supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati."  (Roma 12:1).

     Ibadah sejati berbicara tentang ketaatan, kesetiaan dan pengabdian kita kepada Tuhan.  Kita berserah secara total kepada Tuhan dan percaya kepada setiap rencana-Nya.  Inilah yang mendorong kita untuk menuruti firman-Nya dan mengikuti jalan-Nya, karena kita tahu bahwa jalan Tuhan adalah yang terbaik bagi kita.

"Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya."  Mazmur 25:10

Wednesday, January 6, 2016

SEKARANG WAKTUNYA BERTINDAK

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Januari 2016

Baca:  Pengkhotbah 9:1-2

"Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba."  Pengkhotbah 9:12

Menunda-nunda pekerjaan adalah hal yang seringkali dilakukan banyak orang.  Contohnya:  ketika mendapatkan tugas dari sekolah atau kantor yang dapat dikerjakan hari itu, tidak langsung kita kerjakan, karena kita berpikir esok masih ada.  Kita membiarkan waktu berlalu dengan percuma.  Akibatnya tugas-tugas semakin menumpuk dan membuat kita kewalahan sendiri.

     Alkitab memperingatkan agar kita tidak menunda-nunda apa yang bisa kita kerjakan sekarang atau hari ini.  "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja."  (Yohanes 9:4).  Ada  'quote'  mengatakan:  "Mata uang yang paling berharga di dunia ini adalah waktu.  Tidak seorang pun bisa membeli waktu yang sudah terpakai."  (Anonim).  Bila sampai hari ini kita masih diberi nafas hidup berarti kesempatan bagi kita untuk bekerja, berkaraya dan berjerih lelah bagi Tuhan:  "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan,"  (Amsal 14:23).  Rasul Paulus juga menegaskan,  "...dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia."  (1 Korintus 15:58);  juga kesempatan untuk memaksimalkan talenta yang Tuhan beri;  kesempatan untuk menabur kebaikan.  "Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah."  (Galatia 6:9).

     Jangan menunggu  'waktu yang tepat', tetapi mulailah sekarang juga!  Mengapa?  "Karena manusia tidak mengetahui waktunya."  (ayat nas).  Jangan pernah berkata kalau kita tidak punya waktu, karena pada dasarnya semua orang diberi waktu yang sama oleh Tuhan yaitu 24 jam sehari.  Jadi tidak ada alasan bagi kita untuk berdalih!  Selagi masih sehat, selagi keadaan masih baik, selagi kesempatan masih terbuka bagi kita, lakukan...

"Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu."  (2 Korintus 6:2b),  "...jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu!"  (Ibrani 4:7).

Tuesday, January 5, 2016

BANGUN DAN BANGKITLAH!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Januari 2016

Baca:  Efesus 5:14-21

"Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu."  Efesus 5:14

Awal tahun adalah saat yang tepat untuk mengevaluasi kembali hidup kita.  Karena kesibukan dan rutinitas yang begitu padat banyak orang lupa dan tidak lagi punya waktu untuk merenungkan apa yang telah dijalaninya di sepanjang tahun lalu.  Hidup ini sangatlah singkat, sangat disayangkan bila kita melewatinya tanpa makna.  Apakah selama ini kita menyia-nyiakan waktu yang ada, ataukah kita mengisi waktu dengan hal-hal yang sia-sia pula?  "...perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat."  (Efesus 5:15-16).

     Banyak hal yang perlu dievaluasi:  pelayanan, pekerjaan, studi, keluarga dan prioritas kita.  Evaluasi ini bertujuan untuk mengoreksi dan memperbaiki kesalahan dan kekurangan yang telah kita lakukan.  Setelah itu kita bertekad mengarahkan pandangan ke depan.  "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus."  (Filipi 3:13-14).  Saat memandang ke depan bisa saja timbul rasa takut dan kuatir karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi.  Namun,  "Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari."  (Matius 6:27, 31, 32, 33, 34).

     Asal kita mengutamakan Tuhan dan hidup dalam kebenaran tidak ada yang perlu ditakutkan dan dikuatirkan tentang hari esok.  Percayalah bahwa janji Tuhan adalah ya dan amin.  Kerjakan bagian kita, maka Tuhan pasti akan menggenapi janji-Nya!

Bangkitlah...!  Jangan biarkan waktu yang ada terbuang sia-sia!

Monday, January 4, 2016

BERUBAH MENJADI LEBIH BAIK

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Januari 2016

Baca:  1 Tesalonika 5:1-11

"Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar."  1 Tesalonika 5:6

Semakin bertambahnya tahun semakin bertambah pula usia kita;  semakin bertambahnya tahun berarti semakin dekat pula hari kedatangan Tuhan kita, Yesus Kristus.  Dalam menghadapi tahun yang baru ini tidak ada kata lain selain kita harus memiliki semangat baru, tekad baru dan komitmen baru yang bertujuan agar kehidupan kita jauh lebih baik dari tahun sebelumnya.  Harus ada perubahan positif dalam diri kita!

     Perubahan itu bukanlah sekedar perubahan fisik semata, tetapi haruslah terutama hal kerohanian.  Kalau tahun lalu kita malas dan ogah-ogahan melayani Tuhan, di tahun baru ini mari bertekad untuk bersungguh-sungguh lagi melayani-Nya.  Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.”  (Roma 12:11),  sebab  “…dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.”  (1 Korintus 15:58).  Kalau di waktu lalu kita sayang dan selalu hitung-hitungan bila hendak menabur untuk pekerjaan Tuhan, di tahun ini kita berkomitmen memberi yang terbaik.  Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu, maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya.”  (Amsal 3:9-10).

     Hidup adalah perubahan!  Kalau dahulu kita melakukan banyak kesalahan, seharusnya di tahun ini kita belajar untuk tidak mengulangi kesalahan tersebut;  kalau dahulu mudah sekali melihat kekurangan orang lain dan suka menghakimi, kini belajar untuk selalu mengoreksi diri.  Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain.”  (Galatia 6:4).  Adalah mustahil kita berubah jika tidak ada kemauan untuk berubah dan tidak mau membayar harga.  Hidup kita akan berubah bila kita mau diajar, dibentuk dan dipimpin oleh Roh Kudus.  Saat kita dipimpin-Nya kita akan dimampukan untuk tidak lagi hidup dalam kedagingan.  Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh,”  (Efesus 5:18).

Hidup kita akan jauh lebih baik bila kita mau dipimpin oleh Roh Kudus setiap hari!

Sunday, January 3, 2016

TAHUN BARU: Mengandalkan Tuhan (3)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Januari 2016

Baca:  2 Tawarikh 20:20-37

"Dengar, hai Yehuda dan penduduk Yerusalem! Percayalah kepada TUHAN, Allahmu, dan kamu akan tetap teguh! Percayalah kepada nabi-nabi-Nya, dan kamu akan berhasil!"  2 Tawarikh 20:20

Untuk menyatakan kehendak dan rencana-Nya Tuhan dapat memakai siapa pun yang karib dengan Dia, seperti tertulis:  "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka."  (Mazmur 25:14).  Jadi  "...Tuhan ALLAH tidak berbuat sesuatu tanpa menyatakan keputusan-Nya kepada hamba-hamba-Nya, para nabi."  (Amos 3:7).  Yosafat merespons apa yang disampaikan hamba Tuhan itu dengan sebuah ketaatan.

     Ketika berhadapan dengan musuh, Yosafat dan rakyatnya melakukan tindakan yang secara manusia tidak masuk akal.  "...ia berunding dengan rakyat, ia mengangkat orang-orang yang akan menyanyi nyanyian untuk TUHAN dan memuji TUHAN dalam pakaian kudus yang semarak pada waktu mereka keluar di muka orang-orang bersenjata, sambil berkata: 'Nyanyikanlah nyanyian syukur bagi TUHAN, bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya!'"  (2 Tawarikh 20:21).  Ketika mereka bersorak-sorai memuji Tuhan perkara ajaib pun terjadi.  Ada kuasa dalam puji-pujian karena Tuhan bersemayam di atas pujian umat-Nya!  (baca  Mazmur 22:4).  Jika Tuhan di pihak kita siapakah lawan kita?  Jika Tuhan berperang bagi kita, adakah yang mustahil bagi Dia?  Tidak!  Tuhan sanggup mengubah air mata menjadi sukacita, penderitaan menjadi kemenangan yang gilang gemilang.  Sesuai dengan arti nama Yosafat, Tuhan tampil sebagai hakim yang membela perkara umat-Nya.

     Banyak orang Kristen ketika menghadapi masalah mudah sekali berputus asa dan tawar hati.  Mulut mereka serasa terkunci dan enggan memuji Tuhan.  Ada pula yang nekat mengambil jalan pintas dan menyelesaikan masalah dengan kekuatan sendiri.  "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri."  (Amsal 3:5).  Orang dunia boleh saja merasa pesimis menghadapi tahun 2016, tetapi sebagai anak-anak Tuhan  "...hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat..."  (2 Korintus 5:7).

Mari jalani hari-hari di tahun 2016 dengan penuh iman, karena tidak ada yang mustahil bagi setiap orang yang senantiasa berjalan bersama Tuhan!

Saturday, January 2, 2016

TAHUN BARU: Mengandalkan Tuhan (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Januari 2016

Baca:  2 Tawarikh 20:1-9

"Dan Yehuda berkumpul untuk meminta pertolongan dari pada TUHAN. Mereka datang dari semua kota di Yehuda untuk mencari TUHAN."  2 Tawarikh 20:4

Adalah sia-sia menggantungkan harapan hidup kepada manusia dan segala yang ada di dunia ini.  kekayaan melimpah takkan sanggup menolong dan menjamin hidup kita.

     Tanpa disadari seringkali kita berjalan dengan kekuatan sendiri karena merasa mampu, pintar, kuat, kaya dan berpengalaman.  Acapkali ketika menghadapi masalah berat, yang timbul di hati dan pikiran adalah mencari pertolongan kepada sesama.  Alkitab menyatakan bahwa orang yang mengandalkan sesamanya disebut orang yang terkutuk, tetapi orang yang mengandalkan Tuhan adalah orang yang diberkati.  "Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah."  (Yeremia 17:7-8).  Mengandalkan Tuhan berarti percaya kepada Tuhan dan mengimani janji-janji-Nya apa pun keadaannya.

     Yosafat adalah contoh orang yang mengandalkan Tuhan.  Nama Yosafat memiliki arti Tuhan adalah hakim.  Ia adalah anak Asa, seorang raja yang takut akan Tuhan, sedangkan ibunya bernama Azuba.  Yosafat  "...hidup mengikuti jejak Asa, ayahnya; ia tidak menyimpang dari padanya dan melakukan apa yang benar di mata TUHAN."  (1 Raja-Raja 22:43).  Setiap kali hendak maju berperang Yosafat selalu meminta petunjuk Tuhan sehingga ketika kerajaannya diserang bani Moab, bani Amon dan orang-orang Meunim, ia tahu benar kepada siapa harus bersandar dan berharap.  Yosafat membuat keputusan mencari Tuhan dan menyerukan seluruh rakyat untuk berpuasa;  dan saat mereka merendahkan diri di hadapan Tuhan, Tuhan pun menyatakan kehendak-Nya melalui Yahaziel yang dipenuhi Roh-Nya.  Berserulah Yahaziel kepada seluruh umat,  "Janganlah kamu takut dan terkejut karena laskar yang besar ini, sebab bukan kamu yang akan berperang melainkan Allah."  (2 Tawarikh 20:15).  Mereka diperintahkan untuk tidak takut, karena Tuhan yang berperang ganti mereka.

Kemenangan tersedia bagi orang-orang yang senantiasa mengandalkan Tuhan!

Friday, January 1, 2016

TAHUN BARU: Mengandalkan Tuhan (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Januari 2016

Baca:  Yesaya 31:1-9

"Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN."  Yesaya 31:1

Hari ini adalah hari pertama di tahun yang baru.  Jika memperhatikan apa yang sedang terjadi di dunia saat ini, secara manusia kita pasti mengalami ketakutan dan kekuatiran.  Goncangan terjadi bukan hanya di bidang ekonomi saja, tapi hampir di segala aspek kehidupan terjadi goncangan.  Apa yang akan terjadi esok hari?  Keadaan akan semakin membaik atau bertambah buruk tak seorang pun manusia yang tahu.  Kita hanya bisa menebak, menerka dan mereka-reka.  Karena itu  "Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu."  (Amsal 27:1).

     Menghadapi masa-masa sukar seperti ini apa yang harus kita lakukan?  Apakah kita tetap mengeraskan hati dengan bersandar kepada kekuatan dan kemampuan diri sendiri, atau berharap kepada sesama yang mungkin dapat diandalkan?  Alkitab memperingatkan dengan keras:  "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN! Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk."  (Yeremia 17:5-6).  Kekuatan manusia sangat terbatas dan kita pasti akan kecewa bila berharap kepadanya.  "Jangan berharap pada manusia, sebab ia tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?"  (Yesaya 2:22).

     Nabi Yesaya memperingatkan bangsa Israel untuk tidak mencari pertolongan ke Mesir, mengandalkan kuda, kereta dan pasukan berkuda,  "Sebab orang Mesir adalah manusia, bukan allah, dan kuda-kuda mereka adalah makhluk yang lemah, bukan roh yang berkuasa. Apabila TUHAN mengacungkan tangan-Nya, tergelincirlah yang membantu dan jatuhlah yang dibantu, dan mereka sekaliannya habis binasa bersama-sama."  (Yesaya 31:3).

Satu-satunya yang dapat kita andalkan dalam menjalani kehidupan ini hanyalah Tuhan, bukan yang lain!

Thursday, December 31, 2015

MEMPERBAHARUI KOMITMEN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Desember 2015

Baca:  Yosua 24:14-28

"Kepada TUHAN, Allah kita, kami akan beribadah, dan firman-Nya akan kami dengarkan."  Yosua 24:24

Hari ini kita berada di penghujung tahun 2015, di ambang tahun yang baru.  Sudah menjadi tradisi menjelang pergantian tahun orang-orang tampak hiruk-pikuk menyambut momen ini.  Mereka berkumpul menjelang tengah malam pergantian tahun dengan menggelar pesta, konser musik, pawai keliling kota dengan terompet dan juga kembang api.  Tak ketinggalan pusat-pusat perbelanjaan juga turut memeriahkan acara tutup tahun dengan memberikan discount besar-besaran;  hotel-hotel berbintang pun menggunakan kesempatan emas ini dengan menawarkan paket promo bagi keluarga yang merayakan tahun baru dengan menginap di hotel tersebut.

     Bagi orang percaya momen pergantian tahun ini seharusnya menjadi kesempatan instropeksi diri, bukan pesta pora atau berhura-hura.  Banyak perkara sudah terlewati sepanjang tahun 2015 ini, dan jika kita bisa menjalaninya serta mampu tegak berdiri sampai detik ini jangan pernah berkata bahwa semua itu karena kebetulan atau karena kuat dan gagah kita, melainkan karena Tuhan yang ada di samping kita:  menuntun, menyertai, menopang dan bahkan menggendong kita.  Karena itu tidak ada kata lain selain mengucap syukur kepada Tuhan!  Kegagalan, keterpurukan, doa-doa yang tidak terjawab sepanjang tahun ini seringkali merupakan akibat dari keputusan-keputusan salah yang telah kita ambil atau pilihan-pilihan hidup yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan.  Jangan pernah mengambinghitamkan orang lain atau keadaan, terlebih-lebih menyalahkan Tuhan, sebab pilihan kita menentukan kehidupan kita di kemudian hari.  Marilah mencontoh Yosua yang berani membuat keputusan untuk beribadah kepada Tuhan, tidak seperti kebanyakan orang yang lebih memilih untuk tidak taat dan menuruti keinginan diri sendiri.

     Yang lalu biarlah berlalu!  Jadikan hal itu sebagai pelajaran berharga dan guru terbaik.  Bersyukurlah jika kita masih beroleh kesempatan dari Tuhan untuk memperbaharui komitmen kita.

"Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu!"  Ibrani 4:7

Wednesday, December 30, 2015

YOSUA: Memilih Yang Benar

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Desember 2015

Baca:  Yosua 24:14-28

"Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!"  Yosua 24:15b

Yosua masih berusia muda ketika keluar dari Mesir.  Ia adalah asisten pribadi Musa yang setia selama empat puluh tahun pengembaraan di padang gurun, dan termasuk dalam 12 orang yang ditugaskan Musa mengintai negeri Kanaan selama 40 hari  (baca  Bilangan 13).

     Ia dan Kaleb adalah dua orang yang memberikan laporan hasil pengintaiannya secara positif.  Dari laporan tersebut terlihat bahwa Yosua adalah orang muda yang penuh iman.  Apapun iman itu timbul dari pendengaran firman  (baca  Roma 10:17).  Artinya iman di dalam diri Yosua terbentuk bukan secara kebetulan, atau terjadi secara instan, melainkan ada harga yang telah ia bayar yaitu melalui persekutuan yang karib dengan Tuhan.  Karena memiliki hati yang takut akan Tuhan dan beribadah kepada-Nya dengan sungguh ia pun dipercaya Tuhan untuk memimpin bangsa Israel menggantikan Musa.  "Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, sebab engkau akan masuk bersama-sama dengan bangsa ini ke negeri yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyang mereka untuk memberikannya kepada mereka, dan engkau akan memimpin mereka sampai mereka memilikinya."  (Ulangan 31:7).

     Tuhan menghendaki kita pun membuat pilihan hidup yang benar seperti Yosua yaitu beribadah kepada Tuhan.  Definisi ibadah adalah perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah, yang didasari ketaatan untuk mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, bukan sekedar melakukan kegiatan atau aktivitas gerejawi.  "Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan,"  (Yesaya 29:13).  Ibadah sejati adalah hidup yang dipersembahkan kepada Allah.  "...kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati."  (Roma 12:1).  Hidup yang dipersembahkan berarti:  di mana pun, kapan pun dan dalam situasi apa pun kita mau tunduk sepenuhnya dalam pimpinan Roh Tuhan;  yang kudus berarti kita mau dipisahkan dan dikhususkan untuk Tuhan.

Seseorang beribadah kepada Tuhan apabila hidup dalam ketaatan dan tidak berkompromi dengan dosa.

Tuesday, December 29, 2015

MEMBUAT PILIHAN: Kehidupan Atau Kematian?

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Desember 2015

Baca:  Ulangan 30:15-20

"...kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu,"  Ulangan 30:19

Kitab Ulangan adalah kitab yang berisi amanat perpisahan Musa yang mengulas kembali dan memperbaharui perjanjian Tuhan dengan bangsa Israel.  Waktu itu mereka sudah mencapai tahap akhir dari pengembaraannya di padang gurun dan siap memasuki Kanaan.

     Musa hendak menegaskan dan meyakinkan orang-orang Israel bahwa mereka adalah umat pilihan Tuhan, mengingatkan lagi bagaimana Tuhan memimpin dan menyertai mereka melalui padang gurun dengan peristiwa-peristiwa besar yang telah dikerjakan-Nya sebelum ia menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan kepada Yosua.  Musa juga mendorong mereka terus berjuang sampai janji Tuhan tergenapi yaitu Kanaan.  Karena itu Musa memperhadapkan mereka kepada pilihan hidup:  jika mengasihi Tuhan dengan sungguh ada upah yang tersedia  (kehidupan, berkat dan keberuntungan).  Sebaliknya jika mereka tidak taat  (memberontak)  kepada Tuhan, dampaknya adalah kematian, kegagalan dan kutuk.  Pesan Musa ini juga berlaku untuk setiap orang percaya!

     Hidup di masa-masa akhir ini kita dihadapkan pada ujian dan tantangan yang semakin berat.  Iblis dengan segala tipu dayanya semakin meningkatkan intensitas kinerjanya,  "...berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya."  (1 Petrus 5:8)  dengan menawarkan segala kenyamanan dan kenikmatan duniawi.  Karena itu Tuhan menuntut sebuah ketegasan dalam diri setiap orang percaya untuk membuat pilihan hidup yang benar.  Di hadapan kita ada dua pilihan yang sangat kontradiktif:  kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk, keberhasilan dan kegagalan.  Mana yang Saudara pilih?  Kita tidak dapat berdiri di tengah-tengah, bersikap kompromi, suam-suam kuku, tidak ada istilah fifty-fifty.  Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang baik dan berlimpah kasih, karena itu Ia tidak menginginkan anak-anak-Nya mengalami kematian, melainkan kehidupan dan keberhasilan.  Tuhan mau kita memilih kehidupan yaitu dengan mengasihi Dia, beribadah kepada-Nya dan taat melakukan kehendak-Nya.

Pilihan kita hari ini menentukan masa depan kita!  Karena itu jangan tunda-tunda waktu lagi, pilihlah hidup yang benar!

Monday, December 28, 2015

YEREMIA: Teguran Bermuatan Kasih

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Desember 2015

Baca:  Yeremia 2:1-37

"pernahkah suatu bangsa menukarkan allahnya meskipun itu sebenarnya bukan allah? Tetapi umat-Ku menukarkan Kemuliaannya dengan apa yang tidak berguna."  Yeremia 2:11

Yeremia diperintahkan Tuhan menegur umat Israel yang telah meninggalkan kasihnya yang mula-mula kepada Tuhan dan berpaling kepada allah lain.  Dengan keberanian Ilahi Yeremia melangkah maju mengerjakan perintah Tuhan kepadanya meski ada harga yang harus dibayar:  dimusuhi, dijauhi, dicibir, dilawan dan ditentang oleh orang-orang sebangsanya, termasuk para kerabat dan orang-orang di kampung halamannya.  "...orang-orang Anatot yang ingin mencabut nyawaku dengan mengatakan: 'Janganlah bernubuat demi nama TUHAN, supaya jangan engkau mati oleh tangan kami!'"  (Yeremia 11:21).  Raja sangat marah kepada Yeremia yang dengan terang-terangan mengecam dan menelanjangi dosa-dosa bangsanya.  Karena memberitakan kebenaran Tuhan yeremia harus mengalami tekanan dan nyawanya pun terancam.  Namun ia tidak menyerah, terus maju dan tetap setia mengerjakan tugas yang dipercayakan Tuhan kepadanya.

     Di balik teguran-teguran kerasnya kepada orang Israel hati Yeremia hancur dan penuh kasih.  Ia mencucurkan air mata, berdukacita karena kejahatan mereka.  "Aduh, dadaku, dadaku! Aku menggeliat sakit! Aduh, dinding jantungku! Jantungku berdebar-debar, aku tidak dapat berdiam diri, sebab aku mendengar bunyi sangkakala, pekik perang."  (Yeremia 4:19),  "Sekiranya kepalaku penuh air, dan mataku jadi pancuran air mata, maka siang malam aku akan menangisi orang-orang puteri bangsaku yang terbunuh! Sekiranya di padang gurun aku mempunyai tempat penginapan bagi orang-orang yang sedang dalam perjalanan, maka aku akan meninggalkan bangsaku dan menyingkir dari pada mereka! Sebab mereka sekalian adalah orang-orang berzinah, suatu kumpulan orang-orang yang tidak setia."  (Yeremia 9:1-2).

     Ayat-ayat ini jelas menandakan bahwa dengan landasan kasih Yeremia menegur dan memeringatkan bangsanya.  Tujuannya supaya mereka sadar atas kesalahannya dan segera bertobat, kembali ke jalan yang benar.

Bersikap tegas dan tidak berkompromi dengan dosa sedikit pun adalah sikap yang harus dimiliki setiap orang percaya.

Sunday, December 27, 2015

YEREMIA: Mengerjakan Panggilan Tuhan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Desember 2015

Baca:  Yeremia 1:1-19

"Janganlah katakan: Aku ini masih muda, tetapi kepada siapapun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apapun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan."  Yeremia 1:7

Yeremia adalah anak imam Hilkia dari Anatot.  Ia menerima panggilan Tuhan menjadi nabi saat usianya masih sangat belia, bahkan Alkitab menyatakan bahwa Tuhan telah memilih dia sejak masih dalam kandungan ibunya.  "Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa."  (ayat 5).

     Respons Yeremia terhadap panggilan Tuhan ini tidak jauh berbeda seperti Musa tatkala dipanggil memimpin bangsa Israel, yaitu merasa belum siap dan tidak memiliki rasa percaya diri:  "Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda."  (ayat 6).  Jika Tuhan turut bekerja, usia muda bukanlah halangan untuk dipakai menjadi alat kemuliaan-Nya, melainkan merupakan anugerah dan suatu keistimewaan beroleh kesempatan dan kepercayaan dari Tuhan.  Karena itu  "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu."  (1 Timotius 4:12).  Masa pelayanan Yeremia sebagai nabi adalah masa-masa yang sangat sulit, karena pada waktu itu bangsa Israel sedang mengalami kemerosotan rohani:  ketidaktaatan, kejahatan, kedurhakaan, penindasan dan berbagai jenis penyimpangan terjadi di mana-mana.  Yeremia menggambarkan bangsa Israel seperti isteri yang tidak lagi setia kepada suaminya, melakukan perzinahan.  Tugas teramat berat dan berresiko harus diemban Yeremia, di mana ia harus berani melawan arus orang-orang kebanyakan yang tidak taat demi menegakkan kebenaran.

     Dengan kekuatan sendiri mustahil Yeremia mampu, tapi Tuhan  "...mengulurkan tangan-Nya dan menjamah mulutku; TUHAN berfirman kepadaku: 'Sesungguhnya, Aku menaruh perkataan-perkataan-Ku ke dalam mulutmu.'"  (Yeremia 1:9).

Dengan kekuatan adikodrati Yeremia berani mengerjakan panggilan Tuhan!

Saturday, December 26, 2015

YESUS KRISTUS: Hadiah Terbesar Dari Allah

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Desember 2015

Baca:  Lukas 1:26-38

"Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan."  Lukas 1:32-33

Ada hal menarik dalam kisah kelahiran Yesus Kristus ini, di mana berita tentang kelahiran Sang Juruselamat ini diterima pertamakali justru oleh para gembala yang tinggal di padang, melalui seorang malaikat yang diutus oleh Allah sendiri.  Kita tahu bahwa penggembala domba adalah profesi yang sangat rendah dan sederhana, tetapi Allah menunjukkan kepedulian-Nya terhadap orang-orang yang dipandang sebelah mata oleh dunia.  "Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan."  (Lukas 2:10-12).

     Mungkin saat ini kita merasa diri sebagai orang yang terabaikan, disepelekan, tidak dianggap dan dipandang rendah oleh orang lain.  Jangan berkecil hati dan putus asa!  Natal adalah bukti bagaimana Allah sangat memedulikan kita dengan memberikan Yesus Kristus sebagai hadiah terbesar, termahal, terbaik dan terindah.  Berbicara tentang hadiah seringkali pikiran kita hanya tertuju kepada berkat materi semata, seperti uang, mobil, rumah dan sebagainya.  Padahal Yesus Kristus adalah sumber berkat, segala kuasa ada di tangan-Nya.  Tertulis:  "...Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: 'Yesus Kristus adalah Tuhan,' bagi kemuliaan Allah, Bapa!"  (Filipi 2:9-11).

     Memiliki Yesus Kristus dalam hidup ini berarti memiliki segala-galanya, karena di dalam Dia ada kuasa untuk memberkati, memulihkan, menyembuhkan, dan menyelamatkan.  Dia Imanuel, Allah menyertai kita  (baca  Matius 1:23).  Seberat apa pun perjalanan hidup yang kita tempuh Tuhan Yesus yang tidak pernah meninggalkan kita.

Yesus Kristus datang ke dunia untuk membawa kabar sukacita dan pengharapan yang pasti bagi kita orang percaya!

Friday, December 25, 2015

NATAL: Anugerah Keselamatan Dari Allah

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Desember 2015

Baca:  Lukas 2:8-20

"Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud."  Lukas 2:11

Kalau kita bisa merayakan Natal di tahun 2015 ini adalah karena kasih Tuhan yang teramat besar bagi kita.  Berbicara tentang natal, yang pertama-tama dimengerti oleh kebanyakan orang Kristen adalah memeringati hari kelahiran Yesus Kristus, tidak lebih.  Berbagai acara diadakan untuk menyambut natal.  Umumnya gereja menggelar perayaan besar-besaran lengkap dengan pernak-pernik hiasan pohon natal, penyalaan lilin, drama dan sinterklas.  Ada juga yang beranggapan bahwa natal identik dengan hadiah, karenanya mereka memanfaatkan momen ini untuk bertukar kado atau memberikan hadiah kepada sanak keluarga.  Tidak sedikit orang Kristen yang menunggu-nunggu momen natal sebagai kesempatan emas untuk bepergian jauh bersama keluarga karena mereka beroleh liburan yang cukup panjang.  Jika kita memaknai natal hanya sebatas perayaan, hiasan, hadiah atau liburan, berarti kita telah kehilangan makna esensial dari natal.

     Natal tidak bisa dipisahkan dari anugerah, di mana Allah memberikan anugerah terbesar bagi umat manusia yaitu Yesus Kristus.  "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia."  (Yohanes 3:16-17).  Mengapa Allah rela memberikan Putera-Nya  (Yesus Kristus)  bagi dunia?  Ini adalah bukti nyata Allah sangat mengasihi manusia, Ia tidak menghendaki kita semua mengalami kebinasaan kekal.  "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak."  (Roma 3:10), maka upahnya adalah maut  (baca  Roma 6:23).

     Itulah sebabnya Allah memberikan Yesus Kristus menjadi Juruselamat dunia yang akan membebaskan manusia dari hukuman dosa.  Penebusan dosa dilakukan melalui karya kematian-Nya di kayu salib, dan setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak mengalami kebinasaan kekal.

"Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan."  Kisah 4:12

Thursday, December 24, 2015

BERINTEGRITAS: Bahagia Keturunannya

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Desember 2015

Baca:  Amsal 20:1-30

"Orang benar yang bersih kelakuannya--berbahagialah keturunannya."  Amsal 20:7

Dalam surat kepada Timotius rasul Paulus menyatakan:  "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran."  (2 Timotius 3:16).

     Ketika seseorang  'tinggal'  dalam firman-Nya kuasa firman itu akan bekerja secara dahsyat:  mengajar, menegur, memerbaiki dan mendidik, sehingga karakter hidupnya makin diperbaharui dari hari ke sehari, kepekaan rohaninya pun semakin bertambah-tambah sehingga pancainderanya pun semakin  "...terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat."  (Ibrani 5:14).  Tinggal di dalam firman berarti menjadi pelaku firman.  Orang yang taat melakukan firman Tuhan bisa dipastikan memiliki kelakuan yang bersih.  Bersih kelakuannya dalam Alkitab versi English Amplified ditulis sebagai integrity atau integritas.  Definisi integritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan;  kejujuran.  Orang yang memiliki integritas berarti memiliki kualitas hidup yang baik, jasmani dan rohani.  Secara Alkitabiah orang yang berintegritas memiliki hati yang takut akan Tuhan, menghormati Tuhan, memihak kepada kebenaran dan tidak berkompromi dengan dosa.  Orang yang berintegritas berarti orang yang tidak plin plan dalam perkataan dan perbuatan  (bisa dipercaya).  Bukti nyata integritas seseorang adalah mengerjakan segala sesuatu dengan kualitas yang terbaik, bukan ala kadarnya.  "Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga,"  (Pengkhotbah 9:10), dan  "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia."  (Kolose 3:23).

     Tidak ada kata  'rugi'  bagi setiap orang yang melakukan firman Tuhan, berkelakuan bersih atau punya integritas, sebab Tuhan menyediakan upahnya yaitu hidupnya akan berbahagia dan diberkati, bahkan berkat itu akan turun sampai ke anak cucu;  blessed are his children after him  (terberkatilah keturunannya).

Daud berkata,  "Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti;"  Mazmur 37:25

Wednesday, December 23, 2015

MATERI BUKAN SUMBER KEBAHAGIAAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Desember 2015

Baca:  Lukas 11:27-28

"Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya."  Lukas 11:28

Semua orang tanpa terkecuali pasti mendambakan kebahagiaan dalam hidupnya.  Tetapi berbicara tentang kebahagiaan, sebagian besar orang akan menilai dan mengukurnya dari sisi materi atau apa yang terlihat secara kasat mata.  Kita berpikir jika seseorang bergelimang harta benda, memiliki rumah dan mobil mewah, terkenal seperti selebriti atau berpangkat tinggi, hari-hari yang dijalani pasti dipenuhi oleh gelak tawa dan kebahagiaan.  Benarkah demikian?  Faktanya tidaklah demikian.  Banyak orang kaya dan terkenal hidupnya merana dan tidak bahagia.  Ternyata kekayaan, harta benda, uang dan segala hal yang ada di dunia ini tidak mampu memberikan jaminan kebahagiaan yang sejati.  Semuanya hanya bersifat semu belaka!

     Suatu ketika Tuhan Yesus bertemu dengan orang yang sedang kerasukan setan, yang membuatnya tidak bisa berbicara  (bisu).  Lalu tergeraklah hati Tuhan Yesus untuk menjamah orang itu dan mengusir roh jahat tersebut.  Mujizat pun terjadi!  Melihat kejadian itu banyak orang menjadi takjub, tetapi ada pula yang tidak suka dan benci dengan tindakan Tuhan Yesus dengan mengatakan bahwa Ia melakukan itu dengan kuasa Beelzebul, atau penghulu setan.  Tetapi ada seorang wanita yang datang kepada Tuhan dengan berkata,  "Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau. Tetapi Ia berkata: 'Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya.'"  (Lukas 11:27-28).  Tuhan Yesus dengan sangat jelas menyatakan bahwa kebahagiaan hidup seseorang tidak ditentukan oleh faktor materi.  Sumber kebahagiaan hidup yang sejati adalah ketika seseorang  "...mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya." 

     Ketaatan melakukan firman Tuhan dan memraktekkan dalam kehidupan sehari-hari itulah sumber kebahagiaan sejati.  Yakobus menulis:  "Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya."  (Yakobus 1:25).

Ingin memiliki hidup yang penuh kebahagiaan?  Jadilah pelaku firman Tuhan!

Tuesday, December 22, 2015

APA YANG PATUT DISOMBONGKAN?

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Desember 2015

Baca:  Yesaya 2:6-22

"Manusia yang sombong akan ditundukkan dan orang yang angkuh akan direndahkan;"  Yesaya 2:17

Salah satu sifat yang sangat dibenci Tuhan adalah sombong, yaitu menghargai diri secara berlebihan, congkak atau pongah.  Sombong berarti pula suatu keadaan perasaan merasa diri lebih dari orang lain, yang akhirnya meninbulkan sikap menyepelekan dan menganggap remeh orang lain.  Karena kesombongannya Iblis memberontak dan ingin menyamai Tuhan;  dan karena pemberontakan tersebut mereka dihalau dari hadapan Tuhan.  "Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai Bintang Timur, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan bangsa-bangsa! Engkau yang tadinya berkata dalam hatimu: Aku hendak naik ke langit, aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan aku hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh di sebelah utara. Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang Mahatinggi! Sebaliknya, ke dalam dunia orang mati engkau diturunkan, ke tempat yang paling dalam di liang kubur."  (Yesaya 14:12-15).

      Banyak orang yang sombong.  Tidak hanya orang-orang dunia yang belum mengenal Tuhan, tetapi ada anak-anak Tuhan, bahkan mereka yang sudah terlibat dalam pelayanan berlaku demikian.  banyak faktor yang membuat orang berlaku sombong:  merasa pintar, merasa hebat, merasa populer, merasa kaya, ganteng atau cantik, punya jabatan atau pangkat tinggi, pelayanan lebih berhasil, dan masih banyak lagi.  Alkitab menyatakan,  "Setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi TUHAN; sungguh, ia tidak akan luput dari hukuman."  (Amsal 16:5).  Penulis Amsal juga menulis bahwa mata sombong merupakan salah satu dari tujuh perkara yang sangat dibenci Tuhan  (baca  Amsal 6:16-19).  Kita tahu mata berfungsi untuk memandang atau melihat.  Jadi mata sombong berarti memandang rendah orang lain, atau menganggap diri sendiri lebih dari orang lain.

     Siapakah kita ini sehingga merasa diri lebih dari orang lain?  Di hadapan Tuhan semua manusia adalah sama.  Sebagai manusia kita ini  "...tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?"  (Yesaya 2:22).

Jangan sombong!  Tanpa Tuhan kita tidak bisa berbuat apa-apa dan bukan siapa-siapa!

Monday, December 21, 2015

TIDAK BERMEGAH SECARA DUNIAWI (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Desember 2015

Baca:  Mazmur 20:1-10

"...tetapi kita bermegah dalam nama TUHAN, Allah kita."  Mazmur 20:8

Ada tertulis:  "Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung. Sebab dapatkah disebut pujian, jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa? Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah."  (1 Petrus 2:19-20).  Jika kita harus mengalami masalah, penderitaan, dibenci, dikucilkan, dianiaya karena melakukan kehendak Tuhan atau karena memberitakan Injil, inilah yang seharusnya membuat kita bangga dan patut untuk bermegah.  "sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna. Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku."  (2 Korintus 12:9).

     Ketika kita menyadari keterbatasan, kekurangan dan kelemahan kita, saat itulah kita belajar untuk bersandar, berharap dan mengandalkan Tuhan, bukan yang lain, karena hanya Tuhanlah satu-satunya kekuatan kita.  "jika aku lemah, maka aku kuat."  Sebab  "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah."  (Roma 8:28).  Ketika mengalami jalan buntu kita sadar bahwa hanya Tuhan satu-satunya jalan keluar untuk setiap permasalahan hidup ini.  Dalam kelemahanlah kita belajar untuk tidak memegahkan diri, melainkan belajar untuk memiliki kerendahan hati.  Kalau saat ini kita diberkati dengan materi lebih jangan pernah berkata bahwa semua karena tangan kita, tapi Tuhanlah yang memercayakan kepada kita.  "Sebab kekayaan dan kemuliaan berasal dari pada-Mu dan Engkaulah yang berkuasa atas segala-galanya; dalam tangan-Mulah kekuatan dan kejayaan; dalam tangan-Mulah kuasa membesarkan dan mengokohkan segala-galanya."  (1 Tawarikh 29:12).  Kalau kita berhasil dalam usaha dan karir, semua karena campur tangan Tuhan, Dia yang membuka pintu kesempatan untuk kita.  Ketika berada  'di atas'  seringkali kita lupa dan merasa tidak membutuhkan siapa-siapa.

     Dalam kelemahan, kita belajar untuk bergantung sepenuhnya kepada Tuhan.

"Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya,"  Yeremia 9:23

Sunday, December 20, 2015

TIDAK BERMEGAH SECARA DUNIAWI (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Desember 2015

Baca:  2 Korintus 11:16-33

"Karena banyak orang yang bermegah secara duniawi, aku mau bermegah juga."  2 Korintus 11:8

Di zaman sekarang ini banyak orang cenderung bersikap sombong dan angkuh, merasa diri lebih pintar dan lebih hebat dari orang lain sehingga sulit sekali bisa menghargai orang lain.  Itulah keadaan manusia di akhir zaman, seperti yang disampaikan oleh rasul Paulus.  "Mereka akan membual dan menyombongkan diri,...tidak dapat mengekang diri,...berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah."  (2 Timotius 3:2-4).  Kapan pun ketika beroleh kesempatan untuk berbicara di hadapan orang lain umumnya kita tidak dapat menahan bibir untuk berbicara panjang lebar tentang segala hal yang bisa dibanggakan secara lahiriah.  Jarang sekali kita mengakui kelemahan dan kekurangan kita, sebaliknya kita bersemangat menceritakan segala kelebihan-kelebihan yang ada:  kepintaran, kekuatan, kekayaan, jabatan, prestasi yang telah dicapai dan sebagainya, mulai dari A sampai Z, tanpa ada yang tertinggal.

     Banyak orang cenderung bermegah secara duniawi yaitu memegahkan diri dengan apa yang dimiliki untuk menunjukkan siapa  'aku'  yang akhirnya mengarah kepada kesombongan.  "Orang ini memegahkan kereta dan orang itu memegahkan kuda,"  (Mazmur 20:8).  Rasul Paulus menasihati,  "...supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah...Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan."  (1 Korintus 1:29, 31).  Sesungguhnya rasul Paulus memiliki banyak hal untuk bermegah, punya alasan untuk membanggakan diri karena dia adalah seorang pemberita Injil yang hebat dan dipakai Tuhan secara luar biasa, juga dengan latar belakang pendidikan yang mumpuni;  meski demikian ia tidak bersikap seperti yang dilakukan oleh orang-orang dunia pada umumnya.  "Sekalipun aku juga ada alasan untuk menaruh percaya pada hal-hal lahiriah."  (Filipi 3:4).  Justru sebaliknya ia berkata,  "Jika aku harus bermegah, maka aku akan bermegah atas kelemahanku."  (2 Korintus 11:30).

     'Kelemahan'  yang dimaksudkan bukanlah sesuatu yang seringkali menjadi titik lemah atau faktor penyebab seseorang mengalami jatuh bangun dalam dosa.  Kelemahan ini berbicara tentang masalah, tekanan, kesukaran, penderitaan atau pergumulan yang disebabkan ketika seseorang hidup dalam kebenaran.  (Bersambung)

Saturday, December 19, 2015

BARNABAS: Semangat Melayani Tuhan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Desember 2015

Baca:  Kisah Para Rasul 11:19-26

"Setelah Barnabas datang dan melihat kasih karunia Allah, bersukacitalah ia. Ia menasihati mereka, supaya mereka semua tetap setia kepada Tuhan, karena Barnabas adalah orang baik, penuh dengan Roh Kudus dan iman."  Kisah 11:23-24

Nama Barnabas tidaklah terlalu asing di telinga kebanyakan orang Kristen tapi tidak semua tahu betul siapa Barnabas.

     Barnabas berasal dari suku Lewi, keluarga imam yang turun-temurun bertugas di Bait Tuhan  (suku Lewi adalah suku Israel yang dikhususkan Tuhan untuk melayani-Nya di Bait Suci).  "Demikianlah harus engkau mentahirkan mereka dari tengah-tengah orang Israel, supaya orang Lewi itu menjadi kepunyaan-Ku."  (Bilangan 8:14).  Tetapi setelah keluarganya pindah ke Siprus Barnabas tidak lagi bertugas di Bait Tuhan, ia menjadi anggota gereja di Yerusalem  (bagian dari jemaat mula-mula).  Kita tahu bahwa jemaat mula-mula adalah cikal bakal gereja Tuhan, kumpulan orang-orang yang sangat mengasihi Tuhan.  Karena kasihnya kepada Tuhan dan sesama mereka rela menjual harta miliknya untuk dipersembahkan kepada Tuhan dan dibagikan kepada saudara seiman yang memerlukan.  "Demikian pula dengan Yusuf, yang oleh rasul-rasul disebut Barnabas, artinya anak penghiburan, seorang Lewi dari Siprus. Ia menjual ladang, miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul."  (Kisah 4:36-37).

Bukan kebetulan jika para rasul menyebut Barnabas sebagai anak penghiburan, karena ia telah menunjukkan kualitas hidup rohani yang baik dan mampu menjadi berkat bagi orang lain.  "Barnabas adalah orang baik, penuh dengan Roh Kudus dan iman."  (ayat nas).  Melalui kesaksian hidupnya ia mampu membawa sejumlah orang kepada Tuhan.  Barnabas juga dipakai Tuhan untuk melihat potensi besar dalam diri Paulus yang waktu itu masih bernama Saulus.  Ketika banyak orang takut dan ragu menerima Paulus yang bereputasi buruk sebagai penganiaya jemaat Tuhan, justru  "...Barnabas menerima dia dan membawanya kepada rasul-rasul dan menceriterakan kepada mereka, bagaimana Saulus melihat Tuhan di tengah jalan dan bahwa Tuhan berbicara dengan dia dan bagaimana keberaniannya mengajar di Damsyik dalam nama Yesus."  (Kisah 9:27).

Barnabas menjadi penyemangat orang lain untuk melayani Tuhan berkat totalitasnya dalam pelayanan dan hidup yang menjadi kesaksian.