Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 April 2014
Baca: 2 Korintus 8:1-15
"Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan
mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu,
supaya ada keseimbangan." 2 Korintus 8:14
Adalah wajib bagi kita yang sudah berkeluarga untuk mencukupi semua kebutuhan keluarga kita. Demikian juga jika orangtua kita sudah tidak mampu lagi untuk bekerja, kita juga berkewajiban untuk menopang kebutuhan orangtua kita.
Setelah kewajiban kepada Tuhan dan keluarga terpenuhi, kita melangkah ke tahap selanjutnya yaitu memperhatikan orang lain atau membantu sesama. Inilah nasihat Paulus, "Sebab jika kamu rela untuk memberi, maka pemberianmu akan diterima,
kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu, bukan berdasarkan
apa yang tidak ada padamu." (2 Korintus 8:12). Apa artinya? Dalam memberi kepada orang lain kita juga harus menyesuaikan dengan kemampuan kita. Setelah kebutuhan keluarga terpenuhi dan kita masih punya kelebihan, maka kelebihan itulah yang kita gunakan untuk menolong sesama. Jangan sebaliknya, kita menolong orang lain tapi keluarga sendiri kita korbankan: orangtua, anak, isteri terlantar dan hidup dalam kekurangan.
Kita yang hidup keberkatan wajib memperhatikan orang lain, terlebih-lebih terhadap mereka yang hidup dalam kekurangan, supaya 'kelebihan' yang kita miliki dapat mencukupkan kekurangan mereka. Janganlah kita menjadi orang Kristen yang egois, yang hanya mementingkan diri sendiri. Saudara seiman adalah orang pertama yang harus kita perhatikan sebagaimana dikatakan paulus, "Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat
baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman." (Galatia 6:9-10).
Kita hanyalah pengelola atas berkat yang Tuhan percayakan, bukan pemilik. Jika menyadari hal ini kita tidak akan menjadi orang yang pelit atau kikir, tapi mempunyai hati yang terbeban terhadap orang lain sebagai wujud nyata kasih kita kepada sesama.
"Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita
kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu,
bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" 1 Yohanes 3:17
Saturday, April 5, 2014
Friday, April 4, 2014
MEMENUHI KEBUTUHAN KELUARGA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 April 2014
Baca: 1 Timotius 5:1-16
"...jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman." 1 Timotius 5:8
Sekalipun uang yang kita dapatkan merupakan hasil jerih lelah kita sendiri, bukan berarti kita dapat mempergunakannya dengan sekehendak hati melainkan haruslah dengan bijak. Selain untuk Tuhan kita harus gunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga kita, jangan membelanjakan uang tersebut untuk hal-hal yang tidak bermanfaat (berfoya-foya). Firman Tuhan: "Mengapakah kamu belanjakan uang untuk sesuatu yang bukan roti, dan upah jerih payahmu untuk sesuatu yang tidak mengenyangkan? Dengarkanlah Aku maka kamu akan memakan yang baik dan kamu akan menikmati sajian yang paling lezat." (Yesaya 55:2). Kebutuhan pokok (makan, pakaian, rumah, pendidikan, kesehatan) jangan sampai kita abaikan, apalagi sampai berhutang dan 'gali lubang tutup lubang'.
Selagi masih produktif dan sehat mari gunakan kesempatan dan waktu yang ada untuk bekerja dan berusaha, supaya di usia tua nanti kita tidak mengalami kesulitan dalam keuangan dan menjadi susah. Contohlah Paulus, selain melayani Tuhan, ia juga bekerja sebagai pembuat tenda demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan juga untuk mendukung pelayanannya. "...dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluanku dan keperluan kawan-kawan seperjalananku." (Kisah 20:34). Jadi, "...kami tidak lalai bekerja di antara kamu, dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun di antara kamu. Bukan karena kami tidak berhak untuk itu, melainkan karena kami mau menjadikan diri kami teladan bagi kamu, supaya kamu ikuti." (2 Tesalonika 3:7-9).
Paulus sangat menentang orang yang tidak mau bekerja (malas), apalagi dalam usia produktif, dan hanya menjadi 'benalu' bagi orang lain. Itu sangat memalukan! Jadilah orang Kristen yang rajin bekerja supaya kebutuhan keluarga tercukupi.
"Dan biarlah orang-orang kita juga belajar melakukan pekerjaan yang baik untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok, supaya hidup mereka jangan tidak berbuah." Titus 3:14
Baca: 1 Timotius 5:1-16
"...jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman." 1 Timotius 5:8
Sekalipun uang yang kita dapatkan merupakan hasil jerih lelah kita sendiri, bukan berarti kita dapat mempergunakannya dengan sekehendak hati melainkan haruslah dengan bijak. Selain untuk Tuhan kita harus gunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga kita, jangan membelanjakan uang tersebut untuk hal-hal yang tidak bermanfaat (berfoya-foya). Firman Tuhan: "Mengapakah kamu belanjakan uang untuk sesuatu yang bukan roti, dan upah jerih payahmu untuk sesuatu yang tidak mengenyangkan? Dengarkanlah Aku maka kamu akan memakan yang baik dan kamu akan menikmati sajian yang paling lezat." (Yesaya 55:2). Kebutuhan pokok (makan, pakaian, rumah, pendidikan, kesehatan) jangan sampai kita abaikan, apalagi sampai berhutang dan 'gali lubang tutup lubang'.
Selagi masih produktif dan sehat mari gunakan kesempatan dan waktu yang ada untuk bekerja dan berusaha, supaya di usia tua nanti kita tidak mengalami kesulitan dalam keuangan dan menjadi susah. Contohlah Paulus, selain melayani Tuhan, ia juga bekerja sebagai pembuat tenda demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan juga untuk mendukung pelayanannya. "...dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluanku dan keperluan kawan-kawan seperjalananku." (Kisah 20:34). Jadi, "...kami tidak lalai bekerja di antara kamu, dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun di antara kamu. Bukan karena kami tidak berhak untuk itu, melainkan karena kami mau menjadikan diri kami teladan bagi kamu, supaya kamu ikuti." (2 Tesalonika 3:7-9).
Paulus sangat menentang orang yang tidak mau bekerja (malas), apalagi dalam usia produktif, dan hanya menjadi 'benalu' bagi orang lain. Itu sangat memalukan! Jadilah orang Kristen yang rajin bekerja supaya kebutuhan keluarga tercukupi.
"Dan biarlah orang-orang kita juga belajar melakukan pekerjaan yang baik untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok, supaya hidup mereka jangan tidak berbuah." Titus 3:14
Thursday, April 3, 2014
PERSEPULUHAN DAN PERSEMBAHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 April 2014
Baca: Maleakhi 3:6-12
"Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan." Maleakhi 3:10
Tuhan telah menetapkan agar setiap orang percaya memberikan sepersepuluh dari penghasilan mereka sebagai wujud kasih, ketaatan dan iman kita kepadaNya.
Mengapa kita harus mengutamakan Tuhan? Karena uang yang kita terima adalah berkat dari Tuhan. Memang kita yang bekerja, tetapi jika Tuhan tidak memberikan kita hikmat, kecerdasan, kekuatan, kesehatan dan sebagainya, apa yang bisa kita perbuat? "...di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yohanes 15:5). Dengan memberikan persepuluhan sebenarnya Tuhan sedang mendidik kita untuk memuliakan Dia dengan harta kita, bahkan dengan hasil pertama dari penghasilan kita dan Tuhan berjanji memberkati berkelimpahan. Berapa besar yang harus diberikan kepada Tuhan? Firman Tuhan katakan minimal 10% dari penghasilan kita, yang adalah milik Tuhan.
Inilah janji Tuhan bagi setiap kita yang memberikan sepersepuluh dengan taat dan setia, "Aku akan menghardik bagimu belalang pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu dan supaya jangan pohon anggur di padang tidak berbuah bagimu, firman TUHAN semesta alam." (Maleakhi 3:10-11). Maka, selalu sisihkanlah sepersepuluh dari berkat atau penghasilan kita sebagai persembahan persepuluhan ke bait kudusnya; bila kita memiliki berkat lebih, firman Tuhan mengajar kita memberi persembahan untuk pekerjaan Tuhan lain, misal: donatur pembangunan gereja, mendukung misi penginjilan, mensponsori atau menjadi orangtua asuh pelajar sekolah teologia dan sebagainya.
Percayalah bahwa setiap pengorbanan dan jerih lelah kita mendukung pekerjaan Tuhan di bumi ini tidak akan pernah sia-sia. Tuhan kita adalah Tuhan yang tidak pernah berhutang, Ia akan mengembalikan itu dengan berlipat kali ganda. Oleh karena itu "Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu, maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya." (Amsal 3:9-10).
Sudahkah kita taat memberikan persepuluhan?
Baca: Maleakhi 3:6-12
"Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan." Maleakhi 3:10
Tuhan telah menetapkan agar setiap orang percaya memberikan sepersepuluh dari penghasilan mereka sebagai wujud kasih, ketaatan dan iman kita kepadaNya.
Mengapa kita harus mengutamakan Tuhan? Karena uang yang kita terima adalah berkat dari Tuhan. Memang kita yang bekerja, tetapi jika Tuhan tidak memberikan kita hikmat, kecerdasan, kekuatan, kesehatan dan sebagainya, apa yang bisa kita perbuat? "...di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yohanes 15:5). Dengan memberikan persepuluhan sebenarnya Tuhan sedang mendidik kita untuk memuliakan Dia dengan harta kita, bahkan dengan hasil pertama dari penghasilan kita dan Tuhan berjanji memberkati berkelimpahan. Berapa besar yang harus diberikan kepada Tuhan? Firman Tuhan katakan minimal 10% dari penghasilan kita, yang adalah milik Tuhan.
Inilah janji Tuhan bagi setiap kita yang memberikan sepersepuluh dengan taat dan setia, "Aku akan menghardik bagimu belalang pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu dan supaya jangan pohon anggur di padang tidak berbuah bagimu, firman TUHAN semesta alam." (Maleakhi 3:10-11). Maka, selalu sisihkanlah sepersepuluh dari berkat atau penghasilan kita sebagai persembahan persepuluhan ke bait kudusnya; bila kita memiliki berkat lebih, firman Tuhan mengajar kita memberi persembahan untuk pekerjaan Tuhan lain, misal: donatur pembangunan gereja, mendukung misi penginjilan, mensponsori atau menjadi orangtua asuh pelajar sekolah teologia dan sebagainya.
Percayalah bahwa setiap pengorbanan dan jerih lelah kita mendukung pekerjaan Tuhan di bumi ini tidak akan pernah sia-sia. Tuhan kita adalah Tuhan yang tidak pernah berhutang, Ia akan mengembalikan itu dengan berlipat kali ganda. Oleh karena itu "Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu, maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya." (Amsal 3:9-10).
Sudahkah kita taat memberikan persepuluhan?
Wednesday, April 2, 2014
MENGELOLA KEUANGAN: Prioritas dan Berhemat!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 April 2014
Baca: Lukas 14:25-35
"Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu?" Lukas 14:28
Mengelola keuangan berarti bukan hanya pandai mengatur keuangan rumah tangga kita sehari-hari saja, tapi juga untuk masa mendatang. Tanda lain ketidakmampuan seseorang mengelola keuangan adalah tidak memiliki prioritas belanja yang benar.
Seringkali kita mengeluarkan uang bukan untuk hal-hal yang penting atau yang benar-benar kita butuhkan, tetapi sekedar memuaskan keinginan mata karena tergiur big sale atau promosi penjualan di supermarket/mall. Kita tidak dapat membedakan mana kebutuhan dan keinginan. "Aku tidak merintangi mataku dari apapun yang dikehendakinya, dan aku tidak menahan hatiku dari sukacita apapun, sebab hatiku bersukacita karena segala jerih payahku. Itulah buah segala jerih payahku." (Pengkotbah 2:10). Kebutuhan pokok adalah kebutuhan yang sangat mendasar dalam kehidupan kita: makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Bila keuangan kita belum mencukupi untuk hal-hal di luar kebutuhan pokok, janganlah kita memaksakan diri. Sedangkan keinginan bukanlah kebutuhan pokok. Jika belum dapat dipenuhi tidak akan mempengaruhi atau mengganggu kehidupan kita sehari-hari. Keinginan itu sifatnya dapat ditunda. Seringkali kita berpikir, "Aku sudah berjerih lelah, wajarlah kalau aku ingin menikmatinya sesuka hati." Kemudian kita pun membelanjakan uang dengan tak terkendali dan menuruti segala keinginan, padahal hari-hari di depan kita masih panjang. Akhirnya ketika waktu baru berjalan pertengahan bulan kita kehabisan uang. Kita pun kelabakan dan akhirnya mencari pinjaman ke sana ke mari.
Supaya tidak terjadi hal-hal yang demikian kita harus bijak dalam mengelola keuangan dengan benar. Pengeluaran harus disesuaikan dengan pemasukan, jangan 'besar pasak daripada tiang'. Syukuri setiap berkat yang telah kita terima dengan rasa cukup. "... ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar." (1 Timotius 6:6). Persepuluhan dan kebutuhan hidup sehari-hari adalah prioritas.
Kemampuan mengelola keuangan dengan benar adalah bukti kita bisa dipercaya Tuhan!
Baca: Lukas 14:25-35
"Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu?" Lukas 14:28
Mengelola keuangan berarti bukan hanya pandai mengatur keuangan rumah tangga kita sehari-hari saja, tapi juga untuk masa mendatang. Tanda lain ketidakmampuan seseorang mengelola keuangan adalah tidak memiliki prioritas belanja yang benar.
Seringkali kita mengeluarkan uang bukan untuk hal-hal yang penting atau yang benar-benar kita butuhkan, tetapi sekedar memuaskan keinginan mata karena tergiur big sale atau promosi penjualan di supermarket/mall. Kita tidak dapat membedakan mana kebutuhan dan keinginan. "Aku tidak merintangi mataku dari apapun yang dikehendakinya, dan aku tidak menahan hatiku dari sukacita apapun, sebab hatiku bersukacita karena segala jerih payahku. Itulah buah segala jerih payahku." (Pengkotbah 2:10). Kebutuhan pokok adalah kebutuhan yang sangat mendasar dalam kehidupan kita: makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Bila keuangan kita belum mencukupi untuk hal-hal di luar kebutuhan pokok, janganlah kita memaksakan diri. Sedangkan keinginan bukanlah kebutuhan pokok. Jika belum dapat dipenuhi tidak akan mempengaruhi atau mengganggu kehidupan kita sehari-hari. Keinginan itu sifatnya dapat ditunda. Seringkali kita berpikir, "Aku sudah berjerih lelah, wajarlah kalau aku ingin menikmatinya sesuka hati." Kemudian kita pun membelanjakan uang dengan tak terkendali dan menuruti segala keinginan, padahal hari-hari di depan kita masih panjang. Akhirnya ketika waktu baru berjalan pertengahan bulan kita kehabisan uang. Kita pun kelabakan dan akhirnya mencari pinjaman ke sana ke mari.
Supaya tidak terjadi hal-hal yang demikian kita harus bijak dalam mengelola keuangan dengan benar. Pengeluaran harus disesuaikan dengan pemasukan, jangan 'besar pasak daripada tiang'. Syukuri setiap berkat yang telah kita terima dengan rasa cukup. "... ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar." (1 Timotius 6:6). Persepuluhan dan kebutuhan hidup sehari-hari adalah prioritas.
Kemampuan mengelola keuangan dengan benar adalah bukti kita bisa dipercaya Tuhan!
Tuesday, April 1, 2014
MENGELOLA KEUANGAN: Tidak Boros
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 April 2014
Baca: Amsal 21:1-31
"Harta yang indah dan minyak ada di kediaman orang bijak, tetapi orang yang bebal memboroskannya." Amsal 21:20
Ada banyak keluarga Kristen yang mengalami masalah dalam hal keuangan: terus-menerus pas-pasan saja atau malah defisit, walaupun sebenarnya pendapatan mereka relatif besar dan mencukupi: Pertanyaan: ke mana saja uang itu raib? Ternyata masalahnya adalah ketidakmampuan kita dalam mengelola keuangan kita. Besar atau kecilnya pendapatan seseorang memerlukan kecermatan dalam mengelolanya, jika tidak, sewaktu-waktu kita akan mengalami kesulitan keuangan. Ingat! Kemampuan kita dalam mengelola uang akan menentukan kepercayaan Tuhan kepada kita atas kekayaanNya. "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21).
Seringkali setelah mengembalikan persepuluhan kita berpikir bahwa urusan kita sudah beres dan sisa uang yang 90% menjadi milik kita sepenuhnya, lalu kita pun menghabiskannya tanpa perhitungan. Sesungguhnya, uang yang kita miliki itu sepenuhnya milik Tuhan, sedangkan kita ini hanyalah bendaharaNya saja, dipercaya untuk mengelola. Ketidakmengertian inilah yang akhirnya mendorong orang Kristen menjalani hidup boros, tidak bisa mengatur keuangannya dengan baik. Alkitab menyatakan, "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar. Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?" (Lukas 16:10-11).
Yang penting bukan seberapa banyak uang yang kita miliki atau seberapa besar penghasilan kita, tetapi seberapa bijak kita mengendalikan pengeluaran. Inilah tandanya orang Kristen tidak dapat mengelola uangnya dengan baik, yaitu bergaya hidup konsumtif. Ia selalu 'lapar' mata sehingga tidak dapat mengendalikan diri untuk membelanjakan uangnya; apalagi kalau sudah berada di mal, tanpa pertimbangan matang membeli apa saja yang diinginkan hanya untuk memberi kesan 'wah' atau agar dipandang orang lain hebat; inilah gaya hidup 'borju' (borjuis, berlagak kaya) sehingga berpikiran lebih tinggi daripada yang patut dipikirkannya.
Tidak ingin disebut orang bebal? Atur keuangan dengan baik dan jangan boros!
Baca: Amsal 21:1-31
"Harta yang indah dan minyak ada di kediaman orang bijak, tetapi orang yang bebal memboroskannya." Amsal 21:20
Ada banyak keluarga Kristen yang mengalami masalah dalam hal keuangan: terus-menerus pas-pasan saja atau malah defisit, walaupun sebenarnya pendapatan mereka relatif besar dan mencukupi: Pertanyaan: ke mana saja uang itu raib? Ternyata masalahnya adalah ketidakmampuan kita dalam mengelola keuangan kita. Besar atau kecilnya pendapatan seseorang memerlukan kecermatan dalam mengelolanya, jika tidak, sewaktu-waktu kita akan mengalami kesulitan keuangan. Ingat! Kemampuan kita dalam mengelola uang akan menentukan kepercayaan Tuhan kepada kita atas kekayaanNya. "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21).
Seringkali setelah mengembalikan persepuluhan kita berpikir bahwa urusan kita sudah beres dan sisa uang yang 90% menjadi milik kita sepenuhnya, lalu kita pun menghabiskannya tanpa perhitungan. Sesungguhnya, uang yang kita miliki itu sepenuhnya milik Tuhan, sedangkan kita ini hanyalah bendaharaNya saja, dipercaya untuk mengelola. Ketidakmengertian inilah yang akhirnya mendorong orang Kristen menjalani hidup boros, tidak bisa mengatur keuangannya dengan baik. Alkitab menyatakan, "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar. Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?" (Lukas 16:10-11).
Yang penting bukan seberapa banyak uang yang kita miliki atau seberapa besar penghasilan kita, tetapi seberapa bijak kita mengendalikan pengeluaran. Inilah tandanya orang Kristen tidak dapat mengelola uangnya dengan baik, yaitu bergaya hidup konsumtif. Ia selalu 'lapar' mata sehingga tidak dapat mengendalikan diri untuk membelanjakan uangnya; apalagi kalau sudah berada di mal, tanpa pertimbangan matang membeli apa saja yang diinginkan hanya untuk memberi kesan 'wah' atau agar dipandang orang lain hebat; inilah gaya hidup 'borju' (borjuis, berlagak kaya) sehingga berpikiran lebih tinggi daripada yang patut dipikirkannya.
Tidak ingin disebut orang bebal? Atur keuangan dengan baik dan jangan boros!
Monday, March 31, 2014
MEMUJI TUHAN: Membungkam Musuh
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Maret 2014
Baca: 1 Samuel 16:14-23
"Dan setiap kali apabila roh yang dari pada Allah itu hinggap pada Saul, maka Daud mengambil kecapi dan memainkannya; Saul merasa lega dan nyaman, dan roh yang jahat itu undur dari padanya." 1 Samuel 16:23
Tuhan suka dipuji dan disembah bukan berarti haus akan pujian umatNya sehingga Ia ingin terus dipuji-puji. Jangan pernah berpikir bahwa ketika kita memuji-muji Tuhan semuanya itu untuk kepentinganNya, tapi sesungguhnya yang terutama adalah untuk kepentingan kita sendiri, sebab pada saat kita memuji Tuhan ada perkara besar yang Tuhan kerjakan bagi kita, yaitu Tuhan sedang membungkam musuh dan pendendam, "Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu telah Kauletakkan dasar kekuatan karena lawan-Mu, untuk membungkamkan musuh dan pendendam." (Mazmur 8:3).
Saat kita memuji-muji Tuhan berarti kita sedang mempercayai Tuhan berperang ganti kita. Tuhan akan berperang ganti kita. Tuhan akan menghancurkan pekerjaan Iblis dan menggagalkan setiap rencana jahatnya supaya Iblis menjadi tidak berdaya dan bertekuk lutut, sehingga jarahan-jarahan yang sudah dicuri Iblis dapat direbut kembali. Jika saat ini kita sedang disakiti, diserang dan diintimidasi Iblis dengan berbagai masalah dan sakit penyakit jangan sekali-kali kita menyerah, sebaliknya angkatlah suara dan pujilah Tuhan! Katakan, "Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!" (Mazmur 42:6).
Saat pujian kita naikkan kepada Tuhan, saat itu pula Tuhan membungkam kekuatan musuh. Ketika roh jahat mengganggu Saul, Daud pun memainkan kecapi sambil memuji-muji Tuhan, saat itu pula roh jahat undur dan lari daripada Saul. Pula ketika Yosafat diserang oleh bani Moab dan Amon, ia pun menaruh tim pujian di depan barisan pasukan perangnya. "Nyanyikanlah nyanyian syukur bagi TUHAN, bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya!" (2 Tawarikh 20:21), dan ketika mereka mulai bersorak-sorai sambil memuji Tuhan, "...dibuat Tuhanlah penghadangan terhadap bani Amon dan Moab, dan orang-orang dari pegunungan Seir, yang hendak menyerang Yehuda, sehingga mereka terpukul kalah." (2 Tawarikh 20:22).
Saat kita memuji Tuhan, "TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." Keluaran 14:14
Baca: 1 Samuel 16:14-23
"Dan setiap kali apabila roh yang dari pada Allah itu hinggap pada Saul, maka Daud mengambil kecapi dan memainkannya; Saul merasa lega dan nyaman, dan roh yang jahat itu undur dari padanya." 1 Samuel 16:23
Tuhan suka dipuji dan disembah bukan berarti haus akan pujian umatNya sehingga Ia ingin terus dipuji-puji. Jangan pernah berpikir bahwa ketika kita memuji-muji Tuhan semuanya itu untuk kepentinganNya, tapi sesungguhnya yang terutama adalah untuk kepentingan kita sendiri, sebab pada saat kita memuji Tuhan ada perkara besar yang Tuhan kerjakan bagi kita, yaitu Tuhan sedang membungkam musuh dan pendendam, "Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu telah Kauletakkan dasar kekuatan karena lawan-Mu, untuk membungkamkan musuh dan pendendam." (Mazmur 8:3).
Saat kita memuji-muji Tuhan berarti kita sedang mempercayai Tuhan berperang ganti kita. Tuhan akan berperang ganti kita. Tuhan akan menghancurkan pekerjaan Iblis dan menggagalkan setiap rencana jahatnya supaya Iblis menjadi tidak berdaya dan bertekuk lutut, sehingga jarahan-jarahan yang sudah dicuri Iblis dapat direbut kembali. Jika saat ini kita sedang disakiti, diserang dan diintimidasi Iblis dengan berbagai masalah dan sakit penyakit jangan sekali-kali kita menyerah, sebaliknya angkatlah suara dan pujilah Tuhan! Katakan, "Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!" (Mazmur 42:6).
Saat pujian kita naikkan kepada Tuhan, saat itu pula Tuhan membungkam kekuatan musuh. Ketika roh jahat mengganggu Saul, Daud pun memainkan kecapi sambil memuji-muji Tuhan, saat itu pula roh jahat undur dan lari daripada Saul. Pula ketika Yosafat diserang oleh bani Moab dan Amon, ia pun menaruh tim pujian di depan barisan pasukan perangnya. "Nyanyikanlah nyanyian syukur bagi TUHAN, bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya!" (2 Tawarikh 20:21), dan ketika mereka mulai bersorak-sorai sambil memuji Tuhan, "...dibuat Tuhanlah penghadangan terhadap bani Amon dan Moab, dan orang-orang dari pegunungan Seir, yang hendak menyerang Yehuda, sehingga mereka terpukul kalah." (2 Tawarikh 20:22).
Saat kita memuji Tuhan, "TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." Keluaran 14:14
Sunday, March 30, 2014
SIKAP MEMUJI TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Maret 2014
Baca: Mazmur 99:1-9
"Biarlah mereka menyanyikan syukur bagi nama-Mu yang besar dan dahsyat; Kuduslah Ia!" Mazmur 99:3
Sering kita jumpai ada banyak orang Kristen yang tidak bersungguh-sungguh dalam memuji Tuhan. Mereka memuji Tuhan ala kadarnya padahal mereka tahu kepada siapa pujian itu ditujukan, bukan kepada manusia, tapi kepada Tuhan, Sang Pencipta langit dan bumi dan segala isinya. Maka dari itu sikap hati dan sikap tubuh kita dalam memuji Tuhan adalah hal yang sangat penting. Saat memuji Tuhan hati kita harus benar, tidak ada ganjalan, harus terbebas dari hal-hal yang negatif: iri hati, amarah, jengkel, sakit hati, benci, dendam, sombong dan sebagainya. Begitu juga sikap tubuh kita turut menentukan.
Pemazmur menggambarkan bagaimana kita bersikap dan mengekspresikan puji-pujian bagi Tuhan: a. Bersorak-sorai. "Bersukacitalah dalam TUHAN dan bersorak-soraklah, hai orang-orang benar; bersorak-sorailah, " (Mazmur 32:11). b. Bertepuk-tangan. "Hai segala bangsa, bertepuktanganlah, elu-elukanlah Allah dengan sorak-sorai! " (Mazmur 47:2). c. Angkat tangan. "Demikianlah aku mau memuji Engkau seumur hidupku dan menaikkan tanganku demi nama-Mu." (Mazmur 63:5). d. Tari-tarian. "Biarlah mereka memuji-muji nama-Nya dengan tari-tarian, biarlah mereka bermazmur kepada-Nya dengan rebana dan kecapi!" (Mazmur 149:3).
Ketika kita memuji Tuhan dengan sungguh-sungguh dan dengan sikap hati yang benar Tuhan menyatakan hadiratNya di tengah-tengah kita, bahkan Ia sendiri bertakhta di puji-pujian kita. Untuk menghormati hadirat Tuhan, selain memuji Dia, kita juga harus menyembahNya. Penyembahan adalah ungkapan penghormatan atas kebesaran, keagungan dan kekudusan Tuhan. Karena itu kita harus menghormati hadirat Tuhan dengan menyembahNya, bukan hanya lewat kata-kata saja, tetapi bisa juga melalui sikap bersujud, bertelut, tersungkur, mengangkat tangan dan sebagainya sebagai tanda merendahkan diri dan ketidaklayakan kita di hadapan Tuhan, karena Dia adalah "...Allah yang besar, dan Raja yang besar mengatasi segala allah." (Mazmur 95:3).
Janganlah memuji dan menyembah Tuhan karena kebiasaan, apalagi jika kita tidak hidup dalam kebenaran; niscaya Tuhan tidak akan pernah berkenan kepada puji-pujian kita!
Baca: Mazmur 99:1-9
"Biarlah mereka menyanyikan syukur bagi nama-Mu yang besar dan dahsyat; Kuduslah Ia!" Mazmur 99:3
Sering kita jumpai ada banyak orang Kristen yang tidak bersungguh-sungguh dalam memuji Tuhan. Mereka memuji Tuhan ala kadarnya padahal mereka tahu kepada siapa pujian itu ditujukan, bukan kepada manusia, tapi kepada Tuhan, Sang Pencipta langit dan bumi dan segala isinya. Maka dari itu sikap hati dan sikap tubuh kita dalam memuji Tuhan adalah hal yang sangat penting. Saat memuji Tuhan hati kita harus benar, tidak ada ganjalan, harus terbebas dari hal-hal yang negatif: iri hati, amarah, jengkel, sakit hati, benci, dendam, sombong dan sebagainya. Begitu juga sikap tubuh kita turut menentukan.
Pemazmur menggambarkan bagaimana kita bersikap dan mengekspresikan puji-pujian bagi Tuhan: a. Bersorak-sorai. "Bersukacitalah dalam TUHAN dan bersorak-soraklah, hai orang-orang benar; bersorak-sorailah, " (Mazmur 32:11). b. Bertepuk-tangan. "Hai segala bangsa, bertepuktanganlah, elu-elukanlah Allah dengan sorak-sorai! " (Mazmur 47:2). c. Angkat tangan. "Demikianlah aku mau memuji Engkau seumur hidupku dan menaikkan tanganku demi nama-Mu." (Mazmur 63:5). d. Tari-tarian. "Biarlah mereka memuji-muji nama-Nya dengan tari-tarian, biarlah mereka bermazmur kepada-Nya dengan rebana dan kecapi!" (Mazmur 149:3).
Ketika kita memuji Tuhan dengan sungguh-sungguh dan dengan sikap hati yang benar Tuhan menyatakan hadiratNya di tengah-tengah kita, bahkan Ia sendiri bertakhta di puji-pujian kita. Untuk menghormati hadirat Tuhan, selain memuji Dia, kita juga harus menyembahNya. Penyembahan adalah ungkapan penghormatan atas kebesaran, keagungan dan kekudusan Tuhan. Karena itu kita harus menghormati hadirat Tuhan dengan menyembahNya, bukan hanya lewat kata-kata saja, tetapi bisa juga melalui sikap bersujud, bertelut, tersungkur, mengangkat tangan dan sebagainya sebagai tanda merendahkan diri dan ketidaklayakan kita di hadapan Tuhan, karena Dia adalah "...Allah yang besar, dan Raja yang besar mengatasi segala allah." (Mazmur 95:3).
Janganlah memuji dan menyembah Tuhan karena kebiasaan, apalagi jika kita tidak hidup dalam kebenaran; niscaya Tuhan tidak akan pernah berkenan kepada puji-pujian kita!
Saturday, March 29, 2014
PUJIAN BAGI TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Maret 2014
Baca: Mazmur 149:1-9
"Haleluya! Nyanyikanlah bagi TUHAN nyanyian baru! Pujilah Dia dalam jemaah orang-orang saleh." Mazmur 149:1
Nabi Amos sudah menubuatkan bahwa di hari-hari akhir menjelang kedatangan Tuhan yang kedua kali akan terjadi pemulihan besar-besaran dalam hal pujian dan penyembahan. "Pada hari itu Aku akan mendirikan kembali pondok Daud yang telah roboh; Aku akan menutup pecahan dindingnya, dan akan mendirikan kembali reruntuhannya;" (Amos 9:11). Tuhan berjanji memulihkan atau mendirikan kembali pondok Daud. Apa maksudnya? Dalam 1 Tawarikh 16:1-6 dijelaskan bahwa di dalam pondok atau kemah Daud ada tabut Tuhan, di mana raja Daud menempatkan para imam di situ dan mereka terus-menerus memainkan alat musik sambil memuji-muji Tuhan. Di situlah hadirat Tuhan turun dan mereka merasakan lawatan Tuhan secara luar biasa. Saat ini kemah Daud sudah tidak ada, tapi Tuhan berjanji memulihkannya; dan waktu pemulihan itu sekarang!
Kata pemulihan memiliki arti mengembalikan sesuatu yang telah hilang atau rusak kepada keadaan semula atau aslinya sehingga menata kembali, menyegarkan dan menyelesaikan hingga menjadi sempurna. Saat ini pemulihan dalam hal pujian penyembahan nyata melanda gereja Tuhan; kegerakan rohani terjadi di mana-mana. Kepada siapa puji-pujian kita tujukan? Puji-pujian kita harus tertuju dan terpusat pada Tuhan, bukan kepada hamba Tuhan, pemimpin pujian atau pemain musik, karena hanya Tuhanlah yang layak menerima pujian dan kemuliaan. "Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan." (Wahyu 4:11). Apa itu pujian? Adalah ungkapan hati penuh sukacita dan ucapan syukur kepada Tuhan karena kasih setiaNya, kebaikanNya, anugerahNya, pertolonganNya, kemenanganNya dan perbuatanNya yang ajaib.
Dalam memuji dan menyembah Tuhan sudahkah kita memahami dan meresapi setiap kata yang kita nyanyikan? Jika tidak, berarti kita memuji dengan bibir saja, sedangkan hati kita jauh dari Tuhan. "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku," Markus 7:6
Baca: Mazmur 149:1-9
"Haleluya! Nyanyikanlah bagi TUHAN nyanyian baru! Pujilah Dia dalam jemaah orang-orang saleh." Mazmur 149:1
Nabi Amos sudah menubuatkan bahwa di hari-hari akhir menjelang kedatangan Tuhan yang kedua kali akan terjadi pemulihan besar-besaran dalam hal pujian dan penyembahan. "Pada hari itu Aku akan mendirikan kembali pondok Daud yang telah roboh; Aku akan menutup pecahan dindingnya, dan akan mendirikan kembali reruntuhannya;" (Amos 9:11). Tuhan berjanji memulihkan atau mendirikan kembali pondok Daud. Apa maksudnya? Dalam 1 Tawarikh 16:1-6 dijelaskan bahwa di dalam pondok atau kemah Daud ada tabut Tuhan, di mana raja Daud menempatkan para imam di situ dan mereka terus-menerus memainkan alat musik sambil memuji-muji Tuhan. Di situlah hadirat Tuhan turun dan mereka merasakan lawatan Tuhan secara luar biasa. Saat ini kemah Daud sudah tidak ada, tapi Tuhan berjanji memulihkannya; dan waktu pemulihan itu sekarang!
Kata pemulihan memiliki arti mengembalikan sesuatu yang telah hilang atau rusak kepada keadaan semula atau aslinya sehingga menata kembali, menyegarkan dan menyelesaikan hingga menjadi sempurna. Saat ini pemulihan dalam hal pujian penyembahan nyata melanda gereja Tuhan; kegerakan rohani terjadi di mana-mana. Kepada siapa puji-pujian kita tujukan? Puji-pujian kita harus tertuju dan terpusat pada Tuhan, bukan kepada hamba Tuhan, pemimpin pujian atau pemain musik, karena hanya Tuhanlah yang layak menerima pujian dan kemuliaan. "Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan." (Wahyu 4:11). Apa itu pujian? Adalah ungkapan hati penuh sukacita dan ucapan syukur kepada Tuhan karena kasih setiaNya, kebaikanNya, anugerahNya, pertolonganNya, kemenanganNya dan perbuatanNya yang ajaib.
Dalam memuji dan menyembah Tuhan sudahkah kita memahami dan meresapi setiap kata yang kita nyanyikan? Jika tidak, berarti kita memuji dengan bibir saja, sedangkan hati kita jauh dari Tuhan. "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku," Markus 7:6
Friday, March 28, 2014
IMAN MENGHASILKAN MUJIZAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Maret 2014
Baca: Ibrani 11:1-40
"Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." Ibrani 11:1
Sebagai orang percaya kita pasti memiliki kerinduan untuk mengalami segala hal yang baik dari Tuhan: mujizat, kesembuhan, pemulihan, kelepasan dan sebagainya. Namun ada pula yang masih ragu, bahkan tidak percaya dengan mujizat atau pekerjaan adikodrati. Mereka berpikir kalau ada orang Kristen yang sakit parah lalu disembuhkan dan mengalami kelepasan hanyalah sebuah kebetulan, toh ada banyak orang di luar sana yang juga mengalami hal yang sama, meski mereka tidak percaya kepada Tuhan. Mereka juga beranggapan zaman mujizat sudah lewat, dan di zaman yang serbamutakhir ini logikalah yang berbicara. Acapkali dengan logika kita sebagai manusia kita membatasi kuasa Tuhan bekerja. Segala sesuatu kita ukur dengan apa yang nampak secara kasat mata.
Mujizat itu tidak ada rumusnya dan hanya dapat dialami dengan iman. Mujizat itu sudah disediakan Tuhan, namun seringkali belum kita lihat secara kasat mata; adapun tugas kita adalah percaya dengan iman. Iman adalah bukti dari segala sesuatu yang belum terlihat. Memang kita belum melihatnya, tetapi semua yang tertulis di dalam Alkitab harus kita percayai. "demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya." (Yesaya 55:11). Karena itu setiap orang Kristen harus "...hidup karena percaya, bukan karena melihat." (2 Korintus 5:7). FirmanNya menciptakan yang tak ada menjadi ada, yang tak terlihat akan menjadi nampak, yang mustahil menjadi mungkin.
Kata firman (bahasa Yunani) memiliki dua pengertian: logos dan rhema. Logos adalah firman yang tertulis dalam Alkitab atau ayat-ayat Alkitab, sedangkan rhema adalah firman yang dihidupkan, suatu firman pilihan Tuhan yang spesifik, yang dihidupkan, firman dari Tuhan kepada kita yang dikhususkan untuk saat ini. Mintalah kepada Tuhan agar setiap firman yang kita baca menjadi rhema, tidak hanya sebatas logos.
Saat kita membaca, merenungkan dan mempercayai firman Tuhan, firmanNya itu menjadi rhema, menghidupkan iman kita, berbicara kepada kita dan menjadikan mujizat bagi kita.
Baca: Ibrani 11:1-40
"Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." Ibrani 11:1
Sebagai orang percaya kita pasti memiliki kerinduan untuk mengalami segala hal yang baik dari Tuhan: mujizat, kesembuhan, pemulihan, kelepasan dan sebagainya. Namun ada pula yang masih ragu, bahkan tidak percaya dengan mujizat atau pekerjaan adikodrati. Mereka berpikir kalau ada orang Kristen yang sakit parah lalu disembuhkan dan mengalami kelepasan hanyalah sebuah kebetulan, toh ada banyak orang di luar sana yang juga mengalami hal yang sama, meski mereka tidak percaya kepada Tuhan. Mereka juga beranggapan zaman mujizat sudah lewat, dan di zaman yang serbamutakhir ini logikalah yang berbicara. Acapkali dengan logika kita sebagai manusia kita membatasi kuasa Tuhan bekerja. Segala sesuatu kita ukur dengan apa yang nampak secara kasat mata.
Mujizat itu tidak ada rumusnya dan hanya dapat dialami dengan iman. Mujizat itu sudah disediakan Tuhan, namun seringkali belum kita lihat secara kasat mata; adapun tugas kita adalah percaya dengan iman. Iman adalah bukti dari segala sesuatu yang belum terlihat. Memang kita belum melihatnya, tetapi semua yang tertulis di dalam Alkitab harus kita percayai. "demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya." (Yesaya 55:11). Karena itu setiap orang Kristen harus "...hidup karena percaya, bukan karena melihat." (2 Korintus 5:7). FirmanNya menciptakan yang tak ada menjadi ada, yang tak terlihat akan menjadi nampak, yang mustahil menjadi mungkin.
Kata firman (bahasa Yunani) memiliki dua pengertian: logos dan rhema. Logos adalah firman yang tertulis dalam Alkitab atau ayat-ayat Alkitab, sedangkan rhema adalah firman yang dihidupkan, suatu firman pilihan Tuhan yang spesifik, yang dihidupkan, firman dari Tuhan kepada kita yang dikhususkan untuk saat ini. Mintalah kepada Tuhan agar setiap firman yang kita baca menjadi rhema, tidak hanya sebatas logos.
Saat kita membaca, merenungkan dan mempercayai firman Tuhan, firmanNya itu menjadi rhema, menghidupkan iman kita, berbicara kepada kita dan menjadikan mujizat bagi kita.
Thursday, March 27, 2014
KEKRISTENAN ADALAH SEBUAH HUBUNGAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Maret 2014
Baca: Efesus 2:11-22
"Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan," Efesus 2:14
Sesungguhnya kekristenan bukanlah agama, melainkan sebuah hubungan yang karib antara Allah dengan umatNya. Namun hubungan yang karib itu terputus oleh karena dosa dan pelanggaran manusia. Hidup manusia terpisah dari Allah. Namun kini hubungan yang terputus itu telah pulih kembali melalui pengorbanan Yesus Kristus di Kalvari. "Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu 'jauh', sudah menjadi "dekat" oleh darah Kristus." (Efesus 2:13).
Jadi kekristenan itu bukan hanya status atau identitas, namun setiap orang yang mengku dirinya Kristen seharusnya juga memiliki hubungan yang karib dengan Tuhan. Adalah sia-sia kita mengaku diri sebagai orang Kristen apabila kita tidak memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan secara pribadi. Bagaimana kerohanian kita bisa bertumbuh jika kita tidak secara intensif mencari wajahNya? Sedangkan pertumbuhan rohani selalu berkaitan dengan seberapa dekat hubungan kita dengan Tuhan. Oleh karena itu sangat penting bagi kita membangun persekutuan dengan Tuhan setiap hari. Orang Kristen yang tidak berdoa tidak memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan; cepat atau lambat pasti akan mengalami kemunduran dalam kerohanian. Ada banyak orang Kristen tidak lagi antusias terhadap perkara-perkara rohani dan secara perlahan mengundurkan diri dari pelayanan karena mereka tidak memiliki kehidupan doa yang efektif. Padahal doa adalah nafas hidup orang percaya. Dapatkah kita hidup tanpa bernafas? Mustahil. Jika kita tidak bernafas kita akan mati.
Begitu pula kehidupan rohani, tanpa doa kerohanian kita akan mati; sebaliknya akan menjadi segar dan dipulihkan ketika kita membangun hidup kita dengan berdoa. Penginjilan, pelayanan, kegerakan rohani maupun gereja tidak akan berhasil dan berdampak tanpa kekuatan doa. Ketika kita berdoa Roh kudus menolong dan menuntun kita kepada kehendak dan rencana Tuhan sehingga kita dapat berkata, "...janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39).
Tanpa doa kita tidak punya kekuatan dan tidak memiliki hubungan baik dengan Tuhan!
Baca: Efesus 2:11-22
"Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan," Efesus 2:14
Sesungguhnya kekristenan bukanlah agama, melainkan sebuah hubungan yang karib antara Allah dengan umatNya. Namun hubungan yang karib itu terputus oleh karena dosa dan pelanggaran manusia. Hidup manusia terpisah dari Allah. Namun kini hubungan yang terputus itu telah pulih kembali melalui pengorbanan Yesus Kristus di Kalvari. "Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu 'jauh', sudah menjadi "dekat" oleh darah Kristus." (Efesus 2:13).
Jadi kekristenan itu bukan hanya status atau identitas, namun setiap orang yang mengku dirinya Kristen seharusnya juga memiliki hubungan yang karib dengan Tuhan. Adalah sia-sia kita mengaku diri sebagai orang Kristen apabila kita tidak memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan secara pribadi. Bagaimana kerohanian kita bisa bertumbuh jika kita tidak secara intensif mencari wajahNya? Sedangkan pertumbuhan rohani selalu berkaitan dengan seberapa dekat hubungan kita dengan Tuhan. Oleh karena itu sangat penting bagi kita membangun persekutuan dengan Tuhan setiap hari. Orang Kristen yang tidak berdoa tidak memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan; cepat atau lambat pasti akan mengalami kemunduran dalam kerohanian. Ada banyak orang Kristen tidak lagi antusias terhadap perkara-perkara rohani dan secara perlahan mengundurkan diri dari pelayanan karena mereka tidak memiliki kehidupan doa yang efektif. Padahal doa adalah nafas hidup orang percaya. Dapatkah kita hidup tanpa bernafas? Mustahil. Jika kita tidak bernafas kita akan mati.
Begitu pula kehidupan rohani, tanpa doa kerohanian kita akan mati; sebaliknya akan menjadi segar dan dipulihkan ketika kita membangun hidup kita dengan berdoa. Penginjilan, pelayanan, kegerakan rohani maupun gereja tidak akan berhasil dan berdampak tanpa kekuatan doa. Ketika kita berdoa Roh kudus menolong dan menuntun kita kepada kehendak dan rencana Tuhan sehingga kita dapat berkata, "...janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39).
Tanpa doa kita tidak punya kekuatan dan tidak memiliki hubungan baik dengan Tuhan!
Wednesday, March 26, 2014
DOA ORANG BENAR: Sesuai Kehendak Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Maret 2014
Baca: Mazmur 6:1-11
"TUHAN telah mendengar permohonanku, TUHAN menerima doaku." Mazmur 6:10
Berdoa dengan iman berarti percaya bahwa apa saja yang kita minta dan doakan telah kita terima dari Tuhan (baca Markus 11:24). Jangan sekali-kali bimbang terhadap apa pun yang kita doakan. "...sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan." (Yakobus 1:6-7), dan "...tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah." (Ibrani 11:6a). Selain itu kita juga harus memperhatikan isi doa kita, apakah sesuai kehendak Tuhan atau tidak. Bila isi doa kita bertujuan menyenangkan daging atau memuaskan hawa nafsu, sulit rasanya memperoleh jawaban dari Tuhan. "Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu." (Yakobus 4:3).
Bila saat ini pintu-pintu berkat serasa tertutup, usaha tampak seret, kita kekeringan, "Kamu menabur banyak, tetapi membawa pulang hasil sedikit; kamu makan, tetapi tidak sampai kenyang; kamu minum, tetapi tidak sampai puas; kamu berpakaian, tetapi badanmu tidak sampai panas; dan orang yang bekerja untuk upah, ia bekerja untuk upah yang ditaruh dalam pundi-pundi yang berlobang!" (Hagai 1:6), jangan langsung kecewa dan berani menyalahkan Tuhan! Mungkin selama ini kita tidak sungguh-sungguh berdoa; kita mengabaikan jam-jam doa kita, bahkan mezbah doa kita telah menjadi reruntuhan. Elia memperingatkan bangsa Israel, "'Datanglah dekat kepadaku!' Maka mendekatlah seluruh rakyat itu kepadanya. Lalu ia memperbaiki mezbah TUHAN yang telah diruntuhkan itu." (1 Raja-Raja 18:30).
Mezbah berbicara tentang kehidupan doa. Bila mezbah doa kita telah runtuh, jangan tunggu waktu lagi, segeralah naik "...ke gunung, bawalah kayu dan bangunlah Rumah itu; maka Aku akan berkenan kepadanya dan akan menyatakan kemuliaan-Ku di situ, firman TUHAN." (Hagai 1:8). Apa pun masalah yang kita hadapi, tetaplah berdoa.
"Dan inilah keberanian percaya kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya." 1 Yohanes 5:14
Baca: Mazmur 6:1-11
"TUHAN telah mendengar permohonanku, TUHAN menerima doaku." Mazmur 6:10
Berdoa dengan iman berarti percaya bahwa apa saja yang kita minta dan doakan telah kita terima dari Tuhan (baca Markus 11:24). Jangan sekali-kali bimbang terhadap apa pun yang kita doakan. "...sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan." (Yakobus 1:6-7), dan "...tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah." (Ibrani 11:6a). Selain itu kita juga harus memperhatikan isi doa kita, apakah sesuai kehendak Tuhan atau tidak. Bila isi doa kita bertujuan menyenangkan daging atau memuaskan hawa nafsu, sulit rasanya memperoleh jawaban dari Tuhan. "Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu." (Yakobus 4:3).
Bila saat ini pintu-pintu berkat serasa tertutup, usaha tampak seret, kita kekeringan, "Kamu menabur banyak, tetapi membawa pulang hasil sedikit; kamu makan, tetapi tidak sampai kenyang; kamu minum, tetapi tidak sampai puas; kamu berpakaian, tetapi badanmu tidak sampai panas; dan orang yang bekerja untuk upah, ia bekerja untuk upah yang ditaruh dalam pundi-pundi yang berlobang!" (Hagai 1:6), jangan langsung kecewa dan berani menyalahkan Tuhan! Mungkin selama ini kita tidak sungguh-sungguh berdoa; kita mengabaikan jam-jam doa kita, bahkan mezbah doa kita telah menjadi reruntuhan. Elia memperingatkan bangsa Israel, "'Datanglah dekat kepadaku!' Maka mendekatlah seluruh rakyat itu kepadanya. Lalu ia memperbaiki mezbah TUHAN yang telah diruntuhkan itu." (1 Raja-Raja 18:30).
Mezbah berbicara tentang kehidupan doa. Bila mezbah doa kita telah runtuh, jangan tunggu waktu lagi, segeralah naik "...ke gunung, bawalah kayu dan bangunlah Rumah itu; maka Aku akan berkenan kepadanya dan akan menyatakan kemuliaan-Ku di situ, firman TUHAN." (Hagai 1:8). Apa pun masalah yang kita hadapi, tetaplah berdoa.
"Dan inilah keberanian percaya kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya." 1 Yohanes 5:14
Tuesday, March 25, 2014
DOA ORANG BENAR: Menggerakkan Hati Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Maret 2014
Baca: Yakobus 5:12-20
"Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." Yakobus 5:16b
Elia adalah manusia biasa seperti kita, punya kelemahan dan keterbatasan. Namun ketika ia sungguh-sungguh berdoa, doanya beroleh jawaban dari Tuhan. Elia berdoa supaya jangan turun hujan, maka hujan pun tidak turun di bumi selama 3,5 tahun. Kemudian ia berdoa minta hujan, maka langit menurunkan hujan dan bumi pun mengeluarkan buahnya. Krisis besar yang sedang dihadapi bangsa Israel, baik itu krisis iman dan juga krisis ekonomi karena kekeringan, dapat terselesaikan karena kekuatan doa. Luar biasa! Keberadaan Elia sebagai manusia biasa ini seharusnya memotivasi kita bahwa setiap orang percaya, tanpa terkecuali, memiliki kesempatan yang sama memperoleh jawaban doa dari Tuhan, asalkan berdoa sungguh-sungguh, penuh iman dan doa kita sesuai dengan kehendak Tuhan. Jadi, di segala keadaan tetaplah berdoa, jangan pernah jemu-jemu.
Tuhan sangat memperhatikan setiap seruan orang benar! Orang benar adalah yang hidupnya seturut kehendak Tuhan. Hidup kita harus benar terlebih dahulu supaya doa kita didengar dan dijawab Tuhan. "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2). Ketidaktaatan adalah penghalang utama terjawabnya doa seseorang. Selama kita masih hidup dalam dosa, Tuhan akan memalingkan wajahnya terhadap kita, artinya doa kita mustahil dijawab. Tuhan berkata, "Apabila kamu menadahkan tanganmu untuk berdoa, Aku akan memalingkan muka-Ku, bahkan sekalipun kamu berkali-kali berdoa, Aku tidak akan mendengarkannya, sebab tanganmu penuh dengan darah." (Yesaya 1:15).
Bila selama ini doa-doa kita seperti terbentur atap dan serasa sulit menembus sorga, jangan marah dan menyalahkan Tuhan. Pasti ada alasan mengapa Tuhan diam dan tidak bertindak, salah satunya adalah karena ketidaktaatan kita sendiri.
"Basuhlah, bersihkanlah dirimu, jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari depan mata-Ku." (Yesaya 1:16)., barulah Tuhan akan mengindahkan doa kita.
Baca: Yakobus 5:12-20
"Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." Yakobus 5:16b
Elia adalah manusia biasa seperti kita, punya kelemahan dan keterbatasan. Namun ketika ia sungguh-sungguh berdoa, doanya beroleh jawaban dari Tuhan. Elia berdoa supaya jangan turun hujan, maka hujan pun tidak turun di bumi selama 3,5 tahun. Kemudian ia berdoa minta hujan, maka langit menurunkan hujan dan bumi pun mengeluarkan buahnya. Krisis besar yang sedang dihadapi bangsa Israel, baik itu krisis iman dan juga krisis ekonomi karena kekeringan, dapat terselesaikan karena kekuatan doa. Luar biasa! Keberadaan Elia sebagai manusia biasa ini seharusnya memotivasi kita bahwa setiap orang percaya, tanpa terkecuali, memiliki kesempatan yang sama memperoleh jawaban doa dari Tuhan, asalkan berdoa sungguh-sungguh, penuh iman dan doa kita sesuai dengan kehendak Tuhan. Jadi, di segala keadaan tetaplah berdoa, jangan pernah jemu-jemu.
Tuhan sangat memperhatikan setiap seruan orang benar! Orang benar adalah yang hidupnya seturut kehendak Tuhan. Hidup kita harus benar terlebih dahulu supaya doa kita didengar dan dijawab Tuhan. "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2). Ketidaktaatan adalah penghalang utama terjawabnya doa seseorang. Selama kita masih hidup dalam dosa, Tuhan akan memalingkan wajahnya terhadap kita, artinya doa kita mustahil dijawab. Tuhan berkata, "Apabila kamu menadahkan tanganmu untuk berdoa, Aku akan memalingkan muka-Ku, bahkan sekalipun kamu berkali-kali berdoa, Aku tidak akan mendengarkannya, sebab tanganmu penuh dengan darah." (Yesaya 1:15).
Bila selama ini doa-doa kita seperti terbentur atap dan serasa sulit menembus sorga, jangan marah dan menyalahkan Tuhan. Pasti ada alasan mengapa Tuhan diam dan tidak bertindak, salah satunya adalah karena ketidaktaatan kita sendiri.
"Basuhlah, bersihkanlah dirimu, jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari depan mata-Ku." (Yesaya 1:16)., barulah Tuhan akan mengindahkan doa kita.
Monday, March 24, 2014
MAMPU MENGENDALIKAN DIRI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Maret 2014
Baca: Amsal 25:1-28
"Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya." Amsal 25:28
Sering kita jumpai ada banyak orang Kristen yang hidupnya menjadi 'batu sandungan' bagi orang lain karena memiliki tabiat yang kurang terpuji: mudah marah, ucapan tidak terkontrol, suka menjelekkan orang lain, menghakimi, menggosip... intinya kedagingan mereka masih sangat dominan. Mereka tidak mampu mengendalikan diri.
Apa itu pengendalian diri? Pengendalian diri adalah sebuah sikap tegas tidak mau dikuasai oleh keinginan-keinginan duniawi, atau tidak berkompromi terhadap segala hal yang berlawanan dengan kebenaran. Pengendalian diri berkenaan dengan komitmen seseorang untuk hidup benar, membangun kebiasaan-kebiasaan yang baik disertai tekad untuk meninggalkan, membuang, dan menghancurkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang membawa seseorang makin jauh dari jalan Tuhan. Memiliki pengendalian diri berarti berani berkata tidak terhadap segala hal yang berbau kefasikan dan keduniawian seperti tertulis: "Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini," (Titus 2:12). Untuk bisa mengendalikan diri dibutuhkan kemauan, tekad, semangat dan kerja keras, karena "...roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Pengendalian diri penting sekali bagi orang percaya karena merupakan syarat utama mengikut Yesus. "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Mampu mengendalikan diri berarti "...menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus," (2 Korintus 10:5).
Ketika mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan, di tengah situasi sulit dan menghadapi orang-orang yang terkadang diijinkan Tuhan untuk membentuk dan menguji kita, mampukan kita menunjukkan sikap pengendalian diri dan tetap memegang teguh nilai-nilai iman, sehingga melalui sikap dan perbuatan kita orang lain tidak lagi 'tersandung'?
Rasul Paulus bertekad, "...aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:27).
Baca: Amsal 25:1-28
"Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya." Amsal 25:28
Sering kita jumpai ada banyak orang Kristen yang hidupnya menjadi 'batu sandungan' bagi orang lain karena memiliki tabiat yang kurang terpuji: mudah marah, ucapan tidak terkontrol, suka menjelekkan orang lain, menghakimi, menggosip... intinya kedagingan mereka masih sangat dominan. Mereka tidak mampu mengendalikan diri.
Apa itu pengendalian diri? Pengendalian diri adalah sebuah sikap tegas tidak mau dikuasai oleh keinginan-keinginan duniawi, atau tidak berkompromi terhadap segala hal yang berlawanan dengan kebenaran. Pengendalian diri berkenaan dengan komitmen seseorang untuk hidup benar, membangun kebiasaan-kebiasaan yang baik disertai tekad untuk meninggalkan, membuang, dan menghancurkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang membawa seseorang makin jauh dari jalan Tuhan. Memiliki pengendalian diri berarti berani berkata tidak terhadap segala hal yang berbau kefasikan dan keduniawian seperti tertulis: "Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini," (Titus 2:12). Untuk bisa mengendalikan diri dibutuhkan kemauan, tekad, semangat dan kerja keras, karena "...roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Pengendalian diri penting sekali bagi orang percaya karena merupakan syarat utama mengikut Yesus. "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Mampu mengendalikan diri berarti "...menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus," (2 Korintus 10:5).
Ketika mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan, di tengah situasi sulit dan menghadapi orang-orang yang terkadang diijinkan Tuhan untuk membentuk dan menguji kita, mampukan kita menunjukkan sikap pengendalian diri dan tetap memegang teguh nilai-nilai iman, sehingga melalui sikap dan perbuatan kita orang lain tidak lagi 'tersandung'?
Rasul Paulus bertekad, "...aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:27).
Sunday, March 23, 2014
IMPIAN YANG TERWUJUD (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Maret 2014
Baca: Habakuk 2:1-5
"Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." Habakuk 2:3
Mimpi atau keinginan akan tinggal mimpi bila kita sendiri tidak mengerjakan bagian kita. "...apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (ayat nas). Impian itu akan menanti saatnya dan sungguh-sungguh akan datang, namun menanti impian terwujud memerlukan ketekunan dan kesabaran, ada proses untuk mencapainya.
Selama menunggu musim panen petani harus mencangkul, membajak, menanam dan menyiram. Mereka harus melewati musim demi musim dengan sabar. "Setiap harikah orang membajak, mencangkul dan menyisir tanahnya untuk menabur? Bukankah setelah meratakan tanahnya, ia menyerakkan jintan hitam dan menebarkan jintan putih, menaruh gandum jawawut dan jelai kehitam-hitaman dan sekoi di pinggirnya?" (Yesaya 28:24-25). Pada saat yang tepat musim menuai pasti akan terjadi dan impian kita pasti akan tercapai, si petani akan menikmati hasil panenannya. Mari miliki mimpi besar bersama Tuhan dan jangan lewatkan hari-hari kita tanpa impian dari Tuhan, sebab Tuhan akan memberikan mimpi kepada kita dan Ia sendiri yang akan menuntun langkah kita ke arah impian tersebut. Ketika datang masanya, impian itu pasti akan menjadi kenyataan. Ada tertulis: "Akan terjadi pada hari-hari terakhir--demikianlah firman Allah--bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia; maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat, dan teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan, dan orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi. Juga ke atas hamba-hamba-Ku laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu dan mereka akan bernubuat." (Kisah 17-18), sebagaimana yang Tuhan firmankan melalui nabi Yoel (baca Yoel 2:28-29).
Tuhan bisa memakai siapa pun sehingga impian terjadi, tidak tergantung usia, muda atau tua tidak menghalangi kita memiliki impian besar.
Tuhan tidak pernah membuat impian kita menjadi nyata tanpa kita mengalami proses! Ia akan menuntun kita mencapai impian sesuai waktuNya.
Baca: Habakuk 2:1-5
"Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." Habakuk 2:3
Mimpi atau keinginan akan tinggal mimpi bila kita sendiri tidak mengerjakan bagian kita. "...apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (ayat nas). Impian itu akan menanti saatnya dan sungguh-sungguh akan datang, namun menanti impian terwujud memerlukan ketekunan dan kesabaran, ada proses untuk mencapainya.
Selama menunggu musim panen petani harus mencangkul, membajak, menanam dan menyiram. Mereka harus melewati musim demi musim dengan sabar. "Setiap harikah orang membajak, mencangkul dan menyisir tanahnya untuk menabur? Bukankah setelah meratakan tanahnya, ia menyerakkan jintan hitam dan menebarkan jintan putih, menaruh gandum jawawut dan jelai kehitam-hitaman dan sekoi di pinggirnya?" (Yesaya 28:24-25). Pada saat yang tepat musim menuai pasti akan terjadi dan impian kita pasti akan tercapai, si petani akan menikmati hasil panenannya. Mari miliki mimpi besar bersama Tuhan dan jangan lewatkan hari-hari kita tanpa impian dari Tuhan, sebab Tuhan akan memberikan mimpi kepada kita dan Ia sendiri yang akan menuntun langkah kita ke arah impian tersebut. Ketika datang masanya, impian itu pasti akan menjadi kenyataan. Ada tertulis: "Akan terjadi pada hari-hari terakhir--demikianlah firman Allah--bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia; maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat, dan teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan, dan orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi. Juga ke atas hamba-hamba-Ku laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu dan mereka akan bernubuat." (Kisah 17-18), sebagaimana yang Tuhan firmankan melalui nabi Yoel (baca Yoel 2:28-29).
Tuhan bisa memakai siapa pun sehingga impian terjadi, tidak tergantung usia, muda atau tua tidak menghalangi kita memiliki impian besar.
Tuhan tidak pernah membuat impian kita menjadi nyata tanpa kita mengalami proses! Ia akan menuntun kita mencapai impian sesuai waktuNya.
Saturday, March 22, 2014
IMPIAN YANG TERWUJUD (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Maret 2014
Baca: 2 Raja-Raja 2:1-18
"Mintalah apa yang hendak kulakukan kepadamu, sebelum aku terangkat dari padamu." Jawab Elisa: 'Biarlah kiranya aku mendapat dua bagian dari rohmu.'" 2 Raja-Raja 2:9
Elisa mempunyai mimpi dan keinginan besar dalam hidupnya yaitu mendapatkan dua bagian dari roh Elia. Secara manusia impian atau keinginan Elisa itu sulit dan tidak mungkin untuk diwujudkan seperti dikatakan Elia kepadanya:, "Yang kauminta itu adalah sukar. Tetapi jika engkau dapat melihat aku terangkat dari padamu, akan terjadilah kepadamu seperti yang demikian, dan jika tidak, tidak akan terjadi." (2 Raja-Raja 2:10).
Meski mustahil secara manusia, "Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (Markus 9:23). Akhirnya impian atau keinginan Elisa tersebut menjadi kenyataan setelah ia melihat Elia naik ke sorga. "...tiba-tiba datanglah kereta berapi dengan kuda berapi memisahkan keduanya, lalu naiklah Elia ke sorga dalam angin badai. Ketika Elisa melihat itu, maka berteriaklah ia: 'Bapaku, bapaku! Kereta Israel dan orang-orangnya yang berkuda!' Kemudian tidak dilihatnya lagi, lalu direnggutkannya pakaiannya dan dikoyakkannya menjadi dua koyakan. Sesudah itu dipungutnya jubah Elia yang telah terjatuh, lalu ia berjalan hendak pulang dan berdiri di tepi sungai Yordan." (2 Raja-Raja 2:11-12). Jika kita mau berusaha dan berjuang, apa yang kita impikan pasti akan menjadi kenyataan.
Elisa menginginkan dua bagian roh Elia, artinya ia memiliki rasa haus dan lapar terhadap perkara-perkara rohani; ia rindu hidupnya dipakai Tuhan secara luar biasa seperti yang terjadi pada diri Elia. Yesus berkata, "Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan." (Matius 5:60. Elisa mengalami breakthrough dalam pelayanan, Elisa berjalan dalam urapan Tuhan. Ketika Roh Kudus dicurahkan, perkara-perkara besar terjadi. "...kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah 1:8). Setelah menerima urapan dua bagian, di mana pun Elisa melayani, pelayanannya membawa dampak yang luar biasa.
Tuhan memberikan mimpi dan menaruh keinginan serta rencanaNya di dalam hidup orang percaya, dan mimpi itu akan terwujud seiring dengan besarnya kerinduan dan keinginan kita untuk dipakai sebagai alat kemuliaanNya.
Baca: 2 Raja-Raja 2:1-18
"Mintalah apa yang hendak kulakukan kepadamu, sebelum aku terangkat dari padamu." Jawab Elisa: 'Biarlah kiranya aku mendapat dua bagian dari rohmu.'" 2 Raja-Raja 2:9
Elisa mempunyai mimpi dan keinginan besar dalam hidupnya yaitu mendapatkan dua bagian dari roh Elia. Secara manusia impian atau keinginan Elisa itu sulit dan tidak mungkin untuk diwujudkan seperti dikatakan Elia kepadanya:, "Yang kauminta itu adalah sukar. Tetapi jika engkau dapat melihat aku terangkat dari padamu, akan terjadilah kepadamu seperti yang demikian, dan jika tidak, tidak akan terjadi." (2 Raja-Raja 2:10).
Meski mustahil secara manusia, "Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (Markus 9:23). Akhirnya impian atau keinginan Elisa tersebut menjadi kenyataan setelah ia melihat Elia naik ke sorga. "...tiba-tiba datanglah kereta berapi dengan kuda berapi memisahkan keduanya, lalu naiklah Elia ke sorga dalam angin badai. Ketika Elisa melihat itu, maka berteriaklah ia: 'Bapaku, bapaku! Kereta Israel dan orang-orangnya yang berkuda!' Kemudian tidak dilihatnya lagi, lalu direnggutkannya pakaiannya dan dikoyakkannya menjadi dua koyakan. Sesudah itu dipungutnya jubah Elia yang telah terjatuh, lalu ia berjalan hendak pulang dan berdiri di tepi sungai Yordan." (2 Raja-Raja 2:11-12). Jika kita mau berusaha dan berjuang, apa yang kita impikan pasti akan menjadi kenyataan.
Elisa menginginkan dua bagian roh Elia, artinya ia memiliki rasa haus dan lapar terhadap perkara-perkara rohani; ia rindu hidupnya dipakai Tuhan secara luar biasa seperti yang terjadi pada diri Elia. Yesus berkata, "Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan." (Matius 5:60. Elisa mengalami breakthrough dalam pelayanan, Elisa berjalan dalam urapan Tuhan. Ketika Roh Kudus dicurahkan, perkara-perkara besar terjadi. "...kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah 1:8). Setelah menerima urapan dua bagian, di mana pun Elisa melayani, pelayanannya membawa dampak yang luar biasa.
Tuhan memberikan mimpi dan menaruh keinginan serta rencanaNya di dalam hidup orang percaya, dan mimpi itu akan terwujud seiring dengan besarnya kerinduan dan keinginan kita untuk dipakai sebagai alat kemuliaanNya.
Friday, March 21, 2014
BERANI UNTUK BERMIMPI (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Maret 2014
Baca: Mazmur 24:1-10
"Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia." Mazmur 24:5
Yusuf mendapatkan mimpi besar dari Tuhan: "Tampak kita sedang di ladang mengikat berkas-berkas gandum, lalu bangkitlah berkasku dan tegak berdiri; kemudian datanglah berkas-berkas kamu sekalian mengelilingi dan sujud menyembah kepada berkasku itu." (Kejadian 37:7). Ia bermimpi pula: "...tampak matahari, bulan dan sebelas bintang sujud menyembah kepadaku." (Kejadian 37:9). Dengan penuh keberanian Yusuf menceritakan perihal mimpinya itu kepada saudara-saudaranya. Mimpi yang diterimanya ini menyiratkan bahwa Tuhan memiliki rencana yang luar biasa bagi kehidupannya di masa yang akan datang. Kelak ia menjadi orang 'besar' dan mengalami peninggian dari Tuhan.
Namun tidak semua orang mendapatkan mimpi besar dari Tuhan. Inilah syaratnya: "Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu. Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia." (Mazmur 24:4-5). Tuhan memberikan mimpi besar kepada umat yang bersih tangannya dan murni hatinya, artinya hanya orang-orang yang memiliki kehidupan yang berkenan kepada Tuhanlah yang akan memperoleh mimpi. Tangan yang bersih artinya menjauhkan diri dari segla perbuatan jahat, tidak turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan atau cemar, sebab "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7).
Sedangkan hati yang murni berarti tulus, bersih, jujur, tidak ada tipu muslihat dan terbebas dari segala pikiran-pikiran jahat. Oleh sebab itu kita harus senantiasa menjaga hati kita, sebab "...dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. Itulah yang menajiskan orang. Tetapi makan dengan tangan yang tidak dibasuh tidak menajiskan orang." (Matius 15:19-20a). Tuhan memperhatikan isi hati setiap orang. Dalam menilai seseorang Tuhan selalu melihat hati (baca 1 Samuel 16:7b), menyelidiki segala hati, mengerti segala niat dan cita-cita (baca 1 Tawarikh 28:9), serta mengetahui rahasia hati (baca Mazmur 44:22).
Ingin menerima mimpi dari Tuhan? Jauhilah kejahatan dan milikilah hati yang murni!
Baca: Mazmur 24:1-10
"Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia." Mazmur 24:5
Yusuf mendapatkan mimpi besar dari Tuhan: "Tampak kita sedang di ladang mengikat berkas-berkas gandum, lalu bangkitlah berkasku dan tegak berdiri; kemudian datanglah berkas-berkas kamu sekalian mengelilingi dan sujud menyembah kepada berkasku itu." (Kejadian 37:7). Ia bermimpi pula: "...tampak matahari, bulan dan sebelas bintang sujud menyembah kepadaku." (Kejadian 37:9). Dengan penuh keberanian Yusuf menceritakan perihal mimpinya itu kepada saudara-saudaranya. Mimpi yang diterimanya ini menyiratkan bahwa Tuhan memiliki rencana yang luar biasa bagi kehidupannya di masa yang akan datang. Kelak ia menjadi orang 'besar' dan mengalami peninggian dari Tuhan.
Namun tidak semua orang mendapatkan mimpi besar dari Tuhan. Inilah syaratnya: "Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu. Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia." (Mazmur 24:4-5). Tuhan memberikan mimpi besar kepada umat yang bersih tangannya dan murni hatinya, artinya hanya orang-orang yang memiliki kehidupan yang berkenan kepada Tuhanlah yang akan memperoleh mimpi. Tangan yang bersih artinya menjauhkan diri dari segla perbuatan jahat, tidak turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan atau cemar, sebab "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7).
Sedangkan hati yang murni berarti tulus, bersih, jujur, tidak ada tipu muslihat dan terbebas dari segala pikiran-pikiran jahat. Oleh sebab itu kita harus senantiasa menjaga hati kita, sebab "...dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. Itulah yang menajiskan orang. Tetapi makan dengan tangan yang tidak dibasuh tidak menajiskan orang." (Matius 15:19-20a). Tuhan memperhatikan isi hati setiap orang. Dalam menilai seseorang Tuhan selalu melihat hati (baca 1 Samuel 16:7b), menyelidiki segala hati, mengerti segala niat dan cita-cita (baca 1 Tawarikh 28:9), serta mengetahui rahasia hati (baca Mazmur 44:22).
Ingin menerima mimpi dari Tuhan? Jauhilah kejahatan dan milikilah hati yang murni!
Thursday, March 20, 2014
BERANI UNTUK BERMIMPI (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Maret 2014
Baca: Kejadian 37:1-11
"Pada suatu kali bermimpilah Yusuf, lalu mimpinya itu diceritakannya kepada saudara-saudaranya;" Kejadian 37:5
Mimpi di sini bukanlah sekedar 'bunga tidur' yang biasanya kita alami saat tidur, melainkan mimpi yang besar atau impian yang dimiliki oleh setiap orang. Bukankah setiap orang memiliki mimpi atau impian yang suatu saat ingin dicapai dalam hidupnya? Hanya orang mati saja yang tidak memiliki mimpi atau impian. Selama kita masih bernafas kita harus punya mimpi, karena sebuah kesuksesan diawali dengan sebuah mimpi. Saudara ingin menjadi orang yang berhasil? Milikilah mimpi atau impian yang besar, karena mimpi adalah sumber kekuatan, pendorong dan pembangkit semangat dalam menjalani hidup ini; dan setiap kita pasti punya kerinduan bahwa suatu saat kelak mimpinya itu akan menjadi kenyataan. Oleh karena itu mari berjuang dan berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkannya, tak peduli kendala yang menghadang. Jadi memiliki mimpi adalah hak setiap orang tanpa terkecuali, dan tidak ada seorang pun yang mampu memaksa atau membatasi seseorang untuk bermimpi.
Namun memiliki mimpi saja belumlah cukup, itu baru tangga pertama menuju keberhasilan. Untuk selanjutnya diperlukan suatu usaha dan tindakan iman. "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Begitu juga dalam perjalanan kehidupan rohani, Tuhan memberikan mimpi-mimpi besar kepada umatNya, bukan hanya kepada para tokoh Alkitab yang hidup di zaman dahulu seperti yang dialami oleh Yusuf ini, tapi juga akan dinyatakan kepada umatNya yang hidup di masa sekarang. Inilah nubuat nabi Yoel, "Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat; orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan. Juga ke atas hamba-hambamu laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu." (Yoel 2:28-29).
Adapun tujuan Tuhan memberikan mimpi-mimpiNya adalah Ia hendak menyatakan kehendak dan rencanaNya kepada kita.
Mimpi adalah salah satu cara Tuhan menyatakan kehendak dan rencanaNya secara khusus dalam diri seseorang!
Baca: Kejadian 37:1-11
"Pada suatu kali bermimpilah Yusuf, lalu mimpinya itu diceritakannya kepada saudara-saudaranya;" Kejadian 37:5
Mimpi di sini bukanlah sekedar 'bunga tidur' yang biasanya kita alami saat tidur, melainkan mimpi yang besar atau impian yang dimiliki oleh setiap orang. Bukankah setiap orang memiliki mimpi atau impian yang suatu saat ingin dicapai dalam hidupnya? Hanya orang mati saja yang tidak memiliki mimpi atau impian. Selama kita masih bernafas kita harus punya mimpi, karena sebuah kesuksesan diawali dengan sebuah mimpi. Saudara ingin menjadi orang yang berhasil? Milikilah mimpi atau impian yang besar, karena mimpi adalah sumber kekuatan, pendorong dan pembangkit semangat dalam menjalani hidup ini; dan setiap kita pasti punya kerinduan bahwa suatu saat kelak mimpinya itu akan menjadi kenyataan. Oleh karena itu mari berjuang dan berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkannya, tak peduli kendala yang menghadang. Jadi memiliki mimpi adalah hak setiap orang tanpa terkecuali, dan tidak ada seorang pun yang mampu memaksa atau membatasi seseorang untuk bermimpi.
Namun memiliki mimpi saja belumlah cukup, itu baru tangga pertama menuju keberhasilan. Untuk selanjutnya diperlukan suatu usaha dan tindakan iman. "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Begitu juga dalam perjalanan kehidupan rohani, Tuhan memberikan mimpi-mimpi besar kepada umatNya, bukan hanya kepada para tokoh Alkitab yang hidup di zaman dahulu seperti yang dialami oleh Yusuf ini, tapi juga akan dinyatakan kepada umatNya yang hidup di masa sekarang. Inilah nubuat nabi Yoel, "Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat; orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan. Juga ke atas hamba-hambamu laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu." (Yoel 2:28-29).
Adapun tujuan Tuhan memberikan mimpi-mimpiNya adalah Ia hendak menyatakan kehendak dan rencanaNya kepada kita.
Mimpi adalah salah satu cara Tuhan menyatakan kehendak dan rencanaNya secara khusus dalam diri seseorang!
Wednesday, March 19, 2014
UJIAN WAKTU: Belajar Untuk Sabar (3)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Maret 2014
Baca: Markus 5:21-43
"Tetapi Yesus tidak menghiraukan perkataan mereka dan berkata kepada kepala rumah ibadat: 'Jangan takut, percaya saja!'" Markus 5:36
Meski mengalami masa-masa yang kering nabi Habakuk tetap menguatkan hati kepada Tuhan: "...aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku. Allah Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku." (Habakuk 3:18-19). Pada saat yang tepat kesabaran kita pasti akan membuahkan hasil, musim gugur akan segera berlalu dan berganti dengan musim semi. "Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya." (2 Timotius 2:6). Di musim semi inilah segala jerih lelah kita akan terbayar, apa yang kita tabur akan kita tuai, setiap pergumulan kita akan segera terjawab. Akhirnya "Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai." (Mazmur 126:5).
Belajar sabar berarti selalu mengucap syukur kepada Tuhan di segala keadaan dan memiliki penyerahan penuh kepadaNya. "Saudara-saudara, janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalahkan," (Yakobus 5:9). Lawan kata bersyukur adalah bersungut-sungut dan mengomel. Jika kita bertindak demikian kita sedang melangkah menjauh dari penggenapan janji Tuhan. Karena itu "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18). Belajar sabar berarti belajar percaya pula. Saat dalam perjalanan menuju rumah Yairus -seorang kepala rumah ibadat yang anaknya sedang sakit keras- langkah Yesus sempat tertahan karena Ia bertemu dengan wanita yang mengalami pendarahan selama 12 tahun, sehingga mujizat bagi anak Yairus sepertinya tertunda: anak Yairus itu pun meninggal dunia. Tetapi pada saat yang tepat Yesus tidak menyembuhkan anak Yairus itu, melainkan membangkitkannya dari antara orang mati. Dahsyat!
Sepertinya Tuhan menunda-nunda waktu untuk menjawab doa kita, ternyata di balik penundaan itu ada perkara-perkara yang heran dan ajaib yang akan dinyatakan!
Tuhan tidak pernah terlambat atau terlalu cepat untuk menolong kita, yang Ia kehendaki adalah kita belajar untuk bersabar, tetap mengucap syukur dan tetap percaya kepadaNya!
Baca: Markus 5:21-43
"Tetapi Yesus tidak menghiraukan perkataan mereka dan berkata kepada kepala rumah ibadat: 'Jangan takut, percaya saja!'" Markus 5:36
Meski mengalami masa-masa yang kering nabi Habakuk tetap menguatkan hati kepada Tuhan: "...aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku. Allah Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku." (Habakuk 3:18-19). Pada saat yang tepat kesabaran kita pasti akan membuahkan hasil, musim gugur akan segera berlalu dan berganti dengan musim semi. "Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya." (2 Timotius 2:6). Di musim semi inilah segala jerih lelah kita akan terbayar, apa yang kita tabur akan kita tuai, setiap pergumulan kita akan segera terjawab. Akhirnya "Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai." (Mazmur 126:5).
Belajar sabar berarti selalu mengucap syukur kepada Tuhan di segala keadaan dan memiliki penyerahan penuh kepadaNya. "Saudara-saudara, janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalahkan," (Yakobus 5:9). Lawan kata bersyukur adalah bersungut-sungut dan mengomel. Jika kita bertindak demikian kita sedang melangkah menjauh dari penggenapan janji Tuhan. Karena itu "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18). Belajar sabar berarti belajar percaya pula. Saat dalam perjalanan menuju rumah Yairus -seorang kepala rumah ibadat yang anaknya sedang sakit keras- langkah Yesus sempat tertahan karena Ia bertemu dengan wanita yang mengalami pendarahan selama 12 tahun, sehingga mujizat bagi anak Yairus sepertinya tertunda: anak Yairus itu pun meninggal dunia. Tetapi pada saat yang tepat Yesus tidak menyembuhkan anak Yairus itu, melainkan membangkitkannya dari antara orang mati. Dahsyat!
Sepertinya Tuhan menunda-nunda waktu untuk menjawab doa kita, ternyata di balik penundaan itu ada perkara-perkara yang heran dan ajaib yang akan dinyatakan!
Tuhan tidak pernah terlambat atau terlalu cepat untuk menolong kita, yang Ia kehendaki adalah kita belajar untuk bersabar, tetap mengucap syukur dan tetap percaya kepadaNya!
Tuesday, March 18, 2014
UJIAN WAKTU: Belajar Untuk Sabar (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Maret 2014
Baca: Yakobus 5:7-11
"Karena itu, saudara-saudara, bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan! Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi." Yakobus 5:7
Abraham membutuhkan waktu 25 tahun sebelum mengalami penggenapan janji Tuhan untuk mendapatkan keturunan. Ketika dipanggil keluar dari negeri nenek moyangnya (Ur-Kasdim) dan mendapatkan janji-janji Tuhan, Abraham berumur 75 tahun, dan kemudian Alkitab mencatat bahwa ia "...berumur seratus tahun, ketika Ishak, anaknya, lahir baginya." (Kejadian 21:5).
Contoh lain adalah Kaleb, ia harus menunggu 45 tahun untuk mengalami penggenapan janji Tuhan dalam hidupnya. Tertulis: "Jadi sekarang, sesungguhnya TUHAN telah memelihara hidupku, seperti yang dijanjikan-Nya. Kini sudah empat puluh lima tahun lamanya, sejak diucapkan TUHAN firman itu kepada Musa, dan selama itu orang Israel mengembara di padang gurun. Jadi sekarang, telah berumur delapan puluh lima tahun aku hari ini;" (Yosua 14:10). Lalu, "Yosua memberkati Kaleb bin Yefune, dan diberikannyalah Hebron kepadanya menjadi milik pusakanya." (Yosua 14:13). Tuhan seperti menutup mata dan tidak memperhatikan ketekunan mereka sampai terjadi penundaan begitu lama sehingga semua nampak buruk, tetapi dari kisah tokoh Alkitab ini Tuhan hendak menegaskan bahwa "...semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu;" (Mazmur 25:3a). Cepat atau lambat janji Tuhan pasti digenapiNya!
Yakobus memberikan nasihat agar kita bersabar dalam menanti-nantikan Tuhan. Kata sabar ini sampai diulang sebanyak 4x, bukti bahwa bersabar adalah sesuatu yang sangat penting dan merupakan kunci untuk bisa menang dalam ujian waktu Tuhan, seperti seorang petani yang dengan sabar menantikan hasil panan meski harus melewati musim gugur, suatu masa yang juga dialami Habakuk. "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang," (Habakuk 3:17).
Selama musim gugur tetaplah menabur dan bekerja, supaya saat musim semi tiba ada tuaian.
Baca: Yakobus 5:7-11
"Karena itu, saudara-saudara, bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan! Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi." Yakobus 5:7
Abraham membutuhkan waktu 25 tahun sebelum mengalami penggenapan janji Tuhan untuk mendapatkan keturunan. Ketika dipanggil keluar dari negeri nenek moyangnya (Ur-Kasdim) dan mendapatkan janji-janji Tuhan, Abraham berumur 75 tahun, dan kemudian Alkitab mencatat bahwa ia "...berumur seratus tahun, ketika Ishak, anaknya, lahir baginya." (Kejadian 21:5).
Contoh lain adalah Kaleb, ia harus menunggu 45 tahun untuk mengalami penggenapan janji Tuhan dalam hidupnya. Tertulis: "Jadi sekarang, sesungguhnya TUHAN telah memelihara hidupku, seperti yang dijanjikan-Nya. Kini sudah empat puluh lima tahun lamanya, sejak diucapkan TUHAN firman itu kepada Musa, dan selama itu orang Israel mengembara di padang gurun. Jadi sekarang, telah berumur delapan puluh lima tahun aku hari ini;" (Yosua 14:10). Lalu, "Yosua memberkati Kaleb bin Yefune, dan diberikannyalah Hebron kepadanya menjadi milik pusakanya." (Yosua 14:13). Tuhan seperti menutup mata dan tidak memperhatikan ketekunan mereka sampai terjadi penundaan begitu lama sehingga semua nampak buruk, tetapi dari kisah tokoh Alkitab ini Tuhan hendak menegaskan bahwa "...semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu;" (Mazmur 25:3a). Cepat atau lambat janji Tuhan pasti digenapiNya!
Yakobus memberikan nasihat agar kita bersabar dalam menanti-nantikan Tuhan. Kata sabar ini sampai diulang sebanyak 4x, bukti bahwa bersabar adalah sesuatu yang sangat penting dan merupakan kunci untuk bisa menang dalam ujian waktu Tuhan, seperti seorang petani yang dengan sabar menantikan hasil panan meski harus melewati musim gugur, suatu masa yang juga dialami Habakuk. "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang," (Habakuk 3:17).
Selama musim gugur tetaplah menabur dan bekerja, supaya saat musim semi tiba ada tuaian.
Monday, March 17, 2014
UJIAN WAKTU: Belajar Untuk Sabar (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Maret 2014
Baca: Mazmur 75:1-11
"Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain." Mazmur 75:7-8
Sebagian orang Kristen mungkin akhir-akhir ini hatinya mulai berubah, tidak lagi bersungguh-sungguh dalam Tuhan. Semangat melayani Tuhan berangsur-angsur surut dan akhirnya padam sama sekali, tidak punya antusias terhadap perkara-perkara rohani. Apa penyebabnya? Selidik punya selidik, beberapa kecewa dan marah kepada Tuhan karena doanya belum beroleh jawaban. Mereka tidak sabar menunggu waktu Tuhan!
Setiap orang pasti berharap bahwa doa-doanya dijawab Tuhan dalam waktu sekejap, secepat kilat atau dalam waktu semalam. Kita memaksa Tuhan untuk mengikuti kehendak kita. Padahal kita tentu sudah sering membaca ayat firman Tuhan ini: "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9). Ada doa yang segera dijawab oleh Tuhan, ada yang butuh waktu lebih lama, bahkan ada pula yang harus mengalami penundaan jawaban, karena Tuhan memiliki waktu tersendiri untuk menjawab doa kita. Waktu Tuhan bukanlah waktu kita, agendaNya bukanlah agenda kita, tapi "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11). Karena itu sesulit apa pun keadaan kita biarlah kita tetap menjaga sikap hati dengan benar.
Ada beberapa alasan mengapa kita harus menunggu waktu Tuhan. Tuhan ingin supaya kita belajar sabar. "Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota." (Amsal 16:32). Kata sabar bisa diartikan tidak cepat marah. Saat dalam masalah seringkali kita mudah marah, emosi dan hilang kesabaran. Yang Tuhan kehendaki, selama doa kita belum beroleh jawaban, kita tetap bersabar menanti-nantikan waktu Tuhan.
Daud butuh waktu 13 tahun sebelum menjadi raja Israel, walaupun ia punya kesempatan lebih cepat dengan jalan membunuh raja Saul; namun ia tidak menggunakan 'kesempatan' tersebut karena ia tahu itu bukanlah kehendak Tuhan.
Daud bersabar menunggu waktu Tuhan sampai Ia bertindak dan mengangkatnya.
Baca: Mazmur 75:1-11
"Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain." Mazmur 75:7-8
Sebagian orang Kristen mungkin akhir-akhir ini hatinya mulai berubah, tidak lagi bersungguh-sungguh dalam Tuhan. Semangat melayani Tuhan berangsur-angsur surut dan akhirnya padam sama sekali, tidak punya antusias terhadap perkara-perkara rohani. Apa penyebabnya? Selidik punya selidik, beberapa kecewa dan marah kepada Tuhan karena doanya belum beroleh jawaban. Mereka tidak sabar menunggu waktu Tuhan!
Setiap orang pasti berharap bahwa doa-doanya dijawab Tuhan dalam waktu sekejap, secepat kilat atau dalam waktu semalam. Kita memaksa Tuhan untuk mengikuti kehendak kita. Padahal kita tentu sudah sering membaca ayat firman Tuhan ini: "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9). Ada doa yang segera dijawab oleh Tuhan, ada yang butuh waktu lebih lama, bahkan ada pula yang harus mengalami penundaan jawaban, karena Tuhan memiliki waktu tersendiri untuk menjawab doa kita. Waktu Tuhan bukanlah waktu kita, agendaNya bukanlah agenda kita, tapi "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11). Karena itu sesulit apa pun keadaan kita biarlah kita tetap menjaga sikap hati dengan benar.
Ada beberapa alasan mengapa kita harus menunggu waktu Tuhan. Tuhan ingin supaya kita belajar sabar. "Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota." (Amsal 16:32). Kata sabar bisa diartikan tidak cepat marah. Saat dalam masalah seringkali kita mudah marah, emosi dan hilang kesabaran. Yang Tuhan kehendaki, selama doa kita belum beroleh jawaban, kita tetap bersabar menanti-nantikan waktu Tuhan.
Daud butuh waktu 13 tahun sebelum menjadi raja Israel, walaupun ia punya kesempatan lebih cepat dengan jalan membunuh raja Saul; namun ia tidak menggunakan 'kesempatan' tersebut karena ia tahu itu bukanlah kehendak Tuhan.
Daud bersabar menunggu waktu Tuhan sampai Ia bertindak dan mengangkatnya.
Sunday, March 16, 2014
TIDAK HARUS FULL-TIMER
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Maret 2014
Baca: 1 Timotius 4:1-16
"Latihlah dirimu beribadah." 1 Timotius 4:7b
Olah raga sudah menjadi kebutuhan dan gaya hidup banyak orang, terutama sekali bagi mereka yang hidup di kota-kota besar di mana sarana dan prasarana olahraga tersedia: fitness centre, kolam renang, lapangan tenis, futsal dan sebagainya. Bahkan orang rela merogoh kocek berapa pun besarnya demi berolah raga, menyadari bahwa kesehatan mahal harganya. Kalau sudah mengalami sakit, biaya yang kita butuhkan akan jauh lebih mahal, karena itu kita berusaha menjaga kesehatan tubuh, dan salah satunya dengan berolah raga. Namun yang perlu kita perhatikan adalah: "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:8). Jika latihan badani itu penting walaupun terbatas gunanya, terlebih-lebih latihan rohani (ibadah) yang jauh lebih penting, karena mengandung janji untuk hidup saat ini maupun yang akan datang. Ibadah meliputi doa pribadi, berjemaat di gereja lokal, dan terlibat dalam pelayanan. Tanpa kesungguhan menjalankan ibadah kita tidak akan mendatangkan hasil apa-apa dan hidup kita pun tidak akan mengalami perubahan.
Untuk menikmati kebaikan dan pertolongan Tuhan kita harus melatih kerohanian kita: membangun persekutuan yang karib denganNya setiap waktu melalui doa, perenungan firman, tidak menjauhkan diri dari pertemuan ibadah, serta memiliki roh yang terus menyala-nyala dalam melayani pekerjaan Tuhan. Untuk melakukan hal itu semua bukan berarti kita harus mengasingkan diri dari hiruk-pikuk keramaian dunia ini, meninggalkan pekerjaan konvensional kita, dan menjadi seorang full-timer. Rasul Paulus adalah contoh orang yang selain melayani Tuhan dengan sungguh juga bekerja sebagai pembuat tenda untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
"Sebab kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai bekerja di antara kamu, dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun di antara kamu." (2 Tesalonika 3:7-8).
Kita tidak dituntut menjadi full-timer, hati kitalah yang dituntut memiliki 'hati hamba', yang senantiasa taat dan beribadah kepadaNya dengan "full heart"!
Baca: 1 Timotius 4:1-16
"Latihlah dirimu beribadah." 1 Timotius 4:7b
Olah raga sudah menjadi kebutuhan dan gaya hidup banyak orang, terutama sekali bagi mereka yang hidup di kota-kota besar di mana sarana dan prasarana olahraga tersedia: fitness centre, kolam renang, lapangan tenis, futsal dan sebagainya. Bahkan orang rela merogoh kocek berapa pun besarnya demi berolah raga, menyadari bahwa kesehatan mahal harganya. Kalau sudah mengalami sakit, biaya yang kita butuhkan akan jauh lebih mahal, karena itu kita berusaha menjaga kesehatan tubuh, dan salah satunya dengan berolah raga. Namun yang perlu kita perhatikan adalah: "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:8). Jika latihan badani itu penting walaupun terbatas gunanya, terlebih-lebih latihan rohani (ibadah) yang jauh lebih penting, karena mengandung janji untuk hidup saat ini maupun yang akan datang. Ibadah meliputi doa pribadi, berjemaat di gereja lokal, dan terlibat dalam pelayanan. Tanpa kesungguhan menjalankan ibadah kita tidak akan mendatangkan hasil apa-apa dan hidup kita pun tidak akan mengalami perubahan.
Untuk menikmati kebaikan dan pertolongan Tuhan kita harus melatih kerohanian kita: membangun persekutuan yang karib denganNya setiap waktu melalui doa, perenungan firman, tidak menjauhkan diri dari pertemuan ibadah, serta memiliki roh yang terus menyala-nyala dalam melayani pekerjaan Tuhan. Untuk melakukan hal itu semua bukan berarti kita harus mengasingkan diri dari hiruk-pikuk keramaian dunia ini, meninggalkan pekerjaan konvensional kita, dan menjadi seorang full-timer. Rasul Paulus adalah contoh orang yang selain melayani Tuhan dengan sungguh juga bekerja sebagai pembuat tenda untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
"Sebab kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai bekerja di antara kamu, dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun di antara kamu." (2 Tesalonika 3:7-8).
Kita tidak dituntut menjadi full-timer, hati kitalah yang dituntut memiliki 'hati hamba', yang senantiasa taat dan beribadah kepadaNya dengan "full heart"!
Saturday, March 15, 2014
KETAATAN: Kesempatan Beroleh Peninggian
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Maret 2014
Baca: Ibrani 4:14-16; 5:1-10
"Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya, menurut peraturan Melkisedek." (Ibrani 5:6)
Tuhan mendisain manusia dengan kehendak bebas (free will) agar manusia dapat belajar memahami akibat dari pilihan-pilihan hidup yang diambil. Tuhan sangat meninginkan manusia ciptaanNya membuat keputusan yang benar dalam hidupnya yaitu mengasihi Tuhan dengan sungguh dan menaati perintah-perintahNya, dan Tuhan tidak akan pernah berdiam diri melihat orang-orang yang hidup dalam ketaatan: Ia selalu menyediakan upah.
Hidup dalam ketaatan inilah kehendak Tuhan bagi manusia, sedangkan ketaatan itu sendiri untuk kebaikan dan mendatangkan manfaat bagi manusia. Yesus berkata, "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku." (Yohanes 14:15). Ia sendiri telah meninggalkan teladan ketaatan kepada kita. "Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya," (Ibrani 5:8). Ketaatan yang ditunjukkan Yesus adalah ketaatan untuk mengalami penderitaan. Bagi kita, untuk taat saja terasa sulit apalagi taat yang menimbulkan penderitaan.
Tuhan Yesus harus mengalami penderitaan selama Ia hidup di dunia. "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:8). Ketaatan Yesus dalam menghadapi penderitaan membawaNya kepada kesempurnaan. "dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya, dan Ia dipanggil menjadi Imam Besar oleh Allah, menurut peraturan Melkisedek." (Ibrani 5:9-10). KetaatanNya dalam menyelesaikan dan menggenapi misiNya menjadikan Yesus sebagai pokok keselamatan kekal bagi semua orang yang percaya kepadaNya. "Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: 'Yesus Kristus adalah Tuhan,' bagi kemuliaan Allah, Bapa!" (Filipi 2:9-11).
Saat kita hidup dalam ketaatan itulah Tuhan berkata, "Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu." (Yohanes 15:14). Ketaatan menjadikan kita sebagai sahabat Tuhan.
Ketaatan menghasilkan promosi dari Tuhan!
Baca: Ibrani 4:14-16; 5:1-10
"Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya, menurut peraturan Melkisedek." (Ibrani 5:6)
Tuhan mendisain manusia dengan kehendak bebas (free will) agar manusia dapat belajar memahami akibat dari pilihan-pilihan hidup yang diambil. Tuhan sangat meninginkan manusia ciptaanNya membuat keputusan yang benar dalam hidupnya yaitu mengasihi Tuhan dengan sungguh dan menaati perintah-perintahNya, dan Tuhan tidak akan pernah berdiam diri melihat orang-orang yang hidup dalam ketaatan: Ia selalu menyediakan upah.
Hidup dalam ketaatan inilah kehendak Tuhan bagi manusia, sedangkan ketaatan itu sendiri untuk kebaikan dan mendatangkan manfaat bagi manusia. Yesus berkata, "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku." (Yohanes 14:15). Ia sendiri telah meninggalkan teladan ketaatan kepada kita. "Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya," (Ibrani 5:8). Ketaatan yang ditunjukkan Yesus adalah ketaatan untuk mengalami penderitaan. Bagi kita, untuk taat saja terasa sulit apalagi taat yang menimbulkan penderitaan.
Tuhan Yesus harus mengalami penderitaan selama Ia hidup di dunia. "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:8). Ketaatan Yesus dalam menghadapi penderitaan membawaNya kepada kesempurnaan. "dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya, dan Ia dipanggil menjadi Imam Besar oleh Allah, menurut peraturan Melkisedek." (Ibrani 5:9-10). KetaatanNya dalam menyelesaikan dan menggenapi misiNya menjadikan Yesus sebagai pokok keselamatan kekal bagi semua orang yang percaya kepadaNya. "Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: 'Yesus Kristus adalah Tuhan,' bagi kemuliaan Allah, Bapa!" (Filipi 2:9-11).
Saat kita hidup dalam ketaatan itulah Tuhan berkata, "Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu." (Yohanes 15:14). Ketaatan menjadikan kita sebagai sahabat Tuhan.
Ketaatan menghasilkan promosi dari Tuhan!
Friday, March 14, 2014
KARIB DENGAN TUHAN: Berjalan Dengan Dia
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Maret 2014
Baca: Keluaran 33:1-23
"Aku sendiri hendak membimbing engkau dan memberikan ketenteraman kepadamu." Keluaran 33:14
Bagaimana perasaan Saudara saat berjalan berdampingan dengan seseorang yang sangat Saudara banggakan dan andalkan dalam hidup ini? Tentunya Saudara akan merasa aman, tenteram dan juga merasakan ketenangan. Itulah yang akan dirasakan oleh setiap orang percaya yang senantiasa berjalan berdampingan dengan Tuhan (karib dengan Tuhan).
Daud memiliki pengalaman yang luar biasa berjalan dengan Tuhan, karena itu ia berkata, "Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku. Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan goyah." (Mazmur 62:2-3). Ketidakmampuan berjalan sendiri dirasakan oleh Musa juga, karena itu ia sangat merindukan kehadiran Tuhan untuk menuntun, membimbing dan menyertai langkahnya. Musa berusaha untuk melunakkan hati Tuhan supaya Ia mau berjalan bersamanya: "Maka sekarang, jika aku kiranya mendapat kasih karunia di hadapan-Mu, beritahukanlah kiranya jalan-Mu kepadaku, sehingga aku mengenal Engkau, supaya aku tetap mendapat kasih karunia di hadapan-Mu. Ingatlah, bahwa bangsa ini umat-Mu." (Keluaran 33:13). Tanpa campur tangan Tuhan mustahil Musa dapat memimpin bangsa Israel keluar dari tanah Mesir, ke negeri yang telah dijanjikan Tuhan.
Dalam menjalani hidup ini jangan sekali-kali bersandar dan mengandalkan kekuatan sendiri, semua akan sia-sia. Sebaliknya andalkan Tuhan dalam segala perkara. Mengandalkan Tuhan berarti kita senantiasa berjalan bersama Dia setiap waktu. Semakin kita berjalan dengan Tuhan semakin kita beroleh kekuatan untuk menjalani hari-hari kita yang penuh dengan pergumulan hidup ini. Memang, berjalan dengan Tuhan bukan berarti kita akan terbebas dari masalah, tapi di setiap permasalahan yang terjadi kita tidak menghadapinya sendirian karena ada Tuhan yang siap untuk menopang kita. Tuhan berjanji, "Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu." (Yesaya 46:4).
Jalan bersamaNya hidup kita penuh mujizat; terhadap orang yang karib denganNya diberitahukanNya perjanjianNya dan dinyatakan kuasaNya (baca Mazmur 25:14).
Baca: Keluaran 33:1-23
"Aku sendiri hendak membimbing engkau dan memberikan ketenteraman kepadamu." Keluaran 33:14
Bagaimana perasaan Saudara saat berjalan berdampingan dengan seseorang yang sangat Saudara banggakan dan andalkan dalam hidup ini? Tentunya Saudara akan merasa aman, tenteram dan juga merasakan ketenangan. Itulah yang akan dirasakan oleh setiap orang percaya yang senantiasa berjalan berdampingan dengan Tuhan (karib dengan Tuhan).
Daud memiliki pengalaman yang luar biasa berjalan dengan Tuhan, karena itu ia berkata, "Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku. Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan goyah." (Mazmur 62:2-3). Ketidakmampuan berjalan sendiri dirasakan oleh Musa juga, karena itu ia sangat merindukan kehadiran Tuhan untuk menuntun, membimbing dan menyertai langkahnya. Musa berusaha untuk melunakkan hati Tuhan supaya Ia mau berjalan bersamanya: "Maka sekarang, jika aku kiranya mendapat kasih karunia di hadapan-Mu, beritahukanlah kiranya jalan-Mu kepadaku, sehingga aku mengenal Engkau, supaya aku tetap mendapat kasih karunia di hadapan-Mu. Ingatlah, bahwa bangsa ini umat-Mu." (Keluaran 33:13). Tanpa campur tangan Tuhan mustahil Musa dapat memimpin bangsa Israel keluar dari tanah Mesir, ke negeri yang telah dijanjikan Tuhan.
Dalam menjalani hidup ini jangan sekali-kali bersandar dan mengandalkan kekuatan sendiri, semua akan sia-sia. Sebaliknya andalkan Tuhan dalam segala perkara. Mengandalkan Tuhan berarti kita senantiasa berjalan bersama Dia setiap waktu. Semakin kita berjalan dengan Tuhan semakin kita beroleh kekuatan untuk menjalani hari-hari kita yang penuh dengan pergumulan hidup ini. Memang, berjalan dengan Tuhan bukan berarti kita akan terbebas dari masalah, tapi di setiap permasalahan yang terjadi kita tidak menghadapinya sendirian karena ada Tuhan yang siap untuk menopang kita. Tuhan berjanji, "Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu." (Yesaya 46:4).
Jalan bersamaNya hidup kita penuh mujizat; terhadap orang yang karib denganNya diberitahukanNya perjanjianNya dan dinyatakan kuasaNya (baca Mazmur 25:14).
Thursday, March 13, 2014
KARIB DENGAN TUHAN: Menyalibkan Kedagingan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Maret 2014
Baca: Roma 8:1-17
"Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup." Roma 8:13
Tak bisa disangkal bahwa tubuh jasmani kita seringkali memberontak bila diajak untuk berdoa dan menyembah Tuhan, apalagi dalam waktu yang cukup lama. Jangankan menyediakan waktu sejam, berdoa untuk beberapa menit saja rasa-rasanya kita sudah tidak tahan, kehabisan bahan doa, merasa lelah, ngantuk karena seharian bekerja, belum lagi gangguan dari orang lain yang membuat kita tidak fokus berdoa. "...roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Hal ini makin diperparah dengan kehadiran Iblis yang tidak pernah berhenti untuk menghalangi niat dan keinginan kita untuk berdoa, sebab Iblis tahu benar jika kita tekun berdoa maka ia sangat dirugikan. Karena itu berbagai cara dilakukannya untuk menghadirkan penghalang-penghalang supaya orang percaya jatuh. Jika selama ini kita seringkali gagal dalam membangun kekariban dengan Tuhan, jangan langsung menyerah, teruslah mencoba. Lakukan sampai berdoa itu menjadi kebiasaan kita sehari-hari.
Membangun kekariban dengan Tuhan berbicara tentang ketaatan, sebab "...jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa." (Yakobus 4:17). Meskipun berulang kali mendengar khotbah atau membaca buku tentang kekariban dengan Tuhan, namun jika hati kita belum juga tersentuh, maka kita tidak akan pernah mau melakukan seperti yang diperintahkan. Karena itu mintalah kepada Roh Kudus agar Ia memperbaharui hati kita supaya kita benar-benar memiliki hati yang taat. Ketaatan bukan karena dipaksa orang lain, melainkan didasari oleh kerinduan untuk menyenangkan Tuhan.
Tuhan berjanji, "Aku akan memberikan mereka hati yang lain dan roh yang baru di dalam batin mereka; juga Aku akan menjauhkan dari tubuh mereka hati yang keras dan memberikan mereka hati yang taat, supaya mereka hidup menurut segala ketetapan-Ku dan peraturan-peraturan-Ku dengan setia; maka mereka akan menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allah mereka." (Yehezkiel 11:19-20).
Karib dengan Tuhan berarti mampu menang atas kedagingan dan mau hidup dalam pimpinan Roh Kudus!
Baca: Roma 8:1-17
"Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup." Roma 8:13
Tak bisa disangkal bahwa tubuh jasmani kita seringkali memberontak bila diajak untuk berdoa dan menyembah Tuhan, apalagi dalam waktu yang cukup lama. Jangankan menyediakan waktu sejam, berdoa untuk beberapa menit saja rasa-rasanya kita sudah tidak tahan, kehabisan bahan doa, merasa lelah, ngantuk karena seharian bekerja, belum lagi gangguan dari orang lain yang membuat kita tidak fokus berdoa. "...roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Hal ini makin diperparah dengan kehadiran Iblis yang tidak pernah berhenti untuk menghalangi niat dan keinginan kita untuk berdoa, sebab Iblis tahu benar jika kita tekun berdoa maka ia sangat dirugikan. Karena itu berbagai cara dilakukannya untuk menghadirkan penghalang-penghalang supaya orang percaya jatuh. Jika selama ini kita seringkali gagal dalam membangun kekariban dengan Tuhan, jangan langsung menyerah, teruslah mencoba. Lakukan sampai berdoa itu menjadi kebiasaan kita sehari-hari.
Membangun kekariban dengan Tuhan berbicara tentang ketaatan, sebab "...jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa." (Yakobus 4:17). Meskipun berulang kali mendengar khotbah atau membaca buku tentang kekariban dengan Tuhan, namun jika hati kita belum juga tersentuh, maka kita tidak akan pernah mau melakukan seperti yang diperintahkan. Karena itu mintalah kepada Roh Kudus agar Ia memperbaharui hati kita supaya kita benar-benar memiliki hati yang taat. Ketaatan bukan karena dipaksa orang lain, melainkan didasari oleh kerinduan untuk menyenangkan Tuhan.
Tuhan berjanji, "Aku akan memberikan mereka hati yang lain dan roh yang baru di dalam batin mereka; juga Aku akan menjauhkan dari tubuh mereka hati yang keras dan memberikan mereka hati yang taat, supaya mereka hidup menurut segala ketetapan-Ku dan peraturan-peraturan-Ku dengan setia; maka mereka akan menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allah mereka." (Yehezkiel 11:19-20).
Karib dengan Tuhan berarti mampu menang atas kedagingan dan mau hidup dalam pimpinan Roh Kudus!
Wednesday, March 12, 2014
KARIB DENGAN TUHAN: Berani Bayar Harga
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Maret 2014
Baca: Markus 14:32-42
"Kata Yesus kepada murid-murid-Nya: 'Duduklah di sini, sementara Aku berdoa.'" Markus 14:32b
Kunci keberhasilan pelayanan Yesus bukanlah karena Dia memanfaatkan keilahianNya sebagai Putera Allah, tetapi karena ia senantiasa membangun persekutuan yang karib dengan Bapa di sorga. Yesus tidak pernah mengabaikan jam-jam doaNya. Supaya pekerjaan, studi, pelayanan dan apa pun yang kita kerjakan berhasil, kita harus meneladani Yesus yaitu memiliki hubungan yang karib dengan Tuhan setiap waktu dan meningkatkan jam-jam doa kita. Ada banyak orang Kristen yang sibuk melayani pekerjaan Tuhan dengan jadwal pelayanan yang begitu padat tapi mereka melupakan saat teduh secara pribadi. Pulang dari pelayanan sudah larut malam, badan terasa capai dan akhirnya kita tidak punya waktu lagi untuk berdoa. Lalu kita menganggapnya sebagai hal yang biasa, Tuhan pasti bisa memaklumi, kita pikir yang penting sudah melakukan pelayanan!
Jangan bangga dengan aktivitas pelayanan kita jika kita sendiri tidak karib dengan Tuhan secara pribadi. "Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (Matius 7:22-23). Kata tidak mengenal artinya tidak karib. Alangkah malangnya jika kita tidak dikenal oleh Tuhan, padahal selama ini kita sudah malang-melintang di dunia pelayanan. Kekariban dengan Tuhan inilah yang akan menjadi jaminan bahwa kita dikenal oleh Tuhan. Rasul Paulus berkata, "Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus," (Filipi 3:8).
Kekariban dengan Tuhan tidak terjadi secara instan, namun membutuhkan proses yang terus-menerus seumur hidup kita. Kita tidak bisa langsung karib dengan Tuhan hanya dengan mendengarkan kotbah tentang kekariban yang disampaikan oleh seorang hamba Tuhan di gereja atau membaca buku rohani yang bertemakan kekariban.
Sesibuk apa pun tugas dan pelayanan kita jangan pernah lupakan jam-jam doa!
Baca: Markus 14:32-42
"Kata Yesus kepada murid-murid-Nya: 'Duduklah di sini, sementara Aku berdoa.'" Markus 14:32b
Kunci keberhasilan pelayanan Yesus bukanlah karena Dia memanfaatkan keilahianNya sebagai Putera Allah, tetapi karena ia senantiasa membangun persekutuan yang karib dengan Bapa di sorga. Yesus tidak pernah mengabaikan jam-jam doaNya. Supaya pekerjaan, studi, pelayanan dan apa pun yang kita kerjakan berhasil, kita harus meneladani Yesus yaitu memiliki hubungan yang karib dengan Tuhan setiap waktu dan meningkatkan jam-jam doa kita. Ada banyak orang Kristen yang sibuk melayani pekerjaan Tuhan dengan jadwal pelayanan yang begitu padat tapi mereka melupakan saat teduh secara pribadi. Pulang dari pelayanan sudah larut malam, badan terasa capai dan akhirnya kita tidak punya waktu lagi untuk berdoa. Lalu kita menganggapnya sebagai hal yang biasa, Tuhan pasti bisa memaklumi, kita pikir yang penting sudah melakukan pelayanan!
Jangan bangga dengan aktivitas pelayanan kita jika kita sendiri tidak karib dengan Tuhan secara pribadi. "Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (Matius 7:22-23). Kata tidak mengenal artinya tidak karib. Alangkah malangnya jika kita tidak dikenal oleh Tuhan, padahal selama ini kita sudah malang-melintang di dunia pelayanan. Kekariban dengan Tuhan inilah yang akan menjadi jaminan bahwa kita dikenal oleh Tuhan. Rasul Paulus berkata, "Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus," (Filipi 3:8).
Kekariban dengan Tuhan tidak terjadi secara instan, namun membutuhkan proses yang terus-menerus seumur hidup kita. Kita tidak bisa langsung karib dengan Tuhan hanya dengan mendengarkan kotbah tentang kekariban yang disampaikan oleh seorang hamba Tuhan di gereja atau membaca buku rohani yang bertemakan kekariban.
Sesibuk apa pun tugas dan pelayanan kita jangan pernah lupakan jam-jam doa!
Tuesday, March 11, 2014
FIRMAN+IMAN+TAAT=MUJIZAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Maret 2014
Baca: Ibrani 3:7-19
"Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman", Ibrani 3:15
Ada banyak orang Kristen yang beranggapan bahwa iman dan firman itu adalah dua hal yang terpisah, tidak ada kaitan sama sekali. Benarkah? Sesungguhnya iman dan firman Tuhan adalah dua hal yang tak terpisahkan, merupakan satu kesatuan. Tidak ada firman tidak ada iman, karena iman timbul akibat mendengar firman Tuhan. "Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Ketika kita taat melakukan apa yang kita dengar kita akan mengalami perkara yang heran dan ajaib. "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9).
Ketika mendengar suara Tuhan, "Datanglah!" (Matius 14:29), timbul iman dalam diri Petrus sehingga ia pun turun dari perahu dan berjalan di atas air mendapatkan Yesus. Karena iman, Petrus dapat melakukan hal yang secara manusia mustahil untuk dilakukan. Iman Petrus timbul setelah ia mendengar firman Tuhan, di mana iman itu disertai dengan perbuatan atau tindakan. "Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna." (Yakobus 2:22). Mendengar firman Tuhan, lalu timbul iman, dan kemudian taat melakukan firman yang telah didengar adalah langkah untuk mengalami mujizat.
Ketika taat melakukan apa yang diperintahkan Tuhan melalui abdiNya (Elia), janda Sarfat juga mengalami mujizat dan perkara-perkara yang mustahil. "Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia." (1 Raja-Raja 17:16).
Kita pun akan mengalami perkara-perkara besar ketika kita taat melakukan firman Tuhan yang telah kita dengar. Sebaliknya, selama kita masih mengeraskan hati, berjalan dengan kekuatan sendiri dan tidak mau taat melakukan firman Tuhan yang telah kita dengar, mujizat dan perkara-perkara ajaib itu akan semakin jauh dari kehidupan kita.
Kekerasan hati dan ketidaktaatan adalah penghalang utama untuk mengalami perkara-perkara yang mustahil!
Baca: Ibrani 3:7-19
"Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman", Ibrani 3:15
Ada banyak orang Kristen yang beranggapan bahwa iman dan firman itu adalah dua hal yang terpisah, tidak ada kaitan sama sekali. Benarkah? Sesungguhnya iman dan firman Tuhan adalah dua hal yang tak terpisahkan, merupakan satu kesatuan. Tidak ada firman tidak ada iman, karena iman timbul akibat mendengar firman Tuhan. "Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Ketika kita taat melakukan apa yang kita dengar kita akan mengalami perkara yang heran dan ajaib. "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9).
Ketika mendengar suara Tuhan, "Datanglah!" (Matius 14:29), timbul iman dalam diri Petrus sehingga ia pun turun dari perahu dan berjalan di atas air mendapatkan Yesus. Karena iman, Petrus dapat melakukan hal yang secara manusia mustahil untuk dilakukan. Iman Petrus timbul setelah ia mendengar firman Tuhan, di mana iman itu disertai dengan perbuatan atau tindakan. "Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna." (Yakobus 2:22). Mendengar firman Tuhan, lalu timbul iman, dan kemudian taat melakukan firman yang telah didengar adalah langkah untuk mengalami mujizat.
Ketika taat melakukan apa yang diperintahkan Tuhan melalui abdiNya (Elia), janda Sarfat juga mengalami mujizat dan perkara-perkara yang mustahil. "Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia." (1 Raja-Raja 17:16).
Kita pun akan mengalami perkara-perkara besar ketika kita taat melakukan firman Tuhan yang telah kita dengar. Sebaliknya, selama kita masih mengeraskan hati, berjalan dengan kekuatan sendiri dan tidak mau taat melakukan firman Tuhan yang telah kita dengar, mujizat dan perkara-perkara ajaib itu akan semakin jauh dari kehidupan kita.
Kekerasan hati dan ketidaktaatan adalah penghalang utama untuk mengalami perkara-perkara yang mustahil!
Monday, March 10, 2014
TIDAK BERPUAS DIRI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Maret 2014
Baca: Filipi 3:1-16
"Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus." Filipi 3:12
Gelar atau mahkota kemenangan atlet adalah buah dari usaha dan kerja kerasnya. Tanpa usaha dan kerja keras adalah mustahil ia meraih keberhasilan atau tampil sebagai pemenang. Seorang atlet akan menjadi juara atau pemenang apabila ia berhasil melawan lawan-lawannya di setiap pertandingan yang diikutinya. Melalui kompetisi atau perlombaan inilah kualitas dan kemampuan seorang atlet diuji; adakah atlet yang setelah meraih satu gelar juara langsung berpuas diri dan berhenti berjuang? Semua atlet pasti haus akan gelar dan berjuang meraihnya sebanyak mungkin. Jika ada atlet yang setelah sekali menjadi juara berpuas diri dan tidak mau turut dalam kompetisi lagi sudah bisa dipastikan bahwa karirnya tidak akan bertahan lama dan pada akhirnya akan tamat.
Dalam kehidupan rohani kita pun sedang berada di arena perlombaan iman. Dalam hal ini bukan untuk mencari siapa yang lebih unggul atau yang lebih utama, tetapi firman Tuhan hendak menanamkan kepada kita bagaimana memiliki hidup yang berkemenangan di segala keadaan. Di depan ada banyak sekali rintangan, situasi-situasi sulit dan pergumulan hidup yang berat. Sebagai manusia kita ini banyak kelemahan dan tidak menutup kemungkinan kita jatuh dalam kesalahan-kesalahan. Namun jika kita memiliki tujuan hidup yang benar, dengan mata yang tertuju kepada Tuhan dan janji firmanNya, kita akan tidak akan udah menyerah pada keadaan dan berpuas diri. Rasul Paulus senantiasa pantang menyerah, apalagi berpuas diri. Ia terus "...berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:14).
Saat ini banyak orang Kristen yang merasa puas dengan ibadah, pelayanan dan doanya. Mereka merasa kerohaniannya lebih baik dari orang Kristen lainnya. Apakah kita juga demikian?
Paulus tidak pernah membiarkan dirinya terlena, ia terus berusaha mengejar perkara-perkara rohani lebih lagi, itulah sebabnya rohnya terus menyala-nyala bagi Tuhan!
Baca: Filipi 3:1-16
"Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus." Filipi 3:12
Gelar atau mahkota kemenangan atlet adalah buah dari usaha dan kerja kerasnya. Tanpa usaha dan kerja keras adalah mustahil ia meraih keberhasilan atau tampil sebagai pemenang. Seorang atlet akan menjadi juara atau pemenang apabila ia berhasil melawan lawan-lawannya di setiap pertandingan yang diikutinya. Melalui kompetisi atau perlombaan inilah kualitas dan kemampuan seorang atlet diuji; adakah atlet yang setelah meraih satu gelar juara langsung berpuas diri dan berhenti berjuang? Semua atlet pasti haus akan gelar dan berjuang meraihnya sebanyak mungkin. Jika ada atlet yang setelah sekali menjadi juara berpuas diri dan tidak mau turut dalam kompetisi lagi sudah bisa dipastikan bahwa karirnya tidak akan bertahan lama dan pada akhirnya akan tamat.
Dalam kehidupan rohani kita pun sedang berada di arena perlombaan iman. Dalam hal ini bukan untuk mencari siapa yang lebih unggul atau yang lebih utama, tetapi firman Tuhan hendak menanamkan kepada kita bagaimana memiliki hidup yang berkemenangan di segala keadaan. Di depan ada banyak sekali rintangan, situasi-situasi sulit dan pergumulan hidup yang berat. Sebagai manusia kita ini banyak kelemahan dan tidak menutup kemungkinan kita jatuh dalam kesalahan-kesalahan. Namun jika kita memiliki tujuan hidup yang benar, dengan mata yang tertuju kepada Tuhan dan janji firmanNya, kita akan tidak akan udah menyerah pada keadaan dan berpuas diri. Rasul Paulus senantiasa pantang menyerah, apalagi berpuas diri. Ia terus "...berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:14).
Saat ini banyak orang Kristen yang merasa puas dengan ibadah, pelayanan dan doanya. Mereka merasa kerohaniannya lebih baik dari orang Kristen lainnya. Apakah kita juga demikian?
Paulus tidak pernah membiarkan dirinya terlena, ia terus berusaha mengejar perkara-perkara rohani lebih lagi, itulah sebabnya rohnya terus menyala-nyala bagi Tuhan!
Sunday, March 9, 2014
MELAYANI PEKERJAAN TUHAN (3)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Maret 2014
Baca: Yohanes 12:20-36
"Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situpun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa." Yohanes 12:26
Sebagai hamba atau pelayan Tuhan kita harus selalu mengikuti ke mana pun Dia pergi; dan di mana pun ia berada di situ juga seharusnya kita berada (ayat nas). Artinya tunduk dan taat kepada kehendak Tuhan sepenuhnya, tidak boleh bekerja menurut kemauan sendiri karena tugas hamba hanyalah melakukan apa pun yang diperintahkan majikannya.
Komitmen pelayan Tuhan seharusnya demikian: "Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku." (Galatia 2:19b-20). Kita tidak mungkin dapat melayani Tuhan dengan benar apabila kita sendiri tidak mau melekat dan tinggal di dalam Dia. Tuhan Yesus berkata, "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4). Jadi kita harus memiliki persekutuan intim denganNya supaya kita dapat mengerti apa yang Tuhan kehendaki untuk kita kerjakan, sebab kita tidak boleh sembarangan dalam melayani pekerjaan Tuhan, dikarenakan yang kita kerjakan berkenaan dengan kebenaran yaitu firman Tuhan. Yesus berdoa kepada Bapa, "Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran." (Yohanes 17:17). Pelayan Tuhan harus memberitakan kebenaran dan hidup dalam kebenaran itu sendiri.
Pelayanan kepada Tuhan adalah pekerjaan Roh, maka dari itu kita harus memberi keleluasaan kepada Roh Kudus untuk bekerja. Jadi kita melayani bukan dengan kekuatan atau mengandalkan pikiran kita sendiri, tapi sepenuhnya mengandalkan Roh Kudus dan berada di bawah kendaliNya sehingga pelayanan yang kita lakukan menjadi hidup dan penuh gairah. "Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam." (Zakharia 4:6b).
Melayani Tuhan berarti tunduk pada kehendakNya dan mau dipimpin Roh Kudus!
Baca: Yohanes 12:20-36
"Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situpun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa." Yohanes 12:26
Sebagai hamba atau pelayan Tuhan kita harus selalu mengikuti ke mana pun Dia pergi; dan di mana pun ia berada di situ juga seharusnya kita berada (ayat nas). Artinya tunduk dan taat kepada kehendak Tuhan sepenuhnya, tidak boleh bekerja menurut kemauan sendiri karena tugas hamba hanyalah melakukan apa pun yang diperintahkan majikannya.
Komitmen pelayan Tuhan seharusnya demikian: "Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku." (Galatia 2:19b-20). Kita tidak mungkin dapat melayani Tuhan dengan benar apabila kita sendiri tidak mau melekat dan tinggal di dalam Dia. Tuhan Yesus berkata, "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4). Jadi kita harus memiliki persekutuan intim denganNya supaya kita dapat mengerti apa yang Tuhan kehendaki untuk kita kerjakan, sebab kita tidak boleh sembarangan dalam melayani pekerjaan Tuhan, dikarenakan yang kita kerjakan berkenaan dengan kebenaran yaitu firman Tuhan. Yesus berdoa kepada Bapa, "Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran." (Yohanes 17:17). Pelayan Tuhan harus memberitakan kebenaran dan hidup dalam kebenaran itu sendiri.
Pelayanan kepada Tuhan adalah pekerjaan Roh, maka dari itu kita harus memberi keleluasaan kepada Roh Kudus untuk bekerja. Jadi kita melayani bukan dengan kekuatan atau mengandalkan pikiran kita sendiri, tapi sepenuhnya mengandalkan Roh Kudus dan berada di bawah kendaliNya sehingga pelayanan yang kita lakukan menjadi hidup dan penuh gairah. "Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam." (Zakharia 4:6b).
Melayani Tuhan berarti tunduk pada kehendakNya dan mau dipimpin Roh Kudus!
Saturday, March 8, 2014
MELAYANI PEKERJAAN TUHAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Maret 2014
Baca: Roma 14:13-23
"Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus." Roma 14:17
Salah satu wujud kebaikan dan kepercayaan Tuhan adalah diberikanNya talenta kepada kita agar kita pakai sungguh-sungguh untuk kepentingan pekerjaanNya. "Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat." (Matius 25:15). Ketika kita mempergunakan talenta yang Tuhan berikan berarti kita sedang melayani Tuhan.
Ada banyak anak Tuhan yang menyia-nyiakan talenta dan membuang begitu saja kesempatan yang diberikan kepadanya untuk melayani, padahal pelayanan adalah panggilan Tuhan bagi setiap orang percaya yang seharusnya membuat kita bangga karena telah dipercaya oleh Tuhan. Memutuskan menjadi pengikut Kristus berarti harus siap dan rela melayani Dia dengan seluruh keberadaan hidup kita: "...siap sedialah baik atau tidak baik waktunya," (2 Timotius 4:2) untuk bersaksi, menceritakan Tuhan Yesus kepada orang lain dan memberikan firmanNya. Kita harus selalu memiliki roh yang menyala-nyala untuk Tuhan. "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11).
Hal penting lain yang harus kita perhatikan dalam pelayanan adalah perihal motivasi hati tulus dan murni yang harus kita miliki. Jangan sampai ada kepentingan-kepentingan terselubung: uang, mencari keuntungan diri sendiri, kemudian bermulut manis dengan kata-kata yang muluk-muluk supaya dipuji dan dihormati orang lain; namun teladanilah rasul Paulus ini: "Aku mengucap syukur kepada Allah, yang kulayani dengan hati nurani yang murni seperti yang dilakukan nenek moyangku." (2 Timotius 1:3). Itulah sebabnya pelayanan Paulus membawa dampak yang luar biasa bagi banyak orang.
Jadi pelayan Tuhan yang benar harus bersikap sebagai hamba Tuhan, bukan hamba manusia, sehingga walaupun mengalami penderitaan, kesesakan dan kesukaran tetap memberitakan firman Tuhan dengan sikap hati yang tidak mudah berubah.
"Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." Yohanes 9:4
Baca: Roma 14:13-23
"Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus." Roma 14:17
Salah satu wujud kebaikan dan kepercayaan Tuhan adalah diberikanNya talenta kepada kita agar kita pakai sungguh-sungguh untuk kepentingan pekerjaanNya. "Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat." (Matius 25:15). Ketika kita mempergunakan talenta yang Tuhan berikan berarti kita sedang melayani Tuhan.
Ada banyak anak Tuhan yang menyia-nyiakan talenta dan membuang begitu saja kesempatan yang diberikan kepadanya untuk melayani, padahal pelayanan adalah panggilan Tuhan bagi setiap orang percaya yang seharusnya membuat kita bangga karena telah dipercaya oleh Tuhan. Memutuskan menjadi pengikut Kristus berarti harus siap dan rela melayani Dia dengan seluruh keberadaan hidup kita: "...siap sedialah baik atau tidak baik waktunya," (2 Timotius 4:2) untuk bersaksi, menceritakan Tuhan Yesus kepada orang lain dan memberikan firmanNya. Kita harus selalu memiliki roh yang menyala-nyala untuk Tuhan. "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11).
Hal penting lain yang harus kita perhatikan dalam pelayanan adalah perihal motivasi hati tulus dan murni yang harus kita miliki. Jangan sampai ada kepentingan-kepentingan terselubung: uang, mencari keuntungan diri sendiri, kemudian bermulut manis dengan kata-kata yang muluk-muluk supaya dipuji dan dihormati orang lain; namun teladanilah rasul Paulus ini: "Aku mengucap syukur kepada Allah, yang kulayani dengan hati nurani yang murni seperti yang dilakukan nenek moyangku." (2 Timotius 1:3). Itulah sebabnya pelayanan Paulus membawa dampak yang luar biasa bagi banyak orang.
Jadi pelayan Tuhan yang benar harus bersikap sebagai hamba Tuhan, bukan hamba manusia, sehingga walaupun mengalami penderitaan, kesesakan dan kesukaran tetap memberitakan firman Tuhan dengan sikap hati yang tidak mudah berubah.
"Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." Yohanes 9:4
Friday, March 7, 2014
MELAYANI PEKERJAAN TUHAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Maret 2014
Baca: Roma 12:1-8
"Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani;" Roma 12:7
Arti kata melayani berarti berkorban, memberi dan membagikan apa yang dimilikinya, seperti pelita atau lilin yang membagikan terang kepada sekelilingnya.
Melayani pekerjaan Tuhan berbeda dari konsep dunia: ada garis perintah menurut tingkat kedudukan atau jabatan, artinya siapa yang mempunyai kedudukan atau jabatan lebih tinggi berkuasa dan berhak untuk memerintah mereka yang berada di bawahnya. Namun dalam hal melayani pekerjaan Tuhan yang terjadi justru sebaliknya, siapa yang mau menjadi besar atau terkemuka justru harus menjadi pelayan atau hamba bagi sesamanya, "sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28). Dengan demikian orang yang menyebut diri sebagai pelayan Tuhan harus lebih banyak memberi, melayani dan memiliki hati seorang hamba. Maka, "Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (Lukas 17:10).
Seseorang yang dewasa rohani tentu memiliki kerinduan untuk memberi yang terbaik kepada Tuhan sehingga mendorongnya untuk terlibat dalam pelayanan. Mengapa kita harus melayani Tuhan? Karena kita adalah umat pilihan Tuhan, kita dipilih dan dipindahkan dari kegelapan kepada terangNya yang ajaib dengan tujuan supaya kita melayani Dia dan menjadi partner kerjaNya. Dalam wujudnya, pelayanan kepada Tuhan tersebut kita tujukan kepada sesama: memberitakan Injil kepada jiwa-jiwa yang terhilang, mendoakan orang sakit, menjadi donatur gereja, menasihati dan membimbing orang lain untuk bertobat dan sebagainya. Perhatikan! Pada saat percaya kepada Tuhan Yesus status kita bukan lagi menjadi hamba dosa, sebab Tuhan telah melepaskan kita dari dosa melalui pengorbananNya, namun kita menjadi hamba kebenaran sehingga kita pun dilayakkan untuk menjadi pelayanNya. Dahulu kita melayani dosa, tetapi sekarang kita dipanggil untuk melayani Tuhan karena kita telah menjadi hamba-hambaNya.
Kesempatan melayani merupakan wujud kebaikan dan kepercayaan Tuhan kepada kita sebagai orang percaya, karena itu jangan pernah sia-siakan!
Baca: Roma 12:1-8
"Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani;" Roma 12:7
Arti kata melayani berarti berkorban, memberi dan membagikan apa yang dimilikinya, seperti pelita atau lilin yang membagikan terang kepada sekelilingnya.
Melayani pekerjaan Tuhan berbeda dari konsep dunia: ada garis perintah menurut tingkat kedudukan atau jabatan, artinya siapa yang mempunyai kedudukan atau jabatan lebih tinggi berkuasa dan berhak untuk memerintah mereka yang berada di bawahnya. Namun dalam hal melayani pekerjaan Tuhan yang terjadi justru sebaliknya, siapa yang mau menjadi besar atau terkemuka justru harus menjadi pelayan atau hamba bagi sesamanya, "sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28). Dengan demikian orang yang menyebut diri sebagai pelayan Tuhan harus lebih banyak memberi, melayani dan memiliki hati seorang hamba. Maka, "Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (Lukas 17:10).
Seseorang yang dewasa rohani tentu memiliki kerinduan untuk memberi yang terbaik kepada Tuhan sehingga mendorongnya untuk terlibat dalam pelayanan. Mengapa kita harus melayani Tuhan? Karena kita adalah umat pilihan Tuhan, kita dipilih dan dipindahkan dari kegelapan kepada terangNya yang ajaib dengan tujuan supaya kita melayani Dia dan menjadi partner kerjaNya. Dalam wujudnya, pelayanan kepada Tuhan tersebut kita tujukan kepada sesama: memberitakan Injil kepada jiwa-jiwa yang terhilang, mendoakan orang sakit, menjadi donatur gereja, menasihati dan membimbing orang lain untuk bertobat dan sebagainya. Perhatikan! Pada saat percaya kepada Tuhan Yesus status kita bukan lagi menjadi hamba dosa, sebab Tuhan telah melepaskan kita dari dosa melalui pengorbananNya, namun kita menjadi hamba kebenaran sehingga kita pun dilayakkan untuk menjadi pelayanNya. Dahulu kita melayani dosa, tetapi sekarang kita dipanggil untuk melayani Tuhan karena kita telah menjadi hamba-hambaNya.
Kesempatan melayani merupakan wujud kebaikan dan kepercayaan Tuhan kepada kita sebagai orang percaya, karena itu jangan pernah sia-siakan!
Thursday, March 6, 2014
MENJADI ORANG KRISTEN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Maret 2014
Baca: Kisah 11:19-30
"Mereka tinggal bersama-sama dengan jemaat itu satu tahun lamanya, sambil mengajar banyak orang. Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen." Kisah 11:26
Banyak orang Kristen sudah bertahun-tahun mengikut Tuhan tapi masih belum memahami benar arti menjadi seorang Kristen. Yang mereka tahu orang kristen beribadah di gereja dan kitab yang dibaca adalah Injil. Sedangkal itukah pemahaman kita?
Kalau kita baca secara teliti di dalam Alkitab, kata Kristen memiliki beberapa arti, di antaranya adalah: 1. Kristen artinya pengikut Kristus. Kalau kita mengaku diri sebagai orang Kristen berarti kita telah berkomitmen seumur hidup untuk mengikut Yesus, bukan mengikut ilah lain. Mengikut Tuhan Yesus berarti kita mengikut jejakNya dan meneladani hidupNya. Nasihat Paulus kepada kita, "Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus." (1 Korintus 11:1).
2. Orang Kristen adalah orang yang bersaksi tentang Kristus kepada orang lain. Inilah yang dilakukan oleh rasul Paulus, bersaksi kepada Agripa tentang Kristus hingga Agripa menjawab, "Hampir-hampir saja kauyakinkan aku menjadi orang Kristen!" (Kisah 26:28). Sudahkah kita menjalankan tugas sebagai saksi-saksi Kristus yang baik di tengah dunia ini melalui perkataan dan perbuatan kita? Ingat, kita adalah garam dunia dan terang dunia. Menyedihkan sekali jika banyak orang Kristen yang malu bersaksi tentang Kristus. Jangankan bersaksi kepada orang lain, membuka jati dirinya sebagai orang Kristen saja enggan karena takut reputasinya hancur, takut kehilangan jabatan, takut popularitasnya menurun, ditinggalkan oleh fans dan sebagainya.
3. Orang Kristen adalah orang yang siap dan berani menderita bagi Kristus. "Berbahagialah kamu, jika kamu dinista karena nama Kristus, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu. Janganlah ada di antara kamu yang harus menderita sebagai pembunuh atau pencuri atau penjahat, atau pengacau. Tetapi, jika ia menderita sebagai orang Kristen, maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama Kristus itu." (1 petrus 4:14-16).
"Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." Filipi 1:21-22
Baca: Kisah 11:19-30
"Mereka tinggal bersama-sama dengan jemaat itu satu tahun lamanya, sambil mengajar banyak orang. Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen." Kisah 11:26
Banyak orang Kristen sudah bertahun-tahun mengikut Tuhan tapi masih belum memahami benar arti menjadi seorang Kristen. Yang mereka tahu orang kristen beribadah di gereja dan kitab yang dibaca adalah Injil. Sedangkal itukah pemahaman kita?
Kalau kita baca secara teliti di dalam Alkitab, kata Kristen memiliki beberapa arti, di antaranya adalah: 1. Kristen artinya pengikut Kristus. Kalau kita mengaku diri sebagai orang Kristen berarti kita telah berkomitmen seumur hidup untuk mengikut Yesus, bukan mengikut ilah lain. Mengikut Tuhan Yesus berarti kita mengikut jejakNya dan meneladani hidupNya. Nasihat Paulus kepada kita, "Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus." (1 Korintus 11:1).
2. Orang Kristen adalah orang yang bersaksi tentang Kristus kepada orang lain. Inilah yang dilakukan oleh rasul Paulus, bersaksi kepada Agripa tentang Kristus hingga Agripa menjawab, "Hampir-hampir saja kauyakinkan aku menjadi orang Kristen!" (Kisah 26:28). Sudahkah kita menjalankan tugas sebagai saksi-saksi Kristus yang baik di tengah dunia ini melalui perkataan dan perbuatan kita? Ingat, kita adalah garam dunia dan terang dunia. Menyedihkan sekali jika banyak orang Kristen yang malu bersaksi tentang Kristus. Jangankan bersaksi kepada orang lain, membuka jati dirinya sebagai orang Kristen saja enggan karena takut reputasinya hancur, takut kehilangan jabatan, takut popularitasnya menurun, ditinggalkan oleh fans dan sebagainya.
3. Orang Kristen adalah orang yang siap dan berani menderita bagi Kristus. "Berbahagialah kamu, jika kamu dinista karena nama Kristus, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu. Janganlah ada di antara kamu yang harus menderita sebagai pembunuh atau pencuri atau penjahat, atau pengacau. Tetapi, jika ia menderita sebagai orang Kristen, maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama Kristus itu." (1 petrus 4:14-16).
"Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." Filipi 1:21-22
Wednesday, March 5, 2014
PERSEKUTUAN DENGAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Maret 2014
Baca: 1 Yohanes 1:5-10
"Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa." 1 Yohanes 1:7
Persekutuan dengan Tuhan dapat terwujud salah satunya melalui ibadah, karena itu janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah yang ada, serta beribadahlah dengan hati yang takut akan Tuhan, bukan asal-asalan dan bukan pula karena terpaksa. "Beribadahlah kepada TUHAN dengan takut dan ciumlah kaki-Nya dengan gemetar," (Mazmur 2:11); "Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai!" (Mazmur 100:2).
Kita diminta terus melatih diri dalam hal ibadah: "Latihlah dirimu beribadah." (1 Timotius 4:7b). Mengapa? Karena "...ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:8). Dalam ibadah kita memuji dan menyembah Tuhan, serta mendengar suaraNya melalui firman, sehingga kita bisa merasakan hadiratNya hadir di tengah-tengah kita. Hendaknya persekutuan dengan Tuhan melalui ibadah ini kita lakukan dengan nyala cinta, bukan sekedar kebiasaan rutin. Daud menyukai berada di rumah Tuhan: "Betapa disenangi tempat kediaman-Mu, ya TUHAN semesta alam!" (Mazmur 84:2).
Persekutuan dengan Tuhan hendaknya jangan hanya terucap di bibir saja, tetapi harus dilakukan dalam tindakan nyata. Jangan sampai Tuhan tidak berkenan dengan tindakan kita seperti ini: "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia." (Matius 15:8-9). Namun tidak mungkin orang beribadah kepada Tuhan dengan sungguh jika kehidupan sehari-harinya masih penuh tindakan tidak terpuji, hidup dalam kegelapan atau terus berkompromi dengan dosa. Orang yang demikian adalah pendusta. "Jika kita katakan, bahwa kita beroleh persekutuan dengan Dia, namun kita hidup di dalam kegelapan, kita berdusta dan kita tidak melakukan kebenaran." (1 Yohanes 1:6).
Bukti nyata kita beribadah sungguh kepada Tuhan adalah hidup taat dan hal itu terlihat nyata melalui perubahan karakter dan tingkah laku kita sehari-hari!
Baca: 1 Yohanes 1:5-10
"Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa." 1 Yohanes 1:7
Persekutuan dengan Tuhan dapat terwujud salah satunya melalui ibadah, karena itu janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah yang ada, serta beribadahlah dengan hati yang takut akan Tuhan, bukan asal-asalan dan bukan pula karena terpaksa. "Beribadahlah kepada TUHAN dengan takut dan ciumlah kaki-Nya dengan gemetar," (Mazmur 2:11); "Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai!" (Mazmur 100:2).
Kita diminta terus melatih diri dalam hal ibadah: "Latihlah dirimu beribadah." (1 Timotius 4:7b). Mengapa? Karena "...ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:8). Dalam ibadah kita memuji dan menyembah Tuhan, serta mendengar suaraNya melalui firman, sehingga kita bisa merasakan hadiratNya hadir di tengah-tengah kita. Hendaknya persekutuan dengan Tuhan melalui ibadah ini kita lakukan dengan nyala cinta, bukan sekedar kebiasaan rutin. Daud menyukai berada di rumah Tuhan: "Betapa disenangi tempat kediaman-Mu, ya TUHAN semesta alam!" (Mazmur 84:2).
Persekutuan dengan Tuhan hendaknya jangan hanya terucap di bibir saja, tetapi harus dilakukan dalam tindakan nyata. Jangan sampai Tuhan tidak berkenan dengan tindakan kita seperti ini: "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia." (Matius 15:8-9). Namun tidak mungkin orang beribadah kepada Tuhan dengan sungguh jika kehidupan sehari-harinya masih penuh tindakan tidak terpuji, hidup dalam kegelapan atau terus berkompromi dengan dosa. Orang yang demikian adalah pendusta. "Jika kita katakan, bahwa kita beroleh persekutuan dengan Dia, namun kita hidup di dalam kegelapan, kita berdusta dan kita tidak melakukan kebenaran." (1 Yohanes 1:6).
Bukti nyata kita beribadah sungguh kepada Tuhan adalah hidup taat dan hal itu terlihat nyata melalui perubahan karakter dan tingkah laku kita sehari-hari!
Tuesday, March 4, 2014
KEDEWASAAN ROHANI: Membangun Persekutuan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Maret 2014
Baca: Mazmur 84:1-13
"Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik." Mazmur 84:11
Aspek lain yang membawa seseorang kepada kedewasaan rohani adalah apabila ia suka bersekutu dengan Tuhan dan juga dengan sesama saudara seiman. Persekutuan dengan Tuhan ini mutlak dimiliki setiap orang percaya, demikian juga persekutuan dengan sesama.
Kata persekutuan artinya dipersatukan menjadi satu. Jadi apabila ada persekutuan akan terjadi ikatan antara satu dengan lainnya begitu erat, bersatu dan tidak dapat dipisahkan. Betapa pentingnya ikatan persekutuan ini sehingga banyak ayat Alkitab yang menyatakan tentang hal ini, contoh: "Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka. Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya!" (Pengkotbah 4:9-10). Maka dari itu Rasul Paulus pun menasihati, "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." (Ibrani 10:25).
Bersekutu dengan Tuhan berarti senantiasa melekat pada pokok anggur yaitu Tuhan Yesus, sebab kita ini adalah carang-carangNya. Tidak mungkin carang bisa hidup tanpa menempel pada pokoknya, demikian juga kita tidak dapat hidup tanpa bergantung sepenuhnya kepada Tuhan. "Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4b). Jadi kalau kita tidak tinggal tetap di dalam Kristus kita tidak bisa menghasilkan buah. Bukan hanya tidak bisa berbuah, tapi lambat laun kita bisa mengalami kematian atau kekeringan rohani karena tidak ada siraman air hidup yang biasa diperoleh melalui persekutuan tersebut. Di luar Tuhan atau tanpa persekutuan dengan Tuhan Yesus mustahil kerohanian bisa bertumbuh.
Persekutuan dengan Tuhan harus selalu kita bina terus-menerus, bukan waktu-waktu tertentu saja.
Baca: Mazmur 84:1-13
"Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik." Mazmur 84:11
Aspek lain yang membawa seseorang kepada kedewasaan rohani adalah apabila ia suka bersekutu dengan Tuhan dan juga dengan sesama saudara seiman. Persekutuan dengan Tuhan ini mutlak dimiliki setiap orang percaya, demikian juga persekutuan dengan sesama.
Kata persekutuan artinya dipersatukan menjadi satu. Jadi apabila ada persekutuan akan terjadi ikatan antara satu dengan lainnya begitu erat, bersatu dan tidak dapat dipisahkan. Betapa pentingnya ikatan persekutuan ini sehingga banyak ayat Alkitab yang menyatakan tentang hal ini, contoh: "Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka. Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya!" (Pengkotbah 4:9-10). Maka dari itu Rasul Paulus pun menasihati, "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." (Ibrani 10:25).
Bersekutu dengan Tuhan berarti senantiasa melekat pada pokok anggur yaitu Tuhan Yesus, sebab kita ini adalah carang-carangNya. Tidak mungkin carang bisa hidup tanpa menempel pada pokoknya, demikian juga kita tidak dapat hidup tanpa bergantung sepenuhnya kepada Tuhan. "Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4b). Jadi kalau kita tidak tinggal tetap di dalam Kristus kita tidak bisa menghasilkan buah. Bukan hanya tidak bisa berbuah, tapi lambat laun kita bisa mengalami kematian atau kekeringan rohani karena tidak ada siraman air hidup yang biasa diperoleh melalui persekutuan tersebut. Di luar Tuhan atau tanpa persekutuan dengan Tuhan Yesus mustahil kerohanian bisa bertumbuh.
Persekutuan dengan Tuhan harus selalu kita bina terus-menerus, bukan waktu-waktu tertentu saja.
Monday, March 3, 2014
KEDEWASAAN ROHANI: Rela Meninggalkan Segala Sesuatu
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Maret 2014
Baca: Ibrani 6:1-8
"Sebab itu marilah kita tinggalkan asas-asas pertama dari ajaran tentang Kristus dan beralih kepada perkembangannya yang penuh. Janganlah kita meletakkan lagi dasar pertobatan dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, dan dasar kepercayaan kepada Allah," Ibrani 6:1
Bukti kedewasaan rohani orang Kristen adalah kesiapan meninggalkan segala sesuatu; rela meninggalkan kehidupan lama dan hidup sebagai manusia baru. Ada tindakan iman yaitu berani keluar dari comfort zone yang selama ini membelenggu dan enggan kita tinggalkan.
Abraham membuat tindakan iman ketika mendapat perintah dari Tuhan: "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu;" (Kejadian 12:1). Lalu "...pergilah Abram seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya," (Kejadian 12:4). Begitu juga dengan Musa: "Karena iman maka Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa." (Ibrani 11:24-25). Bangsa Israel, umat pilihan Tuhan, harus meninggalkan Mesir, berarti meninggalkan masa perbudakan di Mesir, termasuk meninggalkan segala pikiran dan kebiasaan hidup lama mereka meski di tengah perjalanan mereka seringkali mengeluh, bersungut-sungut dan berkeinginan untuk kembali. Rasul Paulus pun bertekad kuat, "...karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus," (Filipi 3:8).
Kita dikatakan dewasa rohani bila kita dengan sepenuh hati tunduk kepada pimpinan Roh kudus dan meninggalkan segala yang salah dan jahat. Artinya kita tidak lagi berkompromi dengan segala perkara yang mendatangkan kebencian dalam hati Tuhan. Setiap orang yang meninggalkan segala sesuatunya bagi Kristus tidak aakan pernah mengalami kerugian. Sebaliknya ia akan memiliki pengalaman-pengalaman rohani yang luar biasa. Mengalami iman inilah yang akan menolong kita untuk meninggalkan segala perkara yang selama ini menjadi penghalang bagi kita untuk mengikut dan melayani Tuhan dengan sepenuh hati.
Tuhan rela turun ke dunia melayani, bahkan memberikan nyawaNya bagi kita; biarlah dengan iman kita pun memiliki kerelaan meninggalkan segalanya bagi Dia.
Baca: Ibrani 6:1-8
"Sebab itu marilah kita tinggalkan asas-asas pertama dari ajaran tentang Kristus dan beralih kepada perkembangannya yang penuh. Janganlah kita meletakkan lagi dasar pertobatan dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, dan dasar kepercayaan kepada Allah," Ibrani 6:1
Bukti kedewasaan rohani orang Kristen adalah kesiapan meninggalkan segala sesuatu; rela meninggalkan kehidupan lama dan hidup sebagai manusia baru. Ada tindakan iman yaitu berani keluar dari comfort zone yang selama ini membelenggu dan enggan kita tinggalkan.
Abraham membuat tindakan iman ketika mendapat perintah dari Tuhan: "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu;" (Kejadian 12:1). Lalu "...pergilah Abram seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya," (Kejadian 12:4). Begitu juga dengan Musa: "Karena iman maka Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa." (Ibrani 11:24-25). Bangsa Israel, umat pilihan Tuhan, harus meninggalkan Mesir, berarti meninggalkan masa perbudakan di Mesir, termasuk meninggalkan segala pikiran dan kebiasaan hidup lama mereka meski di tengah perjalanan mereka seringkali mengeluh, bersungut-sungut dan berkeinginan untuk kembali. Rasul Paulus pun bertekad kuat, "...karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus," (Filipi 3:8).
Kita dikatakan dewasa rohani bila kita dengan sepenuh hati tunduk kepada pimpinan Roh kudus dan meninggalkan segala yang salah dan jahat. Artinya kita tidak lagi berkompromi dengan segala perkara yang mendatangkan kebencian dalam hati Tuhan. Setiap orang yang meninggalkan segala sesuatunya bagi Kristus tidak aakan pernah mengalami kerugian. Sebaliknya ia akan memiliki pengalaman-pengalaman rohani yang luar biasa. Mengalami iman inilah yang akan menolong kita untuk meninggalkan segala perkara yang selama ini menjadi penghalang bagi kita untuk mengikut dan melayani Tuhan dengan sepenuh hati.
Tuhan rela turun ke dunia melayani, bahkan memberikan nyawaNya bagi kita; biarlah dengan iman kita pun memiliki kerelaan meninggalkan segalanya bagi Dia.
Sunday, March 2, 2014
KEDEWASAAN ROHANI: Bertekun Dalam Doa
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Maret 2014
Baca: Yesaya 56:1-8
"sebab rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa." Yesaya 56:7b
Daud senantiasa mencintai firman Tuhan, "Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari." (Mazmur 119:97) karena hidup tanpa firman Tuhan itu seperti hidup di dalam kegelapan yang pekat. Sungguh, "Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." (Mazmur 119:105). Tuhan juga mengingatkan Yosua, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8). Sudah seharusnya kita memiliki komitmen untuk menjadi pelaku firman Tuhan, supaya kita disebut berbahagia oleh setiap perbuatan yang kita lakukan sebagai bentuk ketaatan kepada Tuhan. "...barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya." (Yakobus 1:25).
Komitmen hidup taat merupakan perekat hubungan kita dengan Tuhan, sebab jika tidak ada tekad untuk melakukan firman Tuhan secara terus-menerus, dalam waktu yang singkat iman kita akan goyah dan kerohanian kita akan merosot. Komitmen inilah yang makin mendewasakan kita di dalam iman sehingga kita semakin hari semakin berkenan di mata Tuhan. Selain itu kita harus bertekun dalam doa. Doa yang dimaksud bukanlah doa yang sarat kepentingan pribadi, atau doa yang dilakukan hanya saat ada persoalan, melainkan yang dibangun setiap waktu, yang didasari kerinduan untuk bersekutu dan bergaul karib dengan Tuhan, sehingga doa menjadi gaya hidup atau kebiasaan yang dilakukan setiap hari, seperti Daniel, "Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (Daniel 6:11).
Seorang yang belum dewasa rohani amatlah sulit untuk bercakap-cakap dengan Tuhan, kecuali hanya bisa meminta.
Seseorang dewasa rohani tahu membangun persekutuan intim dan menjaga komunikasi dengan Tuhan; isi doanya sarat pjji-pujian dan penyembahan bagiNya.
Baca: Yesaya 56:1-8
"sebab rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa." Yesaya 56:7b
Daud senantiasa mencintai firman Tuhan, "Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari." (Mazmur 119:97) karena hidup tanpa firman Tuhan itu seperti hidup di dalam kegelapan yang pekat. Sungguh, "Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." (Mazmur 119:105). Tuhan juga mengingatkan Yosua, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8). Sudah seharusnya kita memiliki komitmen untuk menjadi pelaku firman Tuhan, supaya kita disebut berbahagia oleh setiap perbuatan yang kita lakukan sebagai bentuk ketaatan kepada Tuhan. "...barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya." (Yakobus 1:25).
Komitmen hidup taat merupakan perekat hubungan kita dengan Tuhan, sebab jika tidak ada tekad untuk melakukan firman Tuhan secara terus-menerus, dalam waktu yang singkat iman kita akan goyah dan kerohanian kita akan merosot. Komitmen inilah yang makin mendewasakan kita di dalam iman sehingga kita semakin hari semakin berkenan di mata Tuhan. Selain itu kita harus bertekun dalam doa. Doa yang dimaksud bukanlah doa yang sarat kepentingan pribadi, atau doa yang dilakukan hanya saat ada persoalan, melainkan yang dibangun setiap waktu, yang didasari kerinduan untuk bersekutu dan bergaul karib dengan Tuhan, sehingga doa menjadi gaya hidup atau kebiasaan yang dilakukan setiap hari, seperti Daniel, "Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (Daniel 6:11).
Seorang yang belum dewasa rohani amatlah sulit untuk bercakap-cakap dengan Tuhan, kecuali hanya bisa meminta.
Seseorang dewasa rohani tahu membangun persekutuan intim dan menjaga komunikasi dengan Tuhan; isi doanya sarat pjji-pujian dan penyembahan bagiNya.
Subscribe to:
Posts (Atom)