Thursday, June 20, 2013

TUHAN YESUS: Teladan Utama Kesetiaan!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Juni 2013 -

Baca:  Filipi 2:1-11

"Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib."  Filipi 2:8

Tuhan Yesus adalah teladan utama kita dalam hal kesetiaan dan ketaatan.  Saat berada di bumi Dia setia melakukan kehendak bapa, bahkan taat sampai mati di kayu salib.  Tiada waktu yang terlewati tanpa mengerjakan kehendak Bapa.  "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya."  (Yohanes 4:34).  Ketika dihadapkan dengan cawan kematian pun yesus berkata,  "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki."  (Matius 26:39).  Melakukan kehendak bapa adalah yang terutama dalam hidup Yesus.  Karena kesetiaanNya ini maka  "...Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!"  (Filipi 2:9-11).

     Adakah Tuhan menemukan kesetiaan itu dalam diri kita?  Seringkali kita setia kepada Tuhan hanya waktu-waktu tertentu saja:  saat diberkati, enak, menyenangkan atau saat segala sesuatunya berjalan dengan baik.  Bagaimana saat badai persoalan datang?  Saat itulah kesetiaan kita diuji.  Sekecil apapun perkara yang dipercayakan Tuhan, meski mungkin itu dipandang sepele dan tidak berarti di pemandangan manusia, mari kita lakukan itu dengan setia.  Kesetiaan kita pada hal-hal kecil sangat diperhitungkan oleh Tuhan.  Dan bila kita setia dalam perkara kecil, pada saatnya Tuhan akan mempercayakan perkara yang jauh lebih besar kepada kita, sebab promosi dan peninggian itu datangnya dari Tuhan, bukan dari manusia (baca  Mazmur 75:7-8).  Ingat!  Saat Tuhan membuka pintu bagi kita tidak ada kuasa mana pun yang sanggup menutupnya.  Juga sebaliknya, bila Tuhan menutup pintu, maka tiada satu pun yang dapat membukanya.  Maka dari itu,  "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia."  (Kolose 3:23).

Ada berkat luar biasa disediakan Tuhan bagi yang melakukan kehendakNya dan berpegang teguh pada kebenaran firmanNya dengan penuh kesetiaan!

Wednesday, June 19, 2013

LULUS UJIAN KESETIAAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Juni 2013 -

Baca:  Mazmur 18:21-30

"Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela,"  Mazmur 18:26

Rut adalah contoh orang yang begitu setia kepada mertuanya dan layak menjadi panutan semua menantu yang ada di dunia ini.  Meski sudah ditinggal mati suaminya ia tetap setia kepada ibu mertuanya, Naomi, yang juga telah ditinggal mati suaminya.  Sebenarnya Naomi mendesak Rut pulang ke negeri asalnya atau kembali ke sanak keluarganya, tetapi ia menolak dan tetap ingin berbakti kepada ibu mertuanya.  "Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku; di mana engkau mati, akupun mati di sana, dan di sanalah aku dikuburkan."  (Rut 1:16-17a).  Karena kesetiaannya Tuhan memperhatikan Rut sampai ia bertemu Boas yang kaya raya dan menjadikannya isteri.  Kehidupan Rut dipulihkan dan diberkati karena campur tangan Tuhan!

     Begitu juga dengan Yusuf.  Sebelum dipercaya sebagai penguasa di Mesir ia harus melewati ujian kesetiaan.  Ada harga yang harus dibayar!  Penderitaan demi penderitaan harus dijalaninya:  dimasukkan sumur, dijual sebagai budak, jadi pelayan di rumah Potifar, dipenjara.  Meski demikian Yusuf tidak pernah bersungut-sungut dan mengeluh, ia tetap mengerjakan bagiannya dengan setia dan hidup tidak bercela di hadapan Tuhan.  Dan  "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya,"  (Pengkotbah 3:11).

     Yosua dan Kaleb, setia mengikuti Tuhan dengan berpegang teguh pada janji firmanNya ketika orang-orang Israel seangkatannya tidak setia dan hidup dalam ketidaktaatan, karena itu  "...yang tinggal hidup dari orang-orang yang telah pergi mengintai negeri itu hanyalah Yosua bin Nun dan Kaleb bin Yefune."  (Bilangan 14:38), dan keduanya pun beroleh upah:  menikmati Tanah Perjanjian.

     Tak terkecuali Daud yang setia mengerjakan panggilannya mulai dari menggembalakan kambing domba yang hanya 2-3 ekor banyaknya.  Tuhan melihat kesetiaan Daud sampai akhirnya Tuhan mempercayakan perkara-perkara yang besar kepada Daud, yaitu sebagai pemimpin atas seluruh Israel.

Kesetiaan adalah kunci untuk kita bisa dipercaya oleh Tuhan!

Tuesday, June 18, 2013

LULUS UJIAN KESETIAAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Juni 2013 -

Baca:  Mazmur 37:1-40

"Percayalah kepada TUHAN dan lakukanlah yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia,"  Mazmur 37:3

Di masa-masa sekarang ini sulit sekali mencari orang yang benar-benar setia, entah itu dalam hubungan antar sesama, pekerjaan, pelayanan.  Kesetiaan serasa telah luntur dalam diri banyak orang.  Itulah sebabnya Salomo menyatakan,  "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?"  (Amsal 20:6) dan "...telah lenyap orang-orang yang setia dari antara anak-anak manusia."  (Mazmur 12:2).

     Begitu pentingkah kesetiaan dalam kehidupan orang percaya?  Ya!  Kesetiaan adalah sebuah kualitas hidup yang harus ada dalam diri orang percaya.  Oleh karena itu rasul Paulus menasihati kita,  "...kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan."  (1 Timotius 6:11).  Meski sering diingatkan dan ditegur akan hal ini, dalam prakteknya sulit sekali untuk hidup dalam kesetiaan:  setia ibadah, setia berdoa, setia baca Alkitab, setia melayani Tuhan, setia dalam berbuat baik dan sebagainya.  Padahal untuk mengalami penggenapan janji-janji Tuhan dibutuhkan kesetiaan dalam mengerjakan perkara-perkara rohani, bukan hanya dalam kurun waktu tertentu, tapi sampai nafas kita berhenti berhembus.  Tuhan berkata,  "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan."  (Wahyu 2:10b).

     Mengapa kita harus setia?  Karena Tuhan itu  "...setia dalam segala perkataan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya."  (Mazmur 145:13b), dan kesetiaan Tuhan itu tidak bergantung pada kesetiaan kita.  Setia adalah sifat dan karakter dari Tuhan sendiri.  Tertulis:  "...jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya."  (2 Timotius 2:13).  Untuk menjadi orang yang setia diperlukan sebuah ketaatan;  kesetiaan dan ketaatan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.  Di dalam Alkitab ada banyak contoh orang yang setia yang hidupnya diperkenan oleh Tuhan dan akhirnya beroleh peninggian, seperti Yusuf, Yosua, Kaleb, Rut, Daud dan lain-lain.  Mereka adalah orang-orang yang dipilih dan diangkat Tuhan karena kesetiaannya yang telah teruji.  Ini membuktikan bahwa tanpa kesetiaan, Tuhan tidak akan pernah mengangkat dan mempromosikan hidup seseorang.  Mereka harus terlebih dahulu lulus dalam ujian, salah satunya adalah ujian kesetiaan!  (Bersambung)

Monday, June 17, 2013

ROH KUDUS BERDUKA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Juni 2013 -

Baca:  Efesus 4:17-32

"Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah,"  Efesus 4:30

Sadar atau tidak sadar banyak orang Kristen yang kurang menghargai dan menghormati keberadaan Roh Kudus di dalam hidupnya.  Padahal Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa Roh kudus adalah Roh Kebenaran yang diberikan oleh Allah, yang akan menolong dan menyertai setiap orang percaya,  "Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu."  (Yohanes 14:26) dan "...akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang."  (Yohanes 16:13).  Jadi Roh Kudus itu bukan sekedar suatu kuasa, tapi Dia adalah satu Pribadi, yaitu Pribadi dari Allah Tritunggal.  Karena itu Ia juga layak untuk dihormati dan dihargai sama seperti kita menghormati Allah Bapa dan juga Tuhan Yesus.

     Melalui perbuatan dan tindakan yang bagaimana kita tidak menghormati dan tidak menghargai Roh Kudus?  Ketika kita tidak percaya, ragu dan bimbang terhadap janji Tuhan, saat itu kita sedang membuat Roh kudus sedih dan berduka.  Bukankah kita sering berkata,  "Sakitku mana mungkin sembuh?  Apakah Tuhan sanggup memulihkan keluargaku?  Aku sudah berdoa sekian lama tapi tidak ada pertolongan dari Tuhan dsb."  Yang dikehendakiNya ialah kita percaya akan kuasa Tuhan.  Saat kita mengutamakan perkara-perkara yang ada di dunia ini dan mengasihinya jauh melebihi kasih kita kepada Tuhan, kita telah membuat Roh Kudus juga berduka, sebab  "...persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah."  (Yakobus 4:4).  Roh Kudus memandang itu dengan kasih yang cemburu, sebab Ia tidak ingin kita menduakanNya.

     Adakah Saudara menyediakan waktu untuk Tuhan secara pribadi (berdoa dan membaca Alkitab) setiap hari?  Jika tidak, berarti kita sedang mendukakan Dia.  Begitu pula bila di dalam hati kita masih ada kepahitan, kebencian dan segala hal yang jahat, berarti kita belum menyenangkan Roh Kudus, sebaliknya, kita mendukakanNya!

Ketidaktaatan kita adalah bukti nyata bahwa kita telah mendukakan Roh Kudus!

Sunday, June 16, 2013

GOLIAT: Musuh Orang Percaya (3)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Juni 2013 -

Baca:  1 Samuel 17:40-58

"Ketika orang Filistin itu bergerak maju untuk menemui Daud, maka segeralah Daud berlari ke barisan musuh untuk menemui orang Filistin itu;"  1 Samuel 17:48

Ketika sedang tertimpa masalah berat reaksi orang beraneka ragam:  lari dari masalah, 'mati kutu', kalah sebelum bertanding, menyerah pada keadaan, frustasi, menyalahkan orang lain, mengasihani diri sendiri dan sebagainya.  Tetapi perhatikan reaksi Daud ketika berhadapan dengan si raksasa itu:  "...segeralah Daud berlari ke barisan musuh untuk menemui orang Filistin itu;"  (ayat nas).

     Daud tidak gentar sedikit pun terhadap Goliat.  Mungkin orang mengira bahwa tindakan yang dilakukan Daud ini adalah nekat dan bodoh, atau dengan istilah lain 'setor nyawa'.  Salah besar!  Tindakan Daud adalah bukti kuat bahwa ia memiliki iman yang hidup, iman yang disertai dengan perbuatan.  Ia sangat percaya bahwa  "...semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita."  (1 Yohanes 5:4).  Namun bukan hanya Goliat yang harus dihadapi Daud, omongan kakaknya (Eliab) juga begitu meremehkan dan melemahkannya, tapi ia tetap maju.  Saul sempat mengenakan baju perang kepada Daud, tapi ditanggalkannya.  Daud memilih mengandalkan Tuhan dengan hanya berbekal tongkat, batu licin dan umban.  Keberanian Daud bukan tanpa alasan!  Daud mengandalkan Tuhan.  Inilah yang disebut keberanian Ilahi.  "TUHAN yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu."  (1 Samuel 17:37).

     Saat ini ada 'Goliat-Goliat' modern yang siap menghancurkan semua impian, cita-cita dan panggilan Tuhan dalam hidup kita.  Bisa berupa masalah, sakit-penyakit, segala sifat kedagingan, orang-orang di sekitar, pikiran kita sendiri yang seringkali berkata:  "Tidak mungkin, tidak mampu, mustahil."  'Goliat' membuat kita tidak bisa maksimal, malas dan kehilangan semangat dalam melayani Tuhan, termasuk segala perbuatan daging yang membuat kita berkompromi dengan dosa harus dimatikan!  Jika tidak, kita tidak akan mengalami hidup yang berkemenangan di dalam Tuhan.  Daud tidak menunggu Goliat mendatanginya, tapi Daud yang berlari menghampiri Goliat!

Jangan biarkan Goliat leluasa menjajah hidup kita!  Pilihan hanya satu:  kalahkan Goliat atau kita yang dikalahkannya!

Saturday, June 15, 2013

GOLIAT: Musuh Orang Percaya (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Juni 2013 -

Baca:  1 Samuel 17:12-39

"Orang Filistin itu maju mendekat pada pagi hari dan pada petang hari. Demikianlah ia tampil ke depan empat puluh hari lamanya."  1 Samuel 17:16

Goliat berhasil menggertak dan mengintimidasi segenap orang Israel sehingga mereka pun takut, cemas, tawar hati.  Firman Tuhan:  "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu."  (Amsal 24:10).  Siapa pun yang selalu dihantui rasa cemas, kuatir, tawar hati pada akhirnya akan putus asa;  tanda-tandanya adalah perkataan-perkataan yang negatif:  sungut-sungut, keluh kesah, kecewa, menyalahkan Tuhan dan sebagainya.

     Seringkali kita melihat masalah yang sedang terjadi seperti 'Goliat' yang begitu besar dan seerasa mustahil untuk dikalahkan.  Diperburuk lagi dengan ucapan orang-orang sekitar yang cenderung melemahkan dan memojokkan, semakin membuat kita frustasi.  Akhirnya iman kita turut melemah tertutup oleh kedahsyatan si 'Goliat'.  Kita lupa bahwa kita memiliki Tuhan yang besar, yang kuasanya jauh lebih besar dan dahsyat dari musuh mana pun.  Sikap kita seperti 10 pengintai yang di utus Musa:  "Negeri yang telah kami lalui untuk diintai adalah suatu negeri yang memakan penduduknya, dan semua orang yang kami lihat di sana adalah orang-orang yang tinggi-tinggi perawakannya. Juga kami lihat di sana orang-orang raksasa, orang Enak yang berasal dari orang-orang raksasa, dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami."  (Bilangan 13:32-33).  Kita melihat diri ini sangatlah kecil dan tidak sebanding dengan 'Goliat' yang besar.  Raja Saul dan para tentaranya pun 'mati kutu' di depan pahlawan Filistin itu.  Mereka tak berdaya di hadapan Goliat.  Mengapa bisa terjadi?  Karena mereka mengandalkan kekuatannya sendiri dan tidak mengandalkan Tuhan.  Tertulis:  "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!"  (Yeremia 17:5).  Satu-satunya jalan untuk keluar dari ketakutan dalam diri kita adalah lari kepada Tuhan seperti yang dilakukan oleh Daud:  "Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu;"  (Mazmur 56:4).

     Adakah 'Goliat' sedang mengincar hidup Saudara saat ini?  Jangan patah arang dan merasa tidak mampu menghadapinya.  Ingat!  Ada Tuhan yang jauh lebih hebat dari si 'Goliat'.  (Bersambung)

Friday, June 14, 2013

GOLIAT: Musuh Orang Percaya (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Juni 2013 -

Baca:  1 Samuel 17:1-11

"Lalu tampillah keluar seorang pendekar dari tentara orang Filistin. Namanya Goliat, dari Gat. Tingginya enam hasta sejengkal."  1 Samuel 17:4

Perjalanan hidup kita dalam mengiring Tuhan bukanlah suatu perjalanan yang mudah, sebab kita harus menghadapi musuh yang selalu mengincar dan mencari celah untuk menghancurkan hidup kita setiap saat.  Karena itu FirmanNya selalu memperingatkan:  "Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya."  (1 Petrus 5:8).

     Sebagai orang percaya, di mana wilayah kita berada dalam kerajaan terangNya, kita akan menjadi musuh kerajaan kegelapan yang dikomandoi Iblis.  Sadar atau tidak, kita berada dalam medan peperangan, namun  "...perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara."  (Efesus 6:12).  Kesadaran adanya musuh di sekeliling bukan bermaksud menakut-nakuti tetapi membuat kita berjaga-jaga dan memperlengkapi diri dengan  "...perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis;"  (Efesus 6:11).

     Goliat dari Gat adalah musuh yang sangat menakutkan.  Seorang prajurit yang terlatih sejak masa mudanya dengan perawakan yang sangat tinggi besar:  enam hasta sejengkal (2,9 m).  Belum lagi peralatan perangnya yang canggih untuk ukuran zaman itu:  "Ketopong tembaga ada di kepalanya, dan ia memakai baju zirah yang bersisik; berat baju zirah ini lima ribu syikal tembaga (kira-kira 57 kg. Red.). Dia memakai penutup kaki dari tembaga, dan di bahunya ia memanggul lembing tembaga. Gagang tombaknya seperti pesa tukang tenun, dan mata tombaknya itu enam ratus syikal besi (kira-kira 7 kg. Red.) beratnya.  Dan seorang pembawa perisai berjalan di depannya."  (1 Samuel 17:5-7).  Menurut perhitungan manusia, Goliat, si raksasa itu, sulit untuk dikalahkan oleh siapa pun!  Melihat saja, nyali orang-orang Israel sudah ciut, ditambah lagi dengan teriakannya yang penuh arogansi, semakin menebarkan kekuatiran terhadap siapa saja!  "...maka cemaslah hati mereka dan sangat ketakutan."  (1 Samuel 17:11).  Psy war (perang urat syaraf) adalah strategi awal yang dilakukan Iblis untuk menghancurkan kehidupan orang percaya, sehingga kita pun kalah sebelum bertanding!  (Bersambung)

Thursday, June 13, 2013

MANASYE: Beroleh Kesempatan dari Tuhan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Juni 2013 -

Baca:  2 Tawarikh 33:1-20

"Dalam keadaan yang terdesak ini, ia berusaha melunakkan hati TUHAN, Allahnya; ia sangat merendahkan diri di hadapan Allah nenek moyangnya, dan berdoa kepada-Nya. Maka TUHAN mengabulkan doanya, dan mendengarkan permohonannya."  2 Tawarikh 33:12-13a

Meski telah menorehkan tinta emas dalam perjalanan karirnya, namun dalam kehidupan pribadinya Hizkia bisa dikatakan gagal sebagai ayah karena tidak meninggalkan warisan rohani kepada anaknya.  Ada tertulis:  "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu."  (Amsal 22:6), maka  "...ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu."  (Amsal 29:17).

     Kealpaan Hizkia mendidik anaknya berakibat fatal:  Manasye menjadi orang yang jahat.  Kejahatannya sebanding dengan orang-orang Kanaan, bahkan jauh lebih jahat dari mereka.  Kejahatan Manasye makin menyesatkan umat Israel dan membawanya semakin jauh pula dari Tuhan.  "Oleh sebab itu TUHAN mendatangkan kepada mereka panglima-panglima tentara raja Asyur yang menangkap Manasye dengan kaitan, membelenggunya dengan rantai tembaga dan membawanya ke Babel."  (2 Tawarikh 33:11).  Ketika dalam kesulitan besar inilah Manasye baru menyadari kesalahan dan pelanggarannya.  Memang, penyesalan selalu datang terlambat!  Lalu manasye berusaha melunakkan hati Tuhan dengan merendahkan diri dan berdoa.  FirmanNya mengatakan,  "Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku."  (Mazmur 50:15).  Tuhan pun menyatakan kasih dan kemurahanNya.  "... TUHAN mengabulkan doanya, dan mendengarkan permohonannya."  (2 Tawarikh 33:13). 

     Manasye adalah gambaran orang yang sangat jahat namun beroleh kesempatan dari Tuhan untuk bertobat, di mana kesempatan itu pun tidak disia-siakannya;  ia menjauhkan allah-allah asing, menegakkan kembali mezbah bagi Tuhan, mempersembahkan korban syukur kepada Tuhan serta menyerukan pertobatan kepada seluruh rakyatnya.  Manasye sungguh-sungguh mau berbalik kepada Tuhan.

Bertobat dan merendahkan diri di hadapan Tuhan adalah kunci beroleh pengampunan dan pemulihan dari Tuhan!

Wednesday, June 12, 2013

MANASYE: Jahat di Mata Tuhan!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Juni 2013 -

Baca:  2 Raja-Raja 21:1-18

"Ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, sesuai dengan perbuatan keji bangsa-bangsa yang telah dihalau TUHAN dari depan orang Israel."  2 Raja-Raja 21:2

Manasye adalah raja Yehuda.  Ia naik takhta ketika masih sangat belia,  "...berumur dua belas tahun pada waktu ia menjadi raja dan lima puluh lima tahun lamanya ia memerintah di Yerusalem."  (ayat 1).  Namanya pun tercatat sebagai raja yang memerintah paling lama dalam sejarah di kerajaan Yehuda.

     Manasye menjabat raja menggantikan ayahnya, Hizkia.  Raja Hizkia memiliki reputasi yang sangat baik dan namanya akan selalu dikenang oleh generasi-generasi berikutnya karena  "Ia melakukan apa yang benar di mata TUHAN, tepat seperti yang dilakukan Daud, bapa leluhurnya. Ia percaya kepada TUHAN, Allah Israel, dan di antara semua raja-raja Yehuda, baik yang sesudah dia maupun yang sebelumnya, tidak ada lagi yang sama seperti dia. Ia berpaut kepada TUHAN, tidak menyimpang dari pada mengikuti Dia dan ia berpegang pada perintah-perintah TUHAN yang telah diperintahkan-Nya kepada Musa."  (2 Raja-Raja 18:3, 5, 6).  Tapi sangat disayangkan, Manasye selaku suksesor (penerus tongkat estafet kepemimpinan) tidak dapat menjaga nama baik ayahnya, bahkan reputasi baik Hizkia tercoreng oleh perilaku buruk Manasye.

     Perbuatan Manasye sangat bertolak belakang dengan apa yang telah dilakukan ayahnya.  Segala hal yang telah dimusnahkan oleh Hizkia, yang merupakan kekejian bagi Tuhan, justru dibangun dan dipulihkan kembali oleh Manasye.  Inilah yang dilakukannya:  membangun kembali bukit-bukit pengorbanan, membangun mezbah untuk Baal, membuat patung Asyera dan sujud menyembahnya,  "Bahkan, ia mempersembahkan anaknya sebagai korban dalam api, melakukan ramal dan telaah, dan menghubungi para pemanggil arwah dan para pemanggil roh peramal. Ia melakukan banyak yang jahat di mata TUHAN, sehingga ia menimbulkan sakit hati-Nya."  (2 Raja-Raja 21:6).  Sebagai anak seharusnya ia meneladani karakter ayahnya, karena ayahnya adalah orang yang takut akan Tuhan dan menjadi berkat bagi bangsanya, sementara Manasye malah menjadi batu sandungan dan membawa bangsanya kepada penyembahan berhala, dan  "...melakukan yang jahat lebih dari pada bangsa-bangsa yang telah dipunahkan TUHAN dari hadapan orang Israel."  (2 Raja-Raja 21:9).  (Bersambung)

Tuesday, June 11, 2013

DALAM PIMPINAN ROH KUDUS (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Juni 2013 -

Baca:  Galatia 5:16-26

"Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh,"  Galatia 5:25

Jika kita menyadari bahwa kekuatan manusia itu sangat terbatas dan segala perkara yang ada di dunia ini tak sanggup menolong, masihkah kita membangga-banggakan diri sendiri dengan segala yang kita miliki, dan tidak mau tunduk kepada Tuhan?  Alkitab dengan tegas mengingatkan,  "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!"  (Yeremia 17:5).  Kita tak akan mampu mengarungi hidup ini tanpa tuntunan Roh Kudus.  Kita sangat memerlukanNya!  Apa yang dialami Saul (ditinggalkan Roh Tuhan) menjadi pelajaran berharga bagi kita.  Marilah kita meneladani Daud yang begitu merindukan kehadiran Roh Tuhan dalam hidupnya.

     Apa yang dikerjakan Roh Kudus dalam kehidupan orang percaya?  "Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut."  (Roma 8:2).  Roh Kudus membebaskan kita dari segala bentuk ikatan dosa yang membelenggu.  Dengan kekuatan dan kemampuan sendiri mustahil kita bisa hidup dalam kebenaran secara konsisten.  yang terjadi, kita selalu jatuh bangun dalam dosa:  berbuat dosa, menyesali diri, minta ampun kepada Tuhan dan kembali melakukan dosa yang sama.  Hal itu terus terjadi secara berulang-ulang seperti sebuah siklus.  Namun dengan pertolongan Roh kudus kita beroleh kuasa mengalahkan kedagingan dan hidup dalam kebenaran, sebab  "...Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran;"  (Yohanes 16:13) dan "...yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu."  (Yohanes 14:26).  Maka dari itu "...hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging."  (Galatia 5:16).

     Jadi selain menuntun kita dalam kebenaran, Roh Kudus juga akan selalu mengingatkan dan menegur kita apabila langkah kaki kita mulai berbelok/melenceng dari kebenaran, sehingga hidup kita makin diperbaharui dari hari ke sehari, makin diubahkan dan makin mencerminkan karakter Kristus, dan secara otomatis buah-buah Roh akan tampak nyata dalam kehidupan kita.

Miliki kerinduan untuk selalu dipimpin dan diperbaharui Roh Kudus seperti Daud yang berkata,  "...perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!"  Mazmur 51:12

Monday, June 10, 2013

DALAM PIMPINAN ROH KUDUS (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juni 2013 -

Baca:  Mazmur 51:1-21

"Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku!"  Mazmur 51:13

Sebagai orang percaya kehidupan kita harus berbeda dari kehidupan orang-orang di luar Tuhan karena di dalam diri kita ada Roh kudus, seperti tertulis:  "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?"  (1 Korintus 3:16) dan  "...Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia."  (1 Yohanes 4:4).  Kuasa itulah yang senantiasa menyertai perjalanan hidup kita, bahkan penyertaanNya atas kita sampai kepada akhir zaman.  Tanpa Roh Kudus kita tidak akan sanggup melewati tantangan hidup ini karena musuh selalu ada di sekeliling kita.  "Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya."  (1 Petrus 5:8).

     Kekuatan kita sebagai manusia sangat terbatas.  Karena itu firmannya menasihati,  "Jangan berharap pada manusia, sebab ia tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?"  (Yesaya 2:22), sementara uang, kekayaan, jabatan, tentara atau popularitas juga sama sekali tidak bisa menjadi sandaran dan penolong bagi kita.  Inilah yang disadari Daud meski dia adalah seorang raja, berlimpah harta kekayaan, pemegang kekuasaan tertinggi dan juga ditopang oleh pasukan tentara yang kuat, tapi kesemuanya itu tak ada yang sanggup menolong hidupnya.  Daud pun mengakui,  "Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi."  (Mazmur 121:2),  "Sesungguhnya, Allah adalah penolongku; Tuhanlah yang menopang aku."  (Mazmur 54:6).  Tanpa campur tangan Tuhan ia benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak punya arti apa-apa.  Itulah sebabnya Daud sangat membutuhkan penyertaan Tuhan melalui kuasa Roh kudus dalam hidupnya.  Ia pun memohon kepada Tuhan,  "...janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku!"  (ayat nas).

     Tidak bisa dibayangkan jika kuasa Tuhan (RohNya) meninggalkan kita dan tidak lagi menyertai kita!  Ini yang terjadi dalam diri Saul.  "TUHAN telah mengoyakkan dari padamu jabatan raja atas Israel pada hari ini dan telah memberikannya kepada orang lain yang lebih baik dari padamu."  (1 Samuel 15:28).  Tanpa kuasa Tuhan menyertai, Saul harus menuai kegagalan dan kehancuran dalam hidupnya!  (Bersambung)

Sunday, June 9, 2013

PEMULIHAN CITRA DIRI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Juni 2013 -

Baca:  Kejadian 3:1-24

"Lalu TUHAN Allah mengusir dia dari taman Eden supaya ia mengusahakan tanah dari mana ia diambil."  Kejadian 3:23

Citra diri manusia telah menjadi rusak akibat pelanggaran yang dilakukan Adam dan Hawa.  Mereka terpedaya tipu muslihat Iblis sehingga memakan buah yang dilarang Allah untuk dimakan.  "Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya."  (ayat 6).

     Ketidaktaatannya kepada firman Allah membuat manusia jatuh dalam dosa.  Sebagai akibatnya, manusia (Adam dan Hawa) bukan hanya telah kehilangan persekutuan yang karib dengan Allah, tapi juga harus hidup dalam kondisi-kondisi akibat dosa yang telah diperbuatnya:  mengalami sakit waktu bersalin, bersusah payah dalam mencari rejeki (ayat 16-19).  Ada pun manusia yang citra dirinya telah rusak ini disebut sebagai manusia berdosa yang hidup tanpa persekutuan dengan Allah, padahal tujuan Allah menciptakan manusia adalah supaya manusia dapat bersekutu denganNya dan untuk menyatakan kemuliaanNya.  Tapi sayang, dosa telah menjadi penghalang persekutuan tersebut.  Namun karena begitu besar kasih Allah kepada manusia, Ia merencanakan pemulihan bagi manusia;  dan rencana itu digenapiNya melalui Yesus Kristus.  "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal."  (Yohanes 3:16).  (baca  Yohanes 3:16).

     Melalui Yesus Kristus dosa kita ditebus.  Dialah yang membuka jalan baru yang merobohkan tembok pemisah, yaitu perseteruan dengan Allah karena dosa dan menyediakan pendamaian melalui penderitaan dan kematianNya di atas kayu salib.  Yesus Kristus menjadi terkutuk supaya manusia percaya kepadaNya bebas dari kutuk.  Kita telah bersekutu kembali dengan Allah;  jurang pemisah itu telah ditutup dan diratakan oleh Yesus Kristus  (baca  Kolose 1:20).

"Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita."  Roma 6:23

Saturday, June 8, 2013

DAUD: Pilihan Tuhan (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Juni 2013 -

Baca:  Mazmur 78:65-72

"dipilih-Nya Daud, hamba-Nya, diambil-Nya dia dari antara kandang-kandang kambing domba;"  Mazmur 78:70

Kemampuan Daud memainkan kecapi membawanya ke dalam istana sebagai pelayan Saul.  Bukan sekedar mampu, tapi di dalam dirinya ada urapan Tuhan sehingga setiap kali kecapi itu dimainkan Roh Tuhan melawat.  "Dan setiap kali apabila roh yang dari pada Allah itu hinggap pada Saul, maka Daud mengambil kecapi dan memainkannya; Saul merasa lega dan nyaman, dan roh yang jahat itu undur dari padanya."  (1 Samuel 16:23).  Tuhanlah yang menjadikan suara kecapi Daud berkuasa atas roh-roh jahat.

     Untuk menjadi pribadi yang dipilih Tuhan Daud terlebih dahulu harus melewati proses pembentukan bertahun-tahun.  Ia belajar setia, taat dan rendah hati melalui tugas yang dipercayakan kepadanya:  penggembala domba dan pelayan Saul.  "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar."  (Lukas 16:10).  Keberanian Daud juga terbentuk saat berada di padang,  "Tuhan yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu."  (1 Samuel 17:37).

     Pengalaman inilah yang membuatnya punya keberanian menghadapi Goliat.  Ia berani bukan karena merasa kuat tapi karena ada keberanian Ilahi di dalamnya, di mana ia percaya bahwa ada Tuhan yang akan menyertainya.  Bila manusia memilih seseorang seringkali berdasar atas apa yang terlihat dari luar:  penampilan, gagah, tampan, cantik.  Padahal penampilan luar itu seringkali menipu dan mengecoh kita, oleh karena itu kita diingatkan:  "Don't judge the book from the cover!"  Daud dipilih Tuhan bukan karena ia memiliki perawakan yang ideal bak peragawan, tapi karena Tuhan melihat hatinya.  FirmanNya kepada Samuel,  "Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati."  (1 Samuel 16:7).  Setia, taat dan rendah hati ada dalam diri Daud, maka Tuhan memilih dan mengurapinya.

"...sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh Tuhan atas Daud."  1 Samuel 16:13b

Friday, June 7, 2013

DAUD: Pilihan Tuhan (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Juni 2013 -

Baca:  1 Samuel 16:1-13

"Aku mengutus engkau kepada Isai, orang Betlehem itu, sebab di antara anak-anaknya telah Kupilih seorang raja bagi-Ku."  1 Samuel 16:1b

Siapa Daud?  Ia adalah anak bungsu dari Isai.  Nama 'Daud' memiliki arti beloved (yang dikasihi).  Daud adalah orang yang sangat sederhana.  Masa mudanya dihabiskan di padang pengembaraan bersama domba-domba.  Banyak orang menganggap remeh (sepele) pekerjaan menggembalakan domba, tapi Daud melakukan tugas itu dengan penuh tanggung jawab.  Tidak semua orang mau mengerjakan tugas menggembalakan domba karena dipandang sebagai pekerjaan yang rendah, karena itu dibutuhkan kerendahan hati untuk mengerjakan pekerjaan itu.  Simak pernyataan Eliab (kakaknya) saat Daud datang ke medan pertempuran:  "Mengapa engkau datang? Dan pada siapakah kautinggalkan kambing domba yang dua tiga ekor itu di padang gurun?"  (1 Samuel 17:28).

     Meski hanya sedikit kambing domba yang digembalakan, Daud melakukan tugas itu dengan setia.  Sepertinya sepele, namun tugas menggembalakan domba itu tidaklah mudah.  Sebagai penggembala domba ia harus dengan sabar dalam membimbing dan menuntun domba-dombanya ke padang rumput yang hijau.  Selain itu ia harus bertanggung jawab penuh terhadap keselamatan domba-dombanya jika sewaktu-waktu mendapat serangan dari binatang buas.  Inilah yang dilakukan Daud:  "Apabila datang singa atau beruang, yang menerkam seekor domba dari kawanannya, maka aku mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya. Kemudian apabila ia berdiri menyerang aku, maka aku menangkap janggutnya lalu menghajarnya dan membunuhnya. Baik singa maupun beruang telah dihajar oleh hambamu ini."  (1 Samuel 17:34-36).  Dibutuhkan kewaspadaan dan keberanian untuk menghadapi bahaya itu.  Luar biasa!  Dari sinilah karakter Daud makin terbentuk dari hari ke sehari!

     Selain setia mengerjakan tugas sebagai penggembala domba Daud juga bertalenta di bidang musik, di mana ia sangat piawai memainkan kecapi.  kemampuannya dalam memainkan kecapi terasah di sela-sela menggembalakan domba-dombanya di padang.  Sembari menjaga domba-dombanya Daud memainkan kecapinya dan memuji-muji Tuhan sehingga terciptalah mazmur pujian bagi Tuhan.  Tiada hari terlewati oleh Daud tanpa ia mempersembahkan puji-pujian bagi Tuhan!  (Bersambung)

Thursday, June 6, 2013

ORANG BIJAK MENDENGARKAN NASIHAT (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Juni 2013 -

Baca:  Keluaran 18:13-27

"Musa mendengarkan perkataan mertuanya itu dan dilakukannyalah segala yang dikatakannya."  Keluaran 18:24

Kata mutiara mengatakan:  "Pemimpin terbaik adalah pendengar."  Biasanya seorang pemimpin atau pemegang otoritas memiliki kecenderungan tidak mau mendengarkan orang lain karena ego dan gengsinya tinggi.

     Musa pun punya alasan untuk itu, tapi ayat nas menyatakan bahwa ia mendengarkan nasihat Yitro dan melakukannya.  Memang, nasihat Yitro itu juga demi kebaikan Musa sendiri.  Dengan mendelegasikan tugas-tugasnya kepada orang lain, beban Musa akan lebih ringan.  Selain itu juga membuka kesempatan bagi orang lain untuk mengembangkan potensinya.  Dengan adanya orang-orang yang turut membantu, masalah yang dihadapi oleh bangsa Israel akan cepat tertangani;  ada efisiensi waktu, sehingga  "... seluruh bangsa ini akan pulang dengan puas senang ke tempatnya."  (Keluaran 18:23).  Nasihat Yitro kepada Musa,  "...kaucarilah dari seluruh bangsa itu orang-orang yang cakap dan takut akan Allah, orang-orang yang dapat dipercaya, dan yang benci kepada pengejaran suap; tempatkanlah mereka di antara bangsa itu menjadi pemimpin seribu orang, pemimpin seratus orang, pemimpin lima puluh orang dan pemimpin sepuluh orang."  (Keluaran 18:21).

     Di bidang pekerjaan apa pun:  di kantor, perusahaan, gereja atau pelayanan, pembagian atau pendelegasian tugas sangatlah penting, sehingga seorang pemimpin tidak harus menangani semua pekerjaan sendiri.  Tetapi ia harus memilih orang-orang yang mumpuni, yang dapat menjalankan perannya dengan baik.  Pendelegasian tugas berkaitan erat dengan sebuah kepercayaan dan integritas.  Tidak mungkin kita mempercayakan suatu tugas penting kepada sembarangan orang.  Musa harus memilih orang-orang yang memang sudah teruji kualitas hidupnya.  Mereka yang dipilih adalah orang-orang yang cakap, takut akan Tuhan, bisa dipercaya dan benci kepada suap.  Di zaman sekarang ini mungkin banyak sekali orang yang cakap di bidangnya masing-masing, tapi sulit sekali untuk menemukan orang-orang yang bisa dipercaya, takut akan Tuhan dan benci kepada suap.

Musa berhasil menjalankan tugas kepemimpinannya karena didukung orang-orang yang berkualitas!

Wednesday, June 5, 2013

ORANG BIJAK MENDENGARKAN NASIHAT (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Juni 2013 -

Baca:  Amsal 12:1-28

"Jalan orang bodoh lurus dalam anggapannya sendiri, tetapi siapa mendengarkan nasihat, ia bijak."  Amsal 12:15

Sebagai manusia kita memiliki kecenderungan mementingkan dan membenarkan diri sendiri atau menganggap diri paling benar sehingga kita sulit sekali menjadi pendengar yang baik bagi orang lain.  Mendengarkan orang lain berarti punya rasa penghargaan terhadap orang lain dan tanda bahwa kita mampu memahami mereka;  mau mendengarkan orang lain berarti pula rela menerima teguran, masukan, kritik, saran ataupun nasihat dari orang lain.  Jadi kita harus menyikapi secara positif semua itu yang ditujukan kepada kita.  "...mereka yang mendengarkan nasihat mempunyai hikmat.  (Amsal 13:10).

     Sebagai pemimpin bangsa Israel Musa memiliki tugas dan tanggung jawab yang sangat berat, jauh melebihi kemampuannya.  "Sebab bangsa ini datang kepadaku untuk menanyakan petunjuk Allah. Apabila ada perkara di antara mereka, maka mereka datang kepadaku dan aku mengadili antara yang seorang dan yang lain; lagipula aku memberitahukan kepada mereka ketetapan-ketetapan dan keputusan-keputusan Allah."  (Keluaran 18:15-16).  Musa memikul tugas berkenaan dengan wewenang membuat undang-undang serta mengadili perkara yang terjadi di antara orang Israel.  Mustahil bagi Musa untuk mengerjakan tugas itu seorang diri, karena itu dia sangat membutuh rekan kerja untuk membantunya.

     Yitro, sang mertua, yang juga adalah seorang imam dari Midian, selalu memperhatikan dan mengamati kesibukan Musa sehari-hari dalam  "...mengadili di antara bangsa itu; dan bangsa itu berdiri di depan Musa, dari pagi sampai petang."  (Keluaran 18:13).  Mulai dari pagi sampai petang Musa harus menjalankan tugasnya dan itu sangat menguras energi dan membuat stress.  Karena itu ia menasihati Musa,  "Tidak baik seperti yang kaulakukan itu. Engkau akan menjadi sangat lelah, baik engkau baik bangsa yang beserta engkau ini; sebab pekerjaan ini terlalu berat bagimu, takkan sanggup engkau melakukannya seorang diri saja."  (Keluaran 18:17-18).  Yitro pun mengajukan usul kepada Musa untuk melakukan pendelegasian tugas kepada orang-orang yang dinilainya tepat dan qualified sehingga Musa tidak harus 'turun gunung' langsung.  Dibutuhkan kerendahan hati untuk menerima nasihat dan saran dari orang lain!  (Bersambung)

Tuesday, June 4, 2013

DI BALIK KEBERHASILAN MUSA (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Juni 2013 -

Baca:  Amsal 19:1-29

"...isteri yang berakal budi adalah karunia TUHAN."  Amsal 19:14

Musa luput dari hukuman Tuhan karena tindakan penyelamatan yang dilakukan isterinya.  Ia sangat beruntung memiliki isteri yang cakap (Amsal 12:4) dan juga berakal budi (ayat nas), yang mampu menjalankan perannya dengan baik.  Ketika menghadapi pergumulan berat Musa tidak berjuang seorang diri, ada isteri yang selalu siap menolong.  Ketika sang suami melakukan kesalahan fatal, Zipora mampu menguasai diri dengan baik sehingga tidak terpancing emosi, mengomel atau pun menyudutkan suami.  Ia menunjukkan kualitasnya sebagai isteri yang baik.  Sebagai isteri, Zipora mampu menjalankan perannya sebagai partner hidup yang luar biasa.  Tak bisa dipungkiri,  "Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka. Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya!"  (Pengkotbah 4:9-10).  Tanpa dukungan isteri yang takut akan Tuhan, karir Musa pasti hancur.

     Sebagai isteri, sudahkan kita menjalankan peran kita dengan baik, sehingga keberadaan kita benar-benar menjadi penolong bagi suami?  Kehadiran seorang isteri sangat dibutuhkan oleh suami di segala keadaan, terlebih lagi ketika suami sedang dalam masalah berat, terpuruk, sakit, pailit.  Isteri harus selalu setia mendampingi suami.  Jangan malah sebaliknya, ketika suami sedang tak berdaya dan berada di ambang kehancuran, si isteri pergi meninggalkannya dan mencari laki-laki lain.  Bukankah kasus seperti ini marak terjadi?  Saat suami berada di 'puncak', isteri begitu cinta terhadap suami, tapi ketika suami 'jatuh', isteri berubah sikap dan menyia-nyiakannya.  Alkitab mengingatkan,  "Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji."  (Amsal 31:30).

     Peranan Zipora bukan hanya berpengaruh besar bagi kehidupan Musa secara pribadi, tapi juga sangat berdampak bagi generasi-generasi berikutnya.  Keturunan Musa dan Zipora menjadi anak-anak yang takut akan Tuhan dan juga terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan, karena mereka termasuk dalam golongan suku Lewi.

Zipora bukan saja penolong bagi Musa, tapi juga ibu yang menjadi teladan bagi anak-anaknya!

 Catatan: 
"Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan. Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia. Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan. Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya."  Kolose 3:18-21

Monday, June 3, 2013

DI BALIK KEBERHASILAN MUSA (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Juni 2013 -

Baca:  Keluaran 2:16-22

"Musa bersedia tinggal di rumah itu, lalu diberikan Rehuellah Zipora, anaknya, kepada Musa."  Keluaran 2:21

Ada ungkapan mengatakan:  di balik keberhasilan seorang pria pasti ada wanita hebat di belakangnya.  Wanita, bisa seorang ibu atau isteri, adalah tokoh-tokoh sederhana di balik keberhasilan pria (suami).  Tak bisa dipungkiri, keberadaannya membawa pengaruh luar biasa dalam perjalanan hidup seorang pria:  motivator, menguatkan di kala pria sedang dalam masalah;  namun tidak sedikit pula justru kehadirannya hanya melemahkan, merongrong dan menghancurkan.  Sungguh, di balik sosoknya yang lemah lembut wanita menyimpan kekuatan yang sangat dahsyat.  Inilah hal yang seringkali tidak disadari dan dilupakan oleh para suami.  Mereka begitu gampang meremehkan peranan si isteri dalam kehidupan sehari-hari.  Mereka beranggapan bahwa semua keberhasilan yang diraihnya adalah sepenuhnya hasil usaha dan kerja keras sendiri, padahal di balik itu ada isteri yang senantiasa men-support dari belakang.

     Musa dipilih Tuhan untuk memimpin umat Israel.  Keberhasilannya dalam mengemban tugas dari Tuhan itu juga tidak terlepas dari peran serta isteri yang dengan setia mendukung dan mendampinginya serta saat.  Adalah Zipora, anak perempuan Rehuel (yang disebut pula Yitro), seorang imam dari Midian.  Arti nama 'Zipora' adalah si burung kecil.  Begitu pentingkah peranan Zipora dalam perjalanan karir Musa?  Sangat penting.  Sebagai isteri ia telah melahirkan Gersom dan juga Eliezer bagi Musa.

     Suatu ketika Musa sedang menghadapi ujian yang sangat berat.  "...di suatu tempat bermalam, TUHAN bertemu dengan Musa dan berikhtiar untuk membunuhnya."  (Keluaran 4:24).  Tuhan sangat marah kepada Musa karena ia lupa menyunat anaknya, padahal dalam Perjanjian Lama sunat adalah tanda perjanjian Tuhan dengan umatNya.  Ketika nasib suami berada di ujung tanduk, di sinilah peran isteri sangat berarti;  jika tidak, Musa pasti akan mati.  "...Zipora mengambil pisau batu, dipotongnya kulit khatan anaknya, kemudian disentuhnya dengan kulit itu kaki Musa sambil berkata: 'Sesungguhnya engkau pengantin darah bagiku.'  Lalu Tuhan membiarkan Musa. 'Pengantin darah,' kata Zipora waktu itu, karena mengingat sunat itu."  (Keluaran 4:25-26).  Zipora benar-benar menjadi seorang penolong bagi suaminya!  (Bersambung)

Sunday, June 2, 2013

HEBRON: Upah Kesetiaan Kaleb (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Juni 2013 -

Baca:  Yosua 14:6-15

"Lalu Yosua memberkati Kaleb bin Yefune, dan diberikannyalah Hebron kepadanya menjadi milik pusakanya."  Yosua 14:13

Meski dibutuhkan waktu yang tidak singkat dalam menunggu penggenapan janji Tuhan, Kaleb tetap mengikut Tuhan dengan sepenuh hati.  Ia sangat percaya bahwa  "...orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya."  (Habakuk 2:4).  Tuhan yang memanggil mereka keluar dari Mesir akan membawa mereka ke negeri yang dijanjikanNya itu, dan sudah menyerahkan negeri itu kepada bangsa Israel sesuai janjiNya kepada Abraham, Ishak dan Yakub.

     Kesetiaan Kaleb mengikut Tuhan pun tidak sia-sia,  "...diberikannyalah Hebron kepadanya menjadi milik pusakanya." (ayat nas) sesuai dengan yang dijanjikan Tuhan bahwa  "...tanah yang diinjak oleh kakimu itu akan menjadi milik pusakamu dan anak-anakmu sampai selama-lamanya,"  (Yosua 14:9).  Ketika diutus untuk mengintai Kanaan Kaleb berumur 40 tahun dan ia mendapatkan Hebron saat usianya sudah mencapai 85 tahun.  Jadi dibutuhkan penantian selama 45 tahun!  Ketika menanti-nantikan janji Tuhan itu apakah ia bersungut-sungut, mengeluh, kecewa, patah arang dan memberontak kepada Tuhan?  Tidak sama sekali!  Ia tetap  "...mengikuti TUHAN, Allah Israel, dengan sepenuh hati."  (Yosua 14:14).  Diberikannya Hebron kepada Kaleb adalah bukti bahwa Tuhan tidak pernah mengingkari apa pun yang dijanjikanNya dan Dia membuat segala sesuatu itu indah pada waktunya (baca Pengkotbah 3:11).

     Perihal janji Tuhan ini Daud menyatakan,  "Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah."  (Mazmur 12:7), karena itu  "Dalam hatiku aku menyimpan janji-Mu, supaya aku jangan berdosa terhadap Engkau."  (Mazmur 119:11).  Tuhan yang berjanji kepada Kaleb adalah Tuhan yang sama, yang kuasa penyertaanNya tidak berubah dari dahulu, sekarang dan sampai selama-lamanya.  Meskipun ia tidak hadir secara fisik, Ia menyertai kita melalui Roh kudus yang tinggal di dalam diri orang percaya.  Milikilah iman yang teguh seperti Kaleb, yang membuatnya mampu bertahan di segala situasi dan keadaan.

Lakukan dengan setia bagian kita, jangan pernah berubah!  Tuhan akan mengerjakan bagianNya:  menggenapi janjiNya atas kita tepat pada waktunya!

Saturday, June 1, 2013

HEBRON: Upah Kesetiaan Kaleb (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Juni 2013 -

Baca:  Ulangan 1:34-40

"kecuali Kaleb bin Yefune. Dialah yang akan melihat negeri itu dan kepadanya dan kepada anak-anaknya akan Kuberikan negeri yang diinjaknya itu, karena dengan sepenuh hati ia mengikuti TUHAN."  Ulangan 1:36

Sampai hari ini masih ada orang yang berpikir bahwa mengikut Tuhan dengan setia tidak ada untungnya sama sekali.  Mereka berkata tidak usah rajin-rajin amat ke gereja, tidak usah terlalu suci, yang biasa-biasa aja;  tidak ada untungnya.  Mereka menyodorkan bahwa hidup mereka tidak ada peningkatan, tetap saja.  Sementara orang-orang di luar sana hidupnya baik-baik saja dan happy.  Benarkah?

     Kepada jemaat di Korintus Rasul Paulus mengingatkan,  "...saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia."  (1 Korintus 15:58).  Jadi  "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan,"  (Amsal 14:23).

     Kaleb, yang begitu setia mengiring Tuhan, adalah salah satu dari dua belas orang pengintai yang diutus Musa untuk memata-matai negeri Kanaan selama empat puluh hari lamanya.  "Aku berumur empat puluh tahun, ketika aku disuruh Musa, hamba TUHAN itu, dari Kadesh-Barnea untuk mengintai negeri ini; dan aku pulang membawa kabar kepadanya yang sejujur-jujurnya. Sedang saudara-saudaraku, yang bersama-sama pergi ke sana dengan aku, membuat tawar hati bangsa itu, aku tetap mengikuti TUHAN, Allahku, dengan sepenuh hati."  (Yosua 14:7-8).  Ketika sepuluh pengintai dikuasai oleh rasa pesimis serta putus asa, Kaleb dan Yosua justru menunjukkan sikap hati yang berbeda.  Keduanya memiliki iman yang teguh sehingga tidak terpengaruh oleh keadaan yang ada.  Dalam Ibrani 11:1 dikatakan bahwa  "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat."  Kaleb dan Yosua sangat percaya bahwa negeri yang diintainya itu dapat ditaklukkan dan akan diberikan kepada bangsa Israel.  Hal ini membuat mereka dicemooh dan dimusuhi oleh banyak orang.  Namun inilah harga yang harus dibayar!  Tertulis:  "...segenap umat itu mengancam hendak melontari kedua orang itu dengan batu. Tetapi tampaklah kemuliaan TUHAN di Kemah Pertemuan kepada semua orang Israel."  (Bilangan 14:10).  Tuhan tidak tinggal diam, Ia menunjukkan kuasaNya dengan melindungi Kaleb dan Yosua.  (Bersambung)

Friday, May 31, 2013

MEMBUKA TANAH BARU (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Mei 2013 -

Baca:  Hosea 10:9-15

"Menaburlah bagimu sesuai dengan keadilan, menuailah menurut kasih setia! Bukalah bagimu tanah baru, sebab sudah waktunya untuk mencari TUHAN, sampai Ia datang dan menghujani kamu dengan keadilan."  Hosea 10:12

Masih banyak orang Kristen yang mudah sekali tersinggung dan marah ketika mendengar firman Tuhan yang keras.  Lalu kita pun mogok tidak mau pergi ke gereja, atau tetap beribadah tapi kita pindah ke gereja lain.  Inilah gambaran dari hati yang keras!  Kita tidak mau menerima teguran!  Hati yang demikian harus dibongkar dan diolah kembali, kalau tidak, meski ditaburi benih firman apa pun juga tetap saja hasilnya akan nihil, sebab firman yang mereka dengar berlalu begitu saja dan tidak tertanam di dalam hati.

     Yakobus memperingatkan,  "...hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri."  (Yakobus 1:22).  Karena itu milikilah hati yang mau dibentuk dan jangan terus-terusan mengeluh, bersungut-sungut dan memberontak ketika mata bajak Tuhan turun untuk mengolah hidup kita.  Tertulis:  "Setiap harikah orang membajak, mencangkul dan menyisir tanahnya untuk menabur? Bukankah setelah meratakan tanahnya, ia menyerakkan jintan hitam dan menebarkan jintan putih, menaruh gandum jawawut dan jelai kehitam-hitaman dan sekoi di pinggirnya?"  (Yesaya 28:24-25).

     Jadi proses pembentukan dari Tuhan itu ada waktunya;  selama kita mau tunduk, proses itu akan segera selesai.  Bangsa Israel harus berputar-putar selama 40 tahun di padang gurun dan mengalami pembentukan keras dari Tuhan karena mereka tegar tengkuk dan selalu memberontak kepada Tuhan.  Bila kita punya penyerahan diri penuh kepada Tuhan, aliran-aliran airNya (Roh Kudus) akan dicurahkan atas kita sehingga tanah hati kita menjadi lunak (gembur) dan siap untuk ditaburi benih firmanNya.  Alkitab menyatakan bahwa benih "Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan."  (Lukas 8:15) dan "...setelah tumbuh berbuah seratus kali lipat."  (Lukas 8:8).

Hanya tanah hati yang baik yang akan menghasilkan tuaian berlipatkali ganda dan membawa kemuliaan bagi nama Tuhan!

Thursday, May 30, 2013

MEMBUKA TANAH BARU (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Mei 2013 -

Baca:  Yeremia 4:1-4

"Bukalah bagimu tanah baru, dan janganlah menabur di tempat duri tumbuh."  Yeremia 4:3

Apa yang dimaksud dengan membuka tanah baru?  Menurut kita membuka tanah baru berarti membuka hutan, menebangi semua pohon yang ada serta mendongkel pangkal batang sampai akar-akarnya;  setelah bersih tanah itu kita tanami dengan benih yang baru.  Tapi perhatikan kebiasaan orang Israel bercocok tanam:  mereka hanya diperbolehkan menggarap tanah pertaniannya selama enam tahun, dan pada tahun ketujuh tanah itu harus diistirahatkan.  "Enam tahun lamanya engkau harus menaburi ladangmu, dan enam tahun lamanya engkau harus merantingi kebun anggurmu dan mengumpulkan hasil tanah itu, tetapi pada tahun yang ketujuh haruslah ada bagi tanah itu suatu sabat, masa perhentian penuh, suatu sabat bagi TUHAN. Ladangmu janganlah kautaburi dan kebun anggurmu janganlah kaurantingi."  (Imamat 25:3-4).  Jadi selama satu tahun tanah itu dibiarkan begitu saja tanpa dicangkul, dibajak atau pun diairi.  Akibatnya?  Tanah itu menjadi sangat keras dan hanya ditumbuhi oleh tanaman liar seperti ilalang dan semak duri.  Karena tanahnya sudah mengeras dan dipenuhi oleh ilalang dan semak duri, benih sebaik apa pun yang ditabur tidak akan bisa tumbuh dengan baik, pada akhirnya akan mati.

     Begitulah keadaan hati seseorang yang lama tidak tersentuh oleh 'mata bajak dan tidak mengalami aliran-aliran air hidup'.  'Tanah' hatinya sangat keras dan dipenuhi oleh berbagai 'belukar', ilalang dan semak duri'.  Sebaik apa pun benih yang ditabur tidak akan menghasilkan tuaian sebab benih itu pasti akan mati.  Keadaannya tetap kering dan gersang.  Kerohaniannya tetap saja kerdil, tetap kanak-kanak dan tidak pernah bertumbuh seperti perumpamaan seorang penabur yang menaburkan benihnya:  "Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, dan setelah tumbuh ia menjadi kering karena tidak mendapat air. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, dan semak itu tumbuh bersama-sama dan menghimpitnya sampai mati."  (Lukas 8:6-7).  Tentunya ini sangat mengecewakan!

     Bagaimana kehidupan rohani Saudara?  Jika menyadari bahwa kerohanian kita stagnan dan tidak pernah bertumbuh, itu tandanya bahwa ladang atau tanah hati kita sudah menjadi keras.  Kita perlu diproses dan dibentuk kembali, jika tidak, sampai kapan pun tidak akan menghasilkan.  (Bersambung)

Wednesday, May 29, 2013

MENYADARI STATUS KITA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Mei 2013 -

Baca:  Roma 8:1-17

"Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris,"  Roma 8:17

Sebagai seorang Kristen alias pengikut Kristus keberadaan dan status kita pun kini telah berubah yaitu sebagai anak-anak Allah.  Dikatakan,   "...kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus."  (Galatia 3:26).  Karena status kita adalah anak Allah, kehidupan kita pun (perilaku, tabiat, karakter) harus mencerminkan Dia sebab keberadaan seorang anak itu erat kaitannya dengan keberadaan bapaknya.  Karena kita adalah anak Allah maka tidak seharusnya kita hidup dalam ketakutan lagi,  "Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi,"  (ayat 15).

     Kepada Timotius rasul Paulus kembali menegaskan bahwa  "Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban."  (2 Timotius 1:7).  Punya rasa takut, kuatir, cemas dan sebagainya adalah manusiawi sekali, tapi jika perasaan itu secara terus-menerus meliputi hidup kita setiap hari membuktikan bahwa kita masih 'kanak-kanak' rohani dan memiliki iman yang dangkal, tanda ketidakpercayaan kita akan penyertaan Tuhan dalam hidup kita.  Kita harus menunjukkan kepada dunia bahwa kita ini 'berbeda', tidak sama dengan mereka yang bukan anak-anak Tuhan.  Alkitab menegaskan bahwa sebagai anak Tuhan  "...kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah,"  (Roma 8:17).  Sebagai anak-anak Tuhan kita berhak atas penyertaanNya, pemeliharaanNya, perlindunganNya dan juga berkat-berkatNya.  "...segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu."  (Lukas 15:31).  Firman Tuhan selalu mengingatkan kita untuk tidak takut sebab Ia tahu benar akan kelemahan kita.  "janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan."  (Yesaya 41:10).  Berstatus sebagai anak Tuhan selain punyak hak, kita pun juga punya kewajiban (tanggung jawab).

     Janji Tuhan pasti akan digenapi dalam hidup kita asalkan kita juga memenuhi kewajiban kita.  Seringkali kita hanya menuntut hak-hak kita kepada Tuhan, sedangkan tanggung jawab kita abaikan.  Bukankah ini tidak fair?

Jadilah anak-anak Tuhan yang taat, janji Tuhan akan digenapi dalam hidup kita!

Tuesday, May 28, 2013

KAIN YANG BELUM SUSUT (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Mei 2013 -

Baca:  Roma 6:1-14

"Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya?"  Roma 6:3

Bukankah masih banyak orang Kristen yang begitu sibuk dalam pelayanan pekerjaan Tuhan tapi kehidupan pribadinya masih kacau dan berantakan?  Kita begitu bangga berlabelkan 'pelayan Tuhan' sementara 'kedagingan' kita masih dominan:  egois, mudah tersinggung, marah, iri hati, kikir, berselisih, dendam, suka menghakimi orang lain, senang bila melihat saudara seiman 'jatuh', dan perkataan kita seringkali pedas dan menyakitkan orang lain yang mendengarnya.  Jika demikian kita bukannya 'menambal' kain yang lama, tapi malah makin merobek dan mencabik-cabiknya.  "...kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru. Sebab jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan-Nya. Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa."  (Roma 6:3-6).

     Tidak mudah bagi kita untuk 'disusutkan' hidupnya karena kita maunya dihormati, dinomorsatukan, dihargai, dipuji, dikenal banyak orang dan sebagainya.  Tuhan berkata,  "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;"  (Matius 20:26b-27).  Sebagai pengikut Kristus kita dituntut untuk meneladani kehidupan Kristus yang datang ke dunia bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani!

     Saat ini banyak orang di luar sana yang hidupnya sedang terkoyak dan tercabik-cabik.  Mereka sangat membutuhkan 'kain' untuk menambal kehidupannya.  Sudahkah kita menjadi berkat bagi mereka?  Ataukah keberadaan kita bukannya menambal, membalut dan menyembuhkan, tapi makin memperparah luka dan mengecewakan?

Berikan hidup Saudara disusutkan Tuhan terlebih dulu sehingga kita layak melayaniNya dan akhirnya hidup kita pun menjadi berkat bagi banyak orang!

Monday, May 27, 2013

KAIN YANG BELUM SUSUT (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Mei 2013 -

Baca:  Matius 9:14-17

"Tidak seorangpun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabik baju itu, lalu makin besarlah koyaknya."  Matius 9:16

Sebagai orang percaya kita dipanggil untuk menjadi berkat bagi dunia ini!  Menjadi berkat hidup kita menjadi kesaksian yang baik bagi orang-orang di sekitar, terlebih-lebih bagi orang-orang yang belum mengenal Tuhan.  Namun dalam prakteknya masih banyak orang Kristen yang belum bisa menjadi kesaksian yang baik (berkat), tapi malah menjadi 'batu sandungan' bagi orang lain.

     Kehidupan orang Kristen yang demikian tak ubahnya seperti kain yang belum susut yang ditambalkan pada baju lama, akibatnya kain penambal itu justru akan merobek baju lama tersebut sehingga makin besarlah robekannya.  Apa yang dimaksud dengan kain yang belum susut?  Ialah bahan kain yang sebelum dipotong dan dijahit harus direndam terlebih dahulu ke dalam air untuk beberapa waktu.  Tujuannya supaya susutnya berhenti.  Setelah itu barulah kain itu siap dikerjakan;  jika tidak, suatu saat akan mengalami penyusutan lagi.  Kain yang belum susut berarti kain yang belum tuntas prosesnya.  Memang kalau dilihat dari luarnya seperti kain itu sudah selesai diproses, padahal sesungguhnya belum.  Hal ini baru akan terlihat jika kain itu dipotong lalu ditambalkan pada baju lama yang robek.  Hasilnya ketika beberapa kali dicuci, kain penambal itu akan susut sehingga makin merobek baju lama tersebut.

     Sebelum kita melangkah keluar untuk melayani dan menjangkau jiwa-jiwa, hidup kita harus mau 'disusutkan' terlebih dahulu;  kita harus mau dibentuk dan diproses sampai tuntas dulu supaya kita benar-benar siap dan layak untuk melayani orang lain.  Adapaun 'direndam dalam air' adalah gambaran dari baptisan.  Dibaptis berarti kita ditenggelamkan ke dalam air yang adalah lambang 'kematian' bersama Kristus.  Kehidupan lama kita harus benar-benar dikubur dalam-dalam, sebab  "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang."  (2 Korintus 5:17).  Jika kita masih mengenakan 'manusia lama', maka pelayanan yang kita lakukan untuk Tuhan dan juga sesama tidak akan berarti apa-apa, yang ada justru kita menjadi batu sandungan bagi orang lain.  (Bersambung)

Sunday, May 26, 2013

TIDAK ADA KETENANGAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Mei 2013 -

Baca:  Mazmur 131:1-3

"Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya, seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku."  Mazmur 131:2

Karena pemberontakan anaknya (Absalom), Daud harus melarikan diri dan hidup dalam ketidaktenangan.  Manusiawi sekali jika Daud memerintahkan pegawai-pegawainya untuk menyelamatkan diri,  "Bersiaplah, marilah kita melarikan diri, sebab jangan-jangan kita tidak akan luput dari pada Absalom. Pergilah dengan segera, supaya ia jangan dapat lekas menyusul kita, dan mendatangkan celaka atas kita dan memukul kota ini dengan mata pedang!"  (2 Samuel 15:14).  Dalam ketakutan inilah Daud menyadari bahwa segala yang dimilikinya ternyata tak sanggup memberikan jaminan keselamatan, perlindungan dan juga ketenangan hidup.  Bukan hanya musuh, bahkan orang-orang terdekatnya bisa saja berkhianat, mengecewakan, berubah sikap dan berpaling darinya.

     Dalam keadaan terjepit inilah Daud makin memahami betapa tak berartinya kekuatan sendiri dan segala yang dimilikinya jika tanpa Tuhan.  Ketika orang-orang terdekat justru berpihak pada musuh, ketika manusia mengecewakan dan tidak dapat diharapkan, Daud menemukan jawaban bahwa hanya Tuhan sajalah sumber ketenangan hidup.  Tidak ada jalan lain untuk mendapatkan ketenangan selain harus mendekat kepada Tuhan.  Sungguh,  "Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku.  Percayalah kepada-Nya setiap waktu, hai umat, curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya; Allah ialah tempat perlindungan kita."  (Mazmur 62:6, 9).

     Memiliki uang atau kekayaan yang melimpah tidak dapat menolong seseorang untuk bisa hidup tenang, sebaliknya malah membuat tidak tenang, was-was, apalagi jika kekayaan itu merupakan hasil korupsi atau penyalahgunaan jabatan dan sebagainya.  Itulah sebabnya Daud lebih memilih untuk meninggalkan segala yang dimilikinya dan melarikan diri dari Absalom, namun ia tidak lari dari hadapan Tuhan sebab  "Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi."  (Mazmur 121:2).

"...lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik."  Mazmur 84:11

Saturday, May 25, 2013

TIDAK ADA KETENANGAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Mei 2013 -

Baca:  Mazmur 55:1-24

"Pikirku: 'Sekiranya aku diberi sayap seperti merpati, aku akan terbang dan mencari tempat yang tenang,'"  Mazmur 55:7

Kita sering menyaksikan di layar televisi bahwa setiap long weekend kawasan Puncak (Bogor) selalu dipenuhi oleh para pelancong, akibatnya jalan menuju daerah tersebut padat merayap dan menimbulkan kemacetan.  Mereka datang dari berbagai kota terutama Jakarta.  Mengapa mereka pergi ke Puncak?  Untuk mendapatkan ketenangan, melepas penat dan juga menghilangkan stres karena udara di kawasan Puncak begitu menyejukkan, pemandangan alamnya pun sangat mempesona dan jauh dari kebisingan.  Berbeda dengan Jakarta yang penuh dengan polusi dan keruwetan hidup.

     Hidup tenang adalah dambaan setiap insan di dunia ini.  Banyak orang berpikir bahwa dengan bepergian ke tempat-tempat wisata, memiliki rumah di kawasan elite, punya uang banyak dan mempunyai jabatan tertentu adalah jaminan untuk mendapatkan ketenangan dalam hidup ini.  Benarkah?  Ketenangan yang ditawarkan oleh dunia ini sifatnya hanya sementara alias semu.  Kita masih ingat bagaimana banjir melanda Jakarta?  Orang kaya/miskin yang tinggal di kawasan elite/kumuh, orang berpangkat/orang biasa dibuat tidak tenang dan tak berdaya menghadapi bencana ini.  Tidaklah salah memiliki harta kekayaan, jabatan dan sebagainya asalkan kita tidak menyandarkan hidup sepenuhnya kepada apa yang kita miliki itu.

     Bersandar dan berharap pada dunia ini adalah sia-sia belaka.  Kita bisa belajar dari pengalaman hidup Daud.  Sekalipun ia adalah seorang raja, punya segala-galanya (harta, istana, tentara sebagai penjaga), tidak menjamin hidupnya akan tenang.  Bahkan ia mengalami ketidaktenangan karena hidupnya selalu berada dalam ancaman.  Absalom, yang adalah anaknya sendiri, justru menjadi musuh dalam selimut.  Ia berusaha untuk mengkudeta Daud dan berniat untuk membunuhnya, sampai-sampai Daud harus melarikan diri dari kejaran anaknya,  "Kalau musuhku yang mencela aku, aku masih dapat menanggungnya; kalau pembenciku yang membesarkan diri terhadap aku, aku masih dapat menyembunyikan diri terhadap dia."  (Mazmur 55:13-15).  (Bersambung)

Friday, May 24, 2013

KEADILAN DAN KEBENARAN DITEGAKKAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Mei 2013 -

Baca:  Mazmur 10:1-18

"Bangkitlah, TUHAN! Ya Allah, ulurkanlah tangan-Mu, janganlah lupakan orang-orang yang tertindas."  Mazmur 10:12

Saat berada dalam kesesakan, tekanan dan juga perlakuan yang tidak adil dari orang lain, hampir setiap kita akan bersikap tidak sabar menantikan Tuhan bertindak.  Kita berkata,  "Mengapa Engkau berdiri jauh-jauh, ya TUHAN, dan menyembunyikan diri-Mu dalam waktu-waktu kesesakan?"  (Mazmur 10:1), bahkan kita berani mempersalahkan Tuhan karena merasa Dia tidak segera memberikan pertolongan atas pergumulan yang kita alami.  Akhirnya yang keluar dari mulut kita hanyalah keluh kesah dan persungutan.

     Sikap demikian tentunya tidak membuat kita menjadi orang yang belajar mengerti kehendak Tuhan dan mensyukuri atas segala sesuatu yang terjadi dalam hidup.  Karena itu Yakobus menasihati kita,  "Kamu juga harus bersabar dan harus meneguhkan hatimu,...janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalahkan, supaya kamu jangan dihukum. Sesungguhnya Hakim telah berdiri di ambang pintu."  (Yakobus 5:8-9).  Menghadapi ketidakadilan dan penindasan mari belajar tetap bersabar.  Kita harus percaya bahwa apa pun yang menimpa kita dan apa pun yang diperbuat oleh orang lain terhadap kita tidaklah luput dari pengawasan Tuhan.  "Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel."  (Mazmur 121:4), dan  "Engkau memasang telinga-Mu, untuk memberi keadilan kepada anak yatim dan orang yang terinjak"  (Mazmur 10:17-18).

     Serahkan semuanya kepada Tuhan karena Dia adalah Hakim yang adil.  Sekalipun untuk seketika lamanya kita harus bertekun dan bersabar dalam pergumulan akan datang waktunya bahwa keadilan dan kebenaran menjadi bagian hidup kita.  Kesabaran akan mendatangkan berkat dari Tuhan.  Yakobus berkata,  "...kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan."  (Yakobus 5:11).  Tuhan tidak akan membiarkan kita terus-menerus dalam pergumulan;  Dia pasti akan bertindak sesuai dengan waktuNya.  Sebagaimana Tuhan memulihkan keadaan Ayub, Dia juga pasti akan memulihkan kita.

"Aku tahu, bahwa Tuhan akan memberi keadilan kepada orang tertindas, dan membela perkara orang miskin."  Mazmur 140:13

Thursday, May 23, 2013

ABRAHAM: Bapa Orang Percaya

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Mei 2013 -

Baca:  Roma 4:1-25

"Engkau telah Kutetapkan menjadi bapa banyak bangsa"  Roma 4:17a

Abraham disebut sebagai bapa orang percaya.  Untuk mendapatkan pengakuan atau status sebagai bapa orang percaya Abraham harus terlebih dahulu lulus dalam berbagai ujian iman.  Tidak semudah membalik telapak tangan, ada harga yang harus dibayar oleh Abraham.  Kualitas iman Abraham tidak terjadi secara instan tetapi melalui proses.

     Di awal pemanggilannya Abraham sudah menunjukkan iman percaya kepada Tuhan dengan meninggalkan sanak saudara dan juga negerinya (Ur-Kasdim) pergi ke negeri yang ditunjukkan Tuhan.  "Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui."  (Ibrani 11:8).  Tuhan berjanji bahwa Abraham akan menjadi bangsa yang besar, di mana keturunannya akan seperti bintang-bintang di langit banyaknya.  Meski itu baru janji dan belum terwujud, namun serta secara kasat mata ia tidak lagi berpotensi untuk memiliki keturunan karena usianya yang sudah lanjut.  Tapi Alkitab menyatakan,  "Lalu percayalah Abram kepada Tuhan, maka Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran."  (Kejadian 15:6).

     Kejadian pasal 22 adalah puncak iman Abraham kepada Tuhan, ujian yang paling menentukan dalam hidup Abraham.  Ketika Tuhan memerintahkan Abraham untuk menyerahkan anak semata wayangnya (Ishak) sebagai persembahan di gunung Moria, Abraham pun rela menyerahkan anak yang dikasihinya.  Dengan perbekalan yang lengkap (kayu bakar dan Ishak yang hendak dikorbankannya) Abraham menuju ke tempat yang Tuhan sudah tentukan.  Abraham berkata kepada bujangnya,  "Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu."  (Kejadian 22:5).  Ini adalah deklarasi iman Abraham.  "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat."  (Ibrani 11:1).  Ketaatan Abraham beroleh upah:  Tuhan menyatakan kemurahan dan kasihnya dengan menyediakan domba sebagai ganti Ishak.  Kisah Abraham mempersembahkan Ishak adalah bukti bahwa ia mengasihi Tuhan lebih dari segala-galanya.

Abraham bapa orang beriman bagi segala bangsa karena imannya telah teruji!

Wednesday, May 22, 2013

BELAJAR DARI BARTIMEUS (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Mei 2013 -

Baca:  Lukas 18:35-43

"...lalu mengikuti Dia sambil memuliakan Allah. Seluruh rakyat melihat hal itu dan memuji-muji Allah."  Lukas 18:43

Ketika sedang berada dalam pergumulan yang berat tidak sedikit orang Kristen mengambil tindakan yang salah.  Hal pertama yang mereka lakukan adalah mengeluh, bersungut-sungut, ngomong sana-sini, menceritakan keluh kesahnya kepada orang lain.  Seringkali bukan jalan keluar yang didapat tapi suasana hati yang semakin keruh dan tidak menentu.  Kita lupa bahwa hal terpenting yang seharusnya kita lakukan saat persoalan melanda adalah datang bersimpuh di bawah kaki Tuhan Yesus dan berdoa, karena hanya Dialah yang sanggup mengulurkan tanganNya dan memberi kita kekuatan untuk menghadapi semua itu, sebab  "TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan."  (Mazmur 145:18).  Inilah yang dilakukan oleh Bartimeus yang seharusnya kita pelajari dari dia.  Meski banyak orang menghalangi dan menegornya supaya diam ia tidak putus asa dan tetap berjuang untuk datang kepada Tuhan Yesus.  "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?"  (Lukas 18:7).  Bukankah kita seringkali gampang menyerah pada keadaan dan terintimidasi oleh omongan orang lain yang melemahkan, sehingga kita pun tidak lagi datang kepada Tuhan dan akhirnya kita lari mencari pertolongan kepada manusia?

     Setelah beroleh kesembuhan Bartimeus tidak lupa mengucap syukur kepada Tuhan;  bukan hanya itu, ia juga memutuskan untuk mengikut Tuhan Yesus dengan segenap hati.  Ini sebagai respons atas kasih yang telah diterimanya.  "Siapa yang mempersembahkan syukur sebagai korban, ia memuliakan Aku;"  (Mazmur 50:23a).  Bartimeus telah mengalami titik balik dalam hidupnya!  Melalui peristiwa ini kehidupan Bartimeus menjadi kesaksian bagi banyak orang dan nama Tuhan pun dipermuliakan.  Bagaimana dengan kita?  Mari saksikan kebaikan Tuhan kepada orang lain, mengucap syukur kepada Tuhan karena setiap hari kita mengalami dan merasakan kebaikan Tuhan.

Tuhan selalu punya cara untuk menolong kita, maka milikilah iman yang teguh dan berharaplah hanya kepadaNya!

Tuesday, May 21, 2013

BELAJAR DARI BARTIMEUS (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Mei 2013 -

Baca:  Lukas 18:35-43

"Melihatlah engkau, imanmu telah menyelamatkan engkau!"  Lukas 18:42

Kisah tentang Bartimeus tidaklah asing bagi orang Kristen.  Namun seringkali kita hanya tahu secara garis besarnya saja yaitu Bartimeus yang buta disembuhkan oleh Tuhan Yesus.  Tidak lebih dari itu!  Padahal bila kita teliti lebih dalam lagi ada banyak hal yang kita pelajari dari Bartimeus ini.

     Secara manusia Bartimeus bisa dikatakan sebagai orang yang tidak memiliki pengharapan dan masa depan (hopeless).  Mengapa?  Karena ia adalah orang yang tidak bisa melihat (buta) dan hidup dari belas kasihan orang lain semata.  Alkitab menyatakan bahwa yang bisa dikerjakan oleh Bartimeus hanyalah  "...duduk di pinggir jalan dan mengemis."  (ayat 35).  Niscaya semua orang pasti memandangnya dengan sebelah mata alias meremehkannya.  Itulah sifat manusia!  Seringkali kita masih membeda-bedakan status/derajat seseorang;  kita hanya mengasihi orang-orang yang mengasihi kita;  kita hanya peduli terhadap orang yang mempedulikan kita.  Namun terhadap orang yang lemah (miskin) kita kerapkali menutup mata.  Syukur kepada Tuhan ada satu Pribadi yang selalu peduli dan tidak pernah meninggalkan orang-orang yang dipandang 'rendah' oleh dunia, Dialah Tuhan Yesus Kristus.  Ketika mendengar bahwa Yesus sedang lewat maka segeralah Bartimeus berseru,  "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!"  (ayat 38)  dan Tuhan pun mengindahkannya.  Pernyataan Bartimeus  "Yesus, Anak Daud."  adalah bukti bahwa ia memiliki pengenalan yang benar tentang siapa Yesus itu.  Dalam Yohanes 7:42 dikatakan bahwa  "...Mesias berasal dari keturunan Daud dan dari kampung Betlehem, tempat Daud dahulu tinggal."  Bartimeus percaya bahwa Yesus adalah Mesias yang sedang dinanti-nantikan oleh bangsa Yahudi.  Meski secara lahiriah tidak bisa melihat, tapi mata rohani Bartimeus terbuka dan melihat.  Ia sangat percaya bahwa Yesus sanggup melakukan perkara yang ajaib karena Dia adalah Tuhan yang berkuasa dan Dokter di atas segala dokter.  Karena itu ketika Yesus bertanya,  "Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?", dengan penuh iman Bartimeus menjawab,  "Tuhan, supaya aku dapat melihat!"  (ayat 41).  Dan mujizat pun dinyatakan,  "...seketika itu juga melihatlah ia,"  (ayat 43).  Bartimeus memiliki iman yang hidup, iman yang disertai tindakan sehingga ia menerima mujizat dari Tuhan:  matanya yang buta menjadi tercelik!  (Bersambung)

Monday, May 20, 2013

ROH KUDUS DICURAHKAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Mei 2013 -

Baca:  Kisah Para Rasul 2:1-13

"Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya."  Kisah 2:4

Ketika tiba hari Pentakosta dan ketika semua orang percaya berkumpul di satu tempat,  "Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk; dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing."  (Kisah 2:2-3).

     Ada dua manifestasi Roh Kudus di sini yaitu dalam rupa 'angin' dan 'api'.  Angin adalah gambaran dari nafas kehidupan yang dihembuskan Tuhan.  Bila Roh Kudus hadir kita akan merasakan dan menemukan arti kehidupan yang sesungguhnya.  Ketika kita membuka hati dan mengijinkan Roh Kudus bekerja dalam hidup ini kita akan merasakan sukacita dan kebahagiaan sejati.  Adapun sifat-sifat angin adalah sebagai udara untuk bernafas, tidak kelihatan tapi gerakannya dapat dirasakan, ada di mana-mana, selalu bergerak, dan bertiup lembut namun dapat menghasilkan tenaga yang dahsyat.  Sedangkan 'api' secara alamiah memiliki fungsi untuk membakar, memberi terang, menyucikan, membangkitkan tenaga, menghanguskan.  Melalui pekerjaan Roh Kudus kita dapat memahami apa yang menjadi kehendak Tuhan dalam firmanNya sehingga langkah hidup kita pun makin terarah, sebab  "Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu."  (Yohanes 14:26), serta  "...Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran,"  (Yohanes 16:13).  Api Roh Kudus juga sanggup menghanguskan setiap dosa, menyucikan hati kita serta melembutkan setiap hati yang keras.  Hanya dengan Roh Kudus kita dapat hidup dalam kekudusan dan menjadi pribadi-pribadi yang berkenan kepada Tuhan.

     Kita tidak akan mampu mengerjakan tugas-tugas pelayanan dan menjadi saksi Tuhan di tengah dunia ini tanpa penyertaan Roh Kudus.  Karena itu bukalah hati dan ijinkan Roh Kudus menjamah hidup Saudara supaya kita layak menjadi saksi-saksiNya.  Jika Roh Kudus bekerja dalam kita, kita sanggup melakukan pekerjaan-pekerjaan yang besar sebab RohNya lebih besar dari pada roh apa pun yang ada di dunia ini.

Tidak ada yang mustahil bagi orang percaya!

Sunday, May 19, 2013

ROH KUDUS DICURAHKAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Mei 2013 -

Baca:  Kisah Para Rasul 1:1-26

"Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi."  Kisah 1:8

Beberapa waktu yang lalu kita telah merayakan hari Paskah di mana kita memperingati peristiwa kematian dan kebangkitan Tuhan kita Yesus Kristus.  Setelah bangkit dari kematian (hari yang ke-3), selama 40 hari Tuhan Yesus menampakkan diri kepada murid-muridNya dan juga orang-orang untuk membuktikan bahwa Dia benar-benar hidup.  Dan kemudian Ia pun naik ke sorga.  Namun sebelum naik ke sorga Tuhan Yesus meninggalkan pesan kepada murid-muridNya (ayat nas), dan selang sepuluh hari kemudian apa yang di janjikan Tuhan itu pun digenapiNya.  Hari di mana Roh Kudus dicurahkan bagi umatNya inilah disebut hari Pentakosta.  Dicurahkannya Roh Tuhan ini juga merupakan penggenapan dari apa yang disampaikan oleh nabi Yoel,  "...Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat; orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan."  (Yoel 2:28-29). 

     Adapun pencurahan Roh Kudus ini terjadi di Yerusalem.  Mengapa di Yerusalem?  Sebab selama berada di bumi Tuhan Yesus menghabiskan banyak waktunya untuk melayani dan juga mengajar tentang firman di Yerusalem.  Hal ini juga telah disampaikan oleh nabi Yesaya ribuan tahun sebelumnya,  "Mari, kita naik ke gunung TUHAN, ke rumah Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang jalan-jalan-Nya, dan supaya kita berjalan menempuhnya; sebab dari Sion akan keluar pengajaran dan firman Tuhan dari Yerusalem."  (Yesaya 2:3).  Itulah sebabnya Tuhan melarang murid-muridNya meninggalkan Yerusalem dan menyuruh mereka untuk tinggal di situ menantikan janji Bapa tersebut.  "Maka kembalilah rasul-rasul itu ke Yerusalem dari bukit yang disebut Bukit Zaitun, yang hanya seperjalanan Sabat jauhnya dari Yerusalem."  (Kisah 1:12).  Ada sekitar 120 orang yang berkumpul di sebuah ruangan atas.  Untuk mengalami lawatan Roh Tuhan kita tidak boleh 'meninggalkan Yerusalem', artinya harus bertekun dalam pengajaran firman Tuhan dan merenungkan itu siang dan malam.  (Bersambung)

Saturday, May 18, 2013

ANAK MUDA KRISTEN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Mei 2013 -

Baca:  2 Timotius 2:14-26

"Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni."  2 Timotius 2:22

Dengan siapa kita bergaul akan membentuk kehidupan kita.  "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang."  (Amsal 13:20).  Itulah akibatnya jika kita salah dalam memilih teman.  Terlebih-lebih di kota-kota besar fenomena kenakalan anak muda begitu marak terjadi:  pelajar merokok, terlibat tawuran, bolos sekolah, mengkonsumsi narkoba, dugem, bahkan seks bebas.

     Sebagai anak-anak Tuhan kita harus memisahkan diri dari mereka.  "Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu."  (Mazmur 119:9).  Kita harus makin giat di dalam Tuhan dengan tidak menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah  (baca  Ibrani 10:25)  supaya pondasi iman kita kuat dan turut terlibat dalam pelayanan pemuda di gereja supaya kita memiliki teman-teman yang saling membangun, menguatkan dan mendorong kita untuk mengasihi Tuhan lebih lagi.  Firman Tuhan adalah perisai yang kuat untuk mempertahankan diri dari serangan iblis dan pengaruhnya.  Alkitab mengingatkan,  "Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya."  (1 Petrus 5:8).  Iblis tahu benar titik lemah anak muda, karena itu ia berusaha untuk menggoda mereka dengan menawarkan segala kenikmatan supaya mereka terjerumus ke dalam dosa.  Mengapa kaum muda menjadi sasaran Iblis?  Karena kaum muda adalah tiang gereja dan juga masa depan gereja.

     Rasul Paulus meminta Titus untuk menasihati para pemuda supaya mereka menguasai diri dalam segala hal dan terlebih dahulu memberikan teladan hidup  (baca  Titus 2:6-7).  Mengapa demikian?  Karena orang muda cenderung bersikap kritis dan butuh figur yang bisa ia jadikan panutan.  Memang tidak mudah bertahan di tengah gempuran dunia, apalagi jika kita mengandalkan kekuatan sendiri.  "Latihlah dirimu beribadah...bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci,"  (1 Timotius 4:7b, 13).

Jadilah pemuda Kristen yang berbeda dari dunia dan jangan terseret oleh arus dunia yang menyesatkan!