Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 November 2011 -
Baca: Kejadian 45:1-15
"Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu." Kejadian 45:5
Ketika mendapatkan mimpi dari Tuhan usia Yusuf masih sangat belia yaitu 17 tahun. Mimpi yang diberikan Tuhan inilah yang menjadi visi dalam hidup Yusuf sehingga ia mampu berdiri teguh dan tetap kuat menghadapi berbagai ujian yang harus dilewatinya. Waktu Yusuf menerima mimpi dari Tuhan, mimpi itu tidak langsung tergenapi. Yusuf harus mengalami berbagai tes untuk menguji kemurnian dan kesungguhan hidupnya. Yusuf ditolak oleh saudara-saudaranya dan diperlakukan tidak adil, dimasukkan ke dalam sumur, lalu dijual sebagai budak dan dihargai hanya dengan 30 keping perak. Meski demikian Yusuf tidak pernah putus asa atau terus meratapi penderitaan itu, dia tetap bergantung sepenuhnya kepada Tuhan dan percaya pada visi yang Tuhan berikan itu sehingga Tuhan pun "...membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11a). Tuhan mengangkat Yusuf dan menjadikan dia penguasa di Mesir.
Ada tertulis: "Ketika Ia mendatangkan kelaparan ke atas negeri itu dan menghancurkan seluruh persediaan makanan, diutus-Nyalah seorang mendahului mereka: Yusuf, yang dijual menjadi budak. Mereka mengimpit kakinya dengan belenggu, lehernya masuk ke dalam besi, sampai saat firman-Nya sudah genap, dan janji Tuhan membenarkannya. Raja menyuruh melepaskannya, penguasa bangsa-bangsa membebaskannya. Dijadikannya dia tuan atas istananya, dan kuasa atas segala harta kepunyaannya," (Mazmur 105:16-21).
Hidup sesuai jalan Tuhan bukanlah suatu jaminan untuk kita tidak mengalami masalah dan ujian. Ketika kita hidup benar justru semua orang menyudutkan kita dan semakin membenci kita seperti yang dikeluhkan Daud, "Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah. Namun sepanjang hari aku kena tulah, dan kena hukum setiap pagi." (Mazmur 73:13-14). Yusuf pun ternyata mengalami hal yang sama, di mana saudara-saudaranya semakin membenci dia. Tetapi dalam hal ini Yusuf lulus dari ujian oleh karena dia tidak membalas kebencian saudaranya itu dengan kebencian, atau kejahatan dengan kejahatan.
Bukankah banyak orang ketika mendapat perlakuan yang tidak baik oleh orang lain, hatinya menjadi pahit dan berusaha untuk membalasnya?
Saturday, November 12, 2011
Friday, November 11, 2011
TUHAN: Di Balik Kemenangan Bangsa Israel!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 November 2011 -
Baca: Mazmur 46:1-12
"Pergilah, pandanglah pekerjaan Tuhan, yang mengadakan pemusnahan di bumi, yang menghentikan peperangan sampai ke ujung bumi, yang mematahkan busur panah, menumpulkan tombak, membakar kereka-kereka perang dengan api!" Mazmur 46:9-10
Sebelum mencapai Kanaan bangsa Israel harus terlebih dahulu menaklukkan bangsa-bangsa lain. Dalam Yosua 12:1-24 tercatat daftar raja-raja yang telah dikalahkan oleh orang-orang Israel. Bukankah hebat bangsa Israel? Padahal orang-orang Israel tidak berpengalaman dalam hal militer, tetapi mereka berhasil mengalahkan musuh-musuhnya yang begitu banyak dan kuat-kuat.
Lalu, siapa yang menjadi tokoh utama di balik semua kemenangan bangsa Israel ini? Jawabnya adalah Tuhan, tidak ada yang lain. Inilah janji Tuhan kepada Yosua: "Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa." (Yosua 1:3). Bangsa Israel menjadi bangsa yang kuat dan perkasa oleh karena Tuhan yang campur tangan. Di luar Tuhan mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Simak nyanyian Musa ini: "Tuhan itu kekuatanku dan mazmurku, Ia telah menjadi keselamatanku. Ia Allahku, kupuji Dia, Ia Allahku, kupuji Dia, itulah nama-Nya." (Keluaran 15:2-3). Mereka mengakui bahwa yang menjadi pahlawan perang bagi mereka adalah Tuhan sendiri! Karena itu nama Tuhan harus selalu ditinggikan!
Untuk meraih kemenangan dan mengalami penyertaan Tuhan tentu ada syaratnya! Alkitab mencatat ketika bangsa Israel hidup seturut dengan kehendak Tuhan (taat), mereka mampu mengalahkan musuh sekuat apa pun. Sebaliknya ketika mereka tidak lagi setia kepada Tuhan dan memberontak kepadaNya, kekalahan demi kekalahan harus mereka alami. Hidup kekristenan adalah hidup dalam peperangan. Dalam hal ini tidak berbicara tentang perang secara fisik, tetapi peperangan melawan tipu muslihat Iblis, mempertahankan iman dan bagaimana bertahan di tengah persoalan. Dengan kekuatan sendiri kita tidak akan mampu menghadapi semua itu. Rasul Paulus berkata, "Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya." (2 Timotius 2:4).
Peperangan identik dengan perjuangan dan air mata, karena itu arahkan pandangan kepada Tuhan dan andalkan Dia dalam segala hal, niscaya kemenangan demi kemenangan akan kita raih, karena Dia yang berperang ganti kita.
Baca: Mazmur 46:1-12
"Pergilah, pandanglah pekerjaan Tuhan, yang mengadakan pemusnahan di bumi, yang menghentikan peperangan sampai ke ujung bumi, yang mematahkan busur panah, menumpulkan tombak, membakar kereka-kereka perang dengan api!" Mazmur 46:9-10
Sebelum mencapai Kanaan bangsa Israel harus terlebih dahulu menaklukkan bangsa-bangsa lain. Dalam Yosua 12:1-24 tercatat daftar raja-raja yang telah dikalahkan oleh orang-orang Israel. Bukankah hebat bangsa Israel? Padahal orang-orang Israel tidak berpengalaman dalam hal militer, tetapi mereka berhasil mengalahkan musuh-musuhnya yang begitu banyak dan kuat-kuat.
Lalu, siapa yang menjadi tokoh utama di balik semua kemenangan bangsa Israel ini? Jawabnya adalah Tuhan, tidak ada yang lain. Inilah janji Tuhan kepada Yosua: "Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa." (Yosua 1:3). Bangsa Israel menjadi bangsa yang kuat dan perkasa oleh karena Tuhan yang campur tangan. Di luar Tuhan mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Simak nyanyian Musa ini: "Tuhan itu kekuatanku dan mazmurku, Ia telah menjadi keselamatanku. Ia Allahku, kupuji Dia, Ia Allahku, kupuji Dia, itulah nama-Nya." (Keluaran 15:2-3). Mereka mengakui bahwa yang menjadi pahlawan perang bagi mereka adalah Tuhan sendiri! Karena itu nama Tuhan harus selalu ditinggikan!
Untuk meraih kemenangan dan mengalami penyertaan Tuhan tentu ada syaratnya! Alkitab mencatat ketika bangsa Israel hidup seturut dengan kehendak Tuhan (taat), mereka mampu mengalahkan musuh sekuat apa pun. Sebaliknya ketika mereka tidak lagi setia kepada Tuhan dan memberontak kepadaNya, kekalahan demi kekalahan harus mereka alami. Hidup kekristenan adalah hidup dalam peperangan. Dalam hal ini tidak berbicara tentang perang secara fisik, tetapi peperangan melawan tipu muslihat Iblis, mempertahankan iman dan bagaimana bertahan di tengah persoalan. Dengan kekuatan sendiri kita tidak akan mampu menghadapi semua itu. Rasul Paulus berkata, "Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya." (2 Timotius 2:4).
Peperangan identik dengan perjuangan dan air mata, karena itu arahkan pandangan kepada Tuhan dan andalkan Dia dalam segala hal, niscaya kemenangan demi kemenangan akan kita raih, karena Dia yang berperang ganti kita.
Thursday, November 10, 2011
SEGALA SESUATU HARUS DIRENCANAKAN DENGAN BAIK
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 November 2011 -
Baca: Lukas 14:28-35
"Segala siapakah di antara kamu yang mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu?" Lukas 14:28
Suatu keinginan atau harapan untuk mencapai sesuatu pasti tak luput dari sebuah perencanaan yang matang, jika kita ingin meraih hasil yang maksimal. Jadi dalam segala hal, alangkah bijaknya jika kita membuat perencanaan terlebih dahulu sebagai bahan acuan dan pertimbangan terhadap sesuatu yang hendak dilakukan. Ada kalimat bijak yang mengatakan bahwa sebuah perencanaan yang baik sudah merupakan atau sama dengan separuh dari pekerjaan itu sendiri. Contoh: dalam hal keuangan. Ketika liburan sekolah tiba dan kita hendak berpergian ke luar kota, mau tidak mau kita pun pasti membuat rencana: pergi naik apa? Berapa biaya yang harus kita siapkan? Sudahkah kita mem-booking tempat untuk menginap? Apalagi saat-saat ini semua harga kebutuhan sangat tinggi, kita pun harus berpikir ekstra dalam mengatur keuangan kita, jangan sampai pengeluaran lebih besar dibanding dengan pemasukan.
Firman Tuhan mengajar kita untuk membuat perencanaan keuangan dengan baik. Sebab, jika kita besar pasak daripada tiang, peluang untuk berhutang akan terbuka; semakin kita memiliki banyak utang, keuangan kita jelas akan semakin amburadul. Oleh karena itu belajarlah untuk selalu mengucap syukur kepada Tuhan untuk berkat-berkat yang telah kita terima. Sebesar atau sekecil apa pun berkat yang kita terima patutlah disyukuri. Alkitab menasihati: "...cukupkanlah dirimu dengan gajimu." (Lukas 3:14b), dan "...ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar." (1 Timotius 6:6); jadi "...asal ada makanan dan pakaian, cukuplah." (1 Timotius 6:8).
Sudahkah kita merencanakan keuangan kita dengan baik? Langkah pertama yang harus kita lakukan adalah memprioritaskan persepulahan terlebih dahulu ketika kita menerima berkat dari Tuhan (baca Maleakhi 3:10). Kemudian buatlah anggaran untuk semua kebutuhan yang ada dan sesuaikan itu dengan pemasukan. Ingat, jangan membuat anggaran yang melebihi pemasukan; setiap pengeluaran harus sesuai dengan anggaran yang kita buat. Karena itu kita harus bisa memilah mana itu kebutuhan dan mana itu keinginan.
Membuat perencanaan keuangan itu Alkitabiah; kuasailah dirimu dan jangan sampai kita menjadi batu sandungan bagi orang lain karena kita berhutang sana-sini!
Baca: Lukas 14:28-35
"Segala siapakah di antara kamu yang mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu?" Lukas 14:28
Suatu keinginan atau harapan untuk mencapai sesuatu pasti tak luput dari sebuah perencanaan yang matang, jika kita ingin meraih hasil yang maksimal. Jadi dalam segala hal, alangkah bijaknya jika kita membuat perencanaan terlebih dahulu sebagai bahan acuan dan pertimbangan terhadap sesuatu yang hendak dilakukan. Ada kalimat bijak yang mengatakan bahwa sebuah perencanaan yang baik sudah merupakan atau sama dengan separuh dari pekerjaan itu sendiri. Contoh: dalam hal keuangan. Ketika liburan sekolah tiba dan kita hendak berpergian ke luar kota, mau tidak mau kita pun pasti membuat rencana: pergi naik apa? Berapa biaya yang harus kita siapkan? Sudahkah kita mem-booking tempat untuk menginap? Apalagi saat-saat ini semua harga kebutuhan sangat tinggi, kita pun harus berpikir ekstra dalam mengatur keuangan kita, jangan sampai pengeluaran lebih besar dibanding dengan pemasukan.
Firman Tuhan mengajar kita untuk membuat perencanaan keuangan dengan baik. Sebab, jika kita besar pasak daripada tiang, peluang untuk berhutang akan terbuka; semakin kita memiliki banyak utang, keuangan kita jelas akan semakin amburadul. Oleh karena itu belajarlah untuk selalu mengucap syukur kepada Tuhan untuk berkat-berkat yang telah kita terima. Sebesar atau sekecil apa pun berkat yang kita terima patutlah disyukuri. Alkitab menasihati: "...cukupkanlah dirimu dengan gajimu." (Lukas 3:14b), dan "...ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar." (1 Timotius 6:6); jadi "...asal ada makanan dan pakaian, cukuplah." (1 Timotius 6:8).
Sudahkah kita merencanakan keuangan kita dengan baik? Langkah pertama yang harus kita lakukan adalah memprioritaskan persepulahan terlebih dahulu ketika kita menerima berkat dari Tuhan (baca Maleakhi 3:10). Kemudian buatlah anggaran untuk semua kebutuhan yang ada dan sesuaikan itu dengan pemasukan. Ingat, jangan membuat anggaran yang melebihi pemasukan; setiap pengeluaran harus sesuai dengan anggaran yang kita buat. Karena itu kita harus bisa memilah mana itu kebutuhan dan mana itu keinginan.
Membuat perencanaan keuangan itu Alkitabiah; kuasailah dirimu dan jangan sampai kita menjadi batu sandungan bagi orang lain karena kita berhutang sana-sini!
Wednesday, November 9, 2011
SAUDARA DALAM MASALAH? Tetap Pujilah Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 November 2011 -
Baca: Mazmur 84:1-13
"Berbahagialah orang-orang yang diam di rumah-Mu, yang terus-menerus memuji-muji Engkau." Mazmur 84:5
Sebagaimana renungan kemarin disampaikan, puji-pujian bagi orang percaya adalah sangat penting, bukan hanya dalam ibadah formal saja kita harus memuji Tuhan, melainkan juga dalam kehidupan kita sehari-hari. Melalui pujian yang kita naikkan kepada Tuhan kita bisa merasakan, bahkan mengalami kasih dan kuasa Tuhan, sebab ketika kita memuji Tuhan berarti kita sedang berurusan dengan Tuhan dan Dia pasti bertindak, sebab "...Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel." (Mazmur 22:4).
Lalu, apa yang terjadi jika kita memuji Tuhan? Mari mempelajari kisah ini: karena fitnah, Paulus dan Silas harus mengalami penganiayaan yang hebat dan dimasukkan ke dalam penjara, bahkan kaki mereka dibelenggu dalam pasungan yang kuat (baca Kisah 16:24). Meski demikian mereka tidak berkecil hati, mengeluh atau putus asa, justru iman mereka semakin dikuatkan melalui kejadian ini. Dalam kondisi tanpa harapan, "...kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah dan orang-orang hukuman lain mendengarkan mereka." (Kisah 16:25). Mereka mememuji-muji Tuhan dengan penuh semangat dengan suara yang keras sehingga orang-orang lain yang berada dalam penjara turut mendengarnya. Paulus dan Silas benar-benar mengerti bahwa ada kuasa dalam puji-pujian. Dan benar terjadi: kuasa Tuhan turun atas mereka dan terjadilah gempa yang dahsyat, yang mengakibatkan sendi-sendi penjara dan belenggu terlepas. Penjara dan belenggu berbicara tentang masalah atau penderitaan yang kita alami, semua akan terlepaskan ketika kita memuji Tuhan.
Ketika kita memuji Tuhan kita akan beroleh kekuatan; bukan hanya kuat, tetapi makin lama makin kuat! Bagaimana pujian dapat menjadi kuasa yang nyata? Kita harus memuji Tuhan dengan penuh iman. Masalah dan pencobaan boleh datang, tapi jangan pernah berhenti untuk memuji Tuhan. Dengan begitu kita mengijinkan kuasaNya bekerja dalam kehidupan kita. Apa yang dialami oleh Paulus dan Silas bukanlah hal kebetulan, karena Tuhan mengijinkan ini terjadi. Melalui kejadian ini kepala penjara dan seisi rumahnya menjadi percaya kepada Tuhan!
Seberat apa pun masalah yang menimpa kita jangan pernah berhenti memuji-muji Tuhan, ada kuasa di dalamnya!
Baca: Mazmur 84:1-13
"Berbahagialah orang-orang yang diam di rumah-Mu, yang terus-menerus memuji-muji Engkau." Mazmur 84:5
Sebagaimana renungan kemarin disampaikan, puji-pujian bagi orang percaya adalah sangat penting, bukan hanya dalam ibadah formal saja kita harus memuji Tuhan, melainkan juga dalam kehidupan kita sehari-hari. Melalui pujian yang kita naikkan kepada Tuhan kita bisa merasakan, bahkan mengalami kasih dan kuasa Tuhan, sebab ketika kita memuji Tuhan berarti kita sedang berurusan dengan Tuhan dan Dia pasti bertindak, sebab "...Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel." (Mazmur 22:4).
Lalu, apa yang terjadi jika kita memuji Tuhan? Mari mempelajari kisah ini: karena fitnah, Paulus dan Silas harus mengalami penganiayaan yang hebat dan dimasukkan ke dalam penjara, bahkan kaki mereka dibelenggu dalam pasungan yang kuat (baca Kisah 16:24). Meski demikian mereka tidak berkecil hati, mengeluh atau putus asa, justru iman mereka semakin dikuatkan melalui kejadian ini. Dalam kondisi tanpa harapan, "...kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah dan orang-orang hukuman lain mendengarkan mereka." (Kisah 16:25). Mereka mememuji-muji Tuhan dengan penuh semangat dengan suara yang keras sehingga orang-orang lain yang berada dalam penjara turut mendengarnya. Paulus dan Silas benar-benar mengerti bahwa ada kuasa dalam puji-pujian. Dan benar terjadi: kuasa Tuhan turun atas mereka dan terjadilah gempa yang dahsyat, yang mengakibatkan sendi-sendi penjara dan belenggu terlepas. Penjara dan belenggu berbicara tentang masalah atau penderitaan yang kita alami, semua akan terlepaskan ketika kita memuji Tuhan.
Ketika kita memuji Tuhan kita akan beroleh kekuatan; bukan hanya kuat, tetapi makin lama makin kuat! Bagaimana pujian dapat menjadi kuasa yang nyata? Kita harus memuji Tuhan dengan penuh iman. Masalah dan pencobaan boleh datang, tapi jangan pernah berhenti untuk memuji Tuhan. Dengan begitu kita mengijinkan kuasaNya bekerja dalam kehidupan kita. Apa yang dialami oleh Paulus dan Silas bukanlah hal kebetulan, karena Tuhan mengijinkan ini terjadi. Melalui kejadian ini kepala penjara dan seisi rumahnya menjadi percaya kepada Tuhan!
Seberat apa pun masalah yang menimpa kita jangan pernah berhenti memuji-muji Tuhan, ada kuasa di dalamnya!
Tuesday, November 8, 2011
PUJI-PUJIAN: Menyenangkan Hati Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 November 2011 -
Baca: Mazmur 104:1-35
"Aku hendak menyanyi bagi Tuhan selama aku hidup, aku hendak bermazmur bagi Allahku selagi aku ada." Mazmur 104:33
Memuji-muji Tuhan bukanlah dikhususkan bagi orang-orang Kristen yang bersuara bagus, sudah rekaman atau memiliki album, atau yang sudah terlibat dalam pelayanan sebagai worship leader atau singer. Menyanyi, menaikkan pujian bagi Tuhan dan membesarkan namaNya adalah bagian dari ibadah orang percaya tanpa terkecuali, baik itu anak-anak, pemuda atau juga orang dewasa. Oleh karena itu semua orang yang percaya harus memuji-muji Tuhan dengan segenap hati. Pemazmur berkata, "Biarlah segala yang yang bernafas memuji Tuhan!" (Mazmur 150:6). Tuhan tidak menilai seberapa bagus suara kita, tapi yang Dia nilai adalah kesungguhan hati kita dalam memuji Tuhan. Pujian yang keluar dari hati, sekali pun suaranya kurang bagus, tidak menjadi masalah bagi Tuhan. Di Perjanjian Lama pun umat Tuhan selalu bermazmur bagi Dia dalam puji-pujian. Dan kitab Mazmur ini adalah buku pujian bagi bangsa Israel.
Ketika bangsa Israel berperang melawan musuh, mereka menyanyi bagi Tuhan dan tampil sebagai pemenang. Perhatikan! Setelah bangsa Israel terlepas dari tangan pasukan Firaun dan mengalami mujizat yang luar biasa, di mana Tuhan menuntun mereka menyeberangi Laut Teberau dengan caraNya yang ajaib, mereka bersorak-sorai dan memuji-muji Tuhan. "Baiklah aku menyanyi bagi Tuhan, sebab Ia tinggi luhur, kuda dan penunggangnya dileparkan-Nya ke dalam laut. Tuhan itu kekuatanku dan mazmurku, Ia telah menjadi ekselamatanku. Ia Allahku, kupuji Dia, Ia Allah bapaku, kuluhurkan Dia. Tuhan itu pahlawan perang; Tuhan itulah nama-Nya. Kereta Firaun dan pasukannya dibuang-Nya ke dalam laut; para perwiranya yang pilihan dibenamkan ke dalam Laut Teberau." (Keluaran 15:1-4).
Tuhan menghendaki kita agar senantiasa memuji-muji Tuhan. Daud adalah orang mengerti benar betapa pentingnya pujian bagi Tuhan, di mana dalam pujian ada kuasa! Itulah sebabnya Daud dengan yakin berkata bahwa di sepanjang umur hidupnya ia akan terus memuji nama Tuhan (baca Mazmur 104:33). Masih banyak orang Kristen yang ogah-ogahan memuji Tuhan, di gereja pun mereka memuji Tuhan dengan setengah hati.
Orang percaya yang penuh dengan Roh Kudus pasti tiada henti memuji dan meninggikan nama Tuhan dengan nyanyian rohani setiap waktu, karena mereka tahu bahwa itu adalah bagian dari ibadah kepada Tuhan.
Baca: Mazmur 104:1-35
"Aku hendak menyanyi bagi Tuhan selama aku hidup, aku hendak bermazmur bagi Allahku selagi aku ada." Mazmur 104:33
Memuji-muji Tuhan bukanlah dikhususkan bagi orang-orang Kristen yang bersuara bagus, sudah rekaman atau memiliki album, atau yang sudah terlibat dalam pelayanan sebagai worship leader atau singer. Menyanyi, menaikkan pujian bagi Tuhan dan membesarkan namaNya adalah bagian dari ibadah orang percaya tanpa terkecuali, baik itu anak-anak, pemuda atau juga orang dewasa. Oleh karena itu semua orang yang percaya harus memuji-muji Tuhan dengan segenap hati. Pemazmur berkata, "Biarlah segala yang yang bernafas memuji Tuhan!" (Mazmur 150:6). Tuhan tidak menilai seberapa bagus suara kita, tapi yang Dia nilai adalah kesungguhan hati kita dalam memuji Tuhan. Pujian yang keluar dari hati, sekali pun suaranya kurang bagus, tidak menjadi masalah bagi Tuhan. Di Perjanjian Lama pun umat Tuhan selalu bermazmur bagi Dia dalam puji-pujian. Dan kitab Mazmur ini adalah buku pujian bagi bangsa Israel.
Ketika bangsa Israel berperang melawan musuh, mereka menyanyi bagi Tuhan dan tampil sebagai pemenang. Perhatikan! Setelah bangsa Israel terlepas dari tangan pasukan Firaun dan mengalami mujizat yang luar biasa, di mana Tuhan menuntun mereka menyeberangi Laut Teberau dengan caraNya yang ajaib, mereka bersorak-sorai dan memuji-muji Tuhan. "Baiklah aku menyanyi bagi Tuhan, sebab Ia tinggi luhur, kuda dan penunggangnya dileparkan-Nya ke dalam laut. Tuhan itu kekuatanku dan mazmurku, Ia telah menjadi ekselamatanku. Ia Allahku, kupuji Dia, Ia Allah bapaku, kuluhurkan Dia. Tuhan itu pahlawan perang; Tuhan itulah nama-Nya. Kereta Firaun dan pasukannya dibuang-Nya ke dalam laut; para perwiranya yang pilihan dibenamkan ke dalam Laut Teberau." (Keluaran 15:1-4).
Tuhan menghendaki kita agar senantiasa memuji-muji Tuhan. Daud adalah orang mengerti benar betapa pentingnya pujian bagi Tuhan, di mana dalam pujian ada kuasa! Itulah sebabnya Daud dengan yakin berkata bahwa di sepanjang umur hidupnya ia akan terus memuji nama Tuhan (baca Mazmur 104:33). Masih banyak orang Kristen yang ogah-ogahan memuji Tuhan, di gereja pun mereka memuji Tuhan dengan setengah hati.
Orang percaya yang penuh dengan Roh Kudus pasti tiada henti memuji dan meninggikan nama Tuhan dengan nyanyian rohani setiap waktu, karena mereka tahu bahwa itu adalah bagian dari ibadah kepada Tuhan.
Monday, November 7, 2011
HATI YANG SENANTIASA BERSYUKUR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 November 2011 -
Baca: Mazmur 50:1-23
"Siapa yang mempersembahkan syukur sebagai korban, ia memuliakan Aku;" Mazmur 50:32
Amerika Serikat adalah salah satu negara yang memiliki tradisi khusus yaitu menggelar acara Thanksgiving. atau hari ucapan syukur. Tradisi ini bermula ketika para pendatang dari Eropa mendarat untuk pertama kalinya di benua Amerika, dan pada waktu itu mereka berhasil meraih keuntungan untuk pertama kalinya di tahun 1623. Sejak itulah mereka menetapkan suatu hari sebagai tradisi yaitu hari ucapan syukur.
Bagaimanakah hari-hari Saudara? Apakah dipenuhi oleh ucapan syukur kepada Tuhan setiap waktu atau terus diliputi oleh kekuatiran, keluh kesah dan persungutan? Perhatikan ayat nas di atas: "Siapa yang mempersembahkan syukur sebagai korban, ia memuliakan Aku;" Hidup yang dipenuhi oleh ucapan syukur adalah hidup yang memuliakan Tuhan. Hidup yang bersyukur itulah kunci kepuasan dan kebahagiaan hidup. Namun jika yang keluar dari mulut kita hanyalah persungutan, mustahil kita merasakan kebahagiaan hidup. Orang yang terus bersungut-sungut berarti tidak pernah menghargai pertolongan Tuhan dalam hidupnya, meragukan kuasa dan kesanggupan Tuhan.
Mengapa kita harus selalu bersyukur kepada Tuhan? Hidup yang selalu bersyukur menunjukkan bahwa kita percaya dan mengakui bahwa Tuhan adalah Sumber segala berkat. Alkitab menyatakan, "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18). Kita harus mengucap syukur kepada Tuhan dalam segala hal, baik dalam keadaan keberkatan atau pun sedang dalam pergumulan, baik dalam suka maupun duka. Jadi, bukan hanya ketika segala sesuatu berjalan baik atau lancar. Bila saat ini kita diijinkan mengalami masalah atau penderitaan sekali pun, tetaplah mengucap syukur, karena semuanya pasti akan mendatangkan kebaikan bagi kita.
Pastilah Tuhan itu baik, ya Tuhan itu baik adanya: di dalam Dia ada sukacita, ada damai sejahtera, ada kebahagiaan, ada pengharapan yang pasti, ada masa depan yang baik dan sebagainya. Dan ucapan syukur terbesar dapat disebabkan karena kita telah diselamatkan! Alkitab mengajak kita untuk tetap bersyukur meski sedang dalam kesukaran, sebab kesukaran bermanafaat untuk pengemban karakter kita.
Janganlah hidup seperti sembilan orang kusta itu, yang setelah beroleh kesembuhan dari Tuhan berlalu begitu saja dan melupakan kebaikan Tuhan.
Baca: Mazmur 50:1-23
"Siapa yang mempersembahkan syukur sebagai korban, ia memuliakan Aku;" Mazmur 50:32
Amerika Serikat adalah salah satu negara yang memiliki tradisi khusus yaitu menggelar acara Thanksgiving. atau hari ucapan syukur. Tradisi ini bermula ketika para pendatang dari Eropa mendarat untuk pertama kalinya di benua Amerika, dan pada waktu itu mereka berhasil meraih keuntungan untuk pertama kalinya di tahun 1623. Sejak itulah mereka menetapkan suatu hari sebagai tradisi yaitu hari ucapan syukur.
Bagaimanakah hari-hari Saudara? Apakah dipenuhi oleh ucapan syukur kepada Tuhan setiap waktu atau terus diliputi oleh kekuatiran, keluh kesah dan persungutan? Perhatikan ayat nas di atas: "Siapa yang mempersembahkan syukur sebagai korban, ia memuliakan Aku;" Hidup yang dipenuhi oleh ucapan syukur adalah hidup yang memuliakan Tuhan. Hidup yang bersyukur itulah kunci kepuasan dan kebahagiaan hidup. Namun jika yang keluar dari mulut kita hanyalah persungutan, mustahil kita merasakan kebahagiaan hidup. Orang yang terus bersungut-sungut berarti tidak pernah menghargai pertolongan Tuhan dalam hidupnya, meragukan kuasa dan kesanggupan Tuhan.
Mengapa kita harus selalu bersyukur kepada Tuhan? Hidup yang selalu bersyukur menunjukkan bahwa kita percaya dan mengakui bahwa Tuhan adalah Sumber segala berkat. Alkitab menyatakan, "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18). Kita harus mengucap syukur kepada Tuhan dalam segala hal, baik dalam keadaan keberkatan atau pun sedang dalam pergumulan, baik dalam suka maupun duka. Jadi, bukan hanya ketika segala sesuatu berjalan baik atau lancar. Bila saat ini kita diijinkan mengalami masalah atau penderitaan sekali pun, tetaplah mengucap syukur, karena semuanya pasti akan mendatangkan kebaikan bagi kita.
Pastilah Tuhan itu baik, ya Tuhan itu baik adanya: di dalam Dia ada sukacita, ada damai sejahtera, ada kebahagiaan, ada pengharapan yang pasti, ada masa depan yang baik dan sebagainya. Dan ucapan syukur terbesar dapat disebabkan karena kita telah diselamatkan! Alkitab mengajak kita untuk tetap bersyukur meski sedang dalam kesukaran, sebab kesukaran bermanafaat untuk pengemban karakter kita.
Janganlah hidup seperti sembilan orang kusta itu, yang setelah beroleh kesembuhan dari Tuhan berlalu begitu saja dan melupakan kebaikan Tuhan.
Sunday, November 6, 2011
SUDAHKAH KITA TERBEBAS DARI KEBENCIAN?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 November 2011 -
Baca: 1 Yohanes 3:11-18
"Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia." 1 Yohanes 3:15a
Apakah Saudara adalah seorang Kristen atau pengikut Kristus? Jika kita mengaku bahwa diri kita adalah seorang Kristen tapi dalam kenyataannya kita tidak memiliki kasih, berarti kekristenan kita adalah bohong; sama artinya kita ini tidak mengenal Allah karena Allah adalah kasih (baca 1 Yohanes 4:8).
Mungkin kita tidak menyadari jika selama ini doa-doa kita tidak beroleh jawaban dari Tuhan; salah satu penyebabnya adalah karena kita tidak mengasihi sesama saudara seiman. Bila kita mengakui bahwa di dalam hati kita ada Roh Allah itu Roh Kasih. Kita tidak perlu gembar-gembor kepada orang lain untuk menegaskan bahwa kita ini adalah orang percaya, karena dari buahnyalah kita mengenal suatu pohon. Begitu pula dengan kehidupan orang percaya, dari buah-buah kehidupannya (ucapan, perbuatan atau tindakan) orang lain akan mengenal kita apakah kita ini seorang percaya atau bukan. Seorang Kristen yang benar tidak akan pernah menyimpan kepahitan dan kebencian terhadap sesamanya. Alkitab menyatakan: "Kita tahu, bahwa kita sudah berpindah dari dalam maut ke dalam hidup, yaitu karena kita mengasihi saudara kita. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tetap di dalam maut. Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya." (1 Yohanes 3:14-15).
Sadarkah kita bahwa yang menjadi penghambat doa untuk beroleh jawaban dari Tuhan adalah ketika kita masih menyimpan kebencian terhadap sesama dan tidak mau mengampuni orang lain yang bersalah kepada kita? Ketika kita menolak mengampuni orang lain, akar pahit itu terus bertumbuh dalam hati kita dan semakin mencabik-cabik doa kita. Bagaimana kita dapat berharap Tuhan akan mencurahkan berkat-berkatNya atas hidup kita kala kita masih menyimpan kebencian terhadap orang lain? Bukankah Tuhan telah mengampuni dosa-dosa kita yang tak terhitung jumlahnya itu? Karena itu Dia mengharapkan kita juga mengampuni orang lain sebagaimana dosa kita telah diampuni oleh Tuhan. Bagaimana kita dapat berdoa kalau kita masih membenci orang lain ?
Apabila kita mengeraskan hati dan tetap membenci orang lain, maka dosa kebencian itulah yang memisahkan kita dari Tuhan, sehingga doa-doa kita pun hanya sampai di langit-langit kamar!
Baca: 1 Yohanes 3:11-18
"Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia." 1 Yohanes 3:15a
Apakah Saudara adalah seorang Kristen atau pengikut Kristus? Jika kita mengaku bahwa diri kita adalah seorang Kristen tapi dalam kenyataannya kita tidak memiliki kasih, berarti kekristenan kita adalah bohong; sama artinya kita ini tidak mengenal Allah karena Allah adalah kasih (baca 1 Yohanes 4:8).
Mungkin kita tidak menyadari jika selama ini doa-doa kita tidak beroleh jawaban dari Tuhan; salah satu penyebabnya adalah karena kita tidak mengasihi sesama saudara seiman. Bila kita mengakui bahwa di dalam hati kita ada Roh Allah itu Roh Kasih. Kita tidak perlu gembar-gembor kepada orang lain untuk menegaskan bahwa kita ini adalah orang percaya, karena dari buahnyalah kita mengenal suatu pohon. Begitu pula dengan kehidupan orang percaya, dari buah-buah kehidupannya (ucapan, perbuatan atau tindakan) orang lain akan mengenal kita apakah kita ini seorang percaya atau bukan. Seorang Kristen yang benar tidak akan pernah menyimpan kepahitan dan kebencian terhadap sesamanya. Alkitab menyatakan: "Kita tahu, bahwa kita sudah berpindah dari dalam maut ke dalam hidup, yaitu karena kita mengasihi saudara kita. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tetap di dalam maut. Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya." (1 Yohanes 3:14-15).
Sadarkah kita bahwa yang menjadi penghambat doa untuk beroleh jawaban dari Tuhan adalah ketika kita masih menyimpan kebencian terhadap sesama dan tidak mau mengampuni orang lain yang bersalah kepada kita? Ketika kita menolak mengampuni orang lain, akar pahit itu terus bertumbuh dalam hati kita dan semakin mencabik-cabik doa kita. Bagaimana kita dapat berharap Tuhan akan mencurahkan berkat-berkatNya atas hidup kita kala kita masih menyimpan kebencian terhadap orang lain? Bukankah Tuhan telah mengampuni dosa-dosa kita yang tak terhitung jumlahnya itu? Karena itu Dia mengharapkan kita juga mengampuni orang lain sebagaimana dosa kita telah diampuni oleh Tuhan. Bagaimana kita dapat berdoa kalau kita masih membenci orang lain ?
Apabila kita mengeraskan hati dan tetap membenci orang lain, maka dosa kebencian itulah yang memisahkan kita dari Tuhan, sehingga doa-doa kita pun hanya sampai di langit-langit kamar!
Saturday, November 5, 2011
DAUD: Mengalahkan Ketakutan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 November 2011 -
Baca: Mazmur 56:1-14
"Sengsaraku Engkaulah yang menghitung-hitung, air mataku Kautaruh ke dalam kirbat-Mu." Mazmur 56:9a
Ketika ketakutan datang menyerang kita dan tidak segera kita lawan, ia akan menjajah pikiran kita. Itulah sebabnya Daud berkata, "Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu; kepada Allah, yang firman-Nya kupuji, kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Mazmur 56:4,5). Dengan percaya kepada Tuhan, kita melawan rasa takut itu.
Banyak orang yang selalu memikirkan masalah dan penderitaan yang dialaminya. Dan semakin kita memikirkan penderitaan dan masalah yang ada, kita akan semakin lemah, stres dan kecewa. Bawa dan serahkan semua permasalahan itu kepada Tuhan. Jangan biarkan ketakutan itu menghalangi langkah kita untuk meraih janji-janji Tuhan. Di akhir zaman ini Iblis melepaskan 'panah ketakutan' ke segala aspek kehidupan orang percaya, bisa saja melalui persoalan ekonomi, persoalan rumah tangga (antara suami isteri), persoalan anak, bahkan persoalan dalam hal pelayanan di gereja, dengan tujuan agar kita menjadi takut dan tidak lagi mempercayakan hidup ini kepada Tuhan sepenuhnya. Akhirnya banyak orang mulai tidak tahan menantikan pertolongan dari Tuhan dan lebih memilih pergi ke dukun atau orang pintar yang dirasa dapat memberikan pertolongan secara instan. Ketakutan semakin menjajah kita apabila arah pandangan kita hanya tertuju pada masalah dan situasi-situasi yang ada. Ingat, kita adalah anak-anak Tuhan, artinya adalah warga Kerajaan Allah yang secara otomatis mendapatkan perlindungan dan pemeliharaan dari Tuhan. Oleh karena itu kita harus memandang ke atas yaitu kepada Tuhan, yang akan menjadi pembela kita, yang berperang ganti kita.
Tuhan kita adalah Allah yang besar, jauh melebih semua masalah yang ada. Daud pun menjadi kuat sehingga ia dapat berkata, "kepada Allah, yang firman-Nya kupuji, kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" Di dalam Amsal 23:7a dikatakan, "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia." Artinya, hidup ini sesungguhnya tergantung dari pikiran kita. Kadangkala pikiran kita yang menjajah diri kita sendiri.
Terkadang pikiran kita sendirilah yang mengecilkan dan meragukan Tuhan.
Baca: Mazmur 56:1-14
"Sengsaraku Engkaulah yang menghitung-hitung, air mataku Kautaruh ke dalam kirbat-Mu." Mazmur 56:9a
Ketika ketakutan datang menyerang kita dan tidak segera kita lawan, ia akan menjajah pikiran kita. Itulah sebabnya Daud berkata, "Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu; kepada Allah, yang firman-Nya kupuji, kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Mazmur 56:4,5). Dengan percaya kepada Tuhan, kita melawan rasa takut itu.
Banyak orang yang selalu memikirkan masalah dan penderitaan yang dialaminya. Dan semakin kita memikirkan penderitaan dan masalah yang ada, kita akan semakin lemah, stres dan kecewa. Bawa dan serahkan semua permasalahan itu kepada Tuhan. Jangan biarkan ketakutan itu menghalangi langkah kita untuk meraih janji-janji Tuhan. Di akhir zaman ini Iblis melepaskan 'panah ketakutan' ke segala aspek kehidupan orang percaya, bisa saja melalui persoalan ekonomi, persoalan rumah tangga (antara suami isteri), persoalan anak, bahkan persoalan dalam hal pelayanan di gereja, dengan tujuan agar kita menjadi takut dan tidak lagi mempercayakan hidup ini kepada Tuhan sepenuhnya. Akhirnya banyak orang mulai tidak tahan menantikan pertolongan dari Tuhan dan lebih memilih pergi ke dukun atau orang pintar yang dirasa dapat memberikan pertolongan secara instan. Ketakutan semakin menjajah kita apabila arah pandangan kita hanya tertuju pada masalah dan situasi-situasi yang ada. Ingat, kita adalah anak-anak Tuhan, artinya adalah warga Kerajaan Allah yang secara otomatis mendapatkan perlindungan dan pemeliharaan dari Tuhan. Oleh karena itu kita harus memandang ke atas yaitu kepada Tuhan, yang akan menjadi pembela kita, yang berperang ganti kita.
Tuhan kita adalah Allah yang besar, jauh melebih semua masalah yang ada. Daud pun menjadi kuat sehingga ia dapat berkata, "kepada Allah, yang firman-Nya kupuji, kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" Di dalam Amsal 23:7a dikatakan, "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia." Artinya, hidup ini sesungguhnya tergantung dari pikiran kita. Kadangkala pikiran kita yang menjajah diri kita sendiri.
Terkadang pikiran kita sendirilah yang mengecilkan dan meragukan Tuhan.
Friday, November 4, 2011
DAUD: Mengalahkan Ketakutan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 November 2011 -
Baca: Mazmur 56:1-14
"Maka musuhku akan mundur pada waktu aku berseru; aku yakin, bahwa Allah memihak kepadaku." Mazmur 56:10
Definisi ketakutan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: "Merasa gentar atau ngeri menghadapi sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bencana; tidak berani (berbuat, menempuh, menderita); atau juga gelisah, kuatir". Daud mengalami ketakutan yang luar biasa ketika orang-orang Filistin menangkap dia di Gat. Dan pengalaman itulah yang melatarbelakangi Daud menulis Mazmur 56 ini.
Alkitab jelas menyatakan bahwa Daud menjadi sangat ketakutan sehingga meminta hikmat kepada Tuhan. Ada pun satu-satunya cara agar ia dapat melepaskan diri dari raja Filistin adalah dengan berpura-pura menjadi gila: "Sebab itu ia (Daud) berlaku seperti orang yang sakit ingatan di depan mata mereka dan berbuat pura-pura gila di dekat mereka;" (1Samuel 21:13a), bahkan sampai-sampai ia menggores-gores pintu gerbang dan membiarkan air liurnya meleleh hingga ke janggutnya. Berikut reaksi raja Filistin ketika melihat Daud: "Tidakkah kamu lihat, bahwa orang itu gila? Mengapa kamu membawa dia kepadaku? Kekurangan orang gilakah aku, maka kamu bawa orang ini kepadaku supaya ia menunjukkan gilanya dekat aku? Patutkah orang yang demikian masuk ke rumahku?" (1 Samuel 21:14-15). Mungkin Daud berpikir bahwa saat itu ia akan mati dan tidak punya pengharapan lagi. Namun ternyata ia luput dari kematian dan terbebaskan. Itu semua karena campur tangan Tuhan. Daud pun membuat suatu miktam, yaitu nyanyian berulang-ulang untuk menguatkan hatinya.
Siapa pun orangnya pasti pernah mengalami rasa takut ketika menghadapi permasalahan yang berat. Tak terkecuali Daud, meski ia dikenal sebagai seorang pemberani, satu-satunya yang mampu mengalahkan Goliat. Tapi jika kita memperhatikan Mazmur 56, betapa berat pergumulan yang harus dialami: "...orang-orang menginjak-injak aku, sepanjang hari orang memerangi dan mengimpit aku! Seteru-seteruku menginjak-injak aku sepanjang hari, bahkan banyak orang yang memerangi aku dengan sombong. Sepanjang hari mereka mengacukan perkaraku; mereka senantiasa bermaksud jahat terhadapku. Mereka mau menyerbu, mereka mengintip, mengamat-amati langkahku, seperti orang-orang yang ingin mencabut nyawaku." (Mazmur 56:2, 3, 6, 7).
Secara manusia, Daud tidak kuat menghadapi masalah yang berat ini.
Baca: Mazmur 56:1-14
"Maka musuhku akan mundur pada waktu aku berseru; aku yakin, bahwa Allah memihak kepadaku." Mazmur 56:10
Definisi ketakutan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: "Merasa gentar atau ngeri menghadapi sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bencana; tidak berani (berbuat, menempuh, menderita); atau juga gelisah, kuatir". Daud mengalami ketakutan yang luar biasa ketika orang-orang Filistin menangkap dia di Gat. Dan pengalaman itulah yang melatarbelakangi Daud menulis Mazmur 56 ini.
Alkitab jelas menyatakan bahwa Daud menjadi sangat ketakutan sehingga meminta hikmat kepada Tuhan. Ada pun satu-satunya cara agar ia dapat melepaskan diri dari raja Filistin adalah dengan berpura-pura menjadi gila: "Sebab itu ia (Daud) berlaku seperti orang yang sakit ingatan di depan mata mereka dan berbuat pura-pura gila di dekat mereka;" (1Samuel 21:13a), bahkan sampai-sampai ia menggores-gores pintu gerbang dan membiarkan air liurnya meleleh hingga ke janggutnya. Berikut reaksi raja Filistin ketika melihat Daud: "Tidakkah kamu lihat, bahwa orang itu gila? Mengapa kamu membawa dia kepadaku? Kekurangan orang gilakah aku, maka kamu bawa orang ini kepadaku supaya ia menunjukkan gilanya dekat aku? Patutkah orang yang demikian masuk ke rumahku?" (1 Samuel 21:14-15). Mungkin Daud berpikir bahwa saat itu ia akan mati dan tidak punya pengharapan lagi. Namun ternyata ia luput dari kematian dan terbebaskan. Itu semua karena campur tangan Tuhan. Daud pun membuat suatu miktam, yaitu nyanyian berulang-ulang untuk menguatkan hatinya.
Siapa pun orangnya pasti pernah mengalami rasa takut ketika menghadapi permasalahan yang berat. Tak terkecuali Daud, meski ia dikenal sebagai seorang pemberani, satu-satunya yang mampu mengalahkan Goliat. Tapi jika kita memperhatikan Mazmur 56, betapa berat pergumulan yang harus dialami: "...orang-orang menginjak-injak aku, sepanjang hari orang memerangi dan mengimpit aku! Seteru-seteruku menginjak-injak aku sepanjang hari, bahkan banyak orang yang memerangi aku dengan sombong. Sepanjang hari mereka mengacukan perkaraku; mereka senantiasa bermaksud jahat terhadapku. Mereka mau menyerbu, mereka mengintip, mengamat-amati langkahku, seperti orang-orang yang ingin mencabut nyawaku." (Mazmur 56:2, 3, 6, 7).
Secara manusia, Daud tidak kuat menghadapi masalah yang berat ini.
Thursday, November 3, 2011
MAJIKAN KITA ADALAH TUHAN, BUKAN MANUSIA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 November 2011 -
Baca: 1 Korintus 9:1-23
"Demikian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu." 1 Korintus 9:14
Kalau kita melayani Tuhan, apa pun bentuknya, entah sebagai pengajar, penulis, diaken, pendeta, worship leader, singer, pendoa syafaat, kolektan, tim paduan suara dan sebagainya, tuan kita bukanlah gembala sidang atau pemimpin organisasi gereja tempat di mana kita berjemaat atau melayani. Yang menjadi tuan kita adalah Tuhan Yesus sendiri. Kita adalah hamba dan Tuhan Yesus adalah Tuan kita. Jadi para pelayan Tuhan bukanlah seperti buruh atau pegawai dari organisasi gereja, melainkan seorang hamba yang telah dipanggil dan dipilih oleh Tuhan sendiri.
Kita semua adalah hamba-hamba Tuhan, pelayan-pelayan pekerjaan Tuhan yang telah ditetapkan oleh Tuhan sendiri menurut kadar anugerah yang dikaruniakan kepada kita masing-masing. Karunia atau kesanggupan yang ada pada kita itulah yang menetapkan kedudukan kita di dalam tubuh Kristus. Kita adalah hamba-hamba Tuhan yang bersama-sama melayani satu Tuan, yang adalah majikan kita satu-satunya, yang kepada Dia kita harus tunduk dan taat secara mutlak. Rasul Paulus berkata, "Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah." (1 Korintus 4:1). Rasul Paulus menyadari bahwa Tuhan adalah Tuannya dan dia adalah hamba; Tuhan memanggil, Tuhan juga yang akan memberikan upah kepadanya atas pelayanan yang ia lakukan. Inilah kebenaran yang harus kita mengerti! Banyak sekali pelayan Tuhan yang mundur dari pelayanan karena mereka kecewa kepada manusia atau organisasi gereja. Mengapa demikian? Karena fokus pelayanan mereka tertuju kepada manusia, bukan kepada Tuhan. Namun jika mata kita terarah kepada Tuhan Yesus yang adalah Tuan kita, maka kita tidak akan mudah kecewa atau putus asa dalam pelayanan. Rasul Paulus berkata pula, "Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hambaNya." (Kolose 3:24).
Jika Tuhan yang memanggil kita, Ia juga pasti akan menyediakan upah itu bagi kita, sebab "...dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia" (1 Korintus 15:58). Oleh karena itu berhentilah bersungut-sungut atau mengeluh dalam pelayanan. Tuhan adalah Tuan dan Majikan kita, Dialah yang akan menjamin hidup kita.
Upah yang diberikan Tuhan selalu datang pada waktu yang tepat dan selalu cukup.
Baca: 1 Korintus 9:1-23
"Demikian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu." 1 Korintus 9:14
Kalau kita melayani Tuhan, apa pun bentuknya, entah sebagai pengajar, penulis, diaken, pendeta, worship leader, singer, pendoa syafaat, kolektan, tim paduan suara dan sebagainya, tuan kita bukanlah gembala sidang atau pemimpin organisasi gereja tempat di mana kita berjemaat atau melayani. Yang menjadi tuan kita adalah Tuhan Yesus sendiri. Kita adalah hamba dan Tuhan Yesus adalah Tuan kita. Jadi para pelayan Tuhan bukanlah seperti buruh atau pegawai dari organisasi gereja, melainkan seorang hamba yang telah dipanggil dan dipilih oleh Tuhan sendiri.
Kita semua adalah hamba-hamba Tuhan, pelayan-pelayan pekerjaan Tuhan yang telah ditetapkan oleh Tuhan sendiri menurut kadar anugerah yang dikaruniakan kepada kita masing-masing. Karunia atau kesanggupan yang ada pada kita itulah yang menetapkan kedudukan kita di dalam tubuh Kristus. Kita adalah hamba-hamba Tuhan yang bersama-sama melayani satu Tuan, yang adalah majikan kita satu-satunya, yang kepada Dia kita harus tunduk dan taat secara mutlak. Rasul Paulus berkata, "Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah." (1 Korintus 4:1). Rasul Paulus menyadari bahwa Tuhan adalah Tuannya dan dia adalah hamba; Tuhan memanggil, Tuhan juga yang akan memberikan upah kepadanya atas pelayanan yang ia lakukan. Inilah kebenaran yang harus kita mengerti! Banyak sekali pelayan Tuhan yang mundur dari pelayanan karena mereka kecewa kepada manusia atau organisasi gereja. Mengapa demikian? Karena fokus pelayanan mereka tertuju kepada manusia, bukan kepada Tuhan. Namun jika mata kita terarah kepada Tuhan Yesus yang adalah Tuan kita, maka kita tidak akan mudah kecewa atau putus asa dalam pelayanan. Rasul Paulus berkata pula, "Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hambaNya." (Kolose 3:24).
Jika Tuhan yang memanggil kita, Ia juga pasti akan menyediakan upah itu bagi kita, sebab "...dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia" (1 Korintus 15:58). Oleh karena itu berhentilah bersungut-sungut atau mengeluh dalam pelayanan. Tuhan adalah Tuan dan Majikan kita, Dialah yang akan menjamin hidup kita.
Upah yang diberikan Tuhan selalu datang pada waktu yang tepat dan selalu cukup.
Wednesday, November 2, 2011
PELAYAN TUHAN: Melayani Jiwa-Jiwa (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 November 2011 -
Baca: Kolose 3:12-17
"Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran." Kolose 3:12
Kepada jemaat Tuhan di Kolose rasul Paulus menasihatkan agar dalam melayani jiwa-jiwa kita melakukannya dengan sukacita, bukan karena terpaksa, dan juga "...kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran." Jika kita melayani jiwa-jiwa dengan belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran, kita tidak akan pernah merasa lelah, kecewa, putus asa dan sakit hati ketika kita dikecewakan atau ditolak saat melayani. Sebaliknya kita akan tetap semangat dalam melayani, apa pun keadaannya; tidak akan menahan mulut kita untuk bersaksi dan memberitakan Injil serta mengajar firman kepada orang lain.
Timotius berkata demikian, "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2). Mungkin kita berkata, "Apa saya mampu?" Perhatikan! "...Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita..." (2 Timotius 1:7-8). Di dalam kita ada Roh Kudus; Dialah yang mendorong dan memampukan kita untuk menginjil. Setiap anggota jemaat sangat membutuhkan bimbingan dan pemeliharaan seperti anak-anak yang perlu mendapat pemeliharaan, mulai dari masa bayinya sampai kepada masa dewasa. Terhadap jemaat yang rohaninya masih 'bayi' kita harus memberi mereka 'susu', dan bilamana mereka sudah bertambah besar kita pun harus memberikan mereka 'makanan yang keras'. Tertulis: "Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:13-14).
Itu adalah tanggung jawab kita para pelayan Tuhan: memelihara mereka dengan firmanNya dan menyatakan perbuatan kasih yang hangat sebagai pengikat kita satu sama lain.
Kasih Kristus itulah yang mendorong kita dalam segala pelayanan dan pengorbanan kita, karena tiap-tiap jemaat berhak mendapatkan pemeliharaan rohani yang sama.
Baca: Kolose 3:12-17
"Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran." Kolose 3:12
Kepada jemaat Tuhan di Kolose rasul Paulus menasihatkan agar dalam melayani jiwa-jiwa kita melakukannya dengan sukacita, bukan karena terpaksa, dan juga "...kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran." Jika kita melayani jiwa-jiwa dengan belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran, kita tidak akan pernah merasa lelah, kecewa, putus asa dan sakit hati ketika kita dikecewakan atau ditolak saat melayani. Sebaliknya kita akan tetap semangat dalam melayani, apa pun keadaannya; tidak akan menahan mulut kita untuk bersaksi dan memberitakan Injil serta mengajar firman kepada orang lain.
Timotius berkata demikian, "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2). Mungkin kita berkata, "Apa saya mampu?" Perhatikan! "...Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita..." (2 Timotius 1:7-8). Di dalam kita ada Roh Kudus; Dialah yang mendorong dan memampukan kita untuk menginjil. Setiap anggota jemaat sangat membutuhkan bimbingan dan pemeliharaan seperti anak-anak yang perlu mendapat pemeliharaan, mulai dari masa bayinya sampai kepada masa dewasa. Terhadap jemaat yang rohaninya masih 'bayi' kita harus memberi mereka 'susu', dan bilamana mereka sudah bertambah besar kita pun harus memberikan mereka 'makanan yang keras'. Tertulis: "Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:13-14).
Itu adalah tanggung jawab kita para pelayan Tuhan: memelihara mereka dengan firmanNya dan menyatakan perbuatan kasih yang hangat sebagai pengikat kita satu sama lain.
Kasih Kristus itulah yang mendorong kita dalam segala pelayanan dan pengorbanan kita, karena tiap-tiap jemaat berhak mendapatkan pemeliharaan rohani yang sama.
Tuesday, November 1, 2011
PELAYAN TUHAN: Melayani Jiwa-Jiwa (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 November 2011 -
Baca: Lukas 15:8-10
"Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat." Lukas 15:10
Adalah sukacita besar jika saat ini kita dipercaya untuk terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan. Melayani Tuhan berarti memberikan yang terbaik bagi Tuhan: hidup, waktu, tenaga dan apa pun yang kita miliki kita persembahkan untuk Dia. Melayani Tuhan berarti melayani jiwa-jiwa, membawa jiwa-jiwa mendekat kepada Tuhan sehingga mereka memiliki pengenalan yang benar akan Dia. Sungguh, tidak ada sukacita yang lebih besar daripada sukacita dalam melayani jiwa-jiwa.
Ayat nas di atas jelas menyatakan bahwa ada sukacita besar di sorga bila ada satu orang berdosa bertobat dan diselamatkan. Alangkah berbahagianya jika kita menjadi bagian dari orang-orang yang dapat membawa jiwa-jiwa itu kepada Tuhan. Oleh karena itu kita yang sudah terlibat dalam pelayanan harus benar-benar memiliki kepedulian terhadap orang lain, terlebih lagi terhadap saudara seiman atau jemaat Tuhan. Apa itu jemaat Tuhan? Adalah kumpulan atau persekutuan orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus, atau disebut juga anggota gereja. Sebagaimana tubuh mempunyai banyak macam anggota seperti mata, hidung, telinga, mulut, kaki, tangan dan sebagainya, begitu pula gereja Tuhan memiliki banyak anggota. Dikatakan, "Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya." (1 Korintus 12:27). Sebagai pelayan Tuhan kita memiliki tugas dan kewajiban untuk memperhatikan mereka; ada yang bertugas menabur, ada pula yang berkewajiban untuk menyiram. Apa yang kita tabur? Benih yang hidup, yaitu firman Tuhan. Namun, "...yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan. Baik yang menanam maupun yang menyiram adalah sama; dan masing-masing akan menerima upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri." (1 Korintus 3:7-8).
Jadi, jika kita melihat anggota jemaat Tuhan dapat bertumbuh dan makin dewasa rohaninya, itu bukanlah hasil kepintaran atau jasa kita. Apa pun alasannya, kita tidak punya hak untuk bermegah atau menyombongkan diri! Ingat! Kita ini hanyalah 'pelayanNya' saja, dan Tuhan sendirilah yang berkarya melalui pekerjaan Roh Kudus. Tugas kita adalah melayani jiwa-jiwa lebih giat dan semakin giat lagi! (Bersambung)
Baca: Lukas 15:8-10
"Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat." Lukas 15:10
Adalah sukacita besar jika saat ini kita dipercaya untuk terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan. Melayani Tuhan berarti memberikan yang terbaik bagi Tuhan: hidup, waktu, tenaga dan apa pun yang kita miliki kita persembahkan untuk Dia. Melayani Tuhan berarti melayani jiwa-jiwa, membawa jiwa-jiwa mendekat kepada Tuhan sehingga mereka memiliki pengenalan yang benar akan Dia. Sungguh, tidak ada sukacita yang lebih besar daripada sukacita dalam melayani jiwa-jiwa.
Ayat nas di atas jelas menyatakan bahwa ada sukacita besar di sorga bila ada satu orang berdosa bertobat dan diselamatkan. Alangkah berbahagianya jika kita menjadi bagian dari orang-orang yang dapat membawa jiwa-jiwa itu kepada Tuhan. Oleh karena itu kita yang sudah terlibat dalam pelayanan harus benar-benar memiliki kepedulian terhadap orang lain, terlebih lagi terhadap saudara seiman atau jemaat Tuhan. Apa itu jemaat Tuhan? Adalah kumpulan atau persekutuan orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus, atau disebut juga anggota gereja. Sebagaimana tubuh mempunyai banyak macam anggota seperti mata, hidung, telinga, mulut, kaki, tangan dan sebagainya, begitu pula gereja Tuhan memiliki banyak anggota. Dikatakan, "Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya." (1 Korintus 12:27). Sebagai pelayan Tuhan kita memiliki tugas dan kewajiban untuk memperhatikan mereka; ada yang bertugas menabur, ada pula yang berkewajiban untuk menyiram. Apa yang kita tabur? Benih yang hidup, yaitu firman Tuhan. Namun, "...yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan. Baik yang menanam maupun yang menyiram adalah sama; dan masing-masing akan menerima upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri." (1 Korintus 3:7-8).
Jadi, jika kita melihat anggota jemaat Tuhan dapat bertumbuh dan makin dewasa rohaninya, itu bukanlah hasil kepintaran atau jasa kita. Apa pun alasannya, kita tidak punya hak untuk bermegah atau menyombongkan diri! Ingat! Kita ini hanyalah 'pelayanNya' saja, dan Tuhan sendirilah yang berkarya melalui pekerjaan Roh Kudus. Tugas kita adalah melayani jiwa-jiwa lebih giat dan semakin giat lagi! (Bersambung)
Monday, October 31, 2011
AKANKAH IA MENGABAIKAN DOA KITA?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Oktober 2011 -
Baca: Lukas 18:1-8
"Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" Lukas 18:7
Sebagai manusia kita cenderung mudah putus asa dan tidak sabar menantikan jawaban doa kita. Itulah sebabnya Yesus mengajar kita berdoa tak putus-putusnya. "Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu." (ayat 1). Kita wajib berdoa setiap hari dan setiap saat, karena jika tidak, kita tidak akan memiliki hubungan harmonis dengan Bapa. Kadangkala kita kecewa dan kehilangan semangat, kita berpikir seolah-olah doa kita tidak akan didengar Bapa. Sorga nampak seolah-olah mempunyai pintu baja yang menghalangi doa kita mencapai Allah. Tetapi Yesus menghendaki kita senantiasa berdoa sekalipun belum ada tanda-tanda jawaban atas doa kita.
Jika kita menyerahkan hidup dalam tangan Yesus, Bapa kita bukan hanya mendengar doa-doa kita, tetapi Ia juga akan menjawab doa-doa kita. "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" Allah Bapa kita tidak berlambat-lambat dalam membalas doa kita, tetapi kitalah yang harus bersabar dan belajar menerima segala sesuatunya sejalan dengan rencana dan jadwal Allah. Sesungguhnya apa yang kita butuhkan telah tersedia, tetapi hal itu akan dinyatakan kepada kita pada waktu yang tepat. Ketika kita menabur benih, benih itu tidak bertumbuh dalam waktu semalam; ia membutuhkan waktu beberapa hari untuk tumbuh. Dan kita akan menuainya setelah beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun kemudian. Demikian juga dengan doa-doa kita. Kadang kita harus berdoa untuk jangka waktu yang lama baru kita dapat menikmati hasilnya.
Janganlah tawar hati karena Yesus berkata, "Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan." (Lukas 11:10). Jadi barangsiapa belum juga menerima jawaban doa-doanya, bersabarlah dan nantikanlah waktuNya. Mungkin Ia menghendaki engkau membuktikan kesetiaan dan kesabaranmu dalam masa-masa kesukaranmu. Atau mungkin saja Allah ingin membangun karaktermu melalui ujian yang kauhadapi sehingga engkau memiliki karakter Anak.
Setiap permasalahan pasti ada jalan keluarnya; dan tak peduli apa masalahmu, bagi Allah, jawabannya amat mudah! Jadi, jangan berhenti berdoa!
Baca: Lukas 18:1-8
"Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" Lukas 18:7
Sebagai manusia kita cenderung mudah putus asa dan tidak sabar menantikan jawaban doa kita. Itulah sebabnya Yesus mengajar kita berdoa tak putus-putusnya. "Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu." (ayat 1). Kita wajib berdoa setiap hari dan setiap saat, karena jika tidak, kita tidak akan memiliki hubungan harmonis dengan Bapa. Kadangkala kita kecewa dan kehilangan semangat, kita berpikir seolah-olah doa kita tidak akan didengar Bapa. Sorga nampak seolah-olah mempunyai pintu baja yang menghalangi doa kita mencapai Allah. Tetapi Yesus menghendaki kita senantiasa berdoa sekalipun belum ada tanda-tanda jawaban atas doa kita.
Jika kita menyerahkan hidup dalam tangan Yesus, Bapa kita bukan hanya mendengar doa-doa kita, tetapi Ia juga akan menjawab doa-doa kita. "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" Allah Bapa kita tidak berlambat-lambat dalam membalas doa kita, tetapi kitalah yang harus bersabar dan belajar menerima segala sesuatunya sejalan dengan rencana dan jadwal Allah. Sesungguhnya apa yang kita butuhkan telah tersedia, tetapi hal itu akan dinyatakan kepada kita pada waktu yang tepat. Ketika kita menabur benih, benih itu tidak bertumbuh dalam waktu semalam; ia membutuhkan waktu beberapa hari untuk tumbuh. Dan kita akan menuainya setelah beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun kemudian. Demikian juga dengan doa-doa kita. Kadang kita harus berdoa untuk jangka waktu yang lama baru kita dapat menikmati hasilnya.
Janganlah tawar hati karena Yesus berkata, "Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan." (Lukas 11:10). Jadi barangsiapa belum juga menerima jawaban doa-doanya, bersabarlah dan nantikanlah waktuNya. Mungkin Ia menghendaki engkau membuktikan kesetiaan dan kesabaranmu dalam masa-masa kesukaranmu. Atau mungkin saja Allah ingin membangun karaktermu melalui ujian yang kauhadapi sehingga engkau memiliki karakter Anak.
Setiap permasalahan pasti ada jalan keluarnya; dan tak peduli apa masalahmu, bagi Allah, jawabannya amat mudah! Jadi, jangan berhenti berdoa!
Sunday, October 30, 2011
SASARAN KEKRISTENAN: Mencapai Kedewasaan Penuh!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Oktober 2011 -
Baca: Efesus 4:1-16
"sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus." Efesus 4:13
Berbicara tentang kedewasaan adalah berkenaan dengan karakter, cara berpikir, berperilaku dan sikap hati alam merespons segala hal. Mengukur kedewasaan rohani seseorang berbeda dengan jika menerka atau menduga berapa usia orang tersebut. Mungkin kita akan lebih mudah menebak usia seseorang dilihat dari tampilan fisik dan juga ciri-ciri biologis lainnya, apakah dia masih tergolong kanak-kanak, remaja atau sudah berusia lanjut. Namun untuk melihat kedewasaan rohani seseorang itu tidaklah gampang, kita harus mengenal pribadi orang itu lebih dalam dan bergaul dekat dengan dia dalam kurun waktu yang tidak singkat, itu pun belum bisa menjamin sepenuhnya kita bisa tahu kedewasaan rohaninya; jadi membutuhkan banyak waktu.
Menduga usia kedewasaan rohani seseorang memang tidaklah mudah karena kehidupan kekristenan adalah dinamis, bukan statis; harus terus bertumbuh dari hari ke sehari. Tuhan menghendaki, setiap orang percaya mencapai kedewasaan penuh, "...bukan lagi anak-anak yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan," (ayat 14).
Kedewasaan dalam hal apa yang harus menjadi target hidup kita? Salah satunya adalah harus dewasa dalam firman. "...makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:14). Orang yang dewasa rohani pasti mencintai firman Tuhan, hatinya terus merasa haus dan lapar terhadap firman Tuhan. Segala pikiran dan tindakan terarah kepada firman Tuhan yang direnungkannya dengan sungguh-sungguh. Ia tidak akan mudah tersinggung atau marah jika tertegur oleh firman Tuhan yang keras. Jika kita masih marah, menyalahkan hamba Tuhan dan mogok ke gereja hanya karena firman, berarti kita masih Kristen kanak-kanak. Simak pernyataan Paulus: "Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu." (1 Korintus 13:11).
Dewasa berarti tidak lagi seperti kanak-kanak, tetapi berubah dan hidup seturut dengan firman Tuhan!
Baca: Efesus 4:1-16
"sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus." Efesus 4:13
Berbicara tentang kedewasaan adalah berkenaan dengan karakter, cara berpikir, berperilaku dan sikap hati alam merespons segala hal. Mengukur kedewasaan rohani seseorang berbeda dengan jika menerka atau menduga berapa usia orang tersebut. Mungkin kita akan lebih mudah menebak usia seseorang dilihat dari tampilan fisik dan juga ciri-ciri biologis lainnya, apakah dia masih tergolong kanak-kanak, remaja atau sudah berusia lanjut. Namun untuk melihat kedewasaan rohani seseorang itu tidaklah gampang, kita harus mengenal pribadi orang itu lebih dalam dan bergaul dekat dengan dia dalam kurun waktu yang tidak singkat, itu pun belum bisa menjamin sepenuhnya kita bisa tahu kedewasaan rohaninya; jadi membutuhkan banyak waktu.
Menduga usia kedewasaan rohani seseorang memang tidaklah mudah karena kehidupan kekristenan adalah dinamis, bukan statis; harus terus bertumbuh dari hari ke sehari. Tuhan menghendaki, setiap orang percaya mencapai kedewasaan penuh, "...bukan lagi anak-anak yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan," (ayat 14).
Kedewasaan dalam hal apa yang harus menjadi target hidup kita? Salah satunya adalah harus dewasa dalam firman. "...makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:14). Orang yang dewasa rohani pasti mencintai firman Tuhan, hatinya terus merasa haus dan lapar terhadap firman Tuhan. Segala pikiran dan tindakan terarah kepada firman Tuhan yang direnungkannya dengan sungguh-sungguh. Ia tidak akan mudah tersinggung atau marah jika tertegur oleh firman Tuhan yang keras. Jika kita masih marah, menyalahkan hamba Tuhan dan mogok ke gereja hanya karena firman, berarti kita masih Kristen kanak-kanak. Simak pernyataan Paulus: "Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu." (1 Korintus 13:11).
Dewasa berarti tidak lagi seperti kanak-kanak, tetapi berubah dan hidup seturut dengan firman Tuhan!
Saturday, October 29, 2011
MERENUNGKAN FIRMAN: Kunci Keberhasilan Dalam Segala Hal!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Oktober 2011 -
Baca: Mazmur 1:1-6
"tetapi yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam." Mazmur 1:2
Apakah Saudara membaca Alkitab setiap hari? Masih banyak orang Kristen yang menjawab, "Jujur, saya jarang baca Alkitab. Mana sempat? Pulang kerja sudah larut malam, jadi cuma sempat berdoa saja. Saya membaca Alkitab kalau pas hari Minggu di gereja. Untung di tas kerja saya ada AIR HIDUP, bisa dibawa kemana-mana. Itu saja yang kubaca." Membaca firman Tuhan melalui renungan-renungan harian memang bagus karena di situ ada tuntunan ayat-ayat yang kita baca, tapi kita tidak boleh melupakan sumbernya yaitu Alkitab (firman Tuhan).
Seseorang yang memiliki kehidupan doa pribadi setiap hari pasti hidupnya tidak dapat dipisahkan dari firman Tuhan, karena ia sadar bahwa "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Matius 4:4). Oleh karena itu kita harus menyediakan waktu secara khusus untuk membaca, mendengar dan merenungkan firman Tuhan setiap hari. Sebagaimana tubuh jasmani kita membutuhkan makanan setiap hari, begitu pula dengan manusia roh kita, harus makan makanan rohani (firman Tuhan) secara teratur setiap hari. Orang yang suka merenungkan firman siang dan malam adalah orang yang memiliki kekariban dengan Tuhan. Dan terhadap orang yang karib, "...perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Pentingkah firman Tuhan bagi kehidupan Saudara? Kita harus menyadari bahwa firman Tuhan adalah pegangan dan pedoman hidup orang percaya, karena itu "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Jika kita rindu mengalami kuasa Tuhan, rindu pelayanan kita berhasil, rindu mengalami berkat-berkat Tuhan, kita pun harus mencintai firman Tuhan setiap hari. Sayang, masih banyak orang Kristen yang menyepelekan firman Tuhan, Alkitab yang adalah buku kehidupan yang cuma dijadikan pajangan di dalam lemari, padahal isi Alkitab itu benih hidup yang kekal dan perkataan Tuhan sendiri yang penuh kuasa.
Tidaklah mengherankan banyak orang Kristen mengalami kegagalan dalam hidup dan menjadi seperti tanah kering karena mereka tidak suka firman Tuhan!
Baca: Mazmur 1:1-6
"tetapi yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam." Mazmur 1:2
Apakah Saudara membaca Alkitab setiap hari? Masih banyak orang Kristen yang menjawab, "Jujur, saya jarang baca Alkitab. Mana sempat? Pulang kerja sudah larut malam, jadi cuma sempat berdoa saja. Saya membaca Alkitab kalau pas hari Minggu di gereja. Untung di tas kerja saya ada AIR HIDUP, bisa dibawa kemana-mana. Itu saja yang kubaca." Membaca firman Tuhan melalui renungan-renungan harian memang bagus karena di situ ada tuntunan ayat-ayat yang kita baca, tapi kita tidak boleh melupakan sumbernya yaitu Alkitab (firman Tuhan).
Seseorang yang memiliki kehidupan doa pribadi setiap hari pasti hidupnya tidak dapat dipisahkan dari firman Tuhan, karena ia sadar bahwa "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Matius 4:4). Oleh karena itu kita harus menyediakan waktu secara khusus untuk membaca, mendengar dan merenungkan firman Tuhan setiap hari. Sebagaimana tubuh jasmani kita membutuhkan makanan setiap hari, begitu pula dengan manusia roh kita, harus makan makanan rohani (firman Tuhan) secara teratur setiap hari. Orang yang suka merenungkan firman siang dan malam adalah orang yang memiliki kekariban dengan Tuhan. Dan terhadap orang yang karib, "...perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Pentingkah firman Tuhan bagi kehidupan Saudara? Kita harus menyadari bahwa firman Tuhan adalah pegangan dan pedoman hidup orang percaya, karena itu "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Jika kita rindu mengalami kuasa Tuhan, rindu pelayanan kita berhasil, rindu mengalami berkat-berkat Tuhan, kita pun harus mencintai firman Tuhan setiap hari. Sayang, masih banyak orang Kristen yang menyepelekan firman Tuhan, Alkitab yang adalah buku kehidupan yang cuma dijadikan pajangan di dalam lemari, padahal isi Alkitab itu benih hidup yang kekal dan perkataan Tuhan sendiri yang penuh kuasa.
Tidaklah mengherankan banyak orang Kristen mengalami kegagalan dalam hidup dan menjadi seperti tanah kering karena mereka tidak suka firman Tuhan!
Friday, October 28, 2011
MENJADI BERKAT OLEH ANUGERAHNYA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Oktober 2011 -
Baca: Roma 4
"Karena itulah kebenaran berdasarkan iman supaya merupakan kasih karunia, sehingga janji itu berlaku bagi semua keturunan Abraham,..." Roma 4:16a
Alkitab mencatat, "Dahulu kala di seberang sungai Efrat, di situlah diam nenek moyangmu, yakni Terah, ayah Abraham dan ayah Nahor, dan mereka beribadah kepada allah lain." (Yosua 24:2). Melalui ayat ini jelas dinyatakan bahwa Terah, ayah Abraham, adalah penyembah berhala. Ini menunjukkan bahwa pada awalnya Abraham bukanlah orang percaya. Seperti orang-orang sezamannya, ia adalah penyembah berhala yang memuja berhala di Ur-Kasdim. Namun dalam Kejadian 12:1 Tuhan mengatakan padanya, "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu;" (Kejadian 12:1). Inilah awal Abraham menjadi orang percaya.
Tuhan menyatakan diriNya secara pribadi kepada Abraham karena Dia memiliki rencana besar atas kehidupan Abraham, hendak menjadikannya bapa bagi bangsa-bangsa. Hidup Abraham dipakai Tuhan bukan karena ia orang benar, tetapi karena anugerahNya semata. "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri,..." (2 Timotius 1:9). Abraham merespons panggilan Tuhan ini dengan ketaatan. Ketika diperintahkan pergi ke suatu negeri yang belum diketahuinya, dengan konsekuensi harus meninggalkan sanak keluarga dan tanah leluhurnya, Abraham taat. Ini bukanlah perkara mudah, apalagi perintah itu ia terima dari Tuhan yang baru saja dikenalnya. Namun respons Abraham telah menghasilkan keselamatan bagi seluruh umat manusia, di mana melalui keturunan Abraham inilah Allah menggenapi janjiNya dengan mengutus Yesus Kristus datang ke dunia.
Prinsip pemilihan Tuhan terhadap Abraham sama dengan prinsip Tuhan memilih kita. Kita yang sebelumnya adalah orang-orang berdosa, ditebus melalui darah Kristus yang kudus sehingga kita menjadi orang-orang yang dibenarkan, lalu diangkat sebagai anak-anakNya, artinya kita juga ahli waris Kerajaan Allah.
Mari introspeksi diri: adakah kita memiliki ketaatan seperti Abraham? Berani mengambil keputusan untuk mengikuti dan melayani Tuhan dengan segenap hati serta rela meninggalkan segala kenyamanan yang ada selama ini?
Baca: Roma 4
"Karena itulah kebenaran berdasarkan iman supaya merupakan kasih karunia, sehingga janji itu berlaku bagi semua keturunan Abraham,..." Roma 4:16a
Alkitab mencatat, "Dahulu kala di seberang sungai Efrat, di situlah diam nenek moyangmu, yakni Terah, ayah Abraham dan ayah Nahor, dan mereka beribadah kepada allah lain." (Yosua 24:2). Melalui ayat ini jelas dinyatakan bahwa Terah, ayah Abraham, adalah penyembah berhala. Ini menunjukkan bahwa pada awalnya Abraham bukanlah orang percaya. Seperti orang-orang sezamannya, ia adalah penyembah berhala yang memuja berhala di Ur-Kasdim. Namun dalam Kejadian 12:1 Tuhan mengatakan padanya, "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu;" (Kejadian 12:1). Inilah awal Abraham menjadi orang percaya.
Tuhan menyatakan diriNya secara pribadi kepada Abraham karena Dia memiliki rencana besar atas kehidupan Abraham, hendak menjadikannya bapa bagi bangsa-bangsa. Hidup Abraham dipakai Tuhan bukan karena ia orang benar, tetapi karena anugerahNya semata. "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri,..." (2 Timotius 1:9). Abraham merespons panggilan Tuhan ini dengan ketaatan. Ketika diperintahkan pergi ke suatu negeri yang belum diketahuinya, dengan konsekuensi harus meninggalkan sanak keluarga dan tanah leluhurnya, Abraham taat. Ini bukanlah perkara mudah, apalagi perintah itu ia terima dari Tuhan yang baru saja dikenalnya. Namun respons Abraham telah menghasilkan keselamatan bagi seluruh umat manusia, di mana melalui keturunan Abraham inilah Allah menggenapi janjiNya dengan mengutus Yesus Kristus datang ke dunia.
Prinsip pemilihan Tuhan terhadap Abraham sama dengan prinsip Tuhan memilih kita. Kita yang sebelumnya adalah orang-orang berdosa, ditebus melalui darah Kristus yang kudus sehingga kita menjadi orang-orang yang dibenarkan, lalu diangkat sebagai anak-anakNya, artinya kita juga ahli waris Kerajaan Allah.
Mari introspeksi diri: adakah kita memiliki ketaatan seperti Abraham? Berani mengambil keputusan untuk mengikuti dan melayani Tuhan dengan segenap hati serta rela meninggalkan segala kenyamanan yang ada selama ini?
Thursday, October 27, 2011
HIDUP KEKRISTENAN: Terpisah dari Dosa!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Oktober 2011 -
Baca: Keluaran 19
"Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus. Inilah semuanya firman yang harus kaukatakan kepada orang Israel." Keluaran 19:6
"Kekudusan lagi! Topik itu melulu, bosan ahh!" Mungkin itu reaksi kita. Kekudusan adalah topik yang sangat tidak disukai dan sebisa mungkin dihindari oleh orang Kristen. Mengapa? Karena berbicara tentang kekudusan berarti jemaat akan ditegur, dikoreksi, di 'ditelanjangi' dosa-dosanya. Namun, mau tidak mau, suka tidak suka, topik itu harus tetap disampaikan kepada orang percaya sampai Tuhan datang kali kedua, karena kekudusan adalah syarat mutlak untuk dapat melihat Tuhan. "...kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan." (Ibrani 12:14). Jadi kekudusan adalah sasaran hidup setiap orang percaya.
Apakah sebenarnya kekudusan itu? Secara umum kudus berarti tak berdosa. Siapa manusia yang tidak berdosa, selain Yesus? Kata kudus dalam bahasa Ibrani adalah qodosh, yang memiliki arti dasar pemisahan. Kepada Musa Tuhan berfirman demikian: "Berbicaralah kepada segenap jemaah Israel dan katakan kepada mereka: Kuduslah kamu, sebab Aku, Tuhan, Allahmu, kudus." (Imamat 19:2). Ini menunjukkan bahwa keberadaan Tuhan adalah kudus dan tidak bisa diganggu gugat! Dia tidak bisa disamakan dengan ilah-ilah lain. Karena itu Tuhan melarang bangsa Israel menyembah ilah-ilah lain karena hanya Tuhan saja yang layak disembah. Tuhan memanggil bangsa Israel untuk dikuduskan atau dipisahkan dari bangsa-bangsa lain dan diangkat menjadi umat pilihanNya. Begitu juga Tuhan Yesus datang ke dunia untuk mencari dan menyelamatkan kita orang-orang berdosa dan memisahkan kita dari dunia ini, serta menjadikan kita sebagai "...bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil keluar dai kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib;" (1 Petrus 2:9).
Alkitab menyatakan bahwa melalui karya kudusNya di kayu salib Yesus membenarkan, meneguduskan, menebus kita (baca 1 Korintus 1:30). Karena telah dipisahkan dari dosa, Tuhan menghendaki kita juga 'berbeda' dari dunia dan tidak turut dalam perbuatan-perbuatan mereka.
"Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." (2 Korintus 6:17).
Baca: Keluaran 19
"Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus. Inilah semuanya firman yang harus kaukatakan kepada orang Israel." Keluaran 19:6
"Kekudusan lagi! Topik itu melulu, bosan ahh!" Mungkin itu reaksi kita. Kekudusan adalah topik yang sangat tidak disukai dan sebisa mungkin dihindari oleh orang Kristen. Mengapa? Karena berbicara tentang kekudusan berarti jemaat akan ditegur, dikoreksi, di 'ditelanjangi' dosa-dosanya. Namun, mau tidak mau, suka tidak suka, topik itu harus tetap disampaikan kepada orang percaya sampai Tuhan datang kali kedua, karena kekudusan adalah syarat mutlak untuk dapat melihat Tuhan. "...kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan." (Ibrani 12:14). Jadi kekudusan adalah sasaran hidup setiap orang percaya.
Apakah sebenarnya kekudusan itu? Secara umum kudus berarti tak berdosa. Siapa manusia yang tidak berdosa, selain Yesus? Kata kudus dalam bahasa Ibrani adalah qodosh, yang memiliki arti dasar pemisahan. Kepada Musa Tuhan berfirman demikian: "Berbicaralah kepada segenap jemaah Israel dan katakan kepada mereka: Kuduslah kamu, sebab Aku, Tuhan, Allahmu, kudus." (Imamat 19:2). Ini menunjukkan bahwa keberadaan Tuhan adalah kudus dan tidak bisa diganggu gugat! Dia tidak bisa disamakan dengan ilah-ilah lain. Karena itu Tuhan melarang bangsa Israel menyembah ilah-ilah lain karena hanya Tuhan saja yang layak disembah. Tuhan memanggil bangsa Israel untuk dikuduskan atau dipisahkan dari bangsa-bangsa lain dan diangkat menjadi umat pilihanNya. Begitu juga Tuhan Yesus datang ke dunia untuk mencari dan menyelamatkan kita orang-orang berdosa dan memisahkan kita dari dunia ini, serta menjadikan kita sebagai "...bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil keluar dai kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib;" (1 Petrus 2:9).
Alkitab menyatakan bahwa melalui karya kudusNya di kayu salib Yesus membenarkan, meneguduskan, menebus kita (baca 1 Korintus 1:30). Karena telah dipisahkan dari dosa, Tuhan menghendaki kita juga 'berbeda' dari dunia dan tidak turut dalam perbuatan-perbuatan mereka.
"Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." (2 Korintus 6:17).
Wednesday, October 26, 2011
JANGAN BIARKAN KESEMPATAN ITU LEWAT!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Oktober 2011 -
Baca: Galatia 6:1-10
"Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman." Galatia 6:10
Ada kata bijak yang menyatakan bahwa kesempatan tidak datang untuk kedua kalinya. Oleh karena itu jangan pernah sia-siakan setiap kesempatan yang ada. Banyak orang yang menyesal begitu rupa saat kesempatan itu tidak digunakan dengan baik. Yang ada tinggallah penyesalan.
Tuhan memberikan kesempatan kepada orang-orang di zaman Nuh selama 120 tahun untuk bertobat, tapi mereka tidak mempergunakannya dengan baik dan akhirnya penyesalan pun tiada guna. Dan saat Tuhan menenggelamkan bumi dengan air bah, binasalah mereka semua kecuali Nuh dan keluarganya yang selamat. Begitu juga seluruh penduduk kota Sodam dan Gomora yang dibumihanguskan oleh Tuhan. Selama masih hidup mereka menyia-nyiakan kesempatan yang ada dan tetap hidup di dalam dosa. Juga kisah orang kaya dan Lazarus (baca Lukas 16:19-31). Saat di dunia si kaya hidup dalam gelimang harta, tapi ia lupa diri dan tidak pernah menabur atau memperhatikan orang-orang lemah. Akhirnya ia mengalami kebinasaan kekal. Ia lupa bahwa hidup di dunia ini adalah kesempatan bagi kita untuk mempersiapkan hidup di dalam kekekalan.
Berapa lama kita memiliki kesempatan hidup di dunia ini? Selamanyakah? Dalam mazmurnya Daud berkata, "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap." (Mazmur 90:10). Menyadari bahwa kesempatan itu sangatlah terbatas, Daud pun berdoa, "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (Mazmur 90:12). Jadi tugas kita menemukan kesempata dalam setiap situasi yang ada, sebab jika hidup ini berakhir tidak ada lagi kesempatan untuk bertobat. Sesudah mati tidak ada lagi kesempatan untuk berbuat baik bagi diri sendiri atau sesama sehingga raja Salomo menasihati, "Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, kemana engkau akan pergi." (Pengkotbah 9:10).
Selagi Tuhan memberi kesempatan, gunakan sebaik mungkin supaya tidak ada penyesalan di kemudian hari!
Baca: Galatia 6:1-10
"Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman." Galatia 6:10
Ada kata bijak yang menyatakan bahwa kesempatan tidak datang untuk kedua kalinya. Oleh karena itu jangan pernah sia-siakan setiap kesempatan yang ada. Banyak orang yang menyesal begitu rupa saat kesempatan itu tidak digunakan dengan baik. Yang ada tinggallah penyesalan.
Tuhan memberikan kesempatan kepada orang-orang di zaman Nuh selama 120 tahun untuk bertobat, tapi mereka tidak mempergunakannya dengan baik dan akhirnya penyesalan pun tiada guna. Dan saat Tuhan menenggelamkan bumi dengan air bah, binasalah mereka semua kecuali Nuh dan keluarganya yang selamat. Begitu juga seluruh penduduk kota Sodam dan Gomora yang dibumihanguskan oleh Tuhan. Selama masih hidup mereka menyia-nyiakan kesempatan yang ada dan tetap hidup di dalam dosa. Juga kisah orang kaya dan Lazarus (baca Lukas 16:19-31). Saat di dunia si kaya hidup dalam gelimang harta, tapi ia lupa diri dan tidak pernah menabur atau memperhatikan orang-orang lemah. Akhirnya ia mengalami kebinasaan kekal. Ia lupa bahwa hidup di dunia ini adalah kesempatan bagi kita untuk mempersiapkan hidup di dalam kekekalan.
Berapa lama kita memiliki kesempatan hidup di dunia ini? Selamanyakah? Dalam mazmurnya Daud berkata, "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap." (Mazmur 90:10). Menyadari bahwa kesempatan itu sangatlah terbatas, Daud pun berdoa, "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (Mazmur 90:12). Jadi tugas kita menemukan kesempata dalam setiap situasi yang ada, sebab jika hidup ini berakhir tidak ada lagi kesempatan untuk bertobat. Sesudah mati tidak ada lagi kesempatan untuk berbuat baik bagi diri sendiri atau sesama sehingga raja Salomo menasihati, "Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, kemana engkau akan pergi." (Pengkotbah 9:10).
Selagi Tuhan memberi kesempatan, gunakan sebaik mungkin supaya tidak ada penyesalan di kemudian hari!
Tuesday, October 25, 2011
TETAP KOKOH BERDIRI MESKI DI TENGAH BADAI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Oktober 2011 -
Baca: Matius 7:24-27
"Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu." Matius 7:25
Meski berada di tengah badai persoalan, jika kehidupan rohani kita dibangun di atas pondasi yang kuat, kita akan tetap kokoh berdiri. Sebaliknya, orang Kristen yag kehidupan rohaninya dibangun di atas pasir akan mudah hancur saat diterpa badai: stres, frustasi, menyalahkan Tuhan dan lalu meninggalkan Tuhan.
Membangun di atas batu (pondasi yang kuat) artinya mendengarkan firman dan juga melakukan firman itu. Sedangkan orang yang membangun di atas pasir adalah orang yang mendengarkan firman tetapi tidak melakukannya. Itulah sebabnya mengapa Tuhan mengijinkan kita berada di 'padang gurun' atau mengalami badai persoalan, yaitu untuk membuktikan apakah kita sudah tinggal dalam firmanNya atau belum. Dengan adanya masalah atau badai persoalan kehidupa rohani seseorang akan terlihat kualitasnya.
Orang Kristen yang hidup dalam firman pasti akan tetap teguh berdiri meski berada di tengah badai, karena ia tahu benar bahwa jika Tuhan mengijinkan hal itu terjadi pasti tidak melebihi kekuatan dan Dia selalu menyediakan jalan ke luar. Ada tertulis: "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13). Namun jika kehidupan rohani kita dibangun di atas pasir kita akan mudah terhempas ketika badai persoalan datang, karena kita tidak berakar kuat di dalam firman seperti yang dikatakan Ayub, "Mereka menjadi seperti jerami di depan angin, seperti sekam yag diterbangkan badai." (Ayub 21:18). Kita tak ubahnya seperti sekam. Apa itu sekam? Sekam adalah kulit padi. Sekam akan bertebaran ke mana-mana jika diterpa angin karena tidak memiliki berat (ringan), tidak berbobot. Oleh karena itu mari terus melekat kepada Tuhan dan hidup seturut akan firmanNya. Badai kehidupan boleh terjadi, tetapi bagi setiap orang percaya ada jaminan pertolongan dari Tuhan.
"Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu." Yesaya 46:4
Baca: Matius 7:24-27
"Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu." Matius 7:25
Meski berada di tengah badai persoalan, jika kehidupan rohani kita dibangun di atas pondasi yang kuat, kita akan tetap kokoh berdiri. Sebaliknya, orang Kristen yag kehidupan rohaninya dibangun di atas pasir akan mudah hancur saat diterpa badai: stres, frustasi, menyalahkan Tuhan dan lalu meninggalkan Tuhan.
Membangun di atas batu (pondasi yang kuat) artinya mendengarkan firman dan juga melakukan firman itu. Sedangkan orang yang membangun di atas pasir adalah orang yang mendengarkan firman tetapi tidak melakukannya. Itulah sebabnya mengapa Tuhan mengijinkan kita berada di 'padang gurun' atau mengalami badai persoalan, yaitu untuk membuktikan apakah kita sudah tinggal dalam firmanNya atau belum. Dengan adanya masalah atau badai persoalan kehidupa rohani seseorang akan terlihat kualitasnya.
Orang Kristen yang hidup dalam firman pasti akan tetap teguh berdiri meski berada di tengah badai, karena ia tahu benar bahwa jika Tuhan mengijinkan hal itu terjadi pasti tidak melebihi kekuatan dan Dia selalu menyediakan jalan ke luar. Ada tertulis: "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13). Namun jika kehidupan rohani kita dibangun di atas pasir kita akan mudah terhempas ketika badai persoalan datang, karena kita tidak berakar kuat di dalam firman seperti yang dikatakan Ayub, "Mereka menjadi seperti jerami di depan angin, seperti sekam yag diterbangkan badai." (Ayub 21:18). Kita tak ubahnya seperti sekam. Apa itu sekam? Sekam adalah kulit padi. Sekam akan bertebaran ke mana-mana jika diterpa angin karena tidak memiliki berat (ringan), tidak berbobot. Oleh karena itu mari terus melekat kepada Tuhan dan hidup seturut akan firmanNya. Badai kehidupan boleh terjadi, tetapi bagi setiap orang percaya ada jaminan pertolongan dari Tuhan.
"Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu." Yesaya 46:4
Monday, October 24, 2011
TUHAN MENOPANG: Di Segala Perjalanan Hidup Kita!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Oktober 2011 -
Baca: Ulangan 1:19-33
"dan di padang gurun, di mana engkau melihat bahwa Tuhan, Allahmu, mendukung engkau, seperti seseorang mendukung anaknya, sepanjang jalan yang kamu tempuh, sampai kamu tiba di tempat ini." Ulangan 1:31
Empat puluh tahun bukanlah waktu yang singkat, tapi begitu lama dan sangat melelahkan. Itulah yang dialami oleh bangsa Israel: selama 40 tahun mereka harus melintasi padang gurun itu, mulai dari tanah Mesir sampai ke Kanaan, hanya dalam waktu beberapa hari saja. Sebuah perjalanan yang tidak mudah karena di padang gurun hampir tidak akan kita jumpai tanaman, kecuali di tempat-tempat tertentu. Belum lagi perbedaan suhu yang ekstrim antara siang dan malam, serta banyaknya binatang buas yang berkeliaran di padang gurun. Mengapa bangsa Israel begitu lama berada di padang gurun? Itu akibat dari ketidakpercayaan bangsa Israel sendiri sehingga Tuhan membiarkan mereka berputar-putar mengelilingi padang gurun tersebut selama 40 tahun hingga generasi pertama dari bangsa itu tidak ada lagi, hanya Kaleb dan Yosua saja dari generasi pertama bangsa itu yang memasuki Tanah Perjanjian.
Dalam perjalanan hidup ini terkadang kita juga harus mengalami seolah-olah sedang berada di padang gurun. Tetapi ada hal yang hendak Tuhan sampaikan kepada kita: "Sebab Tuhan, Allahmu, memberkati engkau dalam segala pekerjaan tanganmu. Ia memperhatikan perjalananmu melalui padang gurun yang besar ini; keempat puluh tahun ini Tuhan, Allahmu, menyertai engkau, dan engkau tidak kekuarangan apa pun." (Ulangan 2:7). Di tengah badai kehidupan yang seberat apa pun janganlah sampai kita melupakan segala kebaikan Tuhan. Pengalaman hidup bangsa Israel ini menjadi bukti nyata betapa sempurna penyertaan Tuhan terhadap mereka. Namun meskipun berada di padang gurun selama bertahun-tahun bangsa Israel tetap berada dalam pemeliharaan Tuhan, sehingga mereka tidak kekurangan suatu apa pun juga.
Seringkali ketika permasalah datang menerpa hidup ini kita bertanya: di manakah Tuhan? Kita merasa Tuhan tidak mempedulikan kita dan membiarkan kita bergumul sendirian. Akibatnya kita menjadi lemah dan tak berdaya. Ibarat sebuah bangunan, 'rumah rohani' kita hancur berkeping-keping dan tinggal puing-puing berserakan. Mengapa bisa terjadi?
Sesungguhnya ada banyak orang percaya yang tetap kuat dan mampu bertahan di tengah persoalan.
Baca: Ulangan 1:19-33
"dan di padang gurun, di mana engkau melihat bahwa Tuhan, Allahmu, mendukung engkau, seperti seseorang mendukung anaknya, sepanjang jalan yang kamu tempuh, sampai kamu tiba di tempat ini." Ulangan 1:31
Empat puluh tahun bukanlah waktu yang singkat, tapi begitu lama dan sangat melelahkan. Itulah yang dialami oleh bangsa Israel: selama 40 tahun mereka harus melintasi padang gurun itu, mulai dari tanah Mesir sampai ke Kanaan, hanya dalam waktu beberapa hari saja. Sebuah perjalanan yang tidak mudah karena di padang gurun hampir tidak akan kita jumpai tanaman, kecuali di tempat-tempat tertentu. Belum lagi perbedaan suhu yang ekstrim antara siang dan malam, serta banyaknya binatang buas yang berkeliaran di padang gurun. Mengapa bangsa Israel begitu lama berada di padang gurun? Itu akibat dari ketidakpercayaan bangsa Israel sendiri sehingga Tuhan membiarkan mereka berputar-putar mengelilingi padang gurun tersebut selama 40 tahun hingga generasi pertama dari bangsa itu tidak ada lagi, hanya Kaleb dan Yosua saja dari generasi pertama bangsa itu yang memasuki Tanah Perjanjian.
Dalam perjalanan hidup ini terkadang kita juga harus mengalami seolah-olah sedang berada di padang gurun. Tetapi ada hal yang hendak Tuhan sampaikan kepada kita: "Sebab Tuhan, Allahmu, memberkati engkau dalam segala pekerjaan tanganmu. Ia memperhatikan perjalananmu melalui padang gurun yang besar ini; keempat puluh tahun ini Tuhan, Allahmu, menyertai engkau, dan engkau tidak kekuarangan apa pun." (Ulangan 2:7). Di tengah badai kehidupan yang seberat apa pun janganlah sampai kita melupakan segala kebaikan Tuhan. Pengalaman hidup bangsa Israel ini menjadi bukti nyata betapa sempurna penyertaan Tuhan terhadap mereka. Namun meskipun berada di padang gurun selama bertahun-tahun bangsa Israel tetap berada dalam pemeliharaan Tuhan, sehingga mereka tidak kekurangan suatu apa pun juga.
Seringkali ketika permasalah datang menerpa hidup ini kita bertanya: di manakah Tuhan? Kita merasa Tuhan tidak mempedulikan kita dan membiarkan kita bergumul sendirian. Akibatnya kita menjadi lemah dan tak berdaya. Ibarat sebuah bangunan, 'rumah rohani' kita hancur berkeping-keping dan tinggal puing-puing berserakan. Mengapa bisa terjadi?
Sesungguhnya ada banyak orang percaya yang tetap kuat dan mampu bertahan di tengah persoalan.
Sunday, October 23, 2011
PENTINGNYA KERENDAHAN HATI DALAM DOA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Oktober 2011 -
Baca: Mazmur 34
"Tuhan itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya." Mazmur 34:19
Petrus menasihati dalam 1 Petrus 5:5b-6, "Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: 'Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.' Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya." (1 Petrus 5:5b-6).
Penting bagi setiap orang percaya memiliki kerendahan hati. Perhatikan sikap dari seorang Farisi saat ia datang kepada Tuhan. Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: "Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku." (Lukas 18:11-12). Orang Farisi tersebut datang kepada Tuhan tanpa kerendahan hati, ia memamerkan kebenaran dan kesucian hidupnya. Siapakah kita ini di hadapan Tuhan, sehingga kita bersikap tinggi hati?
Jangan pernah membanggakan diri oleh karena kita kaya, terpandang, sudah menjadi Kristen selama bertahun-tahun atau sudah melayani Tuhan. Semuanya itu tidak boleh menjadi alasan untuk merasa sombong atau bermegah di hadapan Tuhan. Ayat nas di atas menyatakan bahwa Tuhan begitu dekat dengan orang-orang yang memiliki hati hancur. Inilah wujud kerendahan hati yang benar: hati yang hancur disertai dengan linangan air mata, lalu tersungkur di bawah kaki Tuhan Yesus, memohon belas kasih dan kemurahanNya. Hati yang hancur adalah suatu korban yang menyenangkan hati Tuhan; tak ada sesuatu yang lebih berharga di mata Tuhan kecuali hati yang hancur. Orang-orang yang patah, jiwa yang remuk, hati yang benar-benar merindukan Tuhan adalah modal bagi Tuhan untuk menjadikan mereka alat yang berguna bagi kemuliaanNya, karena hati yang hancur (kerendahan hati) adalah syarat yang penting untuk menghampiri Tuhan. Dan doa yang dinaikkan kepada Tuhan dengan hati yang hancur selalu didengar dan dijawab oleh Tuhan. Oleh karena itu jangan keraskan hatimu!
Tuhan Yesus sendiri juga banyak mencucurkan air mata dalam doaNya seperti tertulis: "Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia,..." (Ibrani 5:7).
Baca: Mazmur 34
"Tuhan itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya." Mazmur 34:19
Petrus menasihati dalam 1 Petrus 5:5b-6, "Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: 'Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.' Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya." (1 Petrus 5:5b-6).
Penting bagi setiap orang percaya memiliki kerendahan hati. Perhatikan sikap dari seorang Farisi saat ia datang kepada Tuhan. Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: "Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku." (Lukas 18:11-12). Orang Farisi tersebut datang kepada Tuhan tanpa kerendahan hati, ia memamerkan kebenaran dan kesucian hidupnya. Siapakah kita ini di hadapan Tuhan, sehingga kita bersikap tinggi hati?
Jangan pernah membanggakan diri oleh karena kita kaya, terpandang, sudah menjadi Kristen selama bertahun-tahun atau sudah melayani Tuhan. Semuanya itu tidak boleh menjadi alasan untuk merasa sombong atau bermegah di hadapan Tuhan. Ayat nas di atas menyatakan bahwa Tuhan begitu dekat dengan orang-orang yang memiliki hati hancur. Inilah wujud kerendahan hati yang benar: hati yang hancur disertai dengan linangan air mata, lalu tersungkur di bawah kaki Tuhan Yesus, memohon belas kasih dan kemurahanNya. Hati yang hancur adalah suatu korban yang menyenangkan hati Tuhan; tak ada sesuatu yang lebih berharga di mata Tuhan kecuali hati yang hancur. Orang-orang yang patah, jiwa yang remuk, hati yang benar-benar merindukan Tuhan adalah modal bagi Tuhan untuk menjadikan mereka alat yang berguna bagi kemuliaanNya, karena hati yang hancur (kerendahan hati) adalah syarat yang penting untuk menghampiri Tuhan. Dan doa yang dinaikkan kepada Tuhan dengan hati yang hancur selalu didengar dan dijawab oleh Tuhan. Oleh karena itu jangan keraskan hatimu!
Tuhan Yesus sendiri juga banyak mencucurkan air mata dalam doaNya seperti tertulis: "Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia,..." (Ibrani 5:7).
Saturday, October 22, 2011
PENTINGNYA KERENDAHAN HATI DALAM DOA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Oktober 2011 -
Baca: Yakobus 4:1-10
"Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu." Yakobus 4:3
Pernahkah doa Saudara tidak dijawab oleh Tuhan? Sebagian besar dari kita pasti akan menjawab, "Wah, sudah tak terhitung banyaknya doa saya tidak dijawab oleh Tuhan." Dan ujung dari semua itu adalah kita menjadi kecewa dan kemudian menyalahkan Tuhan. Namun jarang sekali kita mau mengevaluasi diri mengapa doa kita sampai tidak dijawab oleh Tuhan, tidak pernah mengintrospeksi diri kita mengapa doa kita itu tidak dijawabNya.
Ternyata sikap seseorang dalam berdoa juga sangat menentukan apakah doanya akan dijawab atau tidak oleh Tuhan. Bila kita memiliki sikap hati yang benar dalam berdoa, apa saja yang kita minta dari Tuhan dalam nama Yesus Kristus, kita pasti akan menerimanya. Kita harus ingat bahwa berdoa itu bukan hanya mengucapkan perkataan-perkataan yang teratur di hadapan Tuhan, melainkan suatu pernyataan dari tubuh, jiwa dan roh kita kepada Tuhan. Hal ini berkenaan dengan hati kita. Kita harus menyadari bahwa sesungguhnya Tuhan memandang hati kita, "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang ada di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati." (1 Samuel 16:7b), sebab suatu doa yang keluar dari dasar hati yang benar, walau diucapkan hanya dengan sederhana atau hanya melalui linangan air mata, akan sampai ke telinga Tuhan dan Dia pasti bertindak.
Ada tertulis: "Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi." (Matius 5:5). Kata lemah lembut ini berbicara tentang kerendahan hati. Kerendahan hati dapat diartikan sebagai kemurnian atau kelemahlembutan. Dalam bahasa Yunani kerendahan hati dituliskan dengan kata 'praios' yang berarti juga lemah lembut, bisa diartikan seseorang yang memiliki penyerahan atau ketergantungan total kepada Tuhan. Rasul Paulus juga menulis bahwa kerendahan hati atau kelemahlembutan adalah salah satu dari buah Roh. Mengapa kita harus memiliki kerendahan hati? Firman Tuhan menegaskan, "Tinggi hati mendahului kehancuran, tetapi kerendahan hati mendahului kehormatan." (Amsal 18:12).
Kerendahan hati adalah syarat yang mutlak yang Tuhan tetapkan untuk setiap orang yang rindu doa-doanya beroleh jawaban, sebab pintu hati Tuhan terbuka bagi orang-orang yang memiliki kerendahan hati.
Baca: Yakobus 4:1-10
"Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu." Yakobus 4:3
Pernahkah doa Saudara tidak dijawab oleh Tuhan? Sebagian besar dari kita pasti akan menjawab, "Wah, sudah tak terhitung banyaknya doa saya tidak dijawab oleh Tuhan." Dan ujung dari semua itu adalah kita menjadi kecewa dan kemudian menyalahkan Tuhan. Namun jarang sekali kita mau mengevaluasi diri mengapa doa kita sampai tidak dijawab oleh Tuhan, tidak pernah mengintrospeksi diri kita mengapa doa kita itu tidak dijawabNya.
Ternyata sikap seseorang dalam berdoa juga sangat menentukan apakah doanya akan dijawab atau tidak oleh Tuhan. Bila kita memiliki sikap hati yang benar dalam berdoa, apa saja yang kita minta dari Tuhan dalam nama Yesus Kristus, kita pasti akan menerimanya. Kita harus ingat bahwa berdoa itu bukan hanya mengucapkan perkataan-perkataan yang teratur di hadapan Tuhan, melainkan suatu pernyataan dari tubuh, jiwa dan roh kita kepada Tuhan. Hal ini berkenaan dengan hati kita. Kita harus menyadari bahwa sesungguhnya Tuhan memandang hati kita, "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang ada di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati." (1 Samuel 16:7b), sebab suatu doa yang keluar dari dasar hati yang benar, walau diucapkan hanya dengan sederhana atau hanya melalui linangan air mata, akan sampai ke telinga Tuhan dan Dia pasti bertindak.
Ada tertulis: "Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi." (Matius 5:5). Kata lemah lembut ini berbicara tentang kerendahan hati. Kerendahan hati dapat diartikan sebagai kemurnian atau kelemahlembutan. Dalam bahasa Yunani kerendahan hati dituliskan dengan kata 'praios' yang berarti juga lemah lembut, bisa diartikan seseorang yang memiliki penyerahan atau ketergantungan total kepada Tuhan. Rasul Paulus juga menulis bahwa kerendahan hati atau kelemahlembutan adalah salah satu dari buah Roh. Mengapa kita harus memiliki kerendahan hati? Firman Tuhan menegaskan, "Tinggi hati mendahului kehancuran, tetapi kerendahan hati mendahului kehormatan." (Amsal 18:12).
Kerendahan hati adalah syarat yang mutlak yang Tuhan tetapkan untuk setiap orang yang rindu doa-doanya beroleh jawaban, sebab pintu hati Tuhan terbuka bagi orang-orang yang memiliki kerendahan hati.
Friday, October 21, 2011
MENJADI PENDOA SYAFAAT: Tugas yang Sangat Mulia!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Oktober 2011 -
Baca: Kolose 1:1-14
"Sebab itu sejak waktu kami (Paulus dan rekan) mendengarnya, kami tiada berhenti-henti berdoa untuk kamu." Kolose 1:9a
Doa syafaat adalah doa yang dinaikkan oleh seorang anak Tuhan atau hamba Tuhan untuk kepentingan orang lain. Dalam berdoa syafaat orang berdiri sebagai imam-imam Tuhan untuk kepentingan orang lain. Tuhan Yesus adalah figur seorang pendoa syafaat sejati. Yohanes pasal 17 adalah doa yang dinaikkan oleh Tuhan Yesus kepada Bapa di sorga untuk murid-muridNya (orang percaya) sebelum Ia terpisah dari dunia ini. Ayat nas di atas juga menunjukkan bahwa rasul Paulus adalah seorang pendoa syafaat. Kepada jemaat di Kolose Paulus menyatakan, "...kami tiada berhenti-henti berdoa untuk kamu. Kami meminta, supaya kamu menerima segala hikmat dan pengertian yang benar, untuk mengetahui kehendak Tuhan dengan sempurna, sehingga hidupmu layak di hadapanNya serta berkenan kepadaNya dalam segala hal, dan kamu memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik dan bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah," (ayat 9-10).
Berdoa syafaat adalah wujud nyata tali pengikat yang kuat diantara sesama anak Tuhan. Mendoakan orang lain dan sesama saudara seiman adalah hak istimewa yang diberikan Tuhan kepada setiap orang percaya. Namun menjadi seorang pendoa syafaat adalah tidak mudah karena tidak semua orang mau berdoa untuk orang lain. Adalah lebih mudah berdoa untuk diri sendiri. Itulah sebabnya banyak orang Kristen kurang memahami dan menyadari arti doa syafaat sehingga mereka pun menolak dan menghindarkan diri dari berdoa syafaat. Berdoa untuk diri sendiri adalah hal yang biasa, tetapi berdoa untuk orang lain adalah luar biasa.
Alkitab menyatakan bahwa semua anak Tuhan harus melakukan doa syafaat: berdoa untuk keselamatan orang lain, kesembuhan saudara seiman yang sakit, berdoa untuk bangsa dan negara, berdoa untuk para hamba Tuhan dan sebagainya. Terlebih lagi para hamba Tuhan harus banyak berdoa untuk setiap anggota jemaatnya. Tetapi untuk menjadi seorang pendoa syafaat kita harus hidup dalam kekudusan karena Tuhan adalah kudus; maka hendaknya kita juga kudus dalam seluruh aspek kehidupan kita (baca 1 Petrus 1:14-16).
Hanya orang-orang yang hidup dalam kekudusan dan yang memiliki kekariban dengan Tuhan yang akan berdiri sebagai imam-imam Tuhan dan berdoa bersyafaat untuk keselamatan orang lain.
Baca: Kolose 1:1-14
"Sebab itu sejak waktu kami (Paulus dan rekan) mendengarnya, kami tiada berhenti-henti berdoa untuk kamu." Kolose 1:9a
Doa syafaat adalah doa yang dinaikkan oleh seorang anak Tuhan atau hamba Tuhan untuk kepentingan orang lain. Dalam berdoa syafaat orang berdiri sebagai imam-imam Tuhan untuk kepentingan orang lain. Tuhan Yesus adalah figur seorang pendoa syafaat sejati. Yohanes pasal 17 adalah doa yang dinaikkan oleh Tuhan Yesus kepada Bapa di sorga untuk murid-muridNya (orang percaya) sebelum Ia terpisah dari dunia ini. Ayat nas di atas juga menunjukkan bahwa rasul Paulus adalah seorang pendoa syafaat. Kepada jemaat di Kolose Paulus menyatakan, "...kami tiada berhenti-henti berdoa untuk kamu. Kami meminta, supaya kamu menerima segala hikmat dan pengertian yang benar, untuk mengetahui kehendak Tuhan dengan sempurna, sehingga hidupmu layak di hadapanNya serta berkenan kepadaNya dalam segala hal, dan kamu memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik dan bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah," (ayat 9-10).
Berdoa syafaat adalah wujud nyata tali pengikat yang kuat diantara sesama anak Tuhan. Mendoakan orang lain dan sesama saudara seiman adalah hak istimewa yang diberikan Tuhan kepada setiap orang percaya. Namun menjadi seorang pendoa syafaat adalah tidak mudah karena tidak semua orang mau berdoa untuk orang lain. Adalah lebih mudah berdoa untuk diri sendiri. Itulah sebabnya banyak orang Kristen kurang memahami dan menyadari arti doa syafaat sehingga mereka pun menolak dan menghindarkan diri dari berdoa syafaat. Berdoa untuk diri sendiri adalah hal yang biasa, tetapi berdoa untuk orang lain adalah luar biasa.
Alkitab menyatakan bahwa semua anak Tuhan harus melakukan doa syafaat: berdoa untuk keselamatan orang lain, kesembuhan saudara seiman yang sakit, berdoa untuk bangsa dan negara, berdoa untuk para hamba Tuhan dan sebagainya. Terlebih lagi para hamba Tuhan harus banyak berdoa untuk setiap anggota jemaatnya. Tetapi untuk menjadi seorang pendoa syafaat kita harus hidup dalam kekudusan karena Tuhan adalah kudus; maka hendaknya kita juga kudus dalam seluruh aspek kehidupan kita (baca 1 Petrus 1:14-16).
Hanya orang-orang yang hidup dalam kekudusan dan yang memiliki kekariban dengan Tuhan yang akan berdiri sebagai imam-imam Tuhan dan berdoa bersyafaat untuk keselamatan orang lain.
Thursday, October 20, 2011
TERLALU SIBUK: Tidak Ada Waktu Untuk Berdoa!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Oktober 2011 -
Baca: Matius 9:35-38
"Demikianlah Yesus berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan." Matius 9:35
Saat berada di bumi Tuhan Yesus tidak pernah berhenti untuk bekerja. Dia berkata, "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga." (Yohanes 5:17). Alkitab pun menyatakan bahwa Yesus datang ke dunia bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani semua orang (baca Matius 20:28). Ayat nas di atas menunjukkan betapa sibuknya Yesus melayani jiwa-jiwa; Ia berjalan berkeliling ke semua kota dan desa sambil mengajar, memberitakan Injil serta menyembuhkan segala penyakit. Demikian sibuknya sampai-sampai Yesus tidak mempunyai tempat untuk sekedar meletakkan kepalaNya (baca Matius 8:20). Walaupun demikian Yesus tidak pernah mengabaikan jam-jam doa; Ia selalu mempunyai waktu untuk berdoa. Di waktu pagi sebelum fajar merekah Yesus bangun dan mengasingkan diriNya untuk berdoa (baca Markus 1:35), bahkan pada waktu malam Ia juga mencari tempat yang sunyi senyap untuk berdoa sepanjang malam (Baca Lukas 6:12).
Ada peribahasa yang mengatakan, 'Time is money'. Banyak orang yang sangat memperhitungkan waktunya secara mendetil. Waktu yang ada sebisa mungkin dipergunakan sebaik-baiknya. Bagi mereka, membuang waktu sama artinya kehilangan keuntungan; semua diukur dengan uang. Dari sekian waktu yang digunakan untuk bekerja (mencari uang), adakah yang mereka gunakan untuk berdoa dan mencari hadirat Tuhan? Tak terkecuali orang Kristen dan mungkin para hamba Tuhan terlalu disibukkan dengan banyak pekerjaan dan juga jadwal pelayanan, sehingga malah tidak punya waktu untuk berdoa. Kita bisa menyediakan waktu berjalan-jalan dengan keluarga, menyalurkan hobi memasak dan berkebun, berolahraga, nonton konser musik dan lain-lain, tetapi kita sulit menyediakan waktu untuk berdoa 1 jam sama. Untuk perkara-perkara rohani kita tidak bisa mengatur dan membagi waktu! Tapi untuk perkara-perkara duniawi (daging), apa pun itu pasti kita sempat-sempatkan. Sibuk! Sibuk! Itu yang kita katakan. Kita tidak ada waktu untuk berdoa. Iblis akan bersorak-sorai bila kita melalaikan doa. Semakin kita meninggalkan doa semakin mudah Iblis menghancurkan hidup kita.
Jangan hanya berdoa saat dalam masalah saja, tapi berdoalah setiap waktu!
Baca: Matius 9:35-38
"Demikianlah Yesus berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan." Matius 9:35
Saat berada di bumi Tuhan Yesus tidak pernah berhenti untuk bekerja. Dia berkata, "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga." (Yohanes 5:17). Alkitab pun menyatakan bahwa Yesus datang ke dunia bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani semua orang (baca Matius 20:28). Ayat nas di atas menunjukkan betapa sibuknya Yesus melayani jiwa-jiwa; Ia berjalan berkeliling ke semua kota dan desa sambil mengajar, memberitakan Injil serta menyembuhkan segala penyakit. Demikian sibuknya sampai-sampai Yesus tidak mempunyai tempat untuk sekedar meletakkan kepalaNya (baca Matius 8:20). Walaupun demikian Yesus tidak pernah mengabaikan jam-jam doa; Ia selalu mempunyai waktu untuk berdoa. Di waktu pagi sebelum fajar merekah Yesus bangun dan mengasingkan diriNya untuk berdoa (baca Markus 1:35), bahkan pada waktu malam Ia juga mencari tempat yang sunyi senyap untuk berdoa sepanjang malam (Baca Lukas 6:12).
Ada peribahasa yang mengatakan, 'Time is money'. Banyak orang yang sangat memperhitungkan waktunya secara mendetil. Waktu yang ada sebisa mungkin dipergunakan sebaik-baiknya. Bagi mereka, membuang waktu sama artinya kehilangan keuntungan; semua diukur dengan uang. Dari sekian waktu yang digunakan untuk bekerja (mencari uang), adakah yang mereka gunakan untuk berdoa dan mencari hadirat Tuhan? Tak terkecuali orang Kristen dan mungkin para hamba Tuhan terlalu disibukkan dengan banyak pekerjaan dan juga jadwal pelayanan, sehingga malah tidak punya waktu untuk berdoa. Kita bisa menyediakan waktu berjalan-jalan dengan keluarga, menyalurkan hobi memasak dan berkebun, berolahraga, nonton konser musik dan lain-lain, tetapi kita sulit menyediakan waktu untuk berdoa 1 jam sama. Untuk perkara-perkara rohani kita tidak bisa mengatur dan membagi waktu! Tapi untuk perkara-perkara duniawi (daging), apa pun itu pasti kita sempat-sempatkan. Sibuk! Sibuk! Itu yang kita katakan. Kita tidak ada waktu untuk berdoa. Iblis akan bersorak-sorai bila kita melalaikan doa. Semakin kita meninggalkan doa semakin mudah Iblis menghancurkan hidup kita.
Jangan hanya berdoa saat dalam masalah saja, tapi berdoalah setiap waktu!
Wednesday, October 19, 2011
DOA PRIBADI: Sebagai Kebutuhan Utama
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Oktober 2011 -
Baca: Markus 1:35-39
"Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." Markus 1:35
Sebagai orang percaya, terlebih lagi kita yang sudah terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan, pasti dengan sendirinya juga memiliki doa pribadi di rumah setiap hari. Bukankah demikian? Kenyataannya masih banyak dari kita yang kurang menyadari betapa pentingnya doa itu. Selama kita belum menjadikan doa sebagai kebutuhan utama kita seperti makan, minum, tidur atau bekerja, kita belum memiliki kehidupan doa. Rahasia kehidupan seorang Kristen yang berhasil dan diberkati adalah memiliki doa pribadi setiap hari. Doa pribadi bukan hanya berlaku bagi para hamba Tuhan atau pengerja gereja namun untuk semua orang Kristen tanpa terkecuali. Doa pribadi bukanlah suatu kewajiban agama, tetapi harus menjadi bagian hidup kita yang terus-menerus mengalir seperti sungai. Tidak ada orang yang terlalu pintar, terlalu payah, terlalu susah atau terlalu repot yang tidak dapat melakukan doa secara pribadi.
Tuhan Yesus mengajar agar kita melakukan doa pribadi dengan cara demikian: "...masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." (Matius 6:6), dan bertekun di dalam doa sampai kita menerima apa yang kita butuhkan. Tertulis: "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" (Lukas 18:7). Keberhasilan Rasul Paulus menjungkirbalikkan dunia dengan Injil bukanlah karena kepintarannya, tapi karena kekuatan doanya. Itulah sebabnya Rasul Paulus menasihati, "Tetaplah berdoa." (1 Tesalonika 5:17).
Sudahkah kita memiliki kehidupan doa secara pribadi setiap hari dan melakukannya dengan penuh ketekunan? Masihkah kita ogah-ogahan berdoa dan merasa tidak yakin dengan doa kita sendiri, sehingga selalu berharap kepada pendeta atau hamba Tuhan besar yang berdoa bagi kita? Ataukah kita mengucapkan doa dengan sungguh hanya saat berada di gereja, sedangkan saat di rumah kita lebih banyak berada di depan televisi atau tidur mendengkur? Kemalasan kita dalam berdoa adalah akar dari segala kelemahan dan kegagalan kita.
Jika kita ingin menerima yang baik dari Tuhan dan rindu dipakaiNya secara luar biasa, kita harus meningkatkan intensitas doa kita!
Baca: Markus 1:35-39
"Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." Markus 1:35
Sebagai orang percaya, terlebih lagi kita yang sudah terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan, pasti dengan sendirinya juga memiliki doa pribadi di rumah setiap hari. Bukankah demikian? Kenyataannya masih banyak dari kita yang kurang menyadari betapa pentingnya doa itu. Selama kita belum menjadikan doa sebagai kebutuhan utama kita seperti makan, minum, tidur atau bekerja, kita belum memiliki kehidupan doa. Rahasia kehidupan seorang Kristen yang berhasil dan diberkati adalah memiliki doa pribadi setiap hari. Doa pribadi bukan hanya berlaku bagi para hamba Tuhan atau pengerja gereja namun untuk semua orang Kristen tanpa terkecuali. Doa pribadi bukanlah suatu kewajiban agama, tetapi harus menjadi bagian hidup kita yang terus-menerus mengalir seperti sungai. Tidak ada orang yang terlalu pintar, terlalu payah, terlalu susah atau terlalu repot yang tidak dapat melakukan doa secara pribadi.
Tuhan Yesus mengajar agar kita melakukan doa pribadi dengan cara demikian: "...masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." (Matius 6:6), dan bertekun di dalam doa sampai kita menerima apa yang kita butuhkan. Tertulis: "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" (Lukas 18:7). Keberhasilan Rasul Paulus menjungkirbalikkan dunia dengan Injil bukanlah karena kepintarannya, tapi karena kekuatan doanya. Itulah sebabnya Rasul Paulus menasihati, "Tetaplah berdoa." (1 Tesalonika 5:17).
Sudahkah kita memiliki kehidupan doa secara pribadi setiap hari dan melakukannya dengan penuh ketekunan? Masihkah kita ogah-ogahan berdoa dan merasa tidak yakin dengan doa kita sendiri, sehingga selalu berharap kepada pendeta atau hamba Tuhan besar yang berdoa bagi kita? Ataukah kita mengucapkan doa dengan sungguh hanya saat berada di gereja, sedangkan saat di rumah kita lebih banyak berada di depan televisi atau tidur mendengkur? Kemalasan kita dalam berdoa adalah akar dari segala kelemahan dan kegagalan kita.
Jika kita ingin menerima yang baik dari Tuhan dan rindu dipakaiNya secara luar biasa, kita harus meningkatkan intensitas doa kita!
Tuesday, October 18, 2011
PENGENALAN AKAN TUHAN: Menyadari Panggilan Kita!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Oktober 2011 -
Baca: Hosea 6:1-6
"Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." Hosea 6:6
Memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan adalah sangat penting bagi orang percaya, karena tanpa pengenalan yang benar akan Tuhan iman kita tidak akan bertumbuh. Memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan membuat kita semakin memahami rencana-rencanaNya dan juga keberadaan kita di dalam Dia. Oleh karena itu rasul Paulus berdoa untuk jemaat di Efesus: "...meminta kepada Allah Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Bapa yang mulia itu, supaya Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar." (Efesus 1:17). Itulah yang disukai dan dirindukan Tuhan.
Mengenal Tuhan berbeda dengan sekedar tahu akan Tuhan. Dalam pengenalan akan Tuhan terkandung suatu hubungan yang erat, penyerahan diri penuh dan juga kepercayaan. Semakin kita mengenal Tuhan semakin kita memahami panggilan Tuhan, dan semakin menyadari keberadaan kita di hadapanNya. Tuhan berkata, "...engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan aku ini mengasihi engkau,..." (Yesaya 43:4a). Pengenalan akan Tuhan membuat kita dapat mengerti panggilanNya sehingga kita sadar betapa mulianya bagian yang ditentukan Tuhan bagi kita. Namun ada banyak orang percaya yang belum menyadari bagian yang mulia yang disediakan Tuhan bagi mereka, karena tidak mengerti panggilan Tuhan di dalam hidupnya. Panggilan berbeda dari karunia, karena panggilan berbicara tentang suatu tempat atau posisi di mana kita berada yang dikehendaki oleh Tuhan. Alkitab menyatakan, "Dahulu memang kamu hamba dosa,... Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." (Roma 6:17b-18). Tuhan memanggil kita sebagai hambaNya, bukan hamba dosa, melainkan menjadi hamba kebenaran. Salah satu ciri hamba adalah tidak punya hak berbicara, hanya tunduk dan wajib menaati segala perintah tuannya.
Sebagai umat yang telah dimerdekakan dari dosa, kita wajib hidup dalam kebenaran, tidak lagi hidup menurut keinginan daging. Dikatakan, "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Sudahkah kita menjadi hamba-hamba Tuhan yang taat dan mengabdikan hidup sepenuhnya bagi Tuhan?
Paulus berkata, "Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus." Galatia 1:10c
Baca: Hosea 6:1-6
"Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." Hosea 6:6
Memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan adalah sangat penting bagi orang percaya, karena tanpa pengenalan yang benar akan Tuhan iman kita tidak akan bertumbuh. Memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan membuat kita semakin memahami rencana-rencanaNya dan juga keberadaan kita di dalam Dia. Oleh karena itu rasul Paulus berdoa untuk jemaat di Efesus: "...meminta kepada Allah Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Bapa yang mulia itu, supaya Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar." (Efesus 1:17). Itulah yang disukai dan dirindukan Tuhan.
Mengenal Tuhan berbeda dengan sekedar tahu akan Tuhan. Dalam pengenalan akan Tuhan terkandung suatu hubungan yang erat, penyerahan diri penuh dan juga kepercayaan. Semakin kita mengenal Tuhan semakin kita memahami panggilan Tuhan, dan semakin menyadari keberadaan kita di hadapanNya. Tuhan berkata, "...engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan aku ini mengasihi engkau,..." (Yesaya 43:4a). Pengenalan akan Tuhan membuat kita dapat mengerti panggilanNya sehingga kita sadar betapa mulianya bagian yang ditentukan Tuhan bagi kita. Namun ada banyak orang percaya yang belum menyadari bagian yang mulia yang disediakan Tuhan bagi mereka, karena tidak mengerti panggilan Tuhan di dalam hidupnya. Panggilan berbeda dari karunia, karena panggilan berbicara tentang suatu tempat atau posisi di mana kita berada yang dikehendaki oleh Tuhan. Alkitab menyatakan, "Dahulu memang kamu hamba dosa,... Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." (Roma 6:17b-18). Tuhan memanggil kita sebagai hambaNya, bukan hamba dosa, melainkan menjadi hamba kebenaran. Salah satu ciri hamba adalah tidak punya hak berbicara, hanya tunduk dan wajib menaati segala perintah tuannya.
Sebagai umat yang telah dimerdekakan dari dosa, kita wajib hidup dalam kebenaran, tidak lagi hidup menurut keinginan daging. Dikatakan, "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Sudahkah kita menjadi hamba-hamba Tuhan yang taat dan mengabdikan hidup sepenuhnya bagi Tuhan?
Paulus berkata, "Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus." Galatia 1:10c
Monday, October 17, 2011
SARA: Tuhan Tak Pernah Mengecewakan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Oktober 2011 -
Baca: Kejadian 12:10-20
"dan ketika punggawa-punggawa Firaun melihat Sarai, mereka memuji-mujinya di hadapan Firaun, sehingga perempuan itu dibawa ke istananya." Kejadian 12:15
Sejak dari semula Tuhan memiliki rencana yang indah atas kehidupan Sara. Dia merancang kehidupan Sara begitu istimewa: dianugerahi kecantikan yang luar biasa dan menjadi isteri Abraham, seorang yang dipilih Tuhan untuk menjadi berkat bagi bangsa-bangsa; bahkan kecantikan Sara tidak luntur di usianya yang sudah lanjut sehingga Abraham pun merasa was-was saat memutuskan untuk pergi ke Mesir. Tertulis, "Memang aku tahu, bahwa engkau adalah perempuan yang cantik parasnya. Apabila orang Mesir melihat engkau, mereka akan berkata: Itu isterinya. Jadi mereka akan membunuh aku dan membiarkan engkau hidup." (ayat 11-12).
Sedemikian cantiknya, sampai-sampai Firaun berniat untuk meminang Sara; dan Abraham mengkompromikan hal ini. Sesungguhnya hati Sara begitu pilu ketika Abraham, suami yang sangat ia sayangi dan percayai dalam hidupnya, tega 'menjualnya' pada Firaun. Dari 'transaksi' ini Abraham "...mendapat kambing domba, lembu sapi, keledai jantan, budak laki-laki dan perempuan, keledai betina dan unta." (ayat 16). Hal ini menunjukkan betapa Abraham lebih mementingkan dirinya sendiri daripada menjaga perasaan isterinya.
Bagaimana pun juga Abraham adalah manusia biasa, yang bisa saja membuat kesalahan dan juga mengecewakan. Namun ada satu Pribadi yang tidak pernah mengecewakan yaitu Tuhan. Itulah sebabnya firman Tuhan mengingatkan, "Jangan berharap pada manusia, sebab ia tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?" (Yesaya 2:22). Tidak ada janji yang tidak ditepatiNya! Alkitab menyatakan, "Tetapi TUHAN menimpakan tulah yang hebat kepada Firaun, demikian juga kepada seisi istananya, karena Sarai, isteri Abram itu." (Kejadian 12:17). Tuhan memberi tulah tersebut bukan sekedar untuk menghukum Firaun. Bisa dikatakan bahwa Firaun merupakan korban ketidakjujuran Abraham. Tuhan memberi tulah tersebut juga bukan sekedar untuk mengembalikan Sara pada Abraham, sebab Dia tidak membenarkan perbuatan suami yang 'menjual' isterinya. Tuhan memberi tulah tersebut untuk menunjukkan tidak ada rencanaNya yang gagal.
Tuhan yang menjanjikan keturunan kepada Sara adalah Tuhan yang tidak pernah mengecewakan, sekali pun orang yang paling kita kasihi mengecewakan. (NK)
Baca: Kejadian 12:10-20
"dan ketika punggawa-punggawa Firaun melihat Sarai, mereka memuji-mujinya di hadapan Firaun, sehingga perempuan itu dibawa ke istananya." Kejadian 12:15
Sejak dari semula Tuhan memiliki rencana yang indah atas kehidupan Sara. Dia merancang kehidupan Sara begitu istimewa: dianugerahi kecantikan yang luar biasa dan menjadi isteri Abraham, seorang yang dipilih Tuhan untuk menjadi berkat bagi bangsa-bangsa; bahkan kecantikan Sara tidak luntur di usianya yang sudah lanjut sehingga Abraham pun merasa was-was saat memutuskan untuk pergi ke Mesir. Tertulis, "Memang aku tahu, bahwa engkau adalah perempuan yang cantik parasnya. Apabila orang Mesir melihat engkau, mereka akan berkata: Itu isterinya. Jadi mereka akan membunuh aku dan membiarkan engkau hidup." (ayat 11-12).
Sedemikian cantiknya, sampai-sampai Firaun berniat untuk meminang Sara; dan Abraham mengkompromikan hal ini. Sesungguhnya hati Sara begitu pilu ketika Abraham, suami yang sangat ia sayangi dan percayai dalam hidupnya, tega 'menjualnya' pada Firaun. Dari 'transaksi' ini Abraham "...mendapat kambing domba, lembu sapi, keledai jantan, budak laki-laki dan perempuan, keledai betina dan unta." (ayat 16). Hal ini menunjukkan betapa Abraham lebih mementingkan dirinya sendiri daripada menjaga perasaan isterinya.
Bagaimana pun juga Abraham adalah manusia biasa, yang bisa saja membuat kesalahan dan juga mengecewakan. Namun ada satu Pribadi yang tidak pernah mengecewakan yaitu Tuhan. Itulah sebabnya firman Tuhan mengingatkan, "Jangan berharap pada manusia, sebab ia tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?" (Yesaya 2:22). Tidak ada janji yang tidak ditepatiNya! Alkitab menyatakan, "Tetapi TUHAN menimpakan tulah yang hebat kepada Firaun, demikian juga kepada seisi istananya, karena Sarai, isteri Abram itu." (Kejadian 12:17). Tuhan memberi tulah tersebut bukan sekedar untuk menghukum Firaun. Bisa dikatakan bahwa Firaun merupakan korban ketidakjujuran Abraham. Tuhan memberi tulah tersebut juga bukan sekedar untuk mengembalikan Sara pada Abraham, sebab Dia tidak membenarkan perbuatan suami yang 'menjual' isterinya. Tuhan memberi tulah tersebut untuk menunjukkan tidak ada rencanaNya yang gagal.
Tuhan yang menjanjikan keturunan kepada Sara adalah Tuhan yang tidak pernah mengecewakan, sekali pun orang yang paling kita kasihi mengecewakan. (NK)
Sunday, October 16, 2011
HAL YANG TIDAK MENYENANGKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Oktober 2011 -
Baca: Mazmur 54
"Sesungguhnya, Allah adalah penolongku; Tuhanlah yang menopang aku." Mazmur 54:6
Saudara pernah mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan? Semua orang tanpa terkecuali pasti pernah merasakan hal-hal yang tidak menyenangkan. Pertengkaran dalam rumah tangga, diputus oleh pacar, tidak naik kelas atau tidak lulus sekolah, ditolak saat melamar pekerjaan, diusir dari kontrakan karena tidak bisa bayar ketika jatuh tempo, terbaring sakit dan sebagainya adalah contoh hal-hal yang tidak menyenangkan. Suatu saat Tuhan ijinkan kita melewati masa-masa sukar dalam hidup ini. Perkara yang tidak enak itu bisa saja datang dari keluarga, teman, rekan pelayanan, pekerjaan dan lain-lain. Bagaimana reaksi kita menghadapi hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut? Biasanya kita langsung naik pitam (marah), stress, kecewa, sedih, putus asa, menyalahkan Tuhan dan lalu meninggalkan Dia.
Daud pun tak luput dari situasi-situasi yang tidak menyenangkan. Daud harus tinggal di padang gurun atau di tempat-tempat perlindungan karena dikejar-kejar oleh Saul yang hendak membunuhnya. Tertulis: "Ia tinggal di pegunungan, di padang gurun Zif. Dan selama waktu itu Saul mencari dia, tetapi Allah tidak menyerahkan dia ke dalam tangannya." (1 Samuel 23:14b). Bisa dibayangkan bagaimana perasaan Daud pada waktu itu: takut, cemas, kuatir, was-was berkecamuk jadi satu. Namun, Yonatan sahabatnya menguatkan Daud (baca 1 Samuel 23:17). Inilah yang mendasari Daud menuangkan gejolak hatinya dalam Mazmur 54 ini. Seru Daud, "Ya Allah, selamatkanlah aku karena nama-Mu, berilah keadilan kepadaku karena keperkasaan-Mu! Ya Allah, dengarkanlah doaku, berilah telinga kepada ucapan mulutku!" (Mazmur 54:3-4).
Ketika mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan marilah kita belajar untuk menguatkan hati kepada Tuhan. Berhentilah untuk mengeluh dan menyalahkan Tuhan. Stop memperkatakan hal yang negatif karena ini adalah siasat yang digunakan Iblis untuk menghancurkan dan melemahkan iman kita. Hal-hal yang tidak menyenangka bisa terjadi oleh karena kesalahan kita atau karena Tuhan hendak melatih dan mendewasakan iman kita.
Daud sadar masalah yang ia alami adalah bagian rencana Tuhan; Dia sedang memproses dan mempersiapkan dirinya menjadi seorang pemimpin!
Baca: Mazmur 54
"Sesungguhnya, Allah adalah penolongku; Tuhanlah yang menopang aku." Mazmur 54:6
Saudara pernah mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan? Semua orang tanpa terkecuali pasti pernah merasakan hal-hal yang tidak menyenangkan. Pertengkaran dalam rumah tangga, diputus oleh pacar, tidak naik kelas atau tidak lulus sekolah, ditolak saat melamar pekerjaan, diusir dari kontrakan karena tidak bisa bayar ketika jatuh tempo, terbaring sakit dan sebagainya adalah contoh hal-hal yang tidak menyenangkan. Suatu saat Tuhan ijinkan kita melewati masa-masa sukar dalam hidup ini. Perkara yang tidak enak itu bisa saja datang dari keluarga, teman, rekan pelayanan, pekerjaan dan lain-lain. Bagaimana reaksi kita menghadapi hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut? Biasanya kita langsung naik pitam (marah), stress, kecewa, sedih, putus asa, menyalahkan Tuhan dan lalu meninggalkan Dia.
Daud pun tak luput dari situasi-situasi yang tidak menyenangkan. Daud harus tinggal di padang gurun atau di tempat-tempat perlindungan karena dikejar-kejar oleh Saul yang hendak membunuhnya. Tertulis: "Ia tinggal di pegunungan, di padang gurun Zif. Dan selama waktu itu Saul mencari dia, tetapi Allah tidak menyerahkan dia ke dalam tangannya." (1 Samuel 23:14b). Bisa dibayangkan bagaimana perasaan Daud pada waktu itu: takut, cemas, kuatir, was-was berkecamuk jadi satu. Namun, Yonatan sahabatnya menguatkan Daud (baca 1 Samuel 23:17). Inilah yang mendasari Daud menuangkan gejolak hatinya dalam Mazmur 54 ini. Seru Daud, "Ya Allah, selamatkanlah aku karena nama-Mu, berilah keadilan kepadaku karena keperkasaan-Mu! Ya Allah, dengarkanlah doaku, berilah telinga kepada ucapan mulutku!" (Mazmur 54:3-4).
Ketika mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan marilah kita belajar untuk menguatkan hati kepada Tuhan. Berhentilah untuk mengeluh dan menyalahkan Tuhan. Stop memperkatakan hal yang negatif karena ini adalah siasat yang digunakan Iblis untuk menghancurkan dan melemahkan iman kita. Hal-hal yang tidak menyenangka bisa terjadi oleh karena kesalahan kita atau karena Tuhan hendak melatih dan mendewasakan iman kita.
Daud sadar masalah yang ia alami adalah bagian rencana Tuhan; Dia sedang memproses dan mempersiapkan dirinya menjadi seorang pemimpin!
Saturday, October 15, 2011
BUKTIKAN KALAU SAUDARA MENGASIHI TUHAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Oktober 2011 -
Baca: Yohanes 14:15-24
"Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia." Yohanes 14:23
Sebagai orang percaya kita pasti akan tersinggung dan marah jika ada yang mengatakan, "Kamu tidak mengasihi Tuhan!" Dengan berbagai alasan kita akan menegaskan bahwa kita ini sangat mengasihi Tuhan, plus menyertakan 'bukti-bukti' untuk menunjukkan bahwa kita benar-benar mengasihi Tuhan: "Aku sudah melayani Tuhan sebagai guru sekolah Minggu, Worship Leader, singer, tim penginjilan, tim musik di gereja, aktif di persekutuan-persekutuan doa, donatur gereja." dan sebagainya. Bukankah ini sudah lebih dari cukup untuk membuktikan bahwa kita mengasihi Tuhan?
Tidak sedikit orang Kristen terlibat dalam pelayanan bukan karena ia mengasihi Tuhan, tapi karena ada motivasi lain di balik itu: ingin mencari nama (popularitas) diri sendiri, uang, rutinitas atau juga karena terpaksa. Ada tertulis: "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku." (Matius 15:8). Mengasihi Tuhan tidaklah cukup hanya sekedar diucapkan atau sebatas melalui kegiatan kerohanian yang kita lakukan. Kita harus membuktikan kasih kita kepada Tuhan melalui perbuatan dan tindakan nyata. FirmanNya menegaskan, "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku." (Yohanes 14:15).
Ada beberapa hal yang menunjukkan bahwa seseorang mengasihi Tuhan: 1. Ia bersukacita melakukan firman Tuhan. Kita menaati firman Tuhan bukan karena terpaksa atau dengan sedih hati, tapi penuh sukacita. 2. Ia memiliki hubungan yang karib dengan Tuhan. Jika kita mengasihi seseorang, kita akan menyediakan waktu terbaik untuk dia walau hanya sekedar untuk ngobrol atau jalan-jalan. Tertulis: "...Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia." 3. Ia tetap kuat di tengah pencobaan. Seberat apa pun masalah yang dialami, sikap hatinya tetap positif karena dia tahu persis bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia,..." (Roma 8:28). 4. Ia memiliki kehidupan dalam kasih. Dikatakan, "Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya." (1 Yohanes 4:21).
Kasih yang berkenan kepada Tuhan bukan sekedar diucapkan di mulut saja, tetapi dibuktikan melalui sikap hidup kita yaitu ketaatan.
Baca: Yohanes 14:15-24
"Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia." Yohanes 14:23
Sebagai orang percaya kita pasti akan tersinggung dan marah jika ada yang mengatakan, "Kamu tidak mengasihi Tuhan!" Dengan berbagai alasan kita akan menegaskan bahwa kita ini sangat mengasihi Tuhan, plus menyertakan 'bukti-bukti' untuk menunjukkan bahwa kita benar-benar mengasihi Tuhan: "Aku sudah melayani Tuhan sebagai guru sekolah Minggu, Worship Leader, singer, tim penginjilan, tim musik di gereja, aktif di persekutuan-persekutuan doa, donatur gereja." dan sebagainya. Bukankah ini sudah lebih dari cukup untuk membuktikan bahwa kita mengasihi Tuhan?
Tidak sedikit orang Kristen terlibat dalam pelayanan bukan karena ia mengasihi Tuhan, tapi karena ada motivasi lain di balik itu: ingin mencari nama (popularitas) diri sendiri, uang, rutinitas atau juga karena terpaksa. Ada tertulis: "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku." (Matius 15:8). Mengasihi Tuhan tidaklah cukup hanya sekedar diucapkan atau sebatas melalui kegiatan kerohanian yang kita lakukan. Kita harus membuktikan kasih kita kepada Tuhan melalui perbuatan dan tindakan nyata. FirmanNya menegaskan, "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku." (Yohanes 14:15).
Ada beberapa hal yang menunjukkan bahwa seseorang mengasihi Tuhan: 1. Ia bersukacita melakukan firman Tuhan. Kita menaati firman Tuhan bukan karena terpaksa atau dengan sedih hati, tapi penuh sukacita. 2. Ia memiliki hubungan yang karib dengan Tuhan. Jika kita mengasihi seseorang, kita akan menyediakan waktu terbaik untuk dia walau hanya sekedar untuk ngobrol atau jalan-jalan. Tertulis: "...Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia." 3. Ia tetap kuat di tengah pencobaan. Seberat apa pun masalah yang dialami, sikap hatinya tetap positif karena dia tahu persis bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia,..." (Roma 8:28). 4. Ia memiliki kehidupan dalam kasih. Dikatakan, "Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya." (1 Yohanes 4:21).
Kasih yang berkenan kepada Tuhan bukan sekedar diucapkan di mulut saja, tetapi dibuktikan melalui sikap hidup kita yaitu ketaatan.
Friday, October 14, 2011
ORANG KRISTEN ADALAH TERANG DUNIA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Oktober 2011 -
Baca: Matius 5:13-16
"Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi." Matius 5:14
Di zaman Tuhan Yesus orang-orang memakai pelita sebagai alat penerangan. Ada unsur-unsur dalam sebuah pelita yang membuatnya bisa menyala: harus ada bejana, entah terbuat dari emas, perak atau pun besi, minyak, sumbu dan juga sumber api. Masing-masing unsur itu melengkapi satu sama lain sehingga menghasilkan cahaya atau terang. Jika hanya ada sumbu saja tanpa ada bejana atau minyak maka pelita itu tidak akan bisa menyala, bahkan tidak bisa disebut pelita.
2. Terang Dunia. Itulah keberadaan orang percaya, harus bisa menjadi terang bagi dunia. Dikatakan, "...orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu." (Matius 5:15). Artinya terang dari Tuhan itu tidak boleh ditutupi, disembunyikan, terlebih lagi dipadamkan. Terang dari Tuhan harus dinyatakan kepada seluruh orang, harus diangkat ke tempat yang lebih tinggi sehingga memberi terang kepada dunia sekitar laksana kota yang letaknya di atas bukit, di mana keberadaannya jelas terlihat dan tidak mungkin disembunyikan. Itulah keberaaan kita sebagai orang percaya yang adalah terang di tengah kegelapan dunia ini. Orang lain akan melihat kita dengan jelas. Tuhan Yesus sendiri mengatakan bahwa pelita itu tidak boleh ditaruh di bawah gantang, yang artinya dimatikan, sehingga sama sekali tidak memiliki fungsi sebagai pelita lagi. Atau ditaruh di bawah tempat tidur, artinya disembunyikan, sehingga pelita itu pun tidak akan bisa menerangi seluruh rumah.
Hidup kita tidak boleh menjadi hidup yang ditutupi oleh gantang, melainkan harus transparan, sehingga bisa terlihat oleh orang lain. Alkitab menyatakan, "Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang, karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran," (Efesus 5:8-9). Menjadi terang berarti hidup kita menjadi kesaksian bagi orang lain. Kesaksian hidup kita berbicara lebih tajam dari perkataan kita. Kesaksian hidup kita lebih penting daripada kotbah yang kita sampaikan. Bila di dalam kita ada Kristus, tanpa harus digembar-gemborkan, orang lain akan tahu dari perbuatan kita.
Sudahkah kita menjadi pelita yang menyala dan menjadi kesaksian yang hidup bagi orang-orang di sekitar kita?
Baca: Matius 5:13-16
"Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi." Matius 5:14
Di zaman Tuhan Yesus orang-orang memakai pelita sebagai alat penerangan. Ada unsur-unsur dalam sebuah pelita yang membuatnya bisa menyala: harus ada bejana, entah terbuat dari emas, perak atau pun besi, minyak, sumbu dan juga sumber api. Masing-masing unsur itu melengkapi satu sama lain sehingga menghasilkan cahaya atau terang. Jika hanya ada sumbu saja tanpa ada bejana atau minyak maka pelita itu tidak akan bisa menyala, bahkan tidak bisa disebut pelita.
2. Terang Dunia. Itulah keberadaan orang percaya, harus bisa menjadi terang bagi dunia. Dikatakan, "...orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu." (Matius 5:15). Artinya terang dari Tuhan itu tidak boleh ditutupi, disembunyikan, terlebih lagi dipadamkan. Terang dari Tuhan harus dinyatakan kepada seluruh orang, harus diangkat ke tempat yang lebih tinggi sehingga memberi terang kepada dunia sekitar laksana kota yang letaknya di atas bukit, di mana keberadaannya jelas terlihat dan tidak mungkin disembunyikan. Itulah keberaaan kita sebagai orang percaya yang adalah terang di tengah kegelapan dunia ini. Orang lain akan melihat kita dengan jelas. Tuhan Yesus sendiri mengatakan bahwa pelita itu tidak boleh ditaruh di bawah gantang, yang artinya dimatikan, sehingga sama sekali tidak memiliki fungsi sebagai pelita lagi. Atau ditaruh di bawah tempat tidur, artinya disembunyikan, sehingga pelita itu pun tidak akan bisa menerangi seluruh rumah.
Hidup kita tidak boleh menjadi hidup yang ditutupi oleh gantang, melainkan harus transparan, sehingga bisa terlihat oleh orang lain. Alkitab menyatakan, "Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang, karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran," (Efesus 5:8-9). Menjadi terang berarti hidup kita menjadi kesaksian bagi orang lain. Kesaksian hidup kita berbicara lebih tajam dari perkataan kita. Kesaksian hidup kita lebih penting daripada kotbah yang kita sampaikan. Bila di dalam kita ada Kristus, tanpa harus digembar-gemborkan, orang lain akan tahu dari perbuatan kita.
Sudahkah kita menjadi pelita yang menyala dan menjadi kesaksian yang hidup bagi orang-orang di sekitar kita?
Thursday, October 13, 2011
ORANG KRISTEN ADALAH GARAM DUNIA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Oktober 2011 -
Baca: Matius 5:13-16
"Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang." Matius 5:13
Saat mengajar orang banyak terkadang Yesus menggunkan perumpamaan sederhana dengan menggunakan hal-hal yang mudah dipahami oleh orang-orang Yahudi, yaitu sesuatu yang biasa mereka jumpai dalam kehidupan sehari-hari agar mereka dapat menangkap makna kebenaran firman yang disampaikanNya itu lebih jelas lagi.
Pada suatu kesempatan Yesus menyampaikan dua hal penting yang harus dipahami oleh setiap orang percaya tentang keberadaannya sebagai garam dunia dan terang dunia. 1. Garam Dunia. Pulau Madura di Jawa Timur mendapat julukan sebagai pulau garam. Mengapa? Karena di pulau ini dihasilkan banyak garam. Siapa yang tidak tahu garam? Dapat dipastikan semua orang, besar kecil, tua muda, kaya miskin, di mana pun mereka tinggal, pernah menggunakan dan mengenal rasa garam, sebab garam selalu tersedia di dapur rumah setiap orang. Mungkin di rumah kita tidak ada mobil, tidak ada AC, tidak ada kulkas, tetapi minimal pasti ada garam. Benda ini kelihatannya sangat sepele, berharga murah, tetapi sangat dibutuhkan oleh semua orang.
Apa maksud Tuhan Yesus menyatakan bahwa setiap orang percaya adalah garam dunia? Pertanyaan Yesus ini adalah sebagai penegasan, bukan himbauan atau perintah, melainkan suatu penegasan bahwa keberadaan orang percaya itu bernilai dan mempunyai fungsi penting bagi lingkungan mereka. Namun, "Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang." Kita tahu bahwa garam itu baru ada gunanya kalau ada rasa asinnya sehingga makanan yang hambar menjadi berasa, bisa pula membunuh kuman dan mencegah pembusukan. Namun untuk menjadi garam dunia ada harga yang harus dibayar, diperlukan pengorbanan sebagaimana garam pun mengorbankan dirinya. Garam harus meleleh, melebur dan tidak terlihat lagi wujudnya, yang tinggal hanya rasanya. Sanggupkah kita? Sampai saat ini masih banyak orang Kristen yang belum bisa menjalankan fungsinya sebagai garam dunia karena memiliki hidup yang tak jauh berbeda dari orang-orang di luar Tuhan.
Jika kita tidak bisa menjadi garam dunia atau berkat bagi orang lain, berarti kita telah gagal menjalankan hidup kekristenan kita.
Baca: Matius 5:13-16
"Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang." Matius 5:13
Saat mengajar orang banyak terkadang Yesus menggunkan perumpamaan sederhana dengan menggunakan hal-hal yang mudah dipahami oleh orang-orang Yahudi, yaitu sesuatu yang biasa mereka jumpai dalam kehidupan sehari-hari agar mereka dapat menangkap makna kebenaran firman yang disampaikanNya itu lebih jelas lagi.
Pada suatu kesempatan Yesus menyampaikan dua hal penting yang harus dipahami oleh setiap orang percaya tentang keberadaannya sebagai garam dunia dan terang dunia. 1. Garam Dunia. Pulau Madura di Jawa Timur mendapat julukan sebagai pulau garam. Mengapa? Karena di pulau ini dihasilkan banyak garam. Siapa yang tidak tahu garam? Dapat dipastikan semua orang, besar kecil, tua muda, kaya miskin, di mana pun mereka tinggal, pernah menggunakan dan mengenal rasa garam, sebab garam selalu tersedia di dapur rumah setiap orang. Mungkin di rumah kita tidak ada mobil, tidak ada AC, tidak ada kulkas, tetapi minimal pasti ada garam. Benda ini kelihatannya sangat sepele, berharga murah, tetapi sangat dibutuhkan oleh semua orang.
Apa maksud Tuhan Yesus menyatakan bahwa setiap orang percaya adalah garam dunia? Pertanyaan Yesus ini adalah sebagai penegasan, bukan himbauan atau perintah, melainkan suatu penegasan bahwa keberadaan orang percaya itu bernilai dan mempunyai fungsi penting bagi lingkungan mereka. Namun, "Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang." Kita tahu bahwa garam itu baru ada gunanya kalau ada rasa asinnya sehingga makanan yang hambar menjadi berasa, bisa pula membunuh kuman dan mencegah pembusukan. Namun untuk menjadi garam dunia ada harga yang harus dibayar, diperlukan pengorbanan sebagaimana garam pun mengorbankan dirinya. Garam harus meleleh, melebur dan tidak terlihat lagi wujudnya, yang tinggal hanya rasanya. Sanggupkah kita? Sampai saat ini masih banyak orang Kristen yang belum bisa menjalankan fungsinya sebagai garam dunia karena memiliki hidup yang tak jauh berbeda dari orang-orang di luar Tuhan.
Jika kita tidak bisa menjadi garam dunia atau berkat bagi orang lain, berarti kita telah gagal menjalankan hidup kekristenan kita.
Wednesday, October 12, 2011
UANG DAN KEKAYAAN: Tak Dapat Memuaskan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Oktober 2011 -
Baca: Pengkotbah 5:7-19
"Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya." Pengkotbah 5:9a
Banyak orang mengukur dan menilai keberhasilan dan kebahagiaan dengan uang atau kekayaan yang dimiliki. Bisa dimaklumi, karena dengan memiliki uang seseorang bisa mendapatkan segalanya: tidur di hotel berbintang, berkeliling dunia, beli rumah di kawasan elite, beli mobil mewah, mendapatkan isteri cantik dan sebagainya. Apakah dengan uang dan kekayaan orang benar-benar berbahagia dan puas? Ayat nas jelas menyatakan bahwa "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tiadak akan puas dengan penghasilannya."
Orang yang memiliki banyak uang sampai kapan pun tidak akan pernah puas dengan uang yang dimilikinya. Begitu pula orang kaya, tidak pernah puas akan kekayaannya. Seringkali kita menganggap bahwa ada hubungan erat antara kepuasan dengan jumlah uang atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang. Kita mengira jika orang mempunyai uang dalam jumlah besar ia akan merasa puas dan berbahagia. Ketika seseorang mendapatkan gaji 1 juta rupiah/bulan, ia berpikir bahwa hidupnya akan lebih dari cukup dan berbahagia jika gajinya 3 juta rupiah/bulan. Anggapan ini kelihatannya benar, tapi ketika ia mendapatkan gaji 3 juta rupiah/bulan ia merasakan bahwa masih banyak hal yang tidak bisa dipenuhi dengan gajinya tersebut. Kita selalu merasa masih kurang dan tidak pernah merasa cukup.
Bolehkah kita memiliki banyak uang dan menjadi kaya? Tentu saja setiap orang percaya boleh memiliki banyak uang dan menikmati kekayaan yang diperolehnya, hanya saja dengan cara yang bekenan kepada Tuhan. Dan jangan sampai kita menjadi tamak akan uang! Uang dan kekayaan itu sendiri tidak membahayakan, tetapi cinta uang dan kekayaan itulah yang berbahaya, "Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (1 Timotius 6:10b). Alkitab tidak mengatakan bahwa uang adalah akar segala kejahatan, tetapi cinta uang itu adalah akar segala kejahatan. Uang adalah baik, tidak jahat, tetapi manusia yang terperangkap ke dalam ketamakan, kikir, iri hati dan sebagainya inilah yang menyimpang dari firman Tuhan, karena saat ini banyak orang ingin cepat kaya dengan cara yang salah.
Sebanyak apa pun harta kita, tidak sepeser pun kita bawa saat kita meninggalkan dunia ini!
Baca: Pengkotbah 5:7-19
"Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya." Pengkotbah 5:9a
Banyak orang mengukur dan menilai keberhasilan dan kebahagiaan dengan uang atau kekayaan yang dimiliki. Bisa dimaklumi, karena dengan memiliki uang seseorang bisa mendapatkan segalanya: tidur di hotel berbintang, berkeliling dunia, beli rumah di kawasan elite, beli mobil mewah, mendapatkan isteri cantik dan sebagainya. Apakah dengan uang dan kekayaan orang benar-benar berbahagia dan puas? Ayat nas jelas menyatakan bahwa "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tiadak akan puas dengan penghasilannya."
Orang yang memiliki banyak uang sampai kapan pun tidak akan pernah puas dengan uang yang dimilikinya. Begitu pula orang kaya, tidak pernah puas akan kekayaannya. Seringkali kita menganggap bahwa ada hubungan erat antara kepuasan dengan jumlah uang atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang. Kita mengira jika orang mempunyai uang dalam jumlah besar ia akan merasa puas dan berbahagia. Ketika seseorang mendapatkan gaji 1 juta rupiah/bulan, ia berpikir bahwa hidupnya akan lebih dari cukup dan berbahagia jika gajinya 3 juta rupiah/bulan. Anggapan ini kelihatannya benar, tapi ketika ia mendapatkan gaji 3 juta rupiah/bulan ia merasakan bahwa masih banyak hal yang tidak bisa dipenuhi dengan gajinya tersebut. Kita selalu merasa masih kurang dan tidak pernah merasa cukup.
Bolehkah kita memiliki banyak uang dan menjadi kaya? Tentu saja setiap orang percaya boleh memiliki banyak uang dan menikmati kekayaan yang diperolehnya, hanya saja dengan cara yang bekenan kepada Tuhan. Dan jangan sampai kita menjadi tamak akan uang! Uang dan kekayaan itu sendiri tidak membahayakan, tetapi cinta uang dan kekayaan itulah yang berbahaya, "Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (1 Timotius 6:10b). Alkitab tidak mengatakan bahwa uang adalah akar segala kejahatan, tetapi cinta uang itu adalah akar segala kejahatan. Uang adalah baik, tidak jahat, tetapi manusia yang terperangkap ke dalam ketamakan, kikir, iri hati dan sebagainya inilah yang menyimpang dari firman Tuhan, karena saat ini banyak orang ingin cepat kaya dengan cara yang salah.
Sebanyak apa pun harta kita, tidak sepeser pun kita bawa saat kita meninggalkan dunia ini!
Tuesday, October 11, 2011
DUDUK DIAM DI BAWAH KAKI YESUS!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Oktober 2011 -
Baca: Lukas 10:38-42
"Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya." Lukas 10:39b
Adalah lebih mudah bagi seseorang untuk tampil di muka, berbicara, tampak sibuk dan dikenal oleh banyak orang, karena hampir semua orang ingin pekerjaannya dipuji dan dihargai oleh orang lain. Tetapi tidak mudah bagi kita untuk duduk di tempat yang 'rendah' dan mau menjadi seorang pendengar yang baik.
Inilah yang dilakukan Maria, memilih duduk diam di bawah kaki Tuhan untuk mendengarkan perkataanNya. Maria menyadari bahwa "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Ini menunjukkan bahwa Maria telah terbiasa merendahkan diri mencari Tuhan dengan sepenuh hati dalam doa, sehingga mudah baginya duduk tenang berjam-jam mendengarkan apa yang Yesus ajarkan. Berbeda dengan saudaranya, Marta, yang lebih memilih menyibukkan diri sampai-sampai Yesus menegurnya, "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara," (ayat 41). Orang yang senang duduk diam di bawah kaki Tuhan dan mencari wajahNya adalah orang yang tekun berdoa, bukan hanya berdoa untuk kepentingan diri sendiri, tapi juga tipe orang yang terbeban.
Sesibuk apakah kita sehingga tidak memiliki waktu untuk duduk diam di bawah kaki Tuhan? Jangankan berdoa syafaat, berdoa untuk diri sendiri saja mungkin kita jarang melakukannya. Berdoa adalah membangun hubungan dengan Tuhan, sedangkan bersyafaat artinya menghubungkan orang lain dengan Tuhan, atau berdoa untuk kepentingan orang lain. Mengapa kita harus mendoakan orang lain? Karena kita ada sebagaimana saat ini juga tidak terlepas dari doa syafaat yang dipanjatkan saudara seiman lainnya. Yakobus 5:16 mengatakan, "Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." Jadi Tuhan hanya mendengar doa yang dinaikkan oleh orang benar. Siapa orang benar itu? Orang yang hidup dalam ketaatan (melakukan firmanNya). Ada pun kata dengan yakin berarti percaya dengan sungguh dan tidak ragu. Alkitab menyatakan bahwa Tuhan "...melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia." (2 Tawarikh 16:9a).
Ketekunan Maria dalam doa menghasilkan dampak yang luar biasa: Tuhan mendengar doanya sehingga Lazarus yang sudah mati selama 4 hari dihidupkan kembali.
Baca: Lukas 10:38-42
"Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya." Lukas 10:39b
Adalah lebih mudah bagi seseorang untuk tampil di muka, berbicara, tampak sibuk dan dikenal oleh banyak orang, karena hampir semua orang ingin pekerjaannya dipuji dan dihargai oleh orang lain. Tetapi tidak mudah bagi kita untuk duduk di tempat yang 'rendah' dan mau menjadi seorang pendengar yang baik.
Inilah yang dilakukan Maria, memilih duduk diam di bawah kaki Tuhan untuk mendengarkan perkataanNya. Maria menyadari bahwa "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Ini menunjukkan bahwa Maria telah terbiasa merendahkan diri mencari Tuhan dengan sepenuh hati dalam doa, sehingga mudah baginya duduk tenang berjam-jam mendengarkan apa yang Yesus ajarkan. Berbeda dengan saudaranya, Marta, yang lebih memilih menyibukkan diri sampai-sampai Yesus menegurnya, "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara," (ayat 41). Orang yang senang duduk diam di bawah kaki Tuhan dan mencari wajahNya adalah orang yang tekun berdoa, bukan hanya berdoa untuk kepentingan diri sendiri, tapi juga tipe orang yang terbeban.
Sesibuk apakah kita sehingga tidak memiliki waktu untuk duduk diam di bawah kaki Tuhan? Jangankan berdoa syafaat, berdoa untuk diri sendiri saja mungkin kita jarang melakukannya. Berdoa adalah membangun hubungan dengan Tuhan, sedangkan bersyafaat artinya menghubungkan orang lain dengan Tuhan, atau berdoa untuk kepentingan orang lain. Mengapa kita harus mendoakan orang lain? Karena kita ada sebagaimana saat ini juga tidak terlepas dari doa syafaat yang dipanjatkan saudara seiman lainnya. Yakobus 5:16 mengatakan, "Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." Jadi Tuhan hanya mendengar doa yang dinaikkan oleh orang benar. Siapa orang benar itu? Orang yang hidup dalam ketaatan (melakukan firmanNya). Ada pun kata dengan yakin berarti percaya dengan sungguh dan tidak ragu. Alkitab menyatakan bahwa Tuhan "...melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia." (2 Tawarikh 16:9a).
Ketekunan Maria dalam doa menghasilkan dampak yang luar biasa: Tuhan mendengar doanya sehingga Lazarus yang sudah mati selama 4 hari dihidupkan kembali.
Monday, October 10, 2011
JANGAN TAKUT: Tuhan Sanggup Membuka Jalan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Oktober 2011 -
Baca: Yesaya 43:8-21
"Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah tumbuh, belumkah kamu mengetahuinya? Ya, Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara." Yesaya 43:19
Pernahkah Saudara mengalami jalan buntu dalam permasalahan? Apa yang dilakukan seseorang ketika sedang mengahdapi jalan buntu? Pada umumnya mereka menjadi putus asa dan cenderung mengandalkan kekuatan lain, baik itu kekuatan manusia atau bahkan lari kepada kuasa gelap, yang penting masalahnya segera mendapatkan jalan keluar.
Bangsa Israel juga pernah mengalami jalan buntu. Tatkala keluar dari Mesir untuk menuju tanah Perjanjian, mereka dikejar-kejar pasukan Firaun. Sementara di depan mereka terbentang Laut Teberau, dari kanan kiri mereka terhimpit gugusan gunung-gunung. Secara logika, bangsa Israel benar-benar mengalami jalan buntu. Bangsa Israel yang adalah bangsa pilihan Tuhan juga diijinkan mengalami masalah, oleh karena itu jgangan heran bila kita pun menghadapi masalah meski dalam bentuk berbeda. Namun Tuhan tidak pernah mengajarkan kita untuk lari dari masalah itu, melainkan berani menghadapinya karena Ia menyertai kita. "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Saat menghadapi jalan buntu, bangsa Israel menjadi sangat takut, sepertinya mustahil lepas dari kejaran tentara Firaun. Saat terdesak inilah mereka berseru-seru kepada Tuhan dan Ia menyelamatkan mereka dengan caraNya yang ajaib. Sungguh benar firmanNya, "Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku." (Mazmur 50:15). Milikilah penyerahan diri penuh kepada Tuhan dan andalkan Dia dalam segala hal. Jangan menunggu sampai kita berada dalam masalah. Yakinlah bahwa Tuhan pasti sanggup membuka jalan baru untuk setiap permasalahan yang kita alami. Reaksi pertama bangsa Israel ketika mengalami jalan buntu adalah ingin kembali ke Mesir. Mereka berpikir lebih menjadi budak di Mesir daripada harus mati sia-sia di padang gurun.
Adakalanya kita harus mengalami persoalan. Bukan berarti Tuhan tidak mengasihi kita, justru Dia ingin membentuk dan melatih iman kita supaya makin berakar kuat di dalamNya. "...Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (Ibrani 12:6). Masalah justru menjadi alat bagi Tuhan menyatakan kuasaNya atas kita.
Selalu ada jalan buat persoalan kita!
Baca: Yesaya 43:8-21
"Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah tumbuh, belumkah kamu mengetahuinya? Ya, Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara." Yesaya 43:19
Pernahkah Saudara mengalami jalan buntu dalam permasalahan? Apa yang dilakukan seseorang ketika sedang mengahdapi jalan buntu? Pada umumnya mereka menjadi putus asa dan cenderung mengandalkan kekuatan lain, baik itu kekuatan manusia atau bahkan lari kepada kuasa gelap, yang penting masalahnya segera mendapatkan jalan keluar.
Bangsa Israel juga pernah mengalami jalan buntu. Tatkala keluar dari Mesir untuk menuju tanah Perjanjian, mereka dikejar-kejar pasukan Firaun. Sementara di depan mereka terbentang Laut Teberau, dari kanan kiri mereka terhimpit gugusan gunung-gunung. Secara logika, bangsa Israel benar-benar mengalami jalan buntu. Bangsa Israel yang adalah bangsa pilihan Tuhan juga diijinkan mengalami masalah, oleh karena itu jgangan heran bila kita pun menghadapi masalah meski dalam bentuk berbeda. Namun Tuhan tidak pernah mengajarkan kita untuk lari dari masalah itu, melainkan berani menghadapinya karena Ia menyertai kita. "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Saat menghadapi jalan buntu, bangsa Israel menjadi sangat takut, sepertinya mustahil lepas dari kejaran tentara Firaun. Saat terdesak inilah mereka berseru-seru kepada Tuhan dan Ia menyelamatkan mereka dengan caraNya yang ajaib. Sungguh benar firmanNya, "Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku." (Mazmur 50:15). Milikilah penyerahan diri penuh kepada Tuhan dan andalkan Dia dalam segala hal. Jangan menunggu sampai kita berada dalam masalah. Yakinlah bahwa Tuhan pasti sanggup membuka jalan baru untuk setiap permasalahan yang kita alami. Reaksi pertama bangsa Israel ketika mengalami jalan buntu adalah ingin kembali ke Mesir. Mereka berpikir lebih menjadi budak di Mesir daripada harus mati sia-sia di padang gurun.
Adakalanya kita harus mengalami persoalan. Bukan berarti Tuhan tidak mengasihi kita, justru Dia ingin membentuk dan melatih iman kita supaya makin berakar kuat di dalamNya. "...Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (Ibrani 12:6). Masalah justru menjadi alat bagi Tuhan menyatakan kuasaNya atas kita.
Selalu ada jalan buat persoalan kita!
Subscribe to:
Posts (Atom)