Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 September 2010 -
Baca: Mazmur 103:1-22
"Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian Tuhan sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia." Mazmur 103:13
Hari ini kita menapaki hari terakhir dalam bulan September. Kita akui, bila kita dapat menjalani dan melewati hari-hari sulit yang penuh dengan pergumulan ini, semua karena penyertaan Tuhan, seperti diungkapkan Sari Simorangkir dalam lagunya: "Bukan dengan kekuatanku, kudapat jalani hidupku. Tanpa Tuhan yang di sampingku, kutak mampu sendiri. Engkau kuatku... yang menopangku!"
Kekuatan, kemampuan, kepintaran dan apa saja yang kita miliki dan mungkin selama ini kita bangga-banggakan sia-sia jika tanpa Tuhan. Namun kita patut berbangga memiliki Allah di dalam nama Tuhan Yesus, karena Dia adalah Bapa yang sangat baik bagi kita. Kata Daud, "Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian Tuhan sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia." Kalau Bapa di sorga tidak menyayangkan AnakNya dikorbankan untuk keselamatan manusia (baca Roma 8:32), Bapa juga pasti sangat menyayangi anak-anakNya yang percaya dan yang senantiasa mengandalkan Dia dalam segala hal. Oleh karena itu mari kita hidup selalu menyenangkan hati Bapa di setiap tingkah laku, perkataan dan juga perbuatan kita. Bila hidup kita berkenan dan senantiasa menyenangkan Tuhan, maka Dia sebagai Bapa yang baik pasti akan memberi yang terbaik untuk kita. FirmanNya berkata, "Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepadaNya." (Matius 7:11).
Bukankah sampai saat ini kita telah mengecap kebaikan Tuhan? Dan jika saat ini kita juga mengalami 'didikan dan hajaran' dari Dia, janganlah katakan bahwa Bapa itu jahat atau tidak adil. Dalam Ibrani 12:10 dikatakan, "Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusanNya." Jadi, bapa yang mencintai anaknya pasti juga akan mendidik dan menghajar jika anaknya kedapatan berbuat kesalahan atau melakukan pelanggaran. TeguranNya mendatangkan kebaikan bagi kita.
Berbanggalah memiliki Bapa yang baik!
Thursday, September 30, 2010
Wednesday, September 29, 2010
JANGAN TERBELENGGU MASA LALU (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 September 2010 -
Baca: Ayub 3:1-26
"Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku." Ayub 3:25
Bangsa Israel tidak mengarahkan pandangannya ke depan di mana Tuhan sudah menyediakan suatu kehidupan yang berpengharapan di Kanaan, "...suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya,..." (Keluaran 3:8). Sebaliknya, pikiran mereka terus menoleh ke belakang Mesir. Masa lalu di Mesir terus menghantui hati dan pikiran mereka. Mental sebagai budak tetap melekat di benak mereka, padahal mereka sudah dipilih Tuhan sebagai anak-anakNya, umat pilihanNya dan juga kesayanganNya sendiri! Hal ini bisa terlihat, di mana di sepanjang perjalanan menuju Tanah Perjanjian mereka tak pernah berhenti mengeluh, bersungut-sungut, kuatir, cemas, bahkan terus membanding-bandingkan hidup mereka saat berada di Mesir. Keluh mereka, "Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan Tuhan ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan." (Keluaran 16:3).
Sesungguhnya, kegagalan mereka mencapai Tanah Perjanjian bukanlah masalah fisik, tetapi masalah mental, masalah alam berpikir mereka yang belum diperbaharui. Karena itu jangan pernah menganggap remeh apa yang kita pikirkan, karena hal itu akan berdampak pada tindakan. Alam pikiran kita acapkali membawa kita pada kenyataan seperti yang kita pikirkan, baik itu berkat atau kutuk. Salomo berkata, "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia." (Amsal 23:7a). Tuhan tidak pernah merancangkan kegagalan dalam kehidupan kita, sebaliknya "...rancangan damai sejahtera... untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11).
Stop mengeluh, bersungut-sungut dan juga kuatir! Buang itu semua dari pikiran kita! Hal-hal itu hanya akan merugikan diri kita sendiri dan juga menjadi penghambat kemajuan kita, bahkan keadaan kita justru akan semakin buruk. Mari kita tinggalkan kegagalan, luka dan apa saja di masa lalu yang membuat kita gagal!
Karena di dalam Kristus kita adalah ciptaan baru, maka "...masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang." (Amsal 23:18). Haleluya!
Baca: Ayub 3:1-26
"Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku." Ayub 3:25
Bangsa Israel tidak mengarahkan pandangannya ke depan di mana Tuhan sudah menyediakan suatu kehidupan yang berpengharapan di Kanaan, "...suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya,..." (Keluaran 3:8). Sebaliknya, pikiran mereka terus menoleh ke belakang Mesir. Masa lalu di Mesir terus menghantui hati dan pikiran mereka. Mental sebagai budak tetap melekat di benak mereka, padahal mereka sudah dipilih Tuhan sebagai anak-anakNya, umat pilihanNya dan juga kesayanganNya sendiri! Hal ini bisa terlihat, di mana di sepanjang perjalanan menuju Tanah Perjanjian mereka tak pernah berhenti mengeluh, bersungut-sungut, kuatir, cemas, bahkan terus membanding-bandingkan hidup mereka saat berada di Mesir. Keluh mereka, "Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan Tuhan ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan." (Keluaran 16:3).
Sesungguhnya, kegagalan mereka mencapai Tanah Perjanjian bukanlah masalah fisik, tetapi masalah mental, masalah alam berpikir mereka yang belum diperbaharui. Karena itu jangan pernah menganggap remeh apa yang kita pikirkan, karena hal itu akan berdampak pada tindakan. Alam pikiran kita acapkali membawa kita pada kenyataan seperti yang kita pikirkan, baik itu berkat atau kutuk. Salomo berkata, "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia." (Amsal 23:7a). Tuhan tidak pernah merancangkan kegagalan dalam kehidupan kita, sebaliknya "...rancangan damai sejahtera... untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11).
Stop mengeluh, bersungut-sungut dan juga kuatir! Buang itu semua dari pikiran kita! Hal-hal itu hanya akan merugikan diri kita sendiri dan juga menjadi penghambat kemajuan kita, bahkan keadaan kita justru akan semakin buruk. Mari kita tinggalkan kegagalan, luka dan apa saja di masa lalu yang membuat kita gagal!
Karena di dalam Kristus kita adalah ciptaan baru, maka "...masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang." (Amsal 23:18). Haleluya!
Subscribe to:
Posts (Atom)