Tuesday, January 19, 2021

HIDUP SEPERTI KRISTUS: Penurut-Penurut Tuhan (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Januari 2021

Baca:  1 Yohanes 2:1-6

"Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." 1 Yohanes 2:6

Sebagai orang percaya yang adalah pengikut Kristus, kita wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup  (ayat nas).  Hidup sama seperti Kristus telah hidup berarti juga menjadi penurut-penurut Tuhan  (Efesus 5:1).

     Kata  'penurut'  (mimetai)  artinya peniru.  Orang percaya harus menjadi penurut-penurut Kristus:  mengikuti jejak-Nya, mencontoh dan menjadikan-Nya teladan utama dalam hidup, sama seperti anak yang harus meniru bapanya, sama seperti murid yang meneladani gurunya.  Adalah mutlak kita menjadi penurut-penurut Tuhan karena kita ini diciptakan serupa dan segambar dengan Tuhan  (Kejadian 1:26), maka sudah seharusnya kita mewarisi karakter Ilahi.  Tuhan berkata,  "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna."  (Matius 5:48).  Paulus menegaskan,  "...kita semua...diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar."  (2 Korintus 3:18).  Petrus menghendaki,  "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus."  (1 Petrus 1:15-16).

     Hidup sama seperti Kristus hidup atau menjadi penurut Dia berarti kita hidup dalam kasih.  "...hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita..."  (Efesus 5:2).  Seperti kata pepatah bahwa buah jatuh tidak jauh dari pohonya, begitu juga anak-anak Tuhan harus mewarisi karakter Ilahi.  Rasul Yohanes menegaskan Tuhan adalah kasih  (1 Yohanes 4:8), karena itu kita juga harus hidup di dalam kasih.  Mengasihi harus menjadi gaya hidup kita!  Menjalani hidup sebagai manusia baru berarti harus membuang karakter manusia lama yang cenderung mementingkan diri sendiri, mengasihi diri sendiri, dan mengabaikan orang lain.  Hidup di dalam kasih berarti punya empati terhadap orang lain, mudah peduli, bahkan mau berkorban bagi orang lain, sebab hakekat kasih adalah memberi, bukan menerima.  "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima."  (Kisah 20:35b).  Orang percaya harus memiliki kasih dan mempraktekkannya dalam tindakan:  mengasihi sesama, termasuk musuh! 

Monday, January 18, 2021

HAL-HAL YANG HARUS KITA BUANG

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Januari 2021

Baca:  Efesus 4:17-32

"Karena itu buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain, karena kita adalah sesama anggota. Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu..."  Efesus 4:25-26

Dalam suratnya kepada jemaat di Efesus ini Rasul Paulus mengingatkan tentang hal-hal yang harus dibuang dari kehidupan orang percaya, di antaranya adalah:  1.  Dusta.  Yaitu semua perkataan dan perbuatan yang palsu, bohong, tidak benar, penuh tipu muslihat atau kecurangan.  Sebagai pengikut Kristus kita harus membuang jauh-jauh dusta.  Tuhan menghendaki kita untuk berkata benar dan berlaku benar, hidup sesuai dengan firman Tuhan.  Ketahuilah bahwa dusta adalah pekerjaan Iblis.  Alkitab menyatakan,  "Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta."  (Yohanes 8:44).  Maukah kita disebut anak-anak Iblis?  Kalau tidak mau disebut anak Iblis, berhentilah untuk berkata dusta.  Adalah keharusan bagi setiap orang percaya untuk menyatakan kebenaran, sebab status kita adalah orang-orang yang telah dibenarkan oleh darah Kristus!

     2.  Marah.  Sering dijumpai banyak orang Kristen gampang sekali marah, emosinya meledak-ledak.  Memang, Alkitab tidak pernah mencatat kita tidak boleh marah, tetapi  "Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis."  (Efesus 4:26-27).  Kelolahlah emosi dan kemarahan sebaik mungkin, sebab kemarahan yang lepas kendali berdampak buruk, bukan hanya terhadap diri sendiri, tapi juga orang lain:  menyakiti orang lain dan merusak suatu hubungan. Betapa penting memiliki penguasaan diri  (salah satu buah Roh), sebab orang yang mudah sekali marah atau terpancing emosi, tanpa melihat sebab-musababnya, cenderung terdorong untuk menyerang dan menyakiti orang lain, membenarkan diri sendiri.  Inilah celah yang dimanfaatkan Iblis!

     Tapi, ada kemarahan yang justru diperlukan dalam kehidupan kekristenan, yaitu kemarahan terhadap dosa.  Ini kemarahan yang bersifat menegur dan memperingatkan, sebagai tanda kita tidak mau berkompromi dengan dosa.

Dusta dan kemarahan tak terkendali adalah dua hal penting yang harus dibuang!