Wednesday, December 23, 2020

JADILAH PADAKU MENURUT PERKATAANMU

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Desember 2020

Baca:  Lukas 1:26-38

"Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." Lalu malaikat itu meninggalkan dia."  Lukas 1:38

Memiliki hati seorang hamba adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh setiap orang percaya.  Berhati hamba artinya taat sepenuhnya kepada kehendak Tuhan, karena esensi hamba adalah pelayan, orang yang sepenuhnya taat pada perintah tuannya.  Jadi hati hamba dan ketaatan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan!

     Suatu ketika Maria menerima pesan dari Tuhan melalui malaikat Gabriel bahwa ia akan mengandung seorang bayi,  "Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus."  (Lukas 1:31).  Setelah mendengar perkataan itu berkatalah Maria kepada malaikat itu,  "Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?"  (Lukas 1:34).  Apa yang dipertanyakan Maria adalah hal yang wajar!  Secara logika mana mungkin ia bisa mengandung, karena ia belum bersuami.  Apa kata orang nanti?  Ia pasti akan menjadi bahan pergunjingan banyak orang dan dipandang  'rendah'.  Ini adalah perkara yang tak mudah untuk diterima dan dipahami.  Bagaimanapun juga dan yang pasti tiada perkara yang mustahil bagi Tuhan!  Satu hal yang teramat penting dan patut menjadi perhatian adalah sikap hati Maria pada waktu ia menerima pesan dari Tuhan tersebut.  Setelah mendapatkan penjelasan dari malaikat Gabriel bahwa ia beroleh kasih karunia dan Tuhan, Maria memberikan respons yang luar biasa,  "'Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.' Lalu malaikat itu meninggalkan dia."  (ayat nas).  Sekalipun tak masuk akal dan sulit diterima oleh nalar, Maria mau belajar untuk taat sepenuhnya kepada kehendak Tuhan.  Inilah ketaatan yang sesungguhnya!  Ketaatan tanpa disertai persungutan dan perbantahan.

     Banyak orang Kristen seringkali melakukan tawar-menawar dengan Tuhan, berusaha menghindar disertai dengan berbagai dalih atau alasan untuk tidak taat kepada kehendak Tuhan.  Mau taat asalkan Tuhan menjawab doa-doa kita;  mau taat asalkan Tuhan meluputkan kita dari masalah;  mau taat asalkan Tuhan menyembuhkan sakit-penyakit kita.  Rasul Paulus menasihati,  "Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan,"  (Filipi 2:14).

Hamba yang berkenan kepada Tuhan adalah hamba yang mau taat tanpa syarat!

Tuesday, December 22, 2020

TUHAN SANGGUP MENGUBAH YANG BURUK

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Desember 2020

Baca:  Yesaya 61:1-11

"...untuk mengaruniakan kepada mereka perhiasan kepala ganti abu, minyak untuk pesta ganti kain kabung, nyanyian puji-pujian ganti semangat yang pudar,"  Yesaya 61:3

Ketika mengalami terpaan badai permasalahan atau kegagalan, kebanyakan orang cenderung berputus asa dan menyerah kalah pada keadaan.  Mereka berpikir masalah atau kegagalan sebagai akhir dari segalanya.  Kita lupa bahwa Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan Yang Mahakuasa, Sang Pembuat Mujizat, yang sanggup mengubah kegagalan menjadi keberhasilan, kehancuran menjadi pengharapan, mengubah yang buruk menjadi baik, mengubah ratapan menjadi tari-tarian.

     Ayat nas menyatakan bahwa Tuhan mengaruniakan perhiasan kepala ganti abu, minyak untuk pesta ganti kain kabung, nyanyian pujian ganti semangat yang pudar.  Apa yang bagi manusia kegagalan, hancur lebur, menyedihkan, mendatangkan duka, atau mungkin dianggap seperti nasi yang sudah menjadi bubur, bagi Tuhan tak ada yang tak mungkin, Dia sanggup memberikan harapan baru.  Hal ini seharusnya mendorong kita tetap bersemangat dalam menjalani hidup, tak perlu menyerah kalah pada masalah.  Layaknya seorang penjunan:  "Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya."  (Yeremia 18:4), Tuhan membenahi dan membereskan semua permasalahan anak-anak-Nya.  Namun Tuhan menginginkan kerja sama kita.  Bagian kita adalah tunduk sepenuhnya pada proses Tuhan!  Kalau kita menyerah itu artinya kita membatasi kerja Tuhan dan menolak campur tangan-Nya.  Ayub, orang saleh, jujur, takut akan Tuhan dan menjauhi segala kejahatan  (Ayub 1:1), diijinkan Tuhan mengalami masalah, bahkan masalah yang sungguh teramat berat.

     Beratnya masalah yang dialami Ayub sepertinya menjadi akhir dari segalanya, mustahil dipulihkan.  Andai Ayub langsung menyerah pada keadaan, ia takkan pernah melihat perkara-perkara besar dinyatakan.  Ayub belajar tunduk pada proses:  "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas."  (Ayub 23:10), sampai akhirnya Tuhan memulihkan dan memberkatinya dua kali lipat  (Ayub 42:10).

Jangan pernah meragukan kuasa Tuhan!  Sebab bagi Dia tak ada yang tak mungkin.