Monday, November 16, 2020

JANGANLAH MENYERAH DAN BERPUTUS ASA!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 November 2020

Baca:  Amsal 18:1-24

"Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?"  Amsal 18:14

Semua orang mengakui bahwa hari-hari yang sedang kita jalani saat ini adalah hari yang teramat sukar, terlebih-lebih dengan adanya pandemi Covid-19.  Pandemi adalah wabah yang berjangkit serempak di mana-mana, meliputi daerah geografis yang luas.  Pandemi Covid-19 ini benar-benar membawa dampak yang luar biasa di segala bidang kehidupan:  ekonomi menjadi sangat sulit, krisis terjadi di mana-mana, terjadi PHK secara besar-besaran, aktivitas manusia menjadi tersendat, proses belajar mengajar  (pendidikan)  pun terhenti.  Banyak orang menjadi frustasi, kehilangan semangat dan putus asa, karena merasa sudah tak kuat lagi menanggung beban hidupnya yang semakin berat.

     Rasa frustasi pernah dialami Elia.  Elia bukanlah sembarang orang, dia adalah nabi yang dipakai Tuhan secara luar biasa... tetapi Elia pernah berada di satu titik terendah dalam hidupnya, di mana ia kehilangan semangat hidup sehingga ingin mati.  Meski tidak ingin bunuh diri tetapi ia meminta kepada Tuhan untuk segera mengambil nyawanya,  "...ia sendiri masuk ke padang gurun sehari perjalanan jauhnya, lalu duduk di bawah sebuah pohon arar. Kemudian ia ingin mati, katanya: 'Cukuplah itu! Sekarang, ya TUHAN, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku.'"  (1 Raja-Raja 19:4), padahal Elia baru saja meraih kemenangan besar dalam pelayanannya yaitu berhasil membunuh 450 nabi Baal.  Namun begitu Izebel mengancam membunuhnya, ia pun sangat takut dan frustasi.  Ia lari menyelamatkan diri ke gunung Horeb dan bersembunyi di sana.  Sepertinya ia mengalami kelelahan fisik dan mental.  Setelah berperang dan membantai nabi-nabi Baal di gunung Karmel ia lari dari kejaran orang-orang Izebel dengan menempuh perjalanan yang sangat jauh menuju gunung Horeb.

     Dalam kelelahan yang sudah melebihi batas biasanya orang akan diserang oleh rasa mengasihani diri sendiri.  Saat tubuh dan jiwa merasa letih lesu dan berbeban berat perlu sekali orang rehat atau retreat sejenak!  Karena itu Tuhan mengutus malaikat-Nya untuk melayani Elia  (1 Raja-Raja 19:5-8).

Sedang letih lesu dan berbeban berat?  Datanglah kepada Tuhan Yesus, Dia sanggup memulihkan keadaan kita.

Sunday, November 15, 2020

KARENA IMAN: Tinggalkan Kenyamanan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 November 2020

Baca:  Ibrani 11:23-29

"Karena iman maka ia telah meninggalkan Mesir dengan tidak takut akan murka raja. Ia bertahan sama seperti ia melihat apa yang tidak kelihatan."  Ibrani 11:27

Adalah hal yang lazim bila semua orang mencari kebahagiaan dan kenyamanan dalam hidupnya.  Berbicara tentang kebahagiaan dan kenyamanan hidup, pandangan orang selalu tertuju kepada uang, harta atau materi, segala kebutuhan terpenuhi, fasilitas tersedia, berkedudukan atau memiliki status sosial yang tinggi, dan sebagainya.  Musa memiliki alasan untuk menjadi bahagia dan merasa nyaman karena apa yang ia butuhkan telah tersedia dengan limpahnya, sebab ia berstatus sebagai anak puteri Firaun  (Keluaran 2:10).

     Tinggal di istana Mesir berarti Musa menikmati segala kemewahan, kemegahan dan kenikmatan materi, juga pendidikan yang tinggi, dan dihormati oleh banyak orang.  Namun Alkitab menyatakan bahwa karena imannya Musa telah menentukan pilihan hidup:  menolak disebut anak puteri Firaun, lebih suka menderita bersama umat Tuhan dan meninggalkan Mesir.  Ini menunjukkan bahwa Musa sama sekali tidak tergiur dengan kenikmatan dunia, tapi ia lebih memilih mengabdikan dirinya kepada Tuhan dan mengabdikan hidupnya untuk melayani umat pilihan Tuhan.

     Iman benar-benar telah mengubah cara pandang Musa!  Bagi Musa kekayaan dan kemewahan dunia sifatnya hanya sementara:  "Ia menganggap penghinaan karena Kristus sebagai kekayaan yang lebih besar dari pada semua harta Mesir, sebab pandangannya ia arahkan kepada upah." (Ibrani 11:26);  Musa mengarahkan pandangannya jauh ke depan kepada hal-hal yang bersifat kekal.  Sekalipun harus menderita bersama umat Israel di padang gurun, Musa rela.  Karena telah membuat pilihan hidup yang benar ini Tuhan menyatakan kasih-Nya yang luar biasa kepada Musa.  Bahkan Musa beroleh kesempatan untuk dapat berbicara dengan Tuhan, muka dengan muka.  Musa dipercaya Tuhan untuk memimpin bangsa pilihan Tuhan keluar dari perbudakan di Mesir.  Begitu pula, saat menempuh perjalanan di padang gurun bersama umat Israel Tuhan memperlengkapi Musa dengan kuasa.  Dengan tongkat di tangan, Musa membuat banyak mujizat.  Itu semua karena Tuhan turut bekerja!

"Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita."  Roma 8:18