Monday, November 9, 2020

KITA TAK BERHAK MENGHAKIMI ORANG LAIN!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 November 2020

Baca:  Roma 2:1-16

"Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama."  Roma 2:1

Orang yang suka menunjuk-nunjuk kesalahan orang lain atau menghakimi orang lain, tak menyadari bahwa sesungguhnya ketika ia sedang menunjuk, hanya satu jari saja yang tertuju kepada orang lain, tapi empat jari lainnya menunjuk kepada dirinya sendiri.  Siapakah kita ini sehingga kita berlaku seperti seorang hakim yang menjatuhkan vonis kepada orang lain?  Sebelum kita menghakimi orang lain, sebaiknya kita memeriksa diri sendiri terlebih dahulu:  apakah kita ini sudah bersih dari kesalahan?  Apakah kita ini sudah sempurna, tanpa cacat cela?  Tidakkah kita malu pada diri sendiri, bila kesalahan yang kita perbuat ternyata jauh lebih besar dari orang yang sedang kita hakimi?  Karena itu Tuhan memperingatkan,  "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu."  (Matius 7:1-2).

     Saat ini kita sedang hidup di zaman yang benar-benar mendekati akhir, di mana manusia cenderung mencintai dirinya sendiri:  menjadi pemfitnah, tidak peduli agama, tidak tahu mengasihi, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang dan suka berkhianat  (2 Timotius 3:1-4).  Orang mudah sekali terprovokasi, mudah menuduh atau menyalahkan orang lain;  terbiasa mencari-cari kelemahan dan kekurangan orang lain;  mudah sekali berkomentar, menghujat, menghina, memojokkan, merendahkan, membuka aib, mengorek-orek masa lalu orang lain dengan komentar atau cuitan-cuitan di media sosial.  Kita seringkali berlaku seolah-olah menjadi orang yang paling benar, paling suci, tiada tandingannya.  Kita bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat  (Yakobus 2:4).

     Firman Tuhan menegaskan,  "Hanya ada satu Pembuat hukum dan Hakim, yaitu Dia yang berkuasa menyelamatkan dan membinasakan. Tetapi siapakah engkau, sehingga engkau mau menghakimi sesamamu manusia?"  (Yakobus 4:12).

Kita tak luput dari kesalahan dan dosa, karena itu berhentilah menghakimi orang lain!

Sunday, November 8, 2020

KETELADANAN HIDUP SEORANG PERWIRA (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 November 2020

Baca:  Lukas 7:1-10 

"Di situ ada seorang perwira yang mempunyai seorang hamba, yang sangat dihargainya. Hamba itu sedang sakit keras dan hampir mati."  Lukas 7:2

Walau bukan bagian dari murid Tuhan, atau dari bangsa yang mengenal Tuhan, tapi perwira tentara Romawi ini justru mampu mempraktekkan  apa yang Tuhan Yesus ajarkan, yaitu mengasih orang lain dan berlaku murah hati.  Alkitab menyatakan bahwa perwira tentara Romawi itu  "...mempunyai seorang hamba, yang sangat dihargainya."  (ayat nas).  Kata  'hamba'  (Yunani:  doulos)  adalah orang yang dimiliki oleh orang lain untuk melayani pemiliknya;  orang yang patuh kepada tuannya;  orang yang berkedudukan sangat rendah, yang hidupnya sangat bergantung pada tuannya.  Tetapi perwira tentara Romawi tersebut tidak memandang rendah hambanya atau berlaku semena-mena terhadapnya, sebaliknya ia sangat menghargainya, dan ia memperlakukan hambanya seperti bagian dari keluarganya sendiri.  Apa buktinya?  Ketika hambanya sakit keras dan hampir mati, perwira itu berusaha menemui Tuhan Yesus, memohonkan kesembuhan bagi hambanya.

     Anehnya perwira itu menolak Yesus untuk datang ke rumahnya, ia memohon cukup lewat perkataan saja ia percaya hambanya pasti sembuh.  "Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku; sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang kepada-Mu. Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh."  (Lukas 7:6-7).  Ia merasa diri tidak layak menerima Yesus di rumahnya, bahkan pernyataan tersebut sampai diulanginya dua kali.  Kata  'tidak layak'  berarti tidak pantas, tidak memenuhi syarat.  Mungkin ia menyadari statusnya sebagai bangsa Romawi, bangsa yang masih menyembah kepada dewa-dewa.

     Meski bukan dari bangsa Yahudi, perwira Romawi ini memiliki iman yang luar biasa kepada Tuhan, artinya ia tahu benar siapa Tuhan Yesus itu, sehingga ia percaya bahwa Tuhan sanggup menyembuhkan.  Berkatalah Tuhan kepadanya,  "Aku berkata kepadamu, iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel!"  (Lukas 7:9).

Karena iman dari perwira tentara Romawi itu, hambanya yang sakit mengalami mujizat dari Tuhan:  kesembuhan terjadi!