Wednesday, October 28, 2020

TAK PERLU TAKUT: Tuhan di Pihak Kita

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Oktober 2020

Baca:  Mazmur 118:1-29

"TUHAN di pihakku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?"  Mazmur 118:6

Banyak orang saat ini dilanda ketakutan luar biasa:  takut karena pandemi Covid-19 belum juga reda, takut karena ekonomi tak menentu, takut tak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, takut kena PHK.  Ketakutan benar-benar menjadi senjata ampuh yang dipakai Iblis untuk melemahkan dan menghancurkan hidup manusia.  Ketakutan menjadi celah terbuka yang dimanfaatkan oleh Iblis, sebab Iblis mengerti benar bila seseorang dilanda ketakutan yang luar biasa semakin kecillah kekuatannya, semakin tak bisa berpikir jernih.

     Suatu ketika Yosafat mendapat kabar:  "'Suatu laskar yang besar datang dari seberang Laut Asin, dari Edom, menyerang tuanku. Sekarang mereka di Hazezon-Tamar,' yakni En-Gedi."  (2 Tawarikh 20:2);  bani Moab dan bani Amon berperang melawan Yehuda, bersama-sama dengan sepasukan orang Meunim.  Yosafat yang saat itu sebagai pemimpin bangsa Yehuda menjadi sangat takut!  Padahal  "Takut kepada orang mendatangkan jerat, tetapi siapa percaya kepada TUHAN, dilindungi." (Amsal 29:25).  Ketakutan bisa melanda siapa saja:  pemimpin negara, karyawan, pegawai rendahan, rohaniwan, orang kaya miskin, tua muda tanpa kecuali.  Dalam ketakutannya ini Yosafat  "...mengambil keputusan untuk mencari TUHAN. Ia menyerukan kepada seluruh Yehuda supaya berpuasa."  (2 Tawarikh 20:3).

     Apa yang terjadi dengan Yosafat mungkin mewakili keadaan kita saat ini:  ada musuh-musuh yang sedang menyerbu area kehidupan kita.  Kita bisa belajar dari sikap dan tindakan Yosafat saat ketakutan melanda, yaitu mengambil keputusan untuk mencari Tuhan dan menyerukan kepada seluruh bangsanya untuk berpuasa.  Dalam ketakutannya ini Yosafat datang ke alamat yang tepat, yaitu datang kepada Tuhan, memohon pertolongan dan menyerahkan semua permasalahannya kepada Tuhan.  Seruan untuk berpuasa artinya mereka datang kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh:  "Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia."  (2 Tawarikh 16:9).  Hanya Tuhan satu-satunya sumber segala jawaban atas permasalahan hidup ini!

Asal hidup benar tak perlu kita takut!  Tuhan ada di pihak orang benar.

Tuesday, October 27, 2020

MENGALAH TIDAK SAMA DENGAN KALAH

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Oktober 2020

Baca:  Kejadian 13:1-18

"Bukankah seluruh negeri ini terbuka untuk engkau? Baiklah pisahkan dirimu dari padaku; jika engkau ke kiri, maka aku ke kanan, jika engkau ke kanan, maka aku ke kiri."  Kejadian 13:9

Dunia saat ini dipenuhi dengan orang-orang yang maunya menang sendiri dan tak mau mengalah, karena mereka berprinsip bahwa mengalah adalah hal yang memalukan, tanda tak mampu.  Mereka berkata,  "Kalau kita mengalah kita akan diremehkan, disepelekan dan direndahkan oleh orang lain."  Mengalah bukan berarti kalah, tapi mengacu kepada satu sikap yang mau merendahkan diri.  Sebaliknya tindakan yang tidak mau mengalah atau tak mau dikalahkan menunjukkan sikap mementingkan diri sendiri  (egois).  Banyak kegagalan terjadi, baik dalam kehidupan keluarga  (rumah tangga) atau dalam pekerjaan Tuhan, ketika masing-masing individu tak mau mengalah, mengedepankan ego sendiri.  Akhirnya terjadilah silang pendapat, cekcok, perselisihan dan pertengkaran!

     Abraham adalah orang pilihan Tuhan dan beroleh janji Tuhan untuk menjadi berkat bagi bangsa-bangsa  (Kejadian 12:1-3).  Predikat yang disandang oleh Abraham ini bukanlah hal yang mudah untuk diraih, tetapi ada harga yang harus dibayar, yaitu taat dan sikap mau mengalah.  Seiring berjalannya waktu hidup Abraham semakin diberkati.  "...banyak ternak, perak dan emasnya."  (Kejadian 13:2), dan pada waktu itu Lot  (keponakannya)  turut serta.  Suatu ketika terjadi pertentangan antara hamba-hamba Abraham dan Lot yang berebut tempat penggembalaan  (Kejadian 13:8).  Yang dilakukan Abraham adalah justru mengalah dan memberi kesempatan kepada Lot untuk memilih area terlebih dahulu, padahal Lot yang seharusnya mengalah kepada pamannya.  Abraham berusaha untuk menguasai diri, mengesampingkan ego dan menaklukkan kedagingannya, ia tahu bahwa Tuhan punya rencana besar atas hidupnya.  Di sisi lain Lot menggunakan jurus aji mumpung dan tidak menyia-nyiakan kesempatan:  dipilihnyalah lembah Yordan yang menurut penilaian kasat mata lebih menjanjikan, tapi pada akhirnya apa yang dipandang baik menurut penilaian manusia justru menjadi penyebab kehancuran.

     Tuhan memperhitungkan kerendahan hati yang ditunjukkan oleh Abraham ini!

Sikap mau mengalah ini adalah kesempatan bagi Abraham untuk melihat campur tangan Tuhan dalam hidupnya!