Friday, September 18, 2020

PADANG GURUN MENDATANGKAN KEBAIKAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 September 2020

Baca:  Ulangan 29:1-29

"Empat puluh tahun lamanya Aku memimpin kamu berjalan melalui padang gurun; pakaianmu tidak menjadi rusak di tubuhmu, dan kasutmu tidak menjadi rusak di kakimu."  Ulangan 29:5

Masalah dan penderitaan adalah dua hal yang menjadi bagian dari kehidupan manusia di dunia, yang bisa menyebabkan orang menjadi teretekan dan mengalami stres.  Keadaan ini bisa terjadi dan dialami oleh semua orang tanpa terkecuali!  Bila tubuh kita ini mengalami tekanan yang berat dan stres secara terus-menerus dapat memengaruhi sel-sel yang ada di dalam tubuh kita, dan akhirnya bisa menyebabkan sakit-penyakit.

     Kita bisa mengambil hikmah dari perjalanan bangsa Israel saat keluar dari perbudakan di Mesir menuju ke Tanah Perjanjian, di mana mereka mengalami tekanan yang sangat berat dan membuat mereka menjadi stres, terlebih-lebih saat berada di padang gurun, suatu masa di mana kehidupan mereka seolah-olah berada di titik terendah  (nol).  Dalam situasi ini mereka diajarkan untuk bergantung sepenuhnya kepada Tuhan, dan justru saat berada di padang gurun, saat segala sesuatu sepertinya tidak ada harapan atau mengalami jalan buntu, mereka malah mengalami mujizat demi mujizat, keajaiban Tuhan dinyatakan.  Oleh karena itu belajarlah untuk tetap mengucap syukur kepada Tuhan sekalipun harus mengalami situasi seperti di padang gurun.  Inilah saat yang tepat untuk kita semakin mendekat kepada Tuhan, membangun persekutuan yang karib dengan Dia.  Tidak ada yang kebetulan dalam hidup ini!  Jika kita diijinkan untuk melewati  'padang gurun'  berarti Tuhan memiliki maksud dan tujuan supaya kita belajar untuk hidup mengandalkan Dia, tidak mengandalkan kekuatan sendiri.

     Masa-masa di padang gurun memang identik dengan kesulitan, kesukaran, bahaya dan penderitaan, tapi mendatangkan kebaikan bagi kita yang mengalaminya, sebab iman kita sedang dilatih dan dibentuk supaya makin kuat.  Hal penting yang harus diperhatikan adalah respons hati kita harus benar!  Jangan seperti bangsa Israel yang respons hatinya negatif:  mengeluh, bersungut-sungut, mengomel, menyalahkan keadaan, menyalahkan pemimpin, dan bahkan menyalahkan Tuhan.

Karena terus mengeraskan hati dan memberontak kepada Tuhan, bangsa Israel harus mengalami proses pembentukan selama 40 tahun di padang gurun.

Thursday, September 17, 2020

MENOLONG ORANG LAIN: Menolong Diri Sendiri

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 September 2020

Baca:  Amsal 3:27-35

"Janganlah engkau berkata kepada sesamamu: 'Pergilah dan kembalilah, besok akan kuberi,' sedangkan yang diminta ada padamu."  Amsal 3:28

Kita seringkali menunda-nunda waktu dan memiliki banyak sekali pertimbangan ketika hendak menolong atau memberi sesuatu kepada orang lain.  Kita menghitung untung rugi:  kalau aku menolong si A saat ini, apa yang kudapatkan balik dari si A?  Firman Tuhan mengingatkan bahwa waktu untuk menolong orang lain adalah sekarang, bukan menundanya sampai besok, lusa, minggu depan, atau waktu yang tidak pasti.

     "Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai."  (Pengkhotbah 11:4).  Jika hari ini ada orang yang datang kepada kita untuk meminta pertolongan, tapi kita menyuruh dia untuk pergi dan memintanya untuk kembali lagi besok atau di hari lain untuk kita beri yang dia perlukan, padahal sesungguhnya kita punya sesuatu untuk diberikan hari ini, itu artinya kita tidak punya kerinduan untuk menolong orang tersebut:  "Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?"  (1 Yohanes 3:17).  Ingatlah bahwa kita ini tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain.  Keberhasilan kita di bidang apa pun tak luput dari dukungan atau peran serta dari orang lain juga.  Tidak ada kata  'rugi'  mengulurkan tangan menolong, berbuat baik, dan bermurah hati kepada orang lain.  Ada tertulis:  "Orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri, tetapi orang yang kejam menyiksa badannya sendiri."  (Amsal 11:17).  Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk mengasihi orang lain seperti diri sendiri, bahkan kita juga diperintahkan untuk mengasihi musuh,  "Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian."  (Lukas 6:33).  Mengasihi orang lain itu harus dengan hati yang tulus, tanpa ada kepura-puraan dan jangan karena pamrih.

     Dalam kehidupan di dunia ini berlaku hukum tabur tuai!  Jika kita menabur sikap masa bodo terhadap orang lain di sekitar kita, jangan terkejut bila orang-orang di sekitar akan berlaku masa bodoh pula terhadap kita, mereka tidak akan mempedulikan kita. 

"Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka."  Matius 7:12