Thursday, August 20, 2020

JEMAAT SARDIS: Hidup Tapi Mati

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Agustus 2020

Baca:  Wahyu 3:1-6

"Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati!"  Wahyu 3:1
 
Secara geografis letak kota Sardis sangat srategis karena berada di dataran Lembah Hermus dan dikelilingi Gunung Tmolus yang tinggi dan terjal, sehingga kota ini aman dari serangan musuh.  Selain itu Sungai Pactolus yang mendapatkan aliran air dari Gunung Tmolus biasanya mengalirkan air yang disertai dengan endapan emas.  Itulah sebabnya kota Sardis adalah kota yang makmur, apalagi ditunjang adanya pabrik kain dan pakaian dari bulu domba.  Faktor-faktor inilah yang mampu mengangkat perekonomian rakyatnya, termasuk kehidupan jemaat di kota itu.
 
     Kemapanan ekonomi ini membuat jemaat Sardis hidup dalam comfort zone atau zona nyaman, sehingga mereka menjalani kehidupan rohaninya pun tanpa kesungguhan, tidak lagi memercayakan hidup sepenuh kepada Tuhan, tapi menjadikan kekayaan sebagai sandaran hidup.  Mereka aktif dalam kegiatan rohani, namun dasar pelayanan bukanlah karena hati yang mengasihi Tuhan, tapi fasilitas yang mumpuni;  sekalipun pelayanan mereka tampak hebat di pemandangan manusia, Tuhan memiliki penilaian yang berbeda.  Tuhan justru menegur jemaat Sardis dengan sangat keras,  "Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati!"  (ayat nas).  Ternyata tak satu pun pekerjaan yang mereka lakukan kedapatan sempurna di mata Tuhan, artinya apa yang mereka perbuat tak mendatangkan perkenanan dari Tuhan, tak membuat hati Tuhan disenangkan.  Aktivitas pelayanan mereka hanya tampak  'wah'  dari sisi luarnya saja.

     Tuhan menambahkan,  "...di Sardis ada beberapa orang yang tidak mencemarkan pakaiannya; mereka akan berjalan dengan Aku dalam pakaian putih, karena mereka adalah layak untuk itu."  (Wahyu 3:4).  Kalimat  'ada beberapa orang'  artinya hanya ada sedikit jemaat yang menjaga hidupnya tidak bercela  (tidak mencemarkan diri dengan dosa).  Jadi, sebagian besar jemaat di situ melakukan kompromi dengan dosa, alias hidup dalam kedagingan.  Ini peringatan keras bagi orang percaya!

Jika kita masih hidup dalam dosa dan berkompromi dengan dunia ini, pelayanan kita tak berarti apa-apa di mata Tuhan;  sekalipun tampak hidup tapi sesungguhnya  'mati'  di pemandangan Tuhan!

Wednesday, August 19, 2020

BUAH BIBIR YANG POSITIF, BUKAN NEGATIF

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Agustus 2020


"Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya: 'Ia menumpang di rumah orang berdosa.'"  Lukas 19:7
 
Rasul Paulus kembali mengingatkan bahwa hidup orang percaya di tengah dunia sebagai surat-surat Kristus.  "...kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia."  (2 Korintus 3:3).  Dengan kata lain orang dunia akan melihat dan memperhatikan setiap perkataan dan perbuatan kita sehari-hari.

     Apakah selama ini kehidupan kita sudah menjadi berkat bagi orang lain atau malah menjadi batu sandungan?  Apakah kita menjadi yang hidupnya tidak menjadi buah bibir positif, tapi malah menjadi buah bibir yang negatif bagi orang-orang yang ada di sekitarnya.  Ini sangat menyedihkan!  Kehidupan Kristen yang normal seharusnya menjadi buah bibir yang positif sebab kita dipanggil untuk menjadi berkat bagi dunia ini.  Sebelumnya Zakheus menjadi buah bibir negatif dan menyandang  'predikat'  sebagai orang berdosa karena profesinya adalah pemungut cukai.  Orang-orang pun menjadi terkejut dan keheranan begitu melihat Kristus mau singgah di rumah orang berdosa itu.  Di pihak lain Zakheus menjadi buah bibir positif di antara para malaikat di sorga, karena ada seorang berdosa yang bertobat.  Alkitab menyatakan bahwa para malaikat di sorga turut bersukacita ketika ada seorang berdosa yang bertobat  (Lukas 15:10).  Zakheus yang awalnya menjadi buah bibir negatif dan hidupnya dicibir oleh banyak orang, sejak bertemu Kristus, hidupnya telah diubahkan dan menjadi buah bibir yang positif.

     Kita disebut sebagai orang Kristen yang gagal bila kehidupan kita menjadi buah bibir yang negatif bagi orang-orang yang ada di sekitar.  Itu artinya orang lain menjadi tersandung karena kita.  Bagaimana supaya kita menjadi buah bibir yang positif?  Harus menghasilkan buah-buah pertobatan, yang di dalamnya ada buah roh  (Galatia 5:22-23).

Perubahan hidup kita yang tampak nyata adalah kesaksian yang lebih kuat daripada perkataan kita!