Thursday, July 9, 2020

MENGERJAKAN PANGGILAN TUHAN DENGAN SUNGGUH

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Juli 2020


"Karena itu, saudara-saudaraku, berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh."  2 Petrus 1:10a

Orang percaya dipanggil Tuhan untuk menjadi orang-orang yang  'berbeda'  dengan dunia ini dan dipanggil untuk mengerjakan Amanat Agung-Nya.  Karena itu rasul Petrus menasihati agar bersungguh-sungguh dalam menjalani kehidupan kekristenan.  Berusaha sungguh-sungguh dalam menjalani kehidupan kekristenan.  Berusaha sungguh-sungguh berarti melakukan segala sesuatu sepenuh hati, tidak asal-asalan, tidak main-main, tidak setengah-setengah:  "...kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang."  (2 Petrus 1:5-7).

     Berusaha sungguh-sungguh juga berarti berusaha dengan tidak mengandalkan kekuatan sendiri, tapi melibatkan Tuhan. Di tengah dunia yang dipenuhi dengan kejahatan ini, mampukah kita hidup melawan arus yang ada?  Hidup berbeda dengan dunia berbicara kekudusan.  Kata  'kudus'  diterjemahkan dari kata Ibrani qodesh, yang sejajar maknanya dengan kata Yunani hagios.  Arti harfiahnya adalah memotong atau memisahkan.  Dipanggil untuk hidup kudus berarti dipisahkan dari dunia ini untuk hidup bagi Tuhan.  Dalam kekudusan ini terjadi pemisahan dari keinginan daging kepada keinginan roh, dari kejahatan kepada kebaikan.  Bagi orang percaya tidak ada alasan untuk tidak hidup kudus, karena di dalam kita ada Sang Penolong yaitu Roh Kudus.

     Dipanggil untuk melayani Tuhan adalah kasih karunia yang luar biasa!  Sebagaimana Kristus datang ke dunia bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani, orang percaya juga dipanggil untuk melayani.  Karena kita sudah dibebaskan dari belenggu dosa berarti kita tidak lagi menjadi hamba dosa, melainkan menjadi hamba kebenaran, maka dari itu kita harus menghamba sepenuhnya kepada Tuhan, yang adalah Tuan kita.  Kita harus berkomitmen seperti rasul Paulus ini,  "...aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku."  (Galatia 2:20a).

Wujud respons kita terhadap panggilan Tuhan:  berkomitmen untuk hidup benar dan semakin giat melayani pekerjaan-Nya dengan roh yang menyala-nyala.

Wednesday, July 8, 2020

TAK MAU MENGAKUI KELEMAHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Juli 2020


"Itu sebabnya saya lebih senang membanggakan kelemahan-kelemahan saya, sebab apabila saya lemah, maka justru pada waktu itulah saya merasakan Kristus melindungi saya dengan kekuatan-Nya."  2 Korintus 12:9b  (BIS)

Tak ada manusia yang sempurna!  Artinya semua manusia pasti punya kekurangan, kelemahan dan keterbatasan, tapi tidak semua orang mau mengakuinya.  Mereka merasa diri paling baik, paling benar, paling suci, paling pintar, paling...dan paling...dibandingkan orang lain, tanpa menunggu waktu lama mereka pun langsung mengkritik, menghakimi, merendahkan, mengolok-olok,  "Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?"  (Matius 7:3).

     Sedikit orang punya kebesaran hati untuk mengakui kelemahan dan berani berkata jujur kepada Tuhan bahwa ia punya banyak sekali kekurangan.  Di mata dunia, menunjukkan sisi kekurangan, kelemahan atau keterbatasan adalah tindakan bodoh.  Tetapi dalam kehidupan rohani, saat kita mengakui betapa kita lemah, terbatas dan tak berdaya sebagai bentuk penyerahan diri kepada Tuhan, saat itu Tuhan akan menggerakkan tangan-Nya untuk turut campur tangan dan melimpahkan kekuatan kepada kita.  Karena itu rasul Paulus bisa berkata,  "...aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat."  (2 Korintus 12:10).  Untuk itulah Tuhan mengijinkan masalah, pencobaan, penderitaan, kesulitan, kegagalan kita alami supaya kita menyadari akan kekuatan kita yang terbatas, belajar untuk hidup mengandalkan Tuhan, dan tidak lagi menyombongkan diri.  Paulus menyimpulkan bahwa Tuhan ijinkan dia alami  'rasa sakit'  dengan tujuan:  "...supaya aku jangan meninggikan diri karena penyataan-penyataan yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menggocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri."  (2 Korintus 12:7).

     Rasul Paulus mampu menyikapi kelemahan dengan sudut pandang yang berbeda, ia tidak mengasihani diri sendiri:  "Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku."  (2 Korintus 12:9b).

Dengan kelemahan yang ada kita diajar untuk hidup bergantung kepada Tuhan!