Monday, May 25, 2020

JUJUR DAN TERBUKA DI HADAPAN TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Mei 2020

Baca:  Lukas 18:9-14

"Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini."  Lukas 18:13

Keadaan hati kita adalah faktor penting yang dapat memengaruhi hubungan kita dengan Tuhan, sebab yang dinilai Tuhan bukanlah rupa atau paras, perawakan, kekuatan, kehebatan, atau kepintaran, melainkan isi hati kita:  "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati."  (1 Samuel 16:7b);  "...TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita."  (1 Tawarikh 28:9).  Jelas sekali:  "...Tuhanlah yang menguji hati."  (Amsal 16:2).

     Untuk menggambarkan keadaan hati manusia Kristus memberikan suatu perumpamaan tentang dua orang yang berada di Bait Tuhan untuk berdoa, yaitu seorang Farisi dan seorang pemungut cukai  (Lukas 18:10).  Orang Farisi adalah seorang tokoh agama yang tahu kebenaran, mengajar Taurat Tuhan, tapi hatinya penuh kesombongan dan kemunafikan.  Ia merasa bersih dari dosa dan tanpa cela:   "...aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku."  (Lukas 18:11-12).  Karena merasa dirinya sudah suci dan tak bercacat cela, orang Farisi ini merasa tidak lagi memerlukan belas kasihan dan anugerah keselamatan dari Tuhan.

     Sikap yang bertolak belakang justru ditunjukkan si pemungut cukai yang  "...berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini."  (Lukas 18:3).  Pengakuan jujur disertai kerendahan hati yang ditunjukkan si pemungut cukai telah mengetuk pintu rahmat Tuhan.  Pemazmur menyatakan bahwa korban sembelihan kepada Tuhan ialah jiwa yang hancur;  hati yang patah dan remuk tidak dipandang hina oleh-Nya  (Mazmur 51:19).  Tuhan berkata,  "Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."  (Lukas 18:14).

Tuhan benci hati yang sombong, tapi Ia mengasihi orang yang rendah hati!

Sunday, May 24, 2020

TAK ALAMI KEBAHAGIAAN HIDUP

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Mei 2020

Baca:  Yeremia 7:21-28

"...dan ikutilah seluruh jalan yang Kuperintahkan kepadamu, supaya kamu berbahagia!"  Yeremia 7:23

Semua orang pasti rindu memiliki kehidupan yang berbahagia.  Ingatlah!  Kebahagiaan itu sesungguhnya bukan suatu keadaan yang ditentukan oleh situasi di sekitar, tapi merupakan hasil dari sebuah keputusan yang kita ambil.  Hal ini berkenaan dengan sikap hati dalam merespons setiap keadaan yang terjadi dan kita alami.  Banyak orang berpikir:  'Kalau aku punya isteri yang cantik atau suami yang tampan, hidupku pasti berbahagia;  kalau aku punya mobil yang bagus dan punya rumah mewah di kawasan elit, hidupku pasti berbahagia.  Faktanya?  Itu tidak menjamin orang akan berbahagia dalam menjalani hidup.

     Seberat apa pun keadaan yang kita alami atau seburuk apa pun situasi yang sedang terjadi, kita akan tetap berbahagia asalkan kita hidup di jalan Tuhan atau mengikuti seluruh jalan yang Tuhan perintahkan  (ayat nas).  Hidup di jalan Tuhan atau mengikuti jalan Tuhan artinya hidup dalam kebenaran.  Penulis Amsal menasihati,  "...hai anak-anak, dengarkanlah aku, karena berbahagialah mereka yang memelihara jalan-jalanku."  (Amsal 8:32).  Pemazmur juga menyatakan,  "Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam."  (Mazmur 1:1-2).  Bukankah Tuhan berjanji bahwa Ia akan selalu menyertai kita, membela kita, menguatkan kita, menyatakan mujizat-Nya dn melakukan perkara-perkara yang besar dalam hidup orang benar?  Karena itu kita harus berpegang teguh pada janji Tuhan ini dengan hidup dalam ketaatan.

     Kita kehilangan kebahagiaan kalau kita terlalu banyak mendengar suara manusia, mendengar suara dunia, yang seringkali melemahkan.  Sebaliknya kalau kita senantiasa menyendengkan telinga kita untuk mendengar suara Tuhan  (firman-Nya), itu yang akan membuat kita kuat dan bersukacita di segala keadaan.  Pun kita akan kehilangan kebahagiaan kalau kita hidup dalam dosa, sebab dosa menghasilkan ketakutan dan membuat kita kehilangan damai sejahtera dan sukacita.

Hidup kita akan berbahagia bila kita hidup di jalan Tuhan  (mengikuti kehendak-Nya).