Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Mei 2020
Baca: Kejadian 19:1-29
"Tetapi isteri Lot, yang berjalan mengikutnya, menoleh ke belakang, lalu menjadi tiang garam." Kejadian 19:26
Ketika kejahatan penduduk kota Sodom dan Gomora benar-benar mencapai puncaknya, Tuhan memutuskan untuk menghukum kota tersebut dengan hujan belerang dan api (Kejadian 19:24-25). Tetapi sebelum menghukum kota itu Tuhan masih mengingat Lot dan keluarganya, sehingga Tuhan ingin menyelamatkan mereka dengan mengutus dua orang malaikat-Nya untuk membawa mereka keluar dari lembah Yordan itu, dengan pesan penting tidak boleh menoleh ke belakang dan tidak boleh berhenti di mana pun juga di lembah Yordan (Kejadian 19:17). Apa yang terjadi kemudian? Saat hujan belerang dan api turun menunggangbalikkan kota-kota di lembah Yordan itu, isteri Lot menoleh ke belakang dan seketika itu juga ia menjadi tiang garam (ayat nas).
Apa yang menimpa isteri Lot ini menjadi suatu pelajaran berharga dan peringatan keras bagi kita. Tetap menoleh ke belakang sekalipun sudah diperingatkan menunjukkan bahwa isteri Lot enggan meninggalkan kenyamanan duniawi dan hatinya masih berpaut pada harta yang tertinggal di kota Sodom dan Gomora, "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21). Harta kekayaan atau hal-hal duniawi cenderung menawan hati kita dan semakin menjauhkan kita dari hadirat Tuhan; karena harta, kasih kita kepada Tuhan menjadi luntur sehingga Tuhan tidak lagi menjadi yang terutama dalam hidup kita. Tuhan Yesus mengingatkan kita supaya tidak menjadi seperti isteri Lot, yang harus mengalami kebinasaan karena hatinya masih melekat kepada hal-hal yang duniawi. "Tetapi pada hari Lot pergi keluar dari Sodom turunlah hujan api dan hujan belerang dari langit dan membinasakan mereka semua. Ingatlah akan isteri Lot! Barangsiapa berusaha memelihara nyawanya, ia akan
kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya, ia akan
menyelamatkannya." (Lukas 17:29, 32-33).
Apa yang isteri Lot lakukan adalah bentuk ketidaktaatan kepada perintah Tuhan, sebab ketaatan yang setengah-setengah sama artinya dengan ketidaktaatan; dan setiap ketidaktaatan selalu mendatangkan pendisiplinan dari Tuhan! Alkitab menegaskan: "...setiap pelanggaran dan ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal," (Ibrani 2:2).
Mengasihi dunia dengan segala isinya menuntun orang kepada kebinasaan!
Tuesday, May 5, 2020
Monday, May 4, 2020
JANGAN MENOLEH KE BELAKANG LAGI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Mei 2020
Baca: Kejadian 19:1-29
"Larilah, selamatkanlah nyawamu; janganlah menoleh ke belakang, dan janganlah berhenti di manapun juga di Lembah Yordan, larilah ke pegunungan, supaya engkau jangan mati lenyap." Kejadian 19:17
Ketika hendak membumihanguskan kota Sodom dan Gomora karena kebejatan moral penduduknya, teringatlah Tuhan pada permohonan Abraham: "Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik?" (Kejadian 18:23). Hati Tuhan pun tergerak oleh belas kasihan karena Ia teringat pada Lot dan keluarga, sehingga Ia mengutus malaikat-Nya. "Ketika fajar telah menyingsing, kedua malaikat itu mendesak Lot, supaya bersegera, katanya: 'Bangunlah, bawalah isterimu dan kedua anakmu yang ada di sini, supaya engkau jangan mati lenyap karena kedurjanaan kota ini.' Ketika ia berlambat-lambat, maka tangannya, tangan isteri dan tangan kedua anaknya dipegang oleh kedua orang itu, sebab TUHAN hendak mengasihani dia; lalu kedua orang itu menuntunnya ke luar kota dan melepaskannya di sana." (Kejadian 19:15-16).
Malaikat Tuhan berpesan agar tidak menoleh ke belakang (ayat nas), tapi isteri Lot "...menoleh ke belakang, lalu menjadi tiang garam." (Kejadian 19:26). Makna rohani 'menoleh ke belakang' adalah kembali kepada kehidupan lama, berkompromi dengan dosa, mengingat-ingat kehidupan di masa lalu. Sebagai ciptaan baru di dalam Kristus kita harus benar-benar menanggalkan kehidupan lama dan mengenakan manusia baru, serta mengarahkan pandangan ke depan kepada rancangan Tuhan, yaitu masa depan yang penuh harapan (Yeremia 29:11). Ketika bangsa Israel telah dilepaskan dari perbudakannya di Mesir, raja Firaun tak berhenti untuk mengejar mereka sehingga mereka dihadapkan pada pilihan hidup: taat kepada Tuhan untuk meneruskan perjalanan, atau kembali kepada kehidupan lama di Mesir sebagai budak.
Ketika bangsa Israel memilih untuk taat kepada Tuhan, Tuhan menyatakan kuasa dan mujizat-Nya di tengah-tengah bangsa Israel, seperti tertulis: "...TUHAN menguakkan air laut dengan perantaraan angin timur yang keras, membuat laut itu menjadi tanah kering; maka terbelahlah air itu." (Keluaran 14:21).
Menoleh ke belakang berarti enggan meninggalkan kehidupan lama!
Baca: Kejadian 19:1-29
"Larilah, selamatkanlah nyawamu; janganlah menoleh ke belakang, dan janganlah berhenti di manapun juga di Lembah Yordan, larilah ke pegunungan, supaya engkau jangan mati lenyap." Kejadian 19:17
Ketika hendak membumihanguskan kota Sodom dan Gomora karena kebejatan moral penduduknya, teringatlah Tuhan pada permohonan Abraham: "Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik?" (Kejadian 18:23). Hati Tuhan pun tergerak oleh belas kasihan karena Ia teringat pada Lot dan keluarga, sehingga Ia mengutus malaikat-Nya. "Ketika fajar telah menyingsing, kedua malaikat itu mendesak Lot, supaya bersegera, katanya: 'Bangunlah, bawalah isterimu dan kedua anakmu yang ada di sini, supaya engkau jangan mati lenyap karena kedurjanaan kota ini.' Ketika ia berlambat-lambat, maka tangannya, tangan isteri dan tangan kedua anaknya dipegang oleh kedua orang itu, sebab TUHAN hendak mengasihani dia; lalu kedua orang itu menuntunnya ke luar kota dan melepaskannya di sana." (Kejadian 19:15-16).
Malaikat Tuhan berpesan agar tidak menoleh ke belakang (ayat nas), tapi isteri Lot "...menoleh ke belakang, lalu menjadi tiang garam." (Kejadian 19:26). Makna rohani 'menoleh ke belakang' adalah kembali kepada kehidupan lama, berkompromi dengan dosa, mengingat-ingat kehidupan di masa lalu. Sebagai ciptaan baru di dalam Kristus kita harus benar-benar menanggalkan kehidupan lama dan mengenakan manusia baru, serta mengarahkan pandangan ke depan kepada rancangan Tuhan, yaitu masa depan yang penuh harapan (Yeremia 29:11). Ketika bangsa Israel telah dilepaskan dari perbudakannya di Mesir, raja Firaun tak berhenti untuk mengejar mereka sehingga mereka dihadapkan pada pilihan hidup: taat kepada Tuhan untuk meneruskan perjalanan, atau kembali kepada kehidupan lama di Mesir sebagai budak.
Ketika bangsa Israel memilih untuk taat kepada Tuhan, Tuhan menyatakan kuasa dan mujizat-Nya di tengah-tengah bangsa Israel, seperti tertulis: "...TUHAN menguakkan air laut dengan perantaraan angin timur yang keras, membuat laut itu menjadi tanah kering; maka terbelahlah air itu." (Keluaran 14:21).
Menoleh ke belakang berarti enggan meninggalkan kehidupan lama!
Subscribe to:
Posts (Atom)