Monday, April 27, 2020

PENDERITAAN SEBAGAI ALAT UJI IMAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 April 2020

Baca:  Ayub 23:1-17

"Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas."  Ayub 23:10

Tuhan juga punya cara lain untuk menguji kualitas iman seseorang yaitu melalui masalah atau penderitaan.  Masalah atau penderitaan yang dimaksud bisa berupa krisis keuangan  (ekonomi), sakit-penyakit, dan masih banyak lagi.  Ada dua kemungkinan reaksi orang ketika berada dalam masalah atau penderitaan tersebut.  1.  Semakin mendekat kepada Tuhan dan mencari wajah-Nya, seperti pemazmur:  "Sebelum aku tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu."  (Mazmur 119:67), dan  "Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu."  (Mazmur 119:71).  2.  Menjauh dan meninggalkan Tuhan, karena kecewa kepada-Nya.

     Ayub, sekalipun adalah orang yang saleh, takut akan Tuhan dan menjauhi segala kejahatan  (Ayub 1:1), ia pun tak luput dari ujian.  Tuhan mengijinkan Ayub melewati masa-masa yang sangat menyesakkan yang bisa dikatakan sebagai suatu tragedi atau musibah, di mana dalam waktu sekejap hal-hal buruk terjadi secara beruntun:  anak-anaknya mati, rumahnya terbakar, harta benda ludes, tubuhnya terkena sakit dan isterinya pun meninggalkan dia.  Lengkap sudah penderitaan yang Ayub harus alami!  Namun dalam keterpurukannya ini  "...Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut."  (Ayub 1:22).  Saat segala sesuatunya tampak buruk seringkali kita memiliki respons yang negatif:  menyalahkan keadaan, menyalahkan orang lain dan bahkan berani menyalahkan Tuhan.  Kita tak berhenti mengeluh, mengomel dan bersungut-sungut kepada Tuhan;  berdoa menjadi malas, ibadah menjadi malas, pelayanan ogah-ogahan, lalu kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah dan meninggalkan Tuhan.... Jangan sekali-kali undur dari Tuhan hanya karena masalah!

     Karena memberitakan Injjl rasul Paulus harus mengalami penderitaan, tapi hal itu tak menyurutkan langkah dan semangatnya untuk tetap melayani Tuhan.  Ia tidak kecewa, apalagi sampai lari dari panggilan Tuhan!  Terkadang Tuhan ijinkan kita harus melewati masalah dan penderitaan agar kita belajar bergantung sepenuhnya kepada Tuhan, sebab  "...justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna."  (2 Korintus 12:9b).

Di balik penderitaan ada berkat besar Tuhan sediakan bagi yang mampu bertahan!

Sunday, April 26, 2020

KELIMPAHAN SEBAGAI ALAT UJI IMAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 April 2020

Baca:  1 Petrus 4:12-19

"Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu."  1 Petrus 4:12

Apa yang terjadi dalam kehidupan kita ini tak ada yang kebetulan karena semua ada dalam pengawasan dan kendali Tuhan.  Terkadang Tuhan mengijinkan suatu peristiwa terjadi dalam hidup orang percaya sebagai perwujudan dari kasih-Nya, perhatian-Nya, dan kepedulian-Nya.  Jadi Tuhan mengerjakan segala sesuatu dalam hidup kita ini bukan tanpa suatu maksud, tetapi selalu ada rencana-Nya, yang salah satunya adalah hendak mengukur dan menguji kualitas iman kita, apakah kita tahan ujian atau tidak.  "...orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat."  (Matius 10:22).

     Iman seseorang takkan teruji kualitasnya tanpa melewati ujian!  Salah satu cara yang Tuhan gunakan untuk menguji iman seseorang adalah melalui ujian berkat atau kelimpahan  (Lukas 12:13-21).  Ketika orang hidup dalam kelimpahan, keberkatan, atau berlimpah harta, hatinya cenderung berpaut kepada harta yang ia miliki daripada kepada Tuhan.  Ia tidak lagi menyandarkan hidup kepada Tuhan, tapi kepada hartanya, Tuhan tidak lagi diprioritaskan,  "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada."  (Matius 6:21).  Karena merasa punya segala-galanya, mereka tidak lagi membutuhkan Tuhan, dengan kata lain Tuhan tidak lagi menjadi prioritas dalam hidupnya!

     Rasul Paulus berpesan kepada Timotius,  "Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati."  (1 Timotius 6:17).  Justru dalam keadaan sentosa  (hidup dalam kelimpahan)  kita harus mengasihi Tuhan lebih sungguh, karena kita tahu bahwa semua yang kita miliki itu berasal dari Tuhan, Tuhan adalah Pemilik segalanya, dan kita ini hanya dipercaya untuk mengelola berkat itu, jangan malah melupakan Tuhan dan meninggalkan Dia.  "Aku telah berbicara kepadamu selagi engkau sentosa, tetapi engkau berkata: 'Aku tidak mau mendengarkan!'"  (Yeremia 22:21a).

Jangan sampai terlena dengan berkat materi.  Dengan kelimpahan berkat yang diterima kita bisa menggenapi rencana Tuhan, yaitu menjadi saluran berkat.