Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 April 2020
Baca: Matius 18:21-35
"Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?" Matius 18:33
Orang yang tak mau mengampuni kesalahan orang lain adalah jahat di mata Tuhan. Kristus memberikan perumpamaan: ada seorang hamba yang berutang 10.000 talenta kepada tuannya dan utangnya itu dibebaskan. Tetapi hamba ini tak mau membebaskan utang temannya kepadanya yang 100 dinar saja, malahan ia menangkap, mencekik, menjebloskan temannya ke penjara sampai ia melunasi utangnya. Sungguh sangat kejam!
Demikian pula Bapa di sorga akan menyebut kita hamba yang jahat dan kejam apabila kita tidak mau mengampuni orang lain. Mengapa? Karena kita sudah diampuni dan dibebaskan dari segala dosa dan beroleh kasih karunia Tuhan. "Tidak dilakukan-Nya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita,... sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita." (Mazmur 103:10, 12). Bukankah sudah sepatutnya kita mengampuni orang yang bersalah kepada kita? Kalau kita berlaku seperti hamba kejam itu, maka Tuhan akan berkata kepada kita, "Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?" (Matius 18:32-33). Sebagaimana Tuhan sudah mengampuni dan melupakan pelanggaran kita, hendaknya kita juga harus bisa melakukan hal yang sama terhadap orang lain.
Setiap orang yang telah menerima kasih karunia dan pengampunan dari Tuhan harus belajar juga untuk mengampuni dan mengasihi orang lain. Ketika melihat hamba kejam yang tak mau mengampuni temannya itu, "...marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya." (Matius 18:34). Kristus berkata, "Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga
terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu
dengan segenap hatimu." (Matius 18:35).
Tak mau disebut hamba yang jahat? Lepaskan pengampunan kepada orang lain: "Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali." Matius 18:22
Saturday, April 11, 2020
Friday, April 10, 2020
KEMATIAN KRISTUS: Korban Yang Sempurna
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 April 2020
Baca: Yohanes 19:28-30
"'Sudah selesai.' Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya." Yohanes 19:30
Hari ini umat Kristiani merayakan Jumat Agung yang mengingatkan kita kembali tentang betapa besar kasih dan pengorbanan Kristus, yang rela mengorbankan nyawa-Nya untuk menebus dosa umat manusia. Seruan Kristus kepada Bapa, "Eloi, Eloi, lama sabakhtani?" (Markus 15:34), yang artinya: 'Bapaku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?', menyiratkan suatu pergumulan batin dan penderitaan badani yang teramat berat yang harus di tanggung-Nya. Sekalipun harus mengalami aniaya dan siksaan hebat, Kristus tidak pernah melawan, seperti domba kelu yang dibawa ke pembantaian (Yesaya 53:7).
Kematian Kristus di Kalvari adalah bukti ketaatan-Nya kepada kehendak Bapa demi menggenapi rencana Bapa (Yohanes 3:16). Pengorbanan-Nya ini disebut pengorbanan yang sempurna, karena Kristus mempersembahkan tubuh-Nya sendiri untuk menjadi korban penebusan dosa. "Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib," (1 Petrus 2:24), "Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka. Sebab Imam Besar yang demikianlah yang kita perlukan: yaitu yang saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdosa dan lebih tinggi dari pada tingkat-tingkat sorga, yang tidak seperti imam-imam besar lain, yang setiap hari harus mempersembahkan korban untuk dosanya sendiri dan sesudah itu barulah untuk dosa umatnya, sebab hal itu telah dilakukan-Nya satu kali untuk selama-lamanya, ketika Ia mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai korban." (Ibrani 7:25-27). Sebagai Imam Besar, Kristus bukan hanya mempersiapkan korban kepada Bapa, tapi Ia sendiri yang menjadi korban persembahan tersebut.
Adakah pemimpin, raja, atau nabi mana pun, yang melakukan seperti yang Kristus perbuat? Tidak ada. Sayang, banyak orang tak menghargai, malah menganggap remeh pengorbanan Kristus ini, termasuk orang Kristen sendiri, yang hanya menjadikan salib sebagai simbol belaka. Jangan pernah sia-siakan pengorbanan Kristus ini! "...supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran." (1 Petrus 2:24).
Pengorbanan Kristus adalah sekali untuk selamanya! Itu sudah menyelamatkan.
Baca: Yohanes 19:28-30
"'Sudah selesai.' Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya." Yohanes 19:30
Hari ini umat Kristiani merayakan Jumat Agung yang mengingatkan kita kembali tentang betapa besar kasih dan pengorbanan Kristus, yang rela mengorbankan nyawa-Nya untuk menebus dosa umat manusia. Seruan Kristus kepada Bapa, "Eloi, Eloi, lama sabakhtani?" (Markus 15:34), yang artinya: 'Bapaku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?', menyiratkan suatu pergumulan batin dan penderitaan badani yang teramat berat yang harus di tanggung-Nya. Sekalipun harus mengalami aniaya dan siksaan hebat, Kristus tidak pernah melawan, seperti domba kelu yang dibawa ke pembantaian (Yesaya 53:7).
Kematian Kristus di Kalvari adalah bukti ketaatan-Nya kepada kehendak Bapa demi menggenapi rencana Bapa (Yohanes 3:16). Pengorbanan-Nya ini disebut pengorbanan yang sempurna, karena Kristus mempersembahkan tubuh-Nya sendiri untuk menjadi korban penebusan dosa. "Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib," (1 Petrus 2:24), "Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka. Sebab Imam Besar yang demikianlah yang kita perlukan: yaitu yang saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdosa dan lebih tinggi dari pada tingkat-tingkat sorga, yang tidak seperti imam-imam besar lain, yang setiap hari harus mempersembahkan korban untuk dosanya sendiri dan sesudah itu barulah untuk dosa umatnya, sebab hal itu telah dilakukan-Nya satu kali untuk selama-lamanya, ketika Ia mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai korban." (Ibrani 7:25-27). Sebagai Imam Besar, Kristus bukan hanya mempersiapkan korban kepada Bapa, tapi Ia sendiri yang menjadi korban persembahan tersebut.
Adakah pemimpin, raja, atau nabi mana pun, yang melakukan seperti yang Kristus perbuat? Tidak ada. Sayang, banyak orang tak menghargai, malah menganggap remeh pengorbanan Kristus ini, termasuk orang Kristen sendiri, yang hanya menjadikan salib sebagai simbol belaka. Jangan pernah sia-siakan pengorbanan Kristus ini! "...supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran." (1 Petrus 2:24).
Pengorbanan Kristus adalah sekali untuk selamanya! Itu sudah menyelamatkan.
Subscribe to:
Posts (Atom)