Tuesday, April 7, 2020

PEMUDA EUTIKHUS: Tidak Fokus

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 April 2020

Baca:  Kisah Para Rasul 20:7-12

"Karena Paulus amat lama berbicara, orang muda itu tidak dapat menahan kantuknya."  Kisah 20:9b

Peristiwa tentang seorang pemuda bernama Euthikus yang mengantuk dan jatuh dari lantai tiga ini terjadi pada suatu Minggu malam, yaitu ketika rasul Paulus sedang memberikan khotbah perpisahannya di Troas, sebuah kota yang menjadi lalu lintas penghubung Asia dan Eropa.  Sekarang ini lokasi kota itu berada di sekitar Istanbul.  Meski kisah tentang Euthikus ini hanya ditulis dalam beberapa ayat saja di Alkitab, tapi nama pemuda ini dan apa yang dialaminya menjadi pemelajaran dan peringatan penting bagi orang percaya di sepanjang kehidupan manusia.

     Karena rasul Paulus menyampaikan khotbahnya, pemuda yang bernama Euthikus ini mendengarkan sambil duduk di jendela.  Ia pun tertidur lelap, kemudian jatuh dari jendela lantai 3  (Kisah 20:9).  Ada beberapa kemungkinan yang membuat Euthikus tertidur:  kelelahan karena sudah bekerja dari pagi sampai malam, atau merasa bosan mendengar khotbah yang terlalu lama, sebab Paulus berbicara sampai tengah malam.  Diawali oleh rasa bosan, akhirnya tertidur.  Berhati-hatilah!  Banyak orang Kristen awalnya merasa bosan mendengar firman Tuhan lama-kelamaan malas baca Alkitab, malas beribadah, malas pelayanan, kemudian meninggalkan jam-jam ibadah, mundur dari pelayanan, dan akhirnya meninggalkan Tuhan.  Dengan duduk di jendela, Euthikus bisa melihat keluar ruangan, pandangannya menjadi teralihkan dan tidak fokus lagi.  Dengan duduk di jendela Euthikus tidak menghargai rasul Paulus yang sedang berbicara, karena posisi jendela pasti lebih tinggi dibandingkan dengan lantai.

     Ini gambaran tentang orang yang hatinya bercabang:  mengasihi Tuhan, tapi juga mengasihi dunia;  tidak lagi fokus terhadap perkara-perkara rohani, karena pandangannya juga tertuju kepada hal-hal duniawi.  Suatu keadaan yang suam-suam kuku!  Firman Tuhan menegaskan,  "...karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku."  (Wahyu 3:16).  Sebenarnya nama  'Euthikus'  berarti beruntung, rejeki, tapi ia tak seberuntung arti namanya.  Apa yang dialami oleh Euthikus ini menjadi pelajaran berharga bagi kita agar tidak menganggap remeh firman Tuhan.

Tidak fokus kepada perkara rohani sama artinya melakukan kompromi!

Monday, April 6, 2020

KELUARGA RUKUN: Mengalami Berkat Tuhan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 April 2020

Baca:  Matius 18:15-20

"Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga."  Matius 18:19

Semua orang pasti menginginkan sebuah keluarga yang rukun dan dipenuhi damai sejahtera.  Keluarga rukun adalah apabila hubungan suami-isteri harmonis, hubungan antara orangtua dan anak-anak begitu dekat dan kompak.... Bila keluarga rukun, rumah akan menjadi tempat paling nyaman di dunia.  Daud mengungkapkan suatu kebenaran bahwa rumah tangga atau keluarga yang hidup dalam kerukunan akan menjadi tujuan Tuhan mencurahkan berkat-berkat-Nya:  "Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun! ...Sebab ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya."  (Mazmur 133:1, 3).

     Rumah tangga atau keluarga yang rukun tidak tercipta dengan sendirinya, tapi perlu diusahakan, dipupuk dan dibina dari hari ke sehari.  Ada berbagai cara yang bisa dilakukan untuk membangun kerukunan dalam sebuah keluarga:  1. Sediakan waktu bersama.  Membangun mezbah keluarga atau melakukan saat teduh bersama adalah momen terbaik.  Saat kita membangun mezbah doa dalam keluarga, Tuhan pasti hadir melawat kita:  "Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka."  (Matius 18:20).  Kita juga dapat menyediakan waktu bersama dengan keluarga untuk kegiatan-kegiatan tertentu, semisal makan bersama di luar pada waktu weekend atau pergi piknik ke tempat wisata.  Ketika keluarga hidup rukun dan kompak, ikatan emosi antar anggota keluarga akan semakin kuat.

     2.  Praktekkan kasih.  Keluarga adalah gereja terkecil, tempat awal kita mempraktekkan kasih.  Kasih dapat dinyatakan dengan saling peduli, memperhatikan, menghargai, menghormati dan menolong.  "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka."  (Matius 7:12a).  Jika kita mau dikasihi kita pun harus belajar mengasihi;  kalau kita tidak mau disepelekan, kita pun tidak boleh menyepelekan orang lain, oleh karena itu:  "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus."  (Galatia 6:2).

"...rumah tangga yang terpecah-pecah tidak dapat bertahan."  (Matius 12:25), berkat Tuhan pun akan menjauh.