Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Maret 2020
Baca: Yakobus 2:1-13
"bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat?" Yakobus 2:4
Bukan hal yang mengejutkan lagi bila manusia menilai sesamanya berdasarkan apa yang terlihat dari luar dan dari apa yang dimiliki. Terhadap mereka yang kaya kita begitu segan dan hormat, tetapi terhadap mereka yang biasa, apalagi miskin, kita cenderung meremehkan dan memandang rendah. Kristus pun mengalami hal yang demikian, yaitu dipandang remeh atau sebelah mata oleh orang-orang di kampung halamannya.
Suatu ketika Kristus datang ke tempat asal-Nya yaitu Nazaret, sebuah kota kecil, tempat di mana Kristus menghabiskan masa kecil-Nya, sampai Ia bertumbuh menjadi dewasa. Itulah sebabnya Kristus disebut orang Nazaret. Setibanya di tempat asal-Nya itu Kristus mengajar orang-orang di rumah ibadat dan banyak orang menjadi takjub dan terheran-heran, "Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu?" (Matius 13:54). Mereka juga berkata, "Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? Dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita? Jadi dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?" (Matius 13:55-56). Dari pertanyaan-pertanyaan ini mengindikasikan bahwa orang-orang Nazaret meragukan dan memandang remeh Kristus. Di pikiran mereka Kristus itu tak lebih dari anak tukang kayu. Akhirnya orang-orang Nazaret menjadi kecewa dan menolak kehadiran Kristus.
Karena ketidakpercayaan mereka sendiri akhirnya tidak banyak mujizat yang Kristus kerjakan di daerah asalnya itu (Matius 13:58). Daud, juga mengalami hal sama: ia dipandang sebelah mata atau diremehkan oleh keluarganya sendiri. Ketika Samuel mencari anak-anak Isai untuk diurapi menjadi raja, Isai mengedepankan anak-anaknya yang dipandang layak menurut penilaian jasmaniah untuk menjadi raja dan mengesampingkan Daud. Tapi kita harus ingat: bukan yang dilihat manusia yang dilihat Tuhan, sebab manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati (1 Samuel 16:7). Bukankah banyak orang Kristen bersikap demikian, yaitu suka sekali membeda-bedakan orang berdasarkan status sosialnya, atau melihat rupa?
Memandang rendah orang lain sama artinya menghina Tuhan, Sang Pencipta.
Tuesday, March 24, 2020
Monday, March 23, 2020
TANPA PENYERTAAN TUHAN TAKKAN BERJALAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Maret 2020
Baca: Keluaran 33:1-23
"Jika Engkau sendiri tidak membimbing kami, janganlah suruh kami berangkat dari sini." Keluaran 33:15
Tuhan sangat senang bila kita memiliki penyerahan diri penuh kepada-Nya, sehingga Ia dapat menuntun kita kepada kehendak dan rencana-Nya. Saat memimpin bangsa Israel Musa meminta tuntunan dan bimbingan dari Tuhan. Pernyataan: "Jika Engkau sendiri tidak membimbing kami, janganlah suruh kami berangkat dari sini." adalah bukti penyerahan diri Musa kepada pimpinan Tuhan. Tuhan pun menjanjikan suatu rencana yang sempurna yaitu membawa bangsa Israel keluar dari Mesir, "Aku sendiri hendak membimbing engkau dan memberikan ketenteraman kepadamu." (Keluaran 33:14). Selain berjanji untuk membimbing dan menyertai, Tuhan juga menjanjikan suatu ketenteraman.
Tidak mudah menemukan orang yang punya penyerahan total kepada Tuhan seperti Musa ini, terlebih-lebih di masa seperti sekarang ini, di mana teknologi semakin canggih, yang membuat orang cenderung mengandalkan kemampuan, kepintaran, kehebatan dan kekuatan sendiri. Karena merasa bisa mengatasi persoalan sendiri, orang tidak lagi membutuhkan tuntunan Tuhan dalam hidupnya, orang yang menempuh jalannya sendiri tanpa mau melibatkan Tuhan. "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12), dan "Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana." (Amsal 19:21). Banyak orang memilih untuk menempuh jalannya sendiri daripada tunduk pada pimpinan Tuhan, karena dirasa bahwa jalan yang Tuhan tunjukkan, kemana Tuhan membawa kita tidak seperti yang kita harapkan. Memang, hidup dalam penyertaan Tuhan tidak berarti kemudian kita akan terbebas dari masalah dan kesulitan. Adakalanya Tuhan mengijinkan masalah terjadi agar supaya kita makin mendekat kepada-Nya dan hidup mengandalkan Dia sepenuhnya.
Ketika Musa berserah dan tunduk kepada pimpinan Tuhan, Tuhan pun menepati janji-Nya, bahkan Ia memperlihatkan diri-Nya secara khusus kepada Musa; dan di setiap perjalanan yang bangsa Israel tempuh tak sedikit pun yang lepas dari perhatian Tuhan, bahkan mujizat Tuhan selalu dinyatakan di sepanjang perjalanan.
Meskipun Tuhan tidak menunjukkan penyertaan-Nya secara langsung, bukan berarti Dia jauh dari kita, Roh Kudus di dalam kita adalah bukti penyertaan-Nya.
Baca: Keluaran 33:1-23
"Jika Engkau sendiri tidak membimbing kami, janganlah suruh kami berangkat dari sini." Keluaran 33:15
Tuhan sangat senang bila kita memiliki penyerahan diri penuh kepada-Nya, sehingga Ia dapat menuntun kita kepada kehendak dan rencana-Nya. Saat memimpin bangsa Israel Musa meminta tuntunan dan bimbingan dari Tuhan. Pernyataan: "Jika Engkau sendiri tidak membimbing kami, janganlah suruh kami berangkat dari sini." adalah bukti penyerahan diri Musa kepada pimpinan Tuhan. Tuhan pun menjanjikan suatu rencana yang sempurna yaitu membawa bangsa Israel keluar dari Mesir, "Aku sendiri hendak membimbing engkau dan memberikan ketenteraman kepadamu." (Keluaran 33:14). Selain berjanji untuk membimbing dan menyertai, Tuhan juga menjanjikan suatu ketenteraman.
Tidak mudah menemukan orang yang punya penyerahan total kepada Tuhan seperti Musa ini, terlebih-lebih di masa seperti sekarang ini, di mana teknologi semakin canggih, yang membuat orang cenderung mengandalkan kemampuan, kepintaran, kehebatan dan kekuatan sendiri. Karena merasa bisa mengatasi persoalan sendiri, orang tidak lagi membutuhkan tuntunan Tuhan dalam hidupnya, orang yang menempuh jalannya sendiri tanpa mau melibatkan Tuhan. "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12), dan "Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana." (Amsal 19:21). Banyak orang memilih untuk menempuh jalannya sendiri daripada tunduk pada pimpinan Tuhan, karena dirasa bahwa jalan yang Tuhan tunjukkan, kemana Tuhan membawa kita tidak seperti yang kita harapkan. Memang, hidup dalam penyertaan Tuhan tidak berarti kemudian kita akan terbebas dari masalah dan kesulitan. Adakalanya Tuhan mengijinkan masalah terjadi agar supaya kita makin mendekat kepada-Nya dan hidup mengandalkan Dia sepenuhnya.
Ketika Musa berserah dan tunduk kepada pimpinan Tuhan, Tuhan pun menepati janji-Nya, bahkan Ia memperlihatkan diri-Nya secara khusus kepada Musa; dan di setiap perjalanan yang bangsa Israel tempuh tak sedikit pun yang lepas dari perhatian Tuhan, bahkan mujizat Tuhan selalu dinyatakan di sepanjang perjalanan.
Meskipun Tuhan tidak menunjukkan penyertaan-Nya secara langsung, bukan berarti Dia jauh dari kita, Roh Kudus di dalam kita adalah bukti penyertaan-Nya.
Subscribe to:
Posts (Atom)