Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Januari 2020
Baca: Mazmur 46:1-12
"Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! Aku ditinggikan di antara bangsa-bangsa, ditinggikan di bumi!" Mazmur 46:11
Panik, gelisah, kalut, kacau, stres, cemas dan kuatir, itulah reaksi yang seringkali timbul ketika kita berada dalam masalah yang berat. Kemudian kita berusaha sekuat tenaga agar bisa terlepas dari masalah yang ada dengan secepat mungkin. Firman Tuhan hari ini mengingatkan kita bahwa ada saat-saat tertentu kita perlu berdiam diri dan menenangkan diri, sebab bila kita tidak tenang dan hati terus bergelora saat masalah datang, maka sulit bagi kita untuk membuat tindakan yang tepat, karena pikiran kita sedang tidak sehat.
Berdiam diri artinya tenang, tidak mengadakan reaksi-reaksi keras. Sikap tenang ini sangat diperlukan untuk mencapai tujuan dan doa kita kepada Tuhan, karena "...dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." (Yesaya 30:15b). Berkenaan dengan hal ini Daud memiliki banyak pengalaman dengan Tuhan. Oleh sebab itu ketika sedang dalam masalah, Daud berusaha untuk selalu mengingat-ingat semua kebaikan dan pertolongan Tuhan dalam hidupnya, sekalipun secara kasat mata masalah yang dihadapinya seolah-olah menemui jalan buntu dan tidak ada harapan. "Tali-tali maut telah meliliti aku, dan kegentaran terhadap dunia orang mati menimpa aku, aku mengalami kesesakan dan kedukaan. Tetapi aku menyerukan nama TUHAN: 'Ya TUHAN, luputkanlah kiranya aku!'" (Mazmur 116:3-4). Daud percaya bahwa Tuhan pasti memberikan pertolongan tepat pada waktunya, karena itu ia memerintahkan jiwanya untuk kembali tenang. "Kembalilah tenang, hai jiwaku, sebab TUHAN telah berbuat baik kepadamu." (Mazmur 116:7). Seberat apa pun masalah yang kita alami saat ini, hendaklah kita tetap tenang, supaya kita dapat berdoa.
Ketika para murid berada di atas perahu dan sedang diombang-ambingkan oleh gelombang karena angin sakal, mereka sangat panik, suasana pun semakin mencekam ketika mereka melihat ada seorang yang berjalan di atas air, yang disangkanya adalah hantu. Mereka berteriak sekencang-kencanganya karena takut. Berkatalah Tuhan kepada mereka, "Tenanglah! Aku ini, jangan takut!" (Matius 14:27).
Tenang mencerminkan suatu kemantapan hati dan keyakinan bahwa Tuhan pasti sanggup melakukan segala perkara bagi kita!
Friday, January 31, 2020
Thursday, January 30, 2020
BUKAN ORANG KAYA ATAU MISKIN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Januari 2020
Baca: Yakobus 2:1-13
"Dengarkanlah, hai saudara-saudara yang kukasihi! Bukankah Allah memilih orang-orang yang dianggap miskin oleh dunia ini untuk menjadi kaya dalam iman dan menjadi ahli waris Kerajaan yang telah dijanjikan-Nya kepada barangsiapa yang mengasihi Dia?" Yakobus 2:5
Penilaian manusia terhadap sesamanya selalu berpatokan pada materi, kekayaan, penampilan dan juga kedudukan. Itulah sebabnya orang yang kaya selalu dihormati, orang yang miskin selalu disepelekan dan dipandang rendah, dan orang yang rupawan selalu dikagumi. Namun Tuhan memandang dan menilai manusia dari aspek lain. Tuhan melihat manusia justru dari apa yang tidak terlihat oleh mata, bagian yang terdalam, yaitu hati. "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Jadi, kaya, miskin atau berkedudukan, bukanlah tujuan akhir kehidupan.
Orang kaya yang tidak mau mengakui Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat akan kehilangan kekayaan 'abadi' yang tidak akan pernah dimilikinya. Sebaliknya orang-orang yang dipandang miskin dan hina oleh dunia, dipilih Tuhan untuk "...menjadi kaya dalam iman dan menjadi ahli waris Kerajaan yang telah dijanjikan-Nya kepada barangsiapa yang mengasihi Dia?" (ayat nas). Rencana Tuhan bagi manusia itu sangat baik, termasuk segala penderitaan yang dialami seharusnya dapat membawa manusia kepada kelepasan, dan semua kemiskinan akan membawa kepada 'kekayaan' yang akan kita nikmati di sorga nanti, asal hidup kita seturut dengan kehendak-Nya. Rencana Tuhan untuk umat-Nya tidak berakhir dengan penderitaan dan kemiskinan, tapi semua mengandung suatu tujuan akhir: "...penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita." (Roma 8:18).
Apabila orang menilai sesamanya dari kekayaan atau kemiskinannya, itu pelanggaran di mata Tuhan. "'Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri'...jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran." (Yakobus 2:8-9).
Bukan kaya atau miskin yang menentukan Sorga, melainkan iman, ketaatan dan kesetiaan kita kepada Kristus.
Baca: Yakobus 2:1-13
"Dengarkanlah, hai saudara-saudara yang kukasihi! Bukankah Allah memilih orang-orang yang dianggap miskin oleh dunia ini untuk menjadi kaya dalam iman dan menjadi ahli waris Kerajaan yang telah dijanjikan-Nya kepada barangsiapa yang mengasihi Dia?" Yakobus 2:5
Penilaian manusia terhadap sesamanya selalu berpatokan pada materi, kekayaan, penampilan dan juga kedudukan. Itulah sebabnya orang yang kaya selalu dihormati, orang yang miskin selalu disepelekan dan dipandang rendah, dan orang yang rupawan selalu dikagumi. Namun Tuhan memandang dan menilai manusia dari aspek lain. Tuhan melihat manusia justru dari apa yang tidak terlihat oleh mata, bagian yang terdalam, yaitu hati. "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Jadi, kaya, miskin atau berkedudukan, bukanlah tujuan akhir kehidupan.
Orang kaya yang tidak mau mengakui Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat akan kehilangan kekayaan 'abadi' yang tidak akan pernah dimilikinya. Sebaliknya orang-orang yang dipandang miskin dan hina oleh dunia, dipilih Tuhan untuk "...menjadi kaya dalam iman dan menjadi ahli waris Kerajaan yang telah dijanjikan-Nya kepada barangsiapa yang mengasihi Dia?" (ayat nas). Rencana Tuhan bagi manusia itu sangat baik, termasuk segala penderitaan yang dialami seharusnya dapat membawa manusia kepada kelepasan, dan semua kemiskinan akan membawa kepada 'kekayaan' yang akan kita nikmati di sorga nanti, asal hidup kita seturut dengan kehendak-Nya. Rencana Tuhan untuk umat-Nya tidak berakhir dengan penderitaan dan kemiskinan, tapi semua mengandung suatu tujuan akhir: "...penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita." (Roma 8:18).
Apabila orang menilai sesamanya dari kekayaan atau kemiskinannya, itu pelanggaran di mata Tuhan. "'Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri'...jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran." (Yakobus 2:8-9).
Bukan kaya atau miskin yang menentukan Sorga, melainkan iman, ketaatan dan kesetiaan kita kepada Kristus.
Subscribe to:
Posts (Atom)