Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 November 2019
Baca: Rut 1:1-17
"Menangis pula mereka dengan suara keras, lalu Orpa mencium mertuanya itu minta diri, tetapi Rut tetap berpaut padanya." Rut 1:14
Ada seorang wanita bernama Naomi yang tinggal bersama 2 anak laki-lakinya (Mahlon dan Kilyon), karena suaminya sudah meninggal. Lalu kedua anak laki-lakinya itu menikah dengan perempuan Moab (Orpa dan Rut). Sayang; kedua anak laki-lakinya itu meninggal, sehingga Naomi harus tinggal bersama dengan kedua menantunya saja. Di tengah situasi sulit ini Naomi meminta kepada kedua menantu itu untuk pulang ke rumah keluarganya, "Pergilah, pulanglah masing-masing ke rumah ibunya; TUHAN kiranya
menunjukkan kasih-Nya kepadamu, seperti yang kamu tunjukkan kepada
orang-orang yang telah mati itu dan kepadaku;" (Rut 1:8). Mereka pun bertangis-tangisan dan merasa berat untuk meninggalkan ibu mertuanya itu.
Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Orpa memutuskan untuk pergi, karena dirasa sudah tidak ada harapan bila tetap tinggal dengan mertuanya. Berbeda dengan Rut, yang bersikeras untuk tetap tinggal bersama Naomi, "Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak
mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi,
dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah
bangsaku dan Allahmulah Allahku;" (Rut 1:16). Ternyata Rut membuat pilihan hidup yang benar yaitu tetap berpaut kepada Naomi, yang membawanya untuk bertemu dengan Boas, seorang yang kaya raya (Rut 2:1). Bertemu dengan Boas, hidup Rut pun dipulihkan secara luar biasa. Dari perempuan Moab yang tidak ada pengharapan, menjadi wanita yang punya masa depan setelah dinikahi oleh Boas.
Sebelum bertemu dengan Boas ada proses yang harus Rut lalui: 1. Kesetiaan. Tanpa pernah merasa malu Rut pergi ke ladang Boas untuk memungut bulir-bulir jelai. Ia begitu setia mengerjakan tugas yang disuruh oleh mertuanya, tanpa berbantah, "Segala yang engkau katakan itu akan kulakukan." (Rut 3:5). 2. Kerendahan hati. Rut rela berbaring di sebelah kaki Boas (Rut 3:6-8). Satu kunci utama yang membuat hidup Rut dipulihkan dan dimuliakan adalah karena hati yang tetap berpaut atau melekat.
"...tetap mengikuti perintah-Nya, berpaut pada-Nya dan berbakti kepada-Nya dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu." Yosua 22:5
Thursday, November 28, 2019
Wednesday, November 27, 2019
UANG MEMBUAT GELAP MATA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 November 2019
Baca: Mikha 3:1-12
"Para kepalanya memutuskan hukum karena suap, dan para imamnya memberi pengajaran karena bayaran, para nabinya menenung karena uang, padahal mereka bersandar kepada TUHAN dengan berkata: 'Bukankah TUHAN ada di tengah-tengah kita! Tidak akan datang malapetaka menimpa kita!'" Mikha 3:11
Alkitab tidak pernah mencatat bahwa Tuhan melarang umat-Nya memiliki uang yang banyak. Namun, yang Tuhan peringatkan adalah jangan sampai kita menjadikan uang sebagai 'tuan' atas hidup kita. Ini sangat berbahaya! Karena di zaman sekarang ini banyak orang menganggap bahwa uang adalah segala-galanya, bahkan melebihi Tuhan. Mereka berpikir bahwa memiliki uang yang banyak berarti bisa melakukan apa saja, berbuat sesukanya, membeli segala yang diinginkannya. "Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (1 Timotius 6:10).
Jujur, kita tentu bangga jika melihat ada banyak anak Tuhan yang hidupnya diberkati dan punya banyak uang. Begitu pula dengan hamba-hamba Tuhan yang diberkati melimpah, sehingga dalam pelayanannya tidak perlu meminta-minta bantuan atau mengajukan proposal ke sana ke mari saat membangun gereja. Namun yang harus diperhatikan adalah jangan sampai karena uang, motivasi kita dalam mengikut Tuhan atau melayani Tuhan menjadi melenceng arahnya. Seringkali kita melihat ada anak Tuhan, yang ketika belum punya uang banyak, hidupnya jujur, setia berbakti kepada Tuhan, tetapi begitu usaha atau pekerjaannya berhasil dan diberkati, mulailah ada ketidakjujuran dalam hal perpuluhan, jam-jam beribadah pun mulai dikurangi karena semakin sibuk dengan bisnisnya. Hal-hal semacam ini yang sangat perlu diwaspadai!
Uang membuat orang menjadi gelap mata! Di ranah pengadilan seringkali hukum mudah dibeli dengan uang, artinya orang yang benar bisa disalahkan dan orang yang salah bisa dibenarkan; para pejabat pemerintahan mencari 'jalan pintas' untuk mendapatkan harta dengan korupsi. Menyedihkan lagi, ada hamba Tuhan yang memasang tarif atau melihat besarnya amplop persembahan jika diundang pelayanan; pula ada gembala sidang yang tak berani menegor dosa seseorang karena orang itu donatur tetap gereja.
Jika tidak berhati-hati, uang benar-benar menjadi akar dari segala kejahatan!
Baca: Mikha 3:1-12
"Para kepalanya memutuskan hukum karena suap, dan para imamnya memberi pengajaran karena bayaran, para nabinya menenung karena uang, padahal mereka bersandar kepada TUHAN dengan berkata: 'Bukankah TUHAN ada di tengah-tengah kita! Tidak akan datang malapetaka menimpa kita!'" Mikha 3:11
Alkitab tidak pernah mencatat bahwa Tuhan melarang umat-Nya memiliki uang yang banyak. Namun, yang Tuhan peringatkan adalah jangan sampai kita menjadikan uang sebagai 'tuan' atas hidup kita. Ini sangat berbahaya! Karena di zaman sekarang ini banyak orang menganggap bahwa uang adalah segala-galanya, bahkan melebihi Tuhan. Mereka berpikir bahwa memiliki uang yang banyak berarti bisa melakukan apa saja, berbuat sesukanya, membeli segala yang diinginkannya. "Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (1 Timotius 6:10).
Jujur, kita tentu bangga jika melihat ada banyak anak Tuhan yang hidupnya diberkati dan punya banyak uang. Begitu pula dengan hamba-hamba Tuhan yang diberkati melimpah, sehingga dalam pelayanannya tidak perlu meminta-minta bantuan atau mengajukan proposal ke sana ke mari saat membangun gereja. Namun yang harus diperhatikan adalah jangan sampai karena uang, motivasi kita dalam mengikut Tuhan atau melayani Tuhan menjadi melenceng arahnya. Seringkali kita melihat ada anak Tuhan, yang ketika belum punya uang banyak, hidupnya jujur, setia berbakti kepada Tuhan, tetapi begitu usaha atau pekerjaannya berhasil dan diberkati, mulailah ada ketidakjujuran dalam hal perpuluhan, jam-jam beribadah pun mulai dikurangi karena semakin sibuk dengan bisnisnya. Hal-hal semacam ini yang sangat perlu diwaspadai!
Uang membuat orang menjadi gelap mata! Di ranah pengadilan seringkali hukum mudah dibeli dengan uang, artinya orang yang benar bisa disalahkan dan orang yang salah bisa dibenarkan; para pejabat pemerintahan mencari 'jalan pintas' untuk mendapatkan harta dengan korupsi. Menyedihkan lagi, ada hamba Tuhan yang memasang tarif atau melihat besarnya amplop persembahan jika diundang pelayanan; pula ada gembala sidang yang tak berani menegor dosa seseorang karena orang itu donatur tetap gereja.
Jika tidak berhati-hati, uang benar-benar menjadi akar dari segala kejahatan!
Subscribe to:
Posts (Atom)