Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Oktober 2019
Baca: Amsal 1:1-7
"baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan" Amsal 1:5
Dari ayat nas ini terkandung dua prinsip mendasar: 1. Orang menjadi bijak berawal dari kesediaannya mempertajam pendengarannya untuk mendengar. 2. Orang yang bijak adalah orang yang tak pernah berhenti menambah pengetahuan atau ilmunya. Ini berbicara tentang pengajaran! Sedangkan sumber pengetahuan itu sendiri didasari atas rasa takut akan Tuhan: "Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan," (Amsal 1:7). Dapat disimpulkan di sini bahwa di dalam kehidupan rohani, hal pengajaran ini menjadi fokus perhatian Tuhan dalam pertumbuhan iman orang percaya.
Oleh karena itu Tuhan memberikan sebuah amanat: "...pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu." (Matius 28:19-20). Partikel 'lah' dalam bahasa Indonesia adalah pertanda bahwa kata itu identik dengan perintah. Adapun kata 'jadikanlah' ini berbentuk imperatif (perintah) aktif yang harus dilakukan secara terus-menerus dan berulang-ulang. Jadi, perintah untuk pergi dan menjadikan semua bangsa murid Kristus merupakan kata kunci dan juga komitmen yang harus dikerjakan. Amanat Tuhan ini ada di pundak orang percaya dan kita harus menaati apa yang Tuhan perintahkan ini, sebab tugas pemberitaan Injil ini bukanlah sebuah opsi, tapi merupakan suatu perintah yang tegas.
Rasul Paulus menyadari betapa pentingnya tugas pemberitaan Injil. "Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk
memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika
aku tidak memberitakan Injil." (1 Korintus 9:16). Orang percaya adalah duta-duta Kristus di tengah dunia ini! Di mana pun kita berada dan ke mana pun kita pergi, kita mengemban sebuah misi yaitu memberitakan Injil dan memperkenalkan Kristus kepada semua orang. Memberitakan Injil itu tidak harus selalu pergi ke tempat yang jauh, namun memberitakan Injil bisa dilakukan di lingkungan yang terdekat dengan kita. Pertanyaannya: bersediakah kita melakukan apa yang Tuhan perintahkan? Ingat! Suatu hari kelak, setiap kita harus mempertanggungjawabkan di hadapan Tuhan hal tentang seberapa serius kita mengerjakan Amanat Agung ini.
Wednesday, October 23, 2019
Tuesday, October 22, 2019
PERKATAAN DAN PERBUATAN TAK SELARAS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Oktober 2019
Baca: 1 Samuel 18:6-30
"Ini dia anakku perempuan yang tertua, Merab; dia akan kuberikan kepadamu menjadi isterimu, hanya jadilah bagiku seorang yang gagah perkasa dan lakukanlah perang TUHAN." 1 Samuel 18:17a
Bukan hal yang mudah menyelaraskan perkataan dan perbuatan. Yang sering terjadi adalah, apa yang dikatakan orang berbeda dengan apa yang diperbuatnya. Ketidakselarasan perkataan dan perbuatan ini berdampak bagi masyarakat luas bila hal itu dilakukan oleh seorang pemimpin. Bukankah ada banyak calon pemimpin yang berkoar-koar menebar janji-janji yang begitu muluk dan meninabobokan rakyat saat berlangsungnya kampanye? Tetapi begitu terpilih menjadi pemimpin, perkataan mereka tidak lagi selaras dengan perbuatannya. Janji yang pernah diucapkan tak pernah ditepatinya, janji hanya tinggal janji. Sungguh sangat mengecewakan!
Hal yang sama dilakukan Saul, raja Israel. Saul mengangkat Daud menjadi seorang prajurit yang harus memerangi Filistin, dengan janji akan memberikan puteri tertuanya (Merab) sebagai isteri Daud. Janji Saul kepada Daud ini sesungguhnya juga hanya akal-akalan saja, bahkan ada motif terselubung dan niat jahat: "Sebab pikir Saul: 'Janganlah tanganku memukul dia, tetapi biarlah ia dipukul oleh tangan orang Filistin.'" (1 Samuel 18:7b). Bagaimana selanjutnya? Saul mengingkari apa yang pernah dijanjikan. "Tetapi ketika tiba waktunya untuk memberikan Merab, anak Saul itu, kepada Daud, maka anak perempuan itu diberikan kepada Adriel, orang Mehola, menjadi isterinya." (1 Samuel 18:19). Begitu pula ketika Saul berjanji kepada Yonatan (anaknya) bahwa ia tidak akan membunuh Daud, janji itu kembali diingkarinya. Rasa dengki yang begitu menggelora terhadap Daud membuat Saul makin gelap mata. Suatu ketika ia berusaha menancapkan Daud ke dinding dengan tombaknya, "Tetapi Daud mengelakkannya sampai dua kali." (1 Samuel 18:11b). Perkataan dan perbuatan Saul benar-benar tidak selaras!
Banyak orang Kristen menjadi batu sandungan karena perkataan dan perbuatannya tak selaras. Omongannya tampak rohani, sok Alkitabiah, tapi perbuatannya tak menyerminkan pengikut Kristus. Ini mengecewakan Tuhan!
Jangan hanya tampak rohani saat pelayanan, sementara di luaran perbuatan kita tak jauh berbeda dengan orang dunia. Perkataan dan perbuatan haruslah selaras!
Baca: 1 Samuel 18:6-30
"Ini dia anakku perempuan yang tertua, Merab; dia akan kuberikan kepadamu menjadi isterimu, hanya jadilah bagiku seorang yang gagah perkasa dan lakukanlah perang TUHAN." 1 Samuel 18:17a
Bukan hal yang mudah menyelaraskan perkataan dan perbuatan. Yang sering terjadi adalah, apa yang dikatakan orang berbeda dengan apa yang diperbuatnya. Ketidakselarasan perkataan dan perbuatan ini berdampak bagi masyarakat luas bila hal itu dilakukan oleh seorang pemimpin. Bukankah ada banyak calon pemimpin yang berkoar-koar menebar janji-janji yang begitu muluk dan meninabobokan rakyat saat berlangsungnya kampanye? Tetapi begitu terpilih menjadi pemimpin, perkataan mereka tidak lagi selaras dengan perbuatannya. Janji yang pernah diucapkan tak pernah ditepatinya, janji hanya tinggal janji. Sungguh sangat mengecewakan!
Hal yang sama dilakukan Saul, raja Israel. Saul mengangkat Daud menjadi seorang prajurit yang harus memerangi Filistin, dengan janji akan memberikan puteri tertuanya (Merab) sebagai isteri Daud. Janji Saul kepada Daud ini sesungguhnya juga hanya akal-akalan saja, bahkan ada motif terselubung dan niat jahat: "Sebab pikir Saul: 'Janganlah tanganku memukul dia, tetapi biarlah ia dipukul oleh tangan orang Filistin.'" (1 Samuel 18:7b). Bagaimana selanjutnya? Saul mengingkari apa yang pernah dijanjikan. "Tetapi ketika tiba waktunya untuk memberikan Merab, anak Saul itu, kepada Daud, maka anak perempuan itu diberikan kepada Adriel, orang Mehola, menjadi isterinya." (1 Samuel 18:19). Begitu pula ketika Saul berjanji kepada Yonatan (anaknya) bahwa ia tidak akan membunuh Daud, janji itu kembali diingkarinya. Rasa dengki yang begitu menggelora terhadap Daud membuat Saul makin gelap mata. Suatu ketika ia berusaha menancapkan Daud ke dinding dengan tombaknya, "Tetapi Daud mengelakkannya sampai dua kali." (1 Samuel 18:11b). Perkataan dan perbuatan Saul benar-benar tidak selaras!
Banyak orang Kristen menjadi batu sandungan karena perkataan dan perbuatannya tak selaras. Omongannya tampak rohani, sok Alkitabiah, tapi perbuatannya tak menyerminkan pengikut Kristus. Ini mengecewakan Tuhan!
Jangan hanya tampak rohani saat pelayanan, sementara di luaran perbuatan kita tak jauh berbeda dengan orang dunia. Perkataan dan perbuatan haruslah selaras!
Subscribe to:
Posts (Atom)