Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Agustus 2019
Baca: Kejadian 37:12-36
"Sekarang, marilah kita bunuh dia dan kita lemparkan ke dalam salah satu
sumur ini, lalu kita katakan: seekor binatang buas telah menerkamnya.
Dan kita akan lihat nanti, bagaimana jadinya mimpinya itu!" Kejadian 37:20
Rencana Tuhan atas hidup anak-anak-Nya adalah baik adanya, tetapi seringkali untuk sampai pada apa yang Tuhan rencanakan kita harus menempuh jalan yang berliku-liku. Saat-saat itulah iman percaya kita terhadap rencana Tuhan sedang diuji, apakah kita tetap percaya kepada Dia ataukah semakin kehilangan pengharapan.
Untuk sampai kepada rencana Tuhan yang indah Yusuf harus melewati perjalanan hidup yang penuh dengan nestapa. Proses hidup yang harus Yusuf jalani begitu menyentuh dan menggetarkan hati. Kalau kita berada di posisi Yusuf mungkin kita takkan pernah sanggup menjalaninya. Bukan hanya tantangan dari luar, tapi Yusuf harus menghadapi tantangan dari saudara-saudaranya sendiri yang begitu marah dan benci terhadapnya sehingga mereka merencanakan kejahatan sedemikian keji. Mereka berlaku brutal dengan niat hendak merusak mimpi anak muda ini. Tak terbayangkan betapa hancur hati Yusuf ketika jubahnya dilucuti dan ia dilemparkan ke dalam sumur kering, lalu "...diangkat ke atas dari dalam sumur itu, kemudian dijual kepada orang
Ismael itu dengan harga dua puluh syikal perak. Lalu Yusuf dibawa mereka
ke Mesir." (Kejadian 37:28). Secara akal, Yusuf tak punya harapan lagi untuk melihat rumahnya serta ayahnya lagi. Pupuslah harapan melihat jubahnya bernodakan darah kambing untuk mengecoh ayahnya bahwa ia dibunuh binatang buas. Gagalkah rencana Tuhan atas hidup Yusuf? Apakah Tuhan melupakan mimpi-mimpi yang telah Ia berikan? Justru selangkah lagi rencana Tuhan akan digenapi, saat "...ia dijual oleh orang Midian itu ke Mesir, kepada Potifar, seorang pegawai istana Firaun, kepala pengawal raja." (Kejadian 37:36).
Ketika dalam masalah dan penderitaan hidup yang berat kita seringkali menganggap Tuhan melupakan rencana-Nya atas hidup kita. Tidak! Tuhan justru memakai masalah dan penderitaan sebagai jembatan untuk menggenapi rencana-Nya. Jangan putus asa.
Kuatkan hati dan ikuti prosesnya dengan sikap hati yang benar, sebab Tuhan mempunyai waktu yang terbaik untuk menggenapi rencana-Nya.
Saturday, August 3, 2019
Friday, August 2, 2019
ZAMAN SEKARANG: Seperti Zaman Nuh
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Agustus 2019
Baca: Matius 24:37-44
"Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia." Matius 24:37
Kehidupan orang-orang di zaman Nuh adalah cerminan dari kehidupan orang-orang di masa-masa sekarang menjelang hari kedatangan Kristus kedua kalinya, "Sebab sebagaimana mereka pada zaman sebelum air bah itu makan dan minum, kawin dan mengawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, dan mereka tidak tahu akan sesuatu, sebelum air bah itu datang dan melenyapkan mereka semua, demikian pulalah halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia." (Matius 24:38-39). Pertanyaan: mampukah kita menunjukkan kualitas hidup sama seperti Nuh di zamannya, yang sekalipun berada di antara orang-orang yang berlaku sedemikian jahatnya tidak terpengaruh dan tidak terbawa arus yang ada. Alkitab menyatakan bahwa Nuh adalah pribadi yang hidup benar dan bergaul karib dengan Tuhan (Kejadian 6:9).
Adalah mudah berlaku hidup benar dan memiliki persekutuan karib dengan Tuhan bila berada dalam situasi atau keadaan yang mendukung, tanpa masalah dan tekanan. Tetapi Nuh harus berjuang sedemikian rupa mempertahankan hidup kudus di tengah dunia yang rusak dan moral manusia yang bobrok. "Adapun bumi itu telah rusak di hadapan Allah dan penuh dengan kekerasan. Allah menilik bumi itu dan sungguhlah rusak benar, sebab semua manusia menjalankan hidup yang rusak di bumi." (Kejadian 6:11-12). Ketika diperintahkan Tuhan untuk membuat bahtera, Nuh taat melakukan. Ini bukan perkara mudah, butuh pengorbanan dan keberanian untuk bertindak, karena pada waktu itu ia harus mengalami penolakan dan mungkin intimidasi dari orang-orang di sekitarnya. Sekalipun diperingatkan bahwa bahtera dibuat dengan tujuan untuk menyelamatkan manusia dari air bah, orang-orang tetap meremehkan dan tak mau peduli.
Ketaatan adalah bukti kasih seseorang kepada Tuhan. Karena kasih, orang akan menempatkan Tuhan sebagai yang terutama dalam hidupnya dan mau melakukan yang terbaik bagi Tuhan. Ketaatan Nuh ini menjadi sebuah teladan bagi kita. Menjelang hari kedatangan Kristus yang semakin dekat kita diperingatkan untuk tidak sarat dengan pesta-pora, kemabukan, juga kepentingan diri sendiri.
Tanpa ketaatan dan hidup benar kita takkan masuk ke dalam bahtera keselamatan!
Baca: Matius 24:37-44
"Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia." Matius 24:37
Kehidupan orang-orang di zaman Nuh adalah cerminan dari kehidupan orang-orang di masa-masa sekarang menjelang hari kedatangan Kristus kedua kalinya, "Sebab sebagaimana mereka pada zaman sebelum air bah itu makan dan minum, kawin dan mengawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, dan mereka tidak tahu akan sesuatu, sebelum air bah itu datang dan melenyapkan mereka semua, demikian pulalah halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia." (Matius 24:38-39). Pertanyaan: mampukah kita menunjukkan kualitas hidup sama seperti Nuh di zamannya, yang sekalipun berada di antara orang-orang yang berlaku sedemikian jahatnya tidak terpengaruh dan tidak terbawa arus yang ada. Alkitab menyatakan bahwa Nuh adalah pribadi yang hidup benar dan bergaul karib dengan Tuhan (Kejadian 6:9).
Adalah mudah berlaku hidup benar dan memiliki persekutuan karib dengan Tuhan bila berada dalam situasi atau keadaan yang mendukung, tanpa masalah dan tekanan. Tetapi Nuh harus berjuang sedemikian rupa mempertahankan hidup kudus di tengah dunia yang rusak dan moral manusia yang bobrok. "Adapun bumi itu telah rusak di hadapan Allah dan penuh dengan kekerasan. Allah menilik bumi itu dan sungguhlah rusak benar, sebab semua manusia menjalankan hidup yang rusak di bumi." (Kejadian 6:11-12). Ketika diperintahkan Tuhan untuk membuat bahtera, Nuh taat melakukan. Ini bukan perkara mudah, butuh pengorbanan dan keberanian untuk bertindak, karena pada waktu itu ia harus mengalami penolakan dan mungkin intimidasi dari orang-orang di sekitarnya. Sekalipun diperingatkan bahwa bahtera dibuat dengan tujuan untuk menyelamatkan manusia dari air bah, orang-orang tetap meremehkan dan tak mau peduli.
Ketaatan adalah bukti kasih seseorang kepada Tuhan. Karena kasih, orang akan menempatkan Tuhan sebagai yang terutama dalam hidupnya dan mau melakukan yang terbaik bagi Tuhan. Ketaatan Nuh ini menjadi sebuah teladan bagi kita. Menjelang hari kedatangan Kristus yang semakin dekat kita diperingatkan untuk tidak sarat dengan pesta-pora, kemabukan, juga kepentingan diri sendiri.
Tanpa ketaatan dan hidup benar kita takkan masuk ke dalam bahtera keselamatan!
Subscribe to:
Posts (Atom)