Sunday, July 14, 2019

KASIH SAHABAT YANG SEJATI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Juli 2019

Baca:  1 Samuel 23:14-18

"Janganlah takut, sebab tangan ayahku Saul tidak akan menangkap engkau; engkau akan menjadi raja atas Israel, dan aku akan menjadi orang kedua di bawahmu."  1 Samuel 23:17a

Alkitab mencatat tentang persahabatan di antara dua insan manusia yang dilandasi oleh hati yang tulus, yaitu persahabatan antara Daud dan Yonatan.  Inilah contoh sebuah persahabatan yang sejati, karena persahabatan yang terjalin di antara keduanya tidak saja di dalam suka dan senang, namun di segala keadaan.  Ketika Daud mengalami masalah, Yonatan tetap menunjukkan kasihnya yang tulus.  "Persahabatan bukanlah tentang siapa yang kau kenal paling lama.  Tapi tentang ia yang datang ke kehidupanmu dan berkata,  'Aku di sini untukmu',  lalu membuktikannya."  (Anonim).  Inilah yang akhirnya menginspirasi Salomo  (anak Daud)  untuk menulis:  "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran."  (Amsal 17:17).

     Ketika Daud mampu mengalahkan raksasa Filistin  (Goliat), orang-orang pun mengelu-elukan dia:  "Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa. Lalu bangkitlah amarah Saul dengan sangat; dan perkataan itu menyebalkan hatinya, sebab pikirnya: 'Kepada Daud diperhitungkan mereka berlaksa-laksa, tetapi kepadaku diperhitungkannya beribu-ribu; akhir-akhirnya jabatan raja itupun jatuh kepadanya.' Sejak hari itu maka Saul selalu mendengki Daud."  (1 Samuel 18:7-9).  Akhirnya raja Saul berusaha mencari segala cara untuk dapat membunuh Daud, meski selalu gagal.  Namun Daud pun harus menjadi pelarian karena terus dikejar-kejar oleh Saul.  Pada saat Daud berada di padang gurun Zif, datanglah Yonatan menemui Daud dengan tujuan untuk menghibur dan menguatkan kepercayaan sahabatnya itu;  "Janganlah takut, sebab tangan ayahku Saul tidak akan menangkap engkau; engkau akan menjadi raja atas Israel, dan aku akan menjadi orang kedua di bawahmu."  (ayat nas).  Kemudian keduanya mengikat sebuah perjanjian di hadapan Tuhan  (1 Samuel 23:18).

     Inilah arti penting kehadiran sahabat dalam hidup ini!  Sahabat sehati akan selalu ada untuk kita saat kita sedang membutuhkan, lemah, tak berdaya, atau terpuruk.

Kasih seorang sahabat tak pernah mengenal waktu dan keadaan, bahkan ia bisa lebih karib dari pada seorang saudara  (Amsal 18:24).

Saturday, July 13, 2019

MEMUASKAN KEINGINAN TELINGA SAJA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Juli 2019

Baca:  2 Timotius 4:1-8

"Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng."  2 Timotius 4:3-4

Tak bisa dipungkiri bahwa banyak orang suka sekali mendengarkan hal-hal yang menyenangkan dan menghibur, suka sekali dengan hal-hal yang bersifat pujian dan sanjungan;  suka sekali mendengar kata-kata manis dan enak untuk didengar tanpa memperhatikan apakah yang didengarnya itu benar atau tidak.

     Mereka lebih suka mendengarkan tema-tema khotbah yang hanya memuaskan telinganya.  Khotbah tentang berkat, kekayaan, kelimpahan, atau kenyamanan, itulah yang dicari-cari.  Sedikit orang yang mau mengarahkan telinganya untuk mendengarkan khotbah-khotbah  'keras' yang berisikan tentang teguran, seruan pertobatan, atau khotbah yang membongkar dosa.  Sedikit orang yang mau ditegur, dinasihati dan dikoreksi kesalahannya.  Itulah keadaan manusia di zaman seperti sekarang ini!  Yang dicari bukan lagi kebenaran, namun hal-hal yang memuaskan telinga.  Ketika sedang mengalami masalah yang berat orang lebih suka datang kepada dukun, orang pintar atau peramal untuk meminta nasihat dan solusi untuk masalah yang dialaminya, daripada datang kepada hamba Tuhan.  Kalau datang kepada hamba Tuhan pasti yang didengarnya adalah teguran dan diminta untuk bertobat.  Ahab  (raja Israel)  tidak mau mendengarkan apa yang disampaikan oleh nabi Mikha karena menganggap bahwa nabi ini selalu mengatakan hal-hal yang buruk dan negatif tentang dirinya:  "...aku membenci dia, sebab tidak pernah ia menubuatkan yang baik tentang aku, melainkan malapetaka."  (1 Raja-Raja 22:8b).  Ahab tidak suka jika dirinya ditegur, dikoreksi, dibongkar dosanya, atau mendengar hal-hal buruk tentang akibat dosa.  Karena itu ia rela bersusah-susah untuk mengumpulkan 400 nabi yang mau memberikan nasihat dan nubuatan yang manis dan sedap untuk didengarnya, padahal itu semua hanya sekedar untuk membuatnya senang.

     Berbeda dengan Yosafat  (raja Yehuda)  yang lebih mengutamakan petunjuk dari Tuhan, sekalipun mungkin apa yang didengarnya adalah sebuah teguran keras.

Ucapan yang meninabobokan membuat orang menjadi terlena dan hancur!