Saturday, July 13, 2019

MEMUASKAN KEINGINAN TELINGA SAJA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Juli 2019

Baca:  2 Timotius 4:1-8

"Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng."  2 Timotius 4:3-4

Tak bisa dipungkiri bahwa banyak orang suka sekali mendengarkan hal-hal yang menyenangkan dan menghibur, suka sekali dengan hal-hal yang bersifat pujian dan sanjungan;  suka sekali mendengar kata-kata manis dan enak untuk didengar tanpa memperhatikan apakah yang didengarnya itu benar atau tidak.

     Mereka lebih suka mendengarkan tema-tema khotbah yang hanya memuaskan telinganya.  Khotbah tentang berkat, kekayaan, kelimpahan, atau kenyamanan, itulah yang dicari-cari.  Sedikit orang yang mau mengarahkan telinganya untuk mendengarkan khotbah-khotbah  'keras' yang berisikan tentang teguran, seruan pertobatan, atau khotbah yang membongkar dosa.  Sedikit orang yang mau ditegur, dinasihati dan dikoreksi kesalahannya.  Itulah keadaan manusia di zaman seperti sekarang ini!  Yang dicari bukan lagi kebenaran, namun hal-hal yang memuaskan telinga.  Ketika sedang mengalami masalah yang berat orang lebih suka datang kepada dukun, orang pintar atau peramal untuk meminta nasihat dan solusi untuk masalah yang dialaminya, daripada datang kepada hamba Tuhan.  Kalau datang kepada hamba Tuhan pasti yang didengarnya adalah teguran dan diminta untuk bertobat.  Ahab  (raja Israel)  tidak mau mendengarkan apa yang disampaikan oleh nabi Mikha karena menganggap bahwa nabi ini selalu mengatakan hal-hal yang buruk dan negatif tentang dirinya:  "...aku membenci dia, sebab tidak pernah ia menubuatkan yang baik tentang aku, melainkan malapetaka."  (1 Raja-Raja 22:8b).  Ahab tidak suka jika dirinya ditegur, dikoreksi, dibongkar dosanya, atau mendengar hal-hal buruk tentang akibat dosa.  Karena itu ia rela bersusah-susah untuk mengumpulkan 400 nabi yang mau memberikan nasihat dan nubuatan yang manis dan sedap untuk didengarnya, padahal itu semua hanya sekedar untuk membuatnya senang.

     Berbeda dengan Yosafat  (raja Yehuda)  yang lebih mengutamakan petunjuk dari Tuhan, sekalipun mungkin apa yang didengarnya adalah sebuah teguran keras.

Ucapan yang meninabobokan membuat orang menjadi terlena dan hancur!

Friday, July 12, 2019

TAK TAHU BERTERIMA KASIH

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Juli 2019

Baca:  Lukas 17:11-19

"Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?"  Lukas 17:18

Dalam pembacaan Alkitab hari ini dinyatakan bahwa ada sepuluh orang yang menderita sakit kusta datang kepada Kristus dan memohon belas kasihan dari-Nya,  "...Guru, kasihanilah kami!"  (Lukas 17:13).  Tergeraklah hati Tuhan untuk menolong mereka, dan akhirnya kesepuluh orang kusta itu pun menjadi tahir.  Dari 10 orang yang mengalami kesembuhan dari Tuhan itu ternyata hanya 1 orang saja, yaitu orang Samaria, yang tahu berterima kasih dan tersungkur di bawah kaki Tuhan dengan penuh ucapan syukur.  Tuhan berkata,  "Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu?" (Lukas 17:17).  Sembilan orang yang lain pergi begitu saja meninggalkan Tuhan tanpa ucapan terima kasih!

     Sudah menjadi rahasia umum bila orang dalam keadaan tidak berdaya, menderita sakit keras, sedang terlilit utang, atau mengalami masalah yang teramat berat, di mana segala upaya telah dilakukan tapi tak membuahkan hasil apa-apa, barulah ia menyadari bahwa ia sangat memerlukan Tuhan.  Orang itu pun segera mencari Tuhan dengan segenap hati dan berdoa dengan tiada berkeputusan.  Ia pun berteriak dan berseru-seru kepada Tuhan meminta pertolongan-Nya;  dan ketika pertolongan dari Tuhan itu datang, barulah dari mulutnya keluar ucapan syukur dan bibir yang memuliakan Tuhan.  Perhatikan!  Ketika segala sesuatunya berjalan dengan baik dan tampak menyenangkan, kebanyakan orang lupa untuk mengucap syukur dan berterima kasih kepada Tuhan.  Mereka menganggap bahwa semuanya adalah hal yang biasa.  Bila mereka berhasil dan sukses dianggapnya sebagai hasil usaha dan kerja kerasnya sendiri.

     Kita lupa bahwa di balik segala perkara yang terjadi ada tangan Tuhan yang turut bekerja, ada Tuhan yang menolong, ada Tuhan yang menopang, ada Tuhan yang menyertai, ada Tuhan yang memberi kekuatan dan kemampuan kepada kita.  Tanpa Tuhan dan di luar Dia kita ini bukanlah siapa-siapa dan tidak ada apa-apanya.  Tuhan menegaskan,  "...sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa."  (Yohanes 15:5b).

Oleh karena itu  "Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!" Mazmur 103:2