Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Juni 2019
Baca: Filipi 4:1-9
"Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah
dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan
dengan ucapan syukur." Filipi 4:6
Kita diajarkan menyerahkan persoalan hidup kepada Tuhan secara penuh! Ini mencakup semua masalah berkenaan penghidupan (makan, minum, pakaian), keuangan, sakit-penyakit, ketakutan, kesulitan dan kekuatiran kita. "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu." (1 Petrus 5:7). Nyatakanlah segala keinginan kita kepada Tuhan dalam doa dan permohonan, dengan disertai ucapan syukur.
Banyak orang merasa sudah menyerahkan semua persoalan hidupnya kepada Tuhan melalui doa-doa mereka, tapi masih diliputi kekuatiran, ketakutan, keluh kesah, persungutan dan gerutu. Kalau kita masih saja kuatir, takut, mengeluh, bersungut-sungut, dan menggerutu tentang permasalahan yang dialami, itu artinya kita belum menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Selama kita masih memeluk erat masalah-masalah itu tidak ada gunanya kita berdoa, karena kita sendiri belum mau melepaskan semua masalah itu kepada Tuhan. Jika Saudara merasa sudah menyerahkan semua masalah kepada Tuhan, artinya kita tidak memiliki masalah itu lagi, sebab masalah tersebut sudah berada di tangan Tuhan yang penuh kuasa. Tuhan mau menanggung persoalan hidup kita sehingga kita tak perlu lagi menanggungnya!
Tuhan mengingatkan untuk tidak kuatir tentang hidup ini! "Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?" (Matius 6:27). Saatnya kita datang kepada Tuhan dalam doa dan permohonan disertai ucapan syukur! "Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke dalam
pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah
nama-Nya! Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun." (Mazmur 100:4-5). Memasuki gerbang Tuhan dengan nyanyian syukur dan pelataran-Nya dengan pujian menunjuk pada hal berdoa. Ucapan syukur bertalian erat dengan doa.
Serahkan semua beban hidup Saudara kepada Tuhan, pertolongan-Nya selalu tepat pada waktu-Nya.
Wednesday, June 5, 2019
Tuesday, June 4, 2019
HARUS BERANI MENDIDIK ANAK
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Juni 2019
Baca: Amsal 13:1-25
"Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya." Amsal 13:24
Jika kita perhatikan, kenakalan anak-anak di zaman ini sudah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan. Maraknya perkelahian antarpelajar, pacaran yang melampaui batas norma/susila, proostitusi online yang melibatkan pelajar, terjerat narkoba, persekusi siswa terhadap gurunya dan sebagainya adalah bukti nyata.
Tentu timbul pertanyaan mengapa hal-hal semacam ini bisa terjadi? Tentu ada banyak faktor yang menjadi penyebab. Pengaruh lingkungan tempat di mana tinggal atau pergaulan yang buruk: "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33); bisa juga karena orangtua yang sudah tidak dapat lagi mengatur anak-anaknya. Alkitab juga mencatat ada anak-anak imam Eli, yaitu Hofni dan Pinehas, yang begitu nakalnya, sampai-sampai mereka berani berbuat kurang ajar terhadap Tuhan. Mereka berani mengambil daging persembahan untuk Tuhan: "Dengan demikian sangat besarlah dosa kedua orang muda itu di hadapan TUHAN, sebab mereka memandang rendah korban untuk TUHAN." (1 Samuel 2:17). Bahkan mereka juga meniduri perempuan-perempuan yang melayani di Kemah Pertemuan (1 Samuel 2:22). Perbuatan anak-anak imam Eli ini begitu keji di mata Tuhan. Mengapa anak seorang imam bisa berlaku sedemikian jahatnya? Ternyata karena imam Eli tidak mendisiplinkan anak-anaknya sedari kecil, berlaku lunak terhadap anak-anaknya, alias memanjakan mereka. Akhirnya ketika anak-anak bertumbuh besar mereka berani melawan orangtuanya dan tidak punya rasa takut akan Tuhan. Sungguh tragis bukan? Seharusnya anak-anak hamba Tuhan bisa menjadi contoh buat anak-anak yang hidup di luaran, bukan malah menjadi batu sandungan atau perbincangan negatif.
Mendisiplinkan anak sangat penting! Menghajar anak bukan berarti kita tidak sayang kepada mereka. Rasa sayang berlebihan terhadap anak (memanjakan) justru tidak mendatangkan kebaikan bagi si anak. Selain itu Tuhan jelas memerintahkan orangtua mengajarkan firman Tuhan kepada anak, di mana saja dan kapan saja (Ulangan 11:19).
"Hajarlah anakmu selama ada harapan, tetapi jangan engkau menginginkan kematiannya." Amsal 19:18
Baca: Amsal 13:1-25
"Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya." Amsal 13:24
Jika kita perhatikan, kenakalan anak-anak di zaman ini sudah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan. Maraknya perkelahian antarpelajar, pacaran yang melampaui batas norma/susila, proostitusi online yang melibatkan pelajar, terjerat narkoba, persekusi siswa terhadap gurunya dan sebagainya adalah bukti nyata.
Tentu timbul pertanyaan mengapa hal-hal semacam ini bisa terjadi? Tentu ada banyak faktor yang menjadi penyebab. Pengaruh lingkungan tempat di mana tinggal atau pergaulan yang buruk: "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33); bisa juga karena orangtua yang sudah tidak dapat lagi mengatur anak-anaknya. Alkitab juga mencatat ada anak-anak imam Eli, yaitu Hofni dan Pinehas, yang begitu nakalnya, sampai-sampai mereka berani berbuat kurang ajar terhadap Tuhan. Mereka berani mengambil daging persembahan untuk Tuhan: "Dengan demikian sangat besarlah dosa kedua orang muda itu di hadapan TUHAN, sebab mereka memandang rendah korban untuk TUHAN." (1 Samuel 2:17). Bahkan mereka juga meniduri perempuan-perempuan yang melayani di Kemah Pertemuan (1 Samuel 2:22). Perbuatan anak-anak imam Eli ini begitu keji di mata Tuhan. Mengapa anak seorang imam bisa berlaku sedemikian jahatnya? Ternyata karena imam Eli tidak mendisiplinkan anak-anaknya sedari kecil, berlaku lunak terhadap anak-anaknya, alias memanjakan mereka. Akhirnya ketika anak-anak bertumbuh besar mereka berani melawan orangtuanya dan tidak punya rasa takut akan Tuhan. Sungguh tragis bukan? Seharusnya anak-anak hamba Tuhan bisa menjadi contoh buat anak-anak yang hidup di luaran, bukan malah menjadi batu sandungan atau perbincangan negatif.
Mendisiplinkan anak sangat penting! Menghajar anak bukan berarti kita tidak sayang kepada mereka. Rasa sayang berlebihan terhadap anak (memanjakan) justru tidak mendatangkan kebaikan bagi si anak. Selain itu Tuhan jelas memerintahkan orangtua mengajarkan firman Tuhan kepada anak, di mana saja dan kapan saja (Ulangan 11:19).
"Hajarlah anakmu selama ada harapan, tetapi jangan engkau menginginkan kematiannya." Amsal 19:18
Subscribe to:
Posts (Atom)