Wednesday, May 15, 2019

MATA ROHANI YANG TERCELIK

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Mei 2019

Baca:  2 Raja-Raja 6:8-23

"'Ya TUHAN: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat.'" Maka TUHAN membuka mata bujang itu, sehingga ia melihat. Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa."  (2 Raja-Raja 6:17a)

Suatu ketika  "Raja negeri Aram sedang berperang melawan Israel."  (2 Raja-Raja 6:8a).  Raja Aram mengirim pasukan tentara dengan kuda dan keretanya yang teramat besar jumlahnya untuk mengepung kota Dotan, tempat di mana abdi Tuhan  (Elisa)  tinggal.  Timbullah ketakutan yang luar biasa di dalam diri Gehazi  (pelayan Elisa):  "Ketika pelayan abdi Allah bangun pagi-pagi dan pergi ke luar, maka tampaklah suatu tentara dengan kuda dan kereta ada di sekeliling kota itu. Lalu berkatalah bujangnya itu kepadanya: 'Celaka tuanku! Apakah yang akan kita perbuat?'"  (2 Raja-Raja 6:15).

     Secara jasmaniah mata Gehazi tidaklah buta, bisa melihat segala hal, namun mata rohaninya buta sehingga ia tidak bisa melihat hal-hal yang adikodrati.  Gehazi hanya dapat melihat sebatas pandangan jasmaniah, tak mampu menembus pandangan adikodrati.  Tidak sedikit orang Kristen yang tak beda jauh dengan Gehazi, ketika sedang diperhadapkan dengan masalah atau kesulitan mereka begitu panik, cemas dan takut, lalu berteriak:  "Celaka!  Apa yang harus kuperbuat?  Masalahku terlalu besar, tak mungkin dapat terselesaikan!"  Mata rohani yang buta selalu meragukan kuasa Tuhan;  mata rohani yang buta tak sanggup melihat pekerjaan-pekerjaan Tuhan yang besar;  mata rohani yang buta tak mampu berjalan di atas kemustahilan.  Hanya mata rohani yang sudah tercelik yang dapat melihat dan mengalami tanda-tanda dan mujizat-mujizat dari Tuhan.

     Selagi mata kita hanya tertuju dan terpaku pada kenyataan dan situasi yang ada, kita akan mudah sekali lemah, putus asa, dihantui ketakutan.  "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku. Aku tidak mendapat ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi kegelisahanlah yang timbul."  (Ayub 3:25-26).  Bila mata rohani kita tercelik, kita tak lagi hidup dalam ketakutan dan kecemasan, karena kita dapat melihat kuasa Tuhan yang tak terbatas.  Kebutaan rohani sangat merugikan, sebab kemuliaan Tuhan dan pekerjaan-pekerjaan-Nya yang besar dan dahsyat tak mampu kita lihat.

Hidup karena percaya, bukan karena melihat, adalah tanda mata rohani tercelik!

Tuesday, May 14, 2019

TEGURAN TUHAN SEBAGAI TANDA KASIH

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Mei 2019

Baca:  2 Samuel 12:1-25

"Walaupun demikian, karena engkau dengan perbuatan ini telah sangat menista TUHAN, pastilah anak yang lahir bagimu itu akan mati."  2 Samuel 12:14

Tuhan sendiri menyatakan bahwa Daud adalah orang yang berkenan di hati-Nya:  "Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku."  (Kisah 13:22).  Daud dikenan Tuhan karena ia melakukan segala kehendak Tuhan.  Apakah berarti sepanjang hidupnya Daud tidak pernah melakukan pelanggaran atau berbuat dosa?  Sebagai manusia Daud tak luput dari kesalahan dan dosa.  Itulah sebabnya Daud juga mengalami teguran Tuhan untuk mengoreksi dosa yang diperbuatnya.  Bagaimanapun juga Tuhan tidak menutup mata dengan membiarkan orang yang dikasihi-Nya melakukan pelanggaran tanpa teguran.

     Teguran Tuhan sering sangat menyakitkan.  Sekalipun demikian Daud tetaplah biji mata Tuhan, dan kasih Tuhan tak berkurang karena kesalahan-kesalahan yang pernah diperbuatnya.  Bahkan janji Tuhan kepada Daud tak berubah, bahwa dari keturunannyalah, sesuai dengan janji-Nya, Tuhan akan membangkitkan Juruselamat bagi bangsa Israel, yaitu Yesus Kristus  (Kisah 13:23).  Bila Tuhan menegur Saudara, sehingga Saudara harus mengalami hal-hal yang tak menyenangkan, jangan pernah menyalahkan Tuhan dan menganggap Dia tak mengasihi Saudara.  Justru teguran Tuhan ini adalah tanda kasih-Nya terhadap Saudara, sebab Tuhan ingin meluruskan jalan Saudara yang sudah melenceng.

     Ketika rakyatnya sedang berperang, Daud, yang seharusnya memimpin peperangan, justru bersantai-santai.  Saat terbangun dari pembaringannya dan berjalan-jalan di sotoh  (balkon)  istana, tampak seorang perempuan elok sedang mandi  (2 Samuel 11:2).  Celah inilah yang dimanfaatkan Iblis, Daud pun jatuh dalam dosa perzinahan  (2 Samuel 11:4).  Untuk menutupi rahasia ini diutusnyalah Uria  (suami Batsyeba, perempuan itu)  turun ke medan pertempuran dan sengaja ditempatkan di barisan depan;  Uria pun tewas dalam pertempuran itu.  Karena kejahatannya ini Daud harus menanggung akibatnya:  anak yang dilahirkan Batsyeba pun meninggal.  Daud pun menyesali perbuatannya itu dan bertobat!

Bersyukurlah bila Tuhan menegur kita...walaupun sakit, teguran yang mendidik itu jalan kehidupan  (Amsal 6:23).