Monday, May 6, 2019

JANGAN LAGI MENCEMARKAN DIRI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Mei 2019

Baca:  1 Tesalonika 4:1-12

"Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus."  1 Tesalonika 4:7

Berada di zona nyaman  (comfort zone)  seringkali membuat seseorang menjadi lengah atau terlena.  Jika tak waspada dan berjaga-jaga, cepat atau lambat, bisa membuatnya jatuh.  Dunia saat ini benar-benar membuat nyaman secara daging karena dunia sedang gencar menawarkan segala kenikmatan dan kesenangan yang menggiurkan, sehingga banyak orang tergoda untuk merasakannya.  Berhati-hatilah!  Di balik kenyamanan, kenikmatan dan kesenangan ini ada bahaya yang sedang mengancam kehidupan semua orang.

     Ketika Yusuf sudah keluar dari penjara dan pindah ke rumah Potifar, keadaan nampak makin membaik dan semakin nyaman.  Tak pernah terbersit sedikit pun dalam benak Yusuf bahwa justru di rumah Potifar yang begitu nyaman itu ada bahaya yang sedang mengancam hidupnya.  "Selang beberapa waktu isteri tuannya memandang Yusuf dengan berahi, lalu katanya: 'Marilah tidur dengan aku.'"  (Kejadian 39:7).  Ia menjadi incaran dari isteri Potifar yang berusaha untuk menggoda dan membujuknya agar mau menuruti hasratnya.  Reaksi Yusuf sungguh di luar dugaan!  Yusuf secara tegas menolak permintaan isteri tuannya itu dan memilih untuk lari dan menjauh demi mempertahankan kesucian hidupnya.  Itu artinya Yusuf tidak mau berkompromi atau mencemarkan diri dengan hal-hal yang cemar, padahal ia punya kesempatan besar untuk melakukan, karena tidak ada orang yang melihatnya.  Ini adalah bukti bahwa Yusuf lebih memilih untuk takut akan Tuhan daripada takut kepada manusia.  Kualitas hidup Yusuf benar-benar teruji, baik itu di hadapan manusia maupun di hadapan Tuhan.

     Firman Tuhan keras mengingatkan:  "...percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut sajapun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus."  (Efesus 5:3).  Ketika dihadapkan pada godaan dan kecemaran, tidak ada jalan lain, selain lari menjauh, seperti yang dilakukan Yusuf.  Jika tidak, kita akan  "...diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut."  (Yakobus 1:14-15).

Orang percaya harus bersikap tegas dan tidak melakukan kompromi sedikit pun dengan segala bentuk kecemaran dunia!

Sunday, May 5, 2019

TANGGA MENUJU KESUKSESAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Mei 2019

Baca:  Amsal 12:1-28

"Tangan orang rajin memegang kekuasaan, tetapi kemalasan mengakibatkan kerja paksa."  Amsal 12:24

Coba tanyakan kepada orang-orang yang sukses di dunia ini, apa yang menjadi kunci kesuksesan mereka?  Semua pasti akan menjawab bahwa salah satu kunci untuk meraih sukses adalah kerajinan.  Orang yang sukses tak mengenal kata  'malas'  dalam hidupnya.  Rajin adalah tangga menuju sukses, sedangkan malas adalah penghalang untuk meraih sukses.  Jika sampai hari ini Saudara masih memelihara  'kemalasan'  atau suka bermalas-malasan dalam segala hal:  malas belajar, malas berdoa, malas beribadah, malas bekerja dan sebagainya...jangan pernah bermimpi menjadi orang yang sukses!

     Yusuf, salah satu tokoh muda inspiratif di kitab Perjanjian Lama, adalah anak ke-11 dari Yakub dan anak pertama dari Rahel, istri yang dicintainya  (Kejadian 30:24;  35:24).  Alkitab menyatakan bahwa Yusuf adalah anak kesayangan,  "...sebab Yusuf itulah anaknya yang lahir pada masa tuanya; dan ia menyuruh membuat jubah yang maha indah bagi dia."  (Kejadian 37:3).  Meskipun beroleh kasih sayang yang lebih dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain, tak membuat Yusuf tumbuh menjadi anak yang manja dan bermalas-malasan.  Di usia yang masih muda ia terbiasa menggembalakan kambing domba bersama-sama dengan saudara-saudaranya yang lain  (Kejadian 37:2b).  Jadi, kerajinannya dalam bekerja sudah Yusuf perlihatkan saat ia masih berusia muda.  Sadar atau tidak, ketika orang rajin dalam mengerjakan apa pun, sebenarnya ia sedang menapaki tangga menuju kesuksesan.  Kerajinannya dalam bekerja itulah yang membuat Yusuf disukai oleh semua orang, sekalipun ia hidup dalam tekanan.

     Mustahil Firaun mempercayakan seluruh kekayaannya kepada Yusuf jika ia melihat Yusuf adalah orang yang malas.  Begitu pula dengan kepala penjara yang juga memercayakan kepada Yusuf semua tahanan dan semua pekerjaan yang dilakukan  (Kejadian 39:22).  Karena itu  "Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga,"  (Pengkhotbah 9:10), jangan suka menundanya.  Pekerjaan apa pun yang diercayakan Tuhan kepada Saudara, kerjakan itu dengan rajin.

"Pernahkah engkau melihat orang yang cakap dalam pekerjaannya? Di hadapan raja-raja ia akan berdiri, bukan di hadapan orang-orang yang hina."  Amsal 22:29