Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Maret 2019
Baca: Lukas 5:1-11
"Ia naik ke dalam salah satu perahu itu, yaitu perahu Simon, dan menyuruh
dia supaya menolakkan perahunya sedikit jauh dari pantai. Lalu Ia duduk
dan mengajar orang banyak dari atas perahu." Lukas 5:3
Sesungguhnya Tuhan sudah menyediakan berkat bagi anak-anak-Nya yang mau berjalan menurut kehendak-Nya. Simon, sebelum menikmati berkat Tuhan, terlebih dahulu menyediakan perahunya bagi Tuhan sebagai sarana untuk memberitakan firman Kerajaan sorga. Tidak sedikit dari kita yang ingin memperoleh berkat dan mujizat dari Tuhan, tetapi 'enggan menyerahkan perahu' hidupnya kepada Tuhan; mereka tak mau berkorban untuk pekerjaan Tuhan. Mereka sangat hitung-hitungan dengan Tuhan! Berkat yang mereka terima dari Tuhan tak pernah dikembalikan untuk memuliakan nama Tuhan.
Simon, sekalipun malam itu tak memperoleh berkat sedikit pun, "...telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa," (Lukas 5:5), dengan rela hati menyerahkan perahunya kepada Tuhan untuk dipakai sebagai sarana pelayanan penginjilan. Walaupun demikian Simon sama sekali tak mengharapkan suatu imbalan jasa, ia juga tak mengeluhkan tentang kesulitan yang dialaminya kepada Tuhan, tapi Tuhan tahu persis apa yang telah terjadi pada Simon. Karena itu berkatalah Tuhan, "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan." (Lukas 5:4). Bertolak ke 'tempat yang dalam' memiliki makna rohani: lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dan lebih mengenal Dia secara lebih mendalam.
Untuk memperoleh berkat dan mujizat dari Tuhan kita harus 'tinggal' di dalam Tuhan dan firman-Nya (Yohanes 15:7). Sekalipun situasi dan keadaan tidak memungkinkan, asal kita mau taat akan perintah Tuhan, Dia pasti menolong. Seperti pengalaman Simon: "...karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga." (Lukas 5:5). Mujizat terjadi, "...mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak." (Lukas 5:6). Setelah menerima berkat Simon tetaplah rendah hati, ia tak merasa bahwa ikan yang diperolehnya adalah karena kehebatannya sebagai nelayan: "Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa." (Lukas 5:8).
Berkat Tuhan tersedia bagi orang-orang taat melakukan kehendak-Nya!
Saturday, March 30, 2019
Friday, March 29, 2019
HIDUP KRISTEN: Tak Ada Kompromi
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Maret 2019
Baca: 2 Tawarikh 20:27-37
"'Karena engkau bersekutu dengan Ahazia, maka TUHAN akan merobohkan pekerjaanmu.' Lalu kapal-kapal itu pecah, dan tak dapat berlayar ke Tarsis." 2 Tawarikh 20:37b
Perjalanan hidup orang percaya tidaklah mudah, ada harga yang harus dibayar! Karena Tuhan tidak menghendaki kita memiliki kehidupan yang serupa dengan dunia. "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini," (Roma 12:2), artinya hidup Kristen adalah hidup yang tak mengenal kata 'kompromi' dengan dunia ini.
Yosafat, seorang yang takut akan Tuhan, tetapi karena tidak mawas diri menjadi kurang peka akan pimpinan Roh Tuhan, maka ia salah dalam melangkah: "Kemudian Yosafat, raja Yehuda, bersekutu dengan Ahazia, raja Israel, yang fasik perbuatannya. Ia bersekutu dengan Ahazia untuk membuat kapal-kapal yang dapat berlayar ke Tarsis. Kapal-kapal itu dibuat mereka di Ezion-Geber." (2 Tawarikh 20:35-36). Yosafat lupa siapa dirinya, lalu ia bersekutu dengan orang fasik membuat kapal-kapal dengan tujuan supaya dapat pergi ke Ofir, dengan harapan dapat mengangkut emas untuk memuaskan keinginan dagingnya. Tetapi Tuhan tidak berkenan dengan perbuatan Yosafat ini, oleh sebab itu Dia mengutus Eliezer untuk bernubuat kepada Yosafat, "...kapal-kapal itu tidak jadi pergi ke sana, sebab kapal-kapal itu pecah di Ezion-Geber." (1 Raja-Raja 22:49). Peristiwa yang menimpa pekerjaan Yosafat ini kiranya dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita. Karena berkompromi dengan orang fasik usaha Yosafat menjadi gagal. Atas seijin Tuhan kapal-kapal yang mereka buat itu pecah di tengah perjalanan.
Tuhan menghendaki anak-anaknya memiliki ketegasan untuk tidak 'bersahabat' atau 'berkompromi' dengan dunia ini, karena hal itu menimbulkan kecemburuan di hati Tuhan. "Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?" (2 Korintus 6:14b). Pemazmur berkata, "Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam... apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:1-3).
Tak ingin gagal? Miliki hidup yang berbeda dengan dunia, jangan berkompromi.
Baca: 2 Tawarikh 20:27-37
"'Karena engkau bersekutu dengan Ahazia, maka TUHAN akan merobohkan pekerjaanmu.' Lalu kapal-kapal itu pecah, dan tak dapat berlayar ke Tarsis." 2 Tawarikh 20:37b
Perjalanan hidup orang percaya tidaklah mudah, ada harga yang harus dibayar! Karena Tuhan tidak menghendaki kita memiliki kehidupan yang serupa dengan dunia. "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini," (Roma 12:2), artinya hidup Kristen adalah hidup yang tak mengenal kata 'kompromi' dengan dunia ini.
Yosafat, seorang yang takut akan Tuhan, tetapi karena tidak mawas diri menjadi kurang peka akan pimpinan Roh Tuhan, maka ia salah dalam melangkah: "Kemudian Yosafat, raja Yehuda, bersekutu dengan Ahazia, raja Israel, yang fasik perbuatannya. Ia bersekutu dengan Ahazia untuk membuat kapal-kapal yang dapat berlayar ke Tarsis. Kapal-kapal itu dibuat mereka di Ezion-Geber." (2 Tawarikh 20:35-36). Yosafat lupa siapa dirinya, lalu ia bersekutu dengan orang fasik membuat kapal-kapal dengan tujuan supaya dapat pergi ke Ofir, dengan harapan dapat mengangkut emas untuk memuaskan keinginan dagingnya. Tetapi Tuhan tidak berkenan dengan perbuatan Yosafat ini, oleh sebab itu Dia mengutus Eliezer untuk bernubuat kepada Yosafat, "...kapal-kapal itu tidak jadi pergi ke sana, sebab kapal-kapal itu pecah di Ezion-Geber." (1 Raja-Raja 22:49). Peristiwa yang menimpa pekerjaan Yosafat ini kiranya dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita. Karena berkompromi dengan orang fasik usaha Yosafat menjadi gagal. Atas seijin Tuhan kapal-kapal yang mereka buat itu pecah di tengah perjalanan.
Tuhan menghendaki anak-anaknya memiliki ketegasan untuk tidak 'bersahabat' atau 'berkompromi' dengan dunia ini, karena hal itu menimbulkan kecemburuan di hati Tuhan. "Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?" (2 Korintus 6:14b). Pemazmur berkata, "Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam... apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:1-3).
Tak ingin gagal? Miliki hidup yang berbeda dengan dunia, jangan berkompromi.
Subscribe to:
Posts (Atom)