Monday, March 11, 2019

TAK PANTAS MEMEGAHKAN DIRI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Maret 2019

Baca:  1 Korintus 9:1-18

"Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri."  1 Korintus 9:16a

Sering dijumpai ada banyak orang Kristen yang sikapnya mulai berubah saat sudah terlibat dalam pelayanan.  Mereka merasa diri menjadi orang  'penting'  karena terlibat dalam pelayanan atau dipercaya untuk sebuah pelayanan pekerjaan Tuhan.  Di sisi lain jemaat juga seringkali menilai, mengukur atau membanding-bandingkan pelayan Tuhan atau hamba Tuhan yang melayani di mimbar.  Faktor lahiriah atau apa yang tampak oleh kasat mata seringkali dijadikan patokan untuk keberhasilan pelayanan seseorang.

     Mereka menganggap pelayan Tuhan yang berhasil adalah mereka yang tampak berkecukupan secara materi, melayani gereja besar, banyak karunia, terkenal dan sebagainya.  Padahal kekayaan, popularitas, penampilan, jabatan atau kuantitas jumlah anggota jemaat yang dilayani oleh seorang hamba Tuhan tidak sepenuhnya menjadi ukuran keberhasilan.  Manusia tidak berhak untuk menilai, mengukur, atau menghakimi pelayanan orang lain.  "Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu."  (Matius 7:2).  Ada tertulis:  "Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu. Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah."  (1 Korintus 3:13b-14).

     Tak ada alasan sedikit pun untuk memegahkan diri, hanya karena kita sudah dipercaya untuk melayani pekerjaan Tuhan atau menjadi hamba Tuhan.  Ingat!  Kata  'hamba'  secara harafiah memiliki arti orang yang berada di bawah perintah, tingkatan para budak yang paling rendah atau hina.  Sebagai hamba Tuhan berarti kita ini adalah hamba-hambanya Kristus, artinya dalam segala hal kita harus tunduk sepenuhnya kepada Kristus.  Rasul Paulus, orang yang berhasil dalam pelayanan tapi tak pernah memegahkan diri, ia tetap menilai dirinya sendiri sebagai seorang hamba, yang tugas utamanya adalah memberitakan Injil dan mempermuliakan nama Tuhan, bukan diri sendiri.

"Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain."  Galatia 6:4

Sunday, March 10, 2019

HIDUP ORANG PERCAYA: Hidup Karena Iman

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Maret 2019

Baca:  2 Korintus 5:1-10

"--sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat--"  2 Korintus 5:7

Sebagai pengikut Kristus setiap kita menyandang status dan sebutan yang baru sebagai orang percaya.  Sebagai orang percaya adalah mutlak bagi kita untuk hidup karena percaya  (iman), bukan karena melihat  (ayat nas).  Kata  'percaya'  (bahasa Yunani:  pistis)  berarti memiliki keyakinan yang teguh akan kebenaran firman Tuhan.

     Banyak orang menyebut diri sebagai orang percaya, namun dalam praktik hidup sehari-hari mereka tidak hidup karena percaya  (hidup dalam iman), tapi hidup karena melihat, segala sesuatunya sangat dikendalikan, dipengaruhi oleh situasi, keadaan, atau apa yang terlihat secara kasat mata.  Hal ini terlihat jelas dari sikap hatinya yang gampang sekali berubah:  gampang kecewa, gampang mengeluh, gampang bersungut-sungut, gampang menyalahkan orang lain, gampang menyalahkan keadaan, dan bahkan gampang menyalahkan Tuhan, tatkala diperhadapkan dengan masalah, kesukaran, tekanan, penderitaan, atau situasi-situasi sulit.  Hidup orang percaya itu perlu bukti atau tanda!

     Seseorang dapat dikatakan hidup karena percaya bila ia senantiasa tinggal di dalam firman-Nya;  merenungkan firman Tuhan menjadi kesukaan hidupnya karena ia tahu bahwa  "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus."  (Roma 10:17).  Iman seseorang sangat tergantung pada seberapa banyak kita mendengar dan merenungkan firman Tuhan.  Hal ini akan berdampak pada setiap perkataan dan perbuatan kita.  Rasul Paulus berkata,  "Aku percaya, sebab itu aku berkata-kata", maka kami juga percaya dan sebab itu kami juga berkata-kata."  (2 Korintus 4:13).  Jadi perkataan orang percaya seharusnya adalah perkataan iman, bukan perkataan yang sia-sia.

     Saat berhadapan dengan Goliat Daud tidak takut sedikit pun, meskipun secara logika sulit baginya untuk bisa menang.  Daud berkata,  "...aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam,...Hari ini juga TUHAN akan menyerahkan engkau ke dalam tanganku..."  (1 Samuel 17:45-46).  Inilah yang disebut perkataan iman.  Ketika orang-orang Israel mengalami ketakutan, justru Daud menunjukkan kualitas hidup yang sangat berbeda, ada iman yang disertai dengan perbuatan atau tindakan  (Yakobus 2:26).

Hidup orang percaya itu perlu bukti nyata, bukan hanya sekedar teori!